Anda di halaman 1dari 45

KAJIAN TENTANG EPIDEMIOLOGI PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH

DENGAN IMUNISASI (PD31)

MAKALAH

TUGAS MATA KULIAH EPIDEMIOLOGI PENYAKIT

Dosen Pengampu:MAHARANI PERTIWI K., S.Si., M.Biotech


Disusun Oleh Kelompok 1:

1. Maya Purnia Sari (2130017064)


2. Zakkyah Amaniah Al-Ghozali (2130017054)
3. Hilyatul Ula (2130017075)
4. Jeanita

PROGRAM STUDI S1 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA


SURABAYA
2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Syukur Alhamduliah, merupakan satu


kata yang sangat pantas penulis ucapakan kepada Allah SWT, berkat ridhanya bisa
menyelesaikan sebuah makalah berjudul “Epidemiologi Penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi PD3I”. Dari makalah ini bisa memberikan manfaat dan pengetahuan
tentangEpidemiologi Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi PD3I. Melalui kata
pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon maaf jika isi makalah
ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat atau menyinggung
perasaan pembaca. Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa
terima kasih dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat
memberikan manfaat.

Surabaya, 13Februari 2019

Penyusun
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR ISI………………………………………………………………………….....1
BAB 1. PENDAHULUAN …..……………………………………………………….....2
1.1 LATAR BELAKANG ………………………………………………………………2
1.2 RUMUSAN MASALAH……………………………………………………………3
1.3 TUJUAN ……………………………………………………………………….........3
1.4 MANFAAT…………………………………………………………………....…….3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………...4


BAB 3. PEMBAHASAN ………………………………………...……………….…….5
3.1 DEFINISI DAN JENIS PD3I………………………………………………………..5
2.1 GAMBARAN KEJADIAN PD3I SECARA GLOBAL DAN NASIONAL…...…6
2.2 KLASIFIKASI KARBOHIDRAT…………………………………………………..7
2.3 FUNGSI KARBOHIDRAT…………………………………………………………8
2.4 PENCERNAAN,PENYERAPAN,UTILISASI,EKSKRESI
KARBOHIDRAT……………………………………………………………………9
2.5 KEBUTUHAN KARBOHIDRAT SEHARI……………………………………….12
2.6 SUMBER KARBOHIDRAT……………………………………………………….13
2.7 AKIBAT KEKURANGAN DAN KELEBIHAN KAROHIDRAT………………..13

BAB 4. PENUTUP……………………………………………………………………..21
3.1 KESIMPULAN ……………………………………………………………………16
3.2 SARAN …………………………………………………………………………….17
3.3 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………18
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum perlu diwujudkan
sesuai dengan cita-cita Bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945
melalui pembangunan nasional yang berkesinambungan berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat dipengaruhi oleh
tersedianya sumber daya manusia yang sehat, terampil dan ahli, serta disusun dalam
satu program kesehatan dengan perencanaan terpadu yang didukung oleh data dan
informasi epidemiologi yang valid.
Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda
(double burden), yaitu beban masalah penyakit menular dan penyakit degeneratif.
Pemberantasan penyakit menular sangat sulit karena penyebarannya tidak mengenal
batas wilayah administrasi. Imunisasi merupakan salah satu tindakan pencegahan
penyebaran penyakit ke wilayah lain yang terbukti sangat cost effective. Dengan
imunisasi, penyakit cacar telah berhasil dibasmi, dan Indonesia dinyatakan bebas
dari penyakit cacar pada tahun 1974.
Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, imunisasi
merupakan salah satu upaya untuk mencegah terjadinya penyakit menular yang
merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan sebagai salah satu
bentuk nyata komitmen pemerintah untuk mencapai Millennium Development
Goals ( MDGs) khususnya untuk menurunkan angka kematian pada anak. Kegiatan
imunisasi diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956.
Mulai tahun 1977 kegiatan imunisasi diperluas menjadi Program Pengembangan
Imunisasi (PPI) dalam rangka pencegahan penularan terhadap beberapa Penyakit
yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) yaitu Tuberkulosis, Difteri, Pertusis,
Campak, Polio, Tetanus serta Hepatitis B

Beberapa penyakit yang saat ini menjadi perhatian dunia dan merupakan komitmen
global yang wajib diikuti oleh semua negara adalah eradikasi polio (ERAPO),
eliminasi campak – pengendalian rubella (EC-PR) dan Maternal Neonatal Tetanus
Elimination (MNTE).

Di samping itu, dunia juga menaruh perhatian terhadap mutu pelayanan dengan
menetapkan standar pemberian suntikan yang aman (safe injection practices) bagi
penerima suntikan yang dikaitkan dengan pengelolaan limbah medis tajam yang
aman (waste disposal management), bagi petugas maupun lingkungan.

Cakupan imunisasi harus dipertahankan tinggi dan merata di seluruh wilayah.


Hal ini bertujuan untuk menghindarkan terjadinya daerah kantong yang akan
mempermudah terjadinya kejadian luar biasa (KLB). Untuk mendeteksi dini
terjadinya peningkatan kasus penyakit yang berpotensi menimbulkan KLB,
imunisasi perlu didukung oleh upaya surveilans epidemiologi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Definisi dan Jenis PD3I?


2. Gambaran kejadian PD3I secara global dan nasional?
3. Faktor risiko PD3I?
4. Kelompok rentan penularan PD3I?
5. Penularan PD3I?
6. Riwayat alamiah PD3I?
7. Dampak PD31 terhadap morbiditas dan mortalitas masyarakat?
8. Upaya pencegahan dan pengawasan penderita PD3I?
9. Upaya penanggulangan wabah PD3I?
10. Pengobatan dan penanggulangan wabah?

1.3 Tujuan

1. Dapat Mengetahui Definisi dan Jenis PD3I.


2. Dapat Mengetahui Gambaran kejadian PD3I secara global dan nasional.
3. Dapat Mengetahui Faktor risiko PD3I.
4. Dapat Mengetahui Kelompok rentan penularan PD3I.
5. Dapat Mengetahui Penularan PD3I.
6. Dapat Mengetahui Riwayat alamiah PD3I.
7. Dapat Mengetahui Dampak PD31 terhadap morbiditas dan mortalitas
masyarakat.
8. Dapat Mengetahui Upaya pencegahan dan pengawasan penderita PD3I.
9. Dapat Mengetahui Upaya penanggulangan wabah PD3I.
10. Dapat Mengetahui Pengobatan dan penanggulangan wabah.

1.4 Manfaat

1. Dapat Memahami Definisi dan Jenis PD3I.


2. Dapat Memahami Gambaran kejadian PD3I secara global dan nasional.
3. Dapat Memahami Faktor risiko PD3I.
4. Dapat Memahami Kelompok rentan penularan PD3I.
5. Dapat MemahamiPenularan PD3I.
6. Dapat Memahami Riwayat alamiah PD3I.
7. Dapat Memahami Dampak PD31 terhadap morbiditas dan mortalitas
masyarakat.
8. Dapat Memahami Upaya pencegahan dan pengawasan penderita PD3I.
9. Dapat Memahami Upaya penanggulangan wabah PD3I.
10. Dapat Memahami Pengobatan dan penanggulangan wabah.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Imunisasi
Imunisasi merupakan salah satu cara pencegahan penyakit serius yang
paling efektif untuk bayi dari segi biaya (Wahab, 2000).

Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal pada bayi yang baru
lahir sampai usia satu tahun untuk mencapai kadar kekebalan diatas ambang
perlindungan. (Depkes RI, 2005).

Secara khusus, antigen merupakan bagian protein kuman atau racun yang
jika masuk ke dalam tubuh manusia, maka sebagai reaksinya tubuh harus
memiliki zat anti. Bila antigen itu kuman, zat anti yang dibuat tubuh
manusia disebut antibody. Zat anti terhadap racun kuman disebut antitoksin.
Dalam keadaan tersebut, jika tubuh terinfeksi maka tubuh akan membentuk
antibody untuk melawan bibit penyakit yang menyebabkan terinfeksi.
Tetapi antibody tersebut bersifat spesifik yang hanya bekerja untuk bibit
penyakit tertentu yang masuk ke dalam tubuh dan tidak terhadap bibit
penyakit lainnya (Satgas IDAI, 2008).
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 DEFINISI DAN JENIS PD3I


A. Definisi:
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi. (PD3I). Imunisasi adalah
suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara
aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan
penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya sakit ringan.
B. Jenis PD3I:
a. Jenis Imunisasi:
1. Imunisasi Aktif
Imunisasi aktif adalah tubuh anak sendiri membuat zat anti yang akan
bertahan selama bertahun-tahun (A.H Markum, 2002).
Adapun tipe vaksin yang dibuat “hidup dan mati”. Vaksin yang hidup
mengandung bakteri atau virus (germ) yang tidak berbahaya, tetapi dapat
menginfeksi tubuh dan merangsang pembentukan antibodi. Vaksin yang
mati dibuat dari bakteri atau virus, atau dari bahan toksit yang
dihasilkannya yang dibuat tidak berbahaya dan disebut toxoid. (A.H
Markum, 2002).
Imunisasi dasar yang dapat diberikan kepada anak adalah :
- BCG, untuk mencegah penyakit TBC.
- DPT, untuk mencegah penyakit-penyakit difteri, pertusis dan tetanus.
- Polio, untuk mencegah penyakit poliomilitis.
- Campak, untuk mencegah penyakit campak (measles).
- Hepatitis B, untuk mencegah penyakit hepatitis.

2. Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif adalah pemberian antibodi kepada resipien, dimaksudkan
untuk memberikan imunitas secara langsung tanpa harus
memproduksisendiri zat aktif tersebut untuk kekebalan tubuhnya.
Antibodi yang diberikan ditujukan untuk upaya pencegahan atau
pengobatan terhadap infeksi, baik untuk infeksi bakteri maupun virus
(Satgas IDAI, 2008). Imunisasi pasif dapat terjadi secara alami saat ibu
hamil memberikan
antibodi tertentu ke janinnya melalui plasenta, terjadi di akhir trimester
pertama kehamilan dan jenis antibodi yang ditransfer melalui plasenta
adalah immunoglobulin G (LgG). Transfer imunitas alami dapat terjadi
dari ibu ke bayi melalui kolostrum (ASI), jenis yang ditransfer adalah
immunoglobulin A (LgA). Sedangkan transfer imunitas pasif secara
didapat terjadi saat seseorang menerima plasma atau serum yang
mengandung antibodi tertentu untuk menunjang kekebalan tubuhnya.
Kekebalan yang diperoleh dengan imunisasi pasif tidak berlangsung
lama, sebab kadar zat-zat anti yang meningkat dalam tubuh anak bukan
sebagai hasil produksi tubuh sendiri, melainkan secara pasif diperoleh
karena pemberian dariluar tubuh. Salah satu contoh imunisasi pasif
adalah Inmunoglobulin yang dapat mencegah anak dari penyakit campak
(measles). (AH, Markum, 2002)

b. Jenis-Jenis Vaksin Imunisasi Dasar Lengkap Dalam Program


Imunisasi
1. Imunisasi BCG
Imunisasi BCG merupakan imunisasi yang diberikan untuk
menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberculosis dan
frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah 1 kali, tidak perlu
diulang sebab vaksin BCG berisi kuman hidup sehingga antibodi
yang dihasilkan tinggi.
a. Usia Pemberian
Pemberian imunisasi dianjurkan sedini mungkin atau secepatnya,
tetapi pada umumnya dibawah 2 bulan. Jika diberikan setelah 2
bulan, disarankan dilakukan tes mantoux (tuberculin) terlebih
dahulu untuk mengetahui apakah bayi sudah terinfeksi kuman
Mycobacterium Tuberculosis atau belum.
b. Tanda Keberhasilan Imunisasi
Timbul indurasi (benjolan) kecil dan eritema (merah) didaerah
bekas suntikan setelah 1 atau 2 minggu kemudian, yang berubah
menjadi pustula, kemudian pecah menjadi ulkus (luka), luka akan
sembuh sendiri dan meninggalkan tanda parut.
c. Efek samping imunisasi
Umumnya tidak ada efek samping, namun pada beberapa anak
timbul pembengkakan kelenjar getah bening di ketiak atau leher
di bagian bawah biasanya, akan sembuh sendiri.
d. Kontra - indikasi imunisasi
Imunisasi BCG tidak dapat diberikan kepada anak yang
berpenyakit TB atau menunjukan uji Mantoux positif.

2. Imunisasi DPT
Imunisasi DPT merupakan imunisasi yang diberikan untuk
menimbulkan kekebalan aktif terhadap beberapa penyakit yaitu:
difteri, pertusis, tetanus imunisasi dengan memberikan vaksin yang
mengandung racun kuman difteri yang telah di hilangkan sifat
racunnya akan merangsang pembentukan zat anti (toxoid).
a. Pemberian Imunisasi
Pemberian imunisasi 3 kali (paling sering dilakukan) yaitu pada
usia 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan, namun bisa juga ditambahkan
2 kali lagi, yaitu 1 kali di usia 5 tahun. Selanjutnya di usia 12
tahun diberikan imunisasi TT. Sedangkan cara pemberian
imunisasi melalui suntikan intra muscular (im).
b. Efek Samping Imunisasi
Biasanya hanya gejala-gejala ringan seperti sedikit demam,
rewel, selama 1-2 hari, kemerahan pembengkakan agak nyeri atau
pegal-pegal pada tempat suntikan yang akan hilang sendiri dalam
beberapa hari, atau bila masih demam dapat diberikan obat
penurun panas bayi.
3. Imunisasi Polio
Imunisasi polio adalah imunisasi yang dapat diberikan untuk
menimbulkan kekebalan terhadap penyakit poliomyelitis, yaitu
penyakit radang yang menyerang saraf dan dapat mengakibatkan
lumpuh kaki.
a. Pemberian imunisasi
Bisa lebih dari jadwal yang telah ditentukan, mengingat adanya
Pekan Imunisasi Nasional. Jumlah dosis yang berlebihan tidak
akan berdampak buruk karena tidak ada istilah overdosis dalam
imunisasi.
b. Usia pemberian
Waktu pemberian polio adalah pada umur bayi 0-11 bulan, dan
berikutya pada usia 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan kecuali saat lahir
pemberian vaksin polio selalu dibarengi dengan vaksin DPT.
c. Cara pemberian imunisasi
Cara pemberian imunisasi polio melaui oral / mulut (oral
poliomyelitis vaccine/OPV). Diluar negeri, cara pemberian
imunisasi polio ada yang melalui suntikan disebut (inactivated
poliomyelitis vaccine/IPV).
4. Imunisasi Campak
Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan untuk
menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit campak
(morbili/measles), penyakit yang sangat menular. Sebenarnya bayi
sudah mendapat kekebalan campak dari ibunya. Namun seiring
bertambahnya usia antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga
membutuhkan antibodi tambahan lewat pemberian vaksin campak.
a. Pemberian Imunisasi
Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah 1 kali.
b. Usia pemberian imunisasi
Imunisasi campak diberikan 1 kali pada usia 9 bulan, dan
dianjurkan pemberiannya sesuai jadwal. Selain karena antibodi
dari ibu sudah menurun di usia bayi 9 bulan, penyakit campak
umumnya menyerang anak usia bayi, jika sampai usia 12 bulan
anak harus di imunisasi campak MMR (Measles Mumps
Rubella).
c. Cara Pemberian Imunisasi
Cara pemberian imunisasi adalah melalui subkutan.

5. Jenis Penyakit PD3I:


a. Difteri
Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri
Corynebacterium diphtheriae. Penyebarannya adalah melalui
kontak fisik dan pernapasan. Gejala awal penyakit adalah radang
tenggorokan, hilang nafsu makan dan demam ringan. Dalam 2-3
hari timbul selaput putih kebiru-biruan pada tenggorokan dan
tonsil. Difteri dapat menimbulkan komplikasi berupa gangguan
pernapasan yang berakibat kematian.
b. Pertusis
Disebut juga batuk rejan atau batuk 100 hari adalah penyakit pada
saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Bordetella
pertussis. Penyebaran pertusis adalah melalui tetesan-tetesan
kecil yang keluar dari batuk atau bersin. Gejala penyakit adalah
pilek , mata merah, bersin, demam dan batuk ringan yang lama-
kelamaan batuk menjadi parah dan menimbulkan batuk
menggigil yang cepat dan keras. Komplikasi pertusis adalah
pneumania bacterialis yang dapat menyebabkan kematian.
c. Tetanus
Adalah penyakit yang disebabkan oleh Clostridium tetani yang
menghasilkan neurotoksin. Penyakit ini tidak menyebar dari
orang ke orang, tetapi melalui kotoran yang masuk kedalam luka
yang dalam. Gejala awal penyakit adalah kaku otot pada rahang,
disertai kaku pada leher, kesulitan menelan, kaku otot perut,
berkeringat dan demam. Pada bayi terldapat juga gejata berhenti
menetek (sucking) antara 3 s/d 28 hari setelah lahir. Gejala
berikutnya adalah kejang yang hebat dan tubuh menjadi kaku.
Komplikasi tetanus adalah patah tulang akibat kejang, pneumonia
dan infeksi lain yang dapat menimbulkan kematian.
d. Tuberculosis
Adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosa (disebut juga batuk darah). Penyakit ini menyebar
melalui pernapasan lewat bersin atau batuk. Gejala awal penyakit
adalah lemah badan, penurunan berat badan, demam dan keluar
keringat pada malam hari. Gejala selanjutnya adalah batuk terus
menerus, nyeri dada dan (mungkin) batuk darah.gejala lain
tergantung pada organ yang diserang. Tuberculosis dapat
menyebabkan kelemahan dan kematian.
e. Campak
Adalah penyakit yang disebabkan oleh virus measles. Disebarkan
melalui droplet bersin atau batuk dari penderita. Gejala awal
penyakit adalah demam, bercak kemarahan , batuk, pilek,
conjunctivitis (mata merah).Selanjutnya timbul ruam pada muka
dan leher, kemudian menyebar ketubuh dan tangan serta kaki.
Komplikasi campak adalah diare hebat, peradangan pada telinga
dan infeksi saluran napas (pneumonia).
f. Poliomielitis
Adalah penyakit pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh
satu dari tiga virus yang berhubungan , yaitu virus polio type 1,2
atau 3. Secara klinis penyakit polio adalah Anak dibawah umur
15 tahun yang menderita lumpuh layu akut (acute flaccid
paralysis=AFP). Penyebaran penyakit adalah melalui kotoran
manusia (tinja) yang terkontaminasi. Kelumpuhan dimulai
dengan gejala demam, nyeri otot dan kelumpuhan terjadi pada
minggu pertama sakit. Kematian bisa terjadi jika otot-otot
pernapasan terinfeksi dan tidak segera ditangani.
g. Hepatitis B
(penyakit kuning) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
hepatitis B yang merusak hati. Penyebaran penyakit terutama
melalui suntikan yang tidak aman, dari ibu ke bayi selama proses
persalinan, melalui hubungan seksual. Infeksi pada anak biasanya
tidak menimbulkan gejala. Gejala yang ada adalah merasa lemah,
gangguan perut dan gejala lain seperti flu. Urine menjadi kuning,
kotoran menjadi pucat. Warna kuning bisa terlihat pula pada mata
ataupun kulit. Penyakit ini bisa menjadi kronis dan menimbulkan
Cirrhosis hepatis, kanker hati dan menimbulkan kematian

3.2 GAMBARAN KEJADIAN PD3I SECARA GLOBAL DAN NASIONAL


Masalah lain yang harus dihadapi adalah munculnya kembali PD3I yang
sebelumnya telah berhasil ditekan (Reemerging diseases), timbulnya
penyakitpenyakit menular baru (Emerging Infectious Diseases) serta penyakit
infeksi yang betul-betul baru (new diseases) yaitu penyakit-penyakit yang
tadinya tidak dikenal (memang belum ada, atau sudah ada tetapi penyebarannya
sangat terbatas; atau sudah ada tetapi tidak menimbulkan gangguan kesehatan
yang serius pada manusia). Penyakit yang tergolong ke dalam penyakit baru
adalah penyakit-penyakit yang mencuat, yaitu penyakit yang angka kejadiannya
meningkat dalam dua dekade terakhir ini, atau mempunyai kecenderungan untuk
meningkat dalam waktu dekat, penyakit yang area geografis penyebarannya
meluas, dan penyakit yang tadinya mudah dikontrol dengan obat-obatan namun
kini menjadi resisten. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
penyelenggaraan imunisasi terus berkembang antara lain dengan pengembangan
vaksin baru (Rotavirus, Japanese Encephalitis, Pneumococcus, Dengue Fever
dan lain-lain) serta penggabungan beberapa jenis vaksin sebagai vaksin
kombinasi misalnya DPT-HB-Hib.

Penyelenggaraan imunisasi mengacu pada kesepakatan-kesepakatan


internasional untuk pencegahan dan pemberantasan penyakit, antara lain:
1. WHO tahun 1988 dan UNICEF melalui World Summit for Children pada
tahun 1990 tentang ajakan untuk mencapai target cakupan imunisasi 8080-
80, Eliminasi Tetanus Neonatorum dan Reduksi Campak.
2. Himbauan UNICEF, WHO dan UNFPA tahun 1999 untuk mencapai target
Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (MNTE) pada tahun 2005 di
negara berkembang.
3. Himbauan dari WHO bahwa negara dengan tingkat endemisitas tinggi >8%
pada tahun 1997 diharapkan telah melaksanakan imunisasi hepatitis B ke
dalam imunisasi rutin.
4. Resolusi Majelis Kesehatan Dunia (World Health Assembly) sejak tahun
2012 yang mendeklarasikan tentang komitmen seluruh negara anggota untuk
melakukan Eradikasi Polio, dan pada tahun 2012 dinyatakan bahwa negara
yang masih mempunyai transmisi kasus polio harus menyatakan bahwa
negaranya dalam kondisi “ national public health emergency
5. Resolusi Regional Committee, 28 Mei 2012 tentang Eliminasi Campak dan
Pengendalian Rubella, mendesak negara-negara anggota untuk mencapai
eliminasi campak pada tahun 2015 dan melakukan pengendalian penyakit
rubella.
6. Pertemuan The Ninth Technical Consultative Group on Polio Eradication
and Vaccine Preventable Diseases in South-East Asia Region tahun 2003
untuk menyempurnakan proses sertifikasi eradikasi polio, reduksi kematian
akibat campak menjadi 50% dan eliminasi tetanus neonatal, cakupan DPT3
80% di semua negara dan semua kabupaten, mengembangkan strategi untuk
safe injections and waste disposal di semua negara serta memasukkan vaksin
hepatitis B di dalam Imunisasi di semua Negara.

3.3 FAKTOR RESIKO PD3I


a. Difteri:
1. Lokasi yang Anda tinggali
2. Tidak mendapat vaksinasi difteri terbaru
3. Memiliki gangguan sistem imun, seperti AIDS
4. Memiliki sistem imun lemah, misalnya anak-anak atau orang tua
5. Tinggal di kondisi yang padat penduduk atau tidak higienis

b. Pertusis
Batuk rejan, juga dikenal sebagai pertusis, adalah penyakit pernapasan yang
sangat menular melalui mulut dan hidung. Biasanya, batuk rejan ditandai
dengan batuk parah yang disertai suara tarikan napas bernada tinggi. Batuk
rejan mudah menular namun vaksin seperti DtaP dan Tdap dapat membantu
pencegahan pada anak-anak dan dewasa.
1. Vaksin pertusis pada saat masih kecil sudah menghilang efeknya.
2. Anak-anak berada di saat untuk divaksin. Mereka belum imun secara
penuh terhadap batuk rejan hingga setidaknya menerima 3 suntikan. Hal
ini berarti selama 6 bulan, mereka berada dalam risiko yang paling tinggi
terhadap infeksi.
c. Tetanus
1. Sistem imun rendah – tidak vaksin tetanus tepat waktu
2. Luka yang tidak dibersihkan dan memungkinkan spora tetanus untuk
masuk
3. Adanya benda asing yang menyebabkan luka misalnya bila tertancap
paku.
d. Tuberkulosis
1. HIV/AIDS
2. Diabetes
3. Penyakit ginjal stadium akhir
4. Kanker
5. Malnutrisi
6. Pengobatan kanker, seperti kemoterapi
7. Konsumsi obat-obatan yang digunakan untuk mengobati penyakit
autoimun, seperti rheumatoid arthritis, penyakit Crohn, dan psoriasis.
e. Campak
1. Anak-anak. Penyakit ini paling sering menyerang bayi dan balita karena
mereka umumnya belum memiliki sistem kekebalan tubuh yang kuat.
2. Belum imunisasi campak. Jika Anda belum pernah imunisasi campak,
Anda berisiko untuk mengalami penyakit ini di kemudian hari.
3. Bepergian ke luar negeri. Jika Anda bepergian ke luar negeri di mana
penyakit ini sering terjadi, Anda lebih berisiko terkena penyakit tersebut
juga.
4. Kurang vitamin A.

f. Polio
1. Bepergian ke daerah dengan virus polio atau epidemik polio
2. Anda tinggal dengan orang yang terinfeksi virus polio
3. Keadaan imunodefisiensi seperti HIV/AIDS
4. Riwayat tonsilektomi
5. Stres atau aktivitas berat lama dan terpapar virus polio, karena keduanya
dapat menurunkan kekebalan Anda

g. Hepatitis B
1. Hubungan seks tanpa kondom dengan bergonta-ganti pasangan atau
dengan seseorang yang terinfeksi HBV — baik hubungan seks antar pria
dan wanita maupun pria dengan pria (homoseksual).
2. Menggunakan jarum suntik bekas orang yang terinfeksi.
3. Merupakan bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi.
4. Memiliki pekerjaan yang membuat Anda terpapar darah orang lain, misal
dokter atau perawat di rumah sakit.
5. Berbagi barang pribadi seperti alat cukur dan sikat gigi bersama dengan
orang yang terinfeksi.
6. Berpegian ke tempat dengan tingkat infeksi HBV yang tinggi, seperti
Asia, Afrika, dan Eropa Timur.
3.4 KELOMPOK RENTAN PENULARAN PD3I
a. Difteri
1. Mereka yang tidak terlindungi vaksin
2. Mereka yang berkunjung ke negara yang tidak menyediakan
Imunisasi
3. Mereka yang memiliki masalah sistem imune, penderita
AIDS salah satunya
4. Mereka yang tinggal di lingkungan kumuh dan sumpek
b. Pertusis
Pertusis lebih sering terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan dan
anak-anak kecil berusia satu sampai enam tahun. Namun, yang
paling berisiko untuk mengalami batuk rejan adalah kelompok
bayi baru lahir pada dua bulan pertama kehidupannya. Pasalnya,
mereka belum cukup umur untuk mendapatkan vaksin pertusis
(Tdap dan Dtap). Itu sebabnya untuk alasan ini, ibu hamil
disarankan untuk mendapatkan vaksin Tdap untuk dapat
memberikan perlindungan kepada janinnya sejak sebelum
dilahirkan.Namun masalahnya, tidak semua ibu hamil
mendapatkan vaksin pertussis. Solusi potensial untuk masalah
tersebut yaitu dengan memberikan obat kepada bayi-bayi yang
baru lahir agar dapat melindungi mereka dari infeksi penyakit
batuk rejan.
c. Tetanus

Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh


bakteri Clostridium tetani yang masuk melalui luka terbuka dan
menghasilkan racun yang kemudian menyerang sistem saraf
pusat. Bakteri ini secara umum terdapat ditanah,jadi ia bisa
ditemukan pada debu, pupuk, kotoran hewan,dan sampah.
Tetanus ini menyerang siapa saja,anak – anak juga orang dewasa.
Bahkan bayi baru lahir sekalipun, yang bisa berakibat fatal.!
Penyakit yang menterang bayi itu biasa disebut Tetanus
neonatorum. Tetanus biasanya menyerang bayi -bayi yang lahir
ditempat yang tidak bersih dan tidak menggunakan alat – alat
persalianan yang steril. atau juga riwayat dari ibu hamil yang
mungkin terluka sebelum melahirkan yang lukanya mengandung
bakteri tetanus tersebut.

d. Tuberkulosis
Tuberkulosis diketahui paling banyak menyerang kelompok usia
produktif, dimana potensi kehilangan produktivitas sangat besar
apabila penyakit ini tidak terdeteksi dan tidak ditangani dengan
benar. Sebagai negara endemik tuberkulosis, maka beban dan
kompleksitas yang ditimbulkan sangat besar mengingat
penularannya yang cepat dan pengobatan yang lama. Rendahnya
pengetahuan terhadap tuberkulosis menyebabkan rendahnya
angka penemuan kasus. Setelah itu, Anak berusia kurang dari
usia lima tahun, orang yang kontak dengan pasien TB, khususnya
multi-drug resistant TB (MDR TB) atau yang dikenal dengan TB
kebal obat.kelompok yang perlu diprioritaskan untuk evaluasi
yaitu kelompok dengan gejala yang mendukung ke arah TB.
Dengan kata lain, kelompok ini sudah menunjukkan gejala klinis
seperti pasien TB antara lain demam, kadang-kadang menggigil,
keringat malam, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
dan kelelahan umum.Kelompok lainnya adalah orang yang
menderita atau diduga menderita penyakit yang menurunkan daya
tahan tubuh, khususnya infeksi HIV. Arifin menjelaskan, orang-
orang dengan gangguan sistem imun sangat rentan mengalami TB
karena bakteri TB cepat menginfeksi tubuh ketika daya tahan
tubuh melemah.

e. Campak
Setiap orang yang belum pernah divaksinasi Campak atau sudah
divaksinasi tapi belum mendapatkan kekebalan, berisiko tinggi
tertular Campak dan komplikasinya, termasuk kematian. Rubella
adalah penyakit akut dan ringan yang sering menginfeksi anak
dan dewasa muda yang rentan. Tetapi yang menjadi perhatian
dalam kesehatan masyarakat adalah efek kepada janin
(teratogenik) apabila Rubella ini menyerang wanita hamil pada
trimester pertama. Infeksi Rubella yang terjadi sebelum
terjadinya pembuahan dan selama awal kehamilan dapat
menyebabkan keguguran, kematian janin atau sindrom rubella
kongenital (Congenital Rubella Syndrome/CRS) pada bayi yang
dilahirkan. CRS umumnya bermanifestasi sebagai Penyakit
Jantung Bawaan, Katarak Mata, bintik-bintik kemerahan
(Purpura), Microcephaly (Kepala Kecil) dan Tuli.

f. Polio
1. Semua anak kurang dari 15 tahun dengan kelumpuhan yang
sifatnya flaccid (layuh), proses terjadi kelumpuhan secara
akut (<14 hari), serta bukan disebabkan oleh ruda paksa.

2. Yang berisiko terkena polio terutama menyerang anak-anak


di bawah usia 5 tahun
g. Hepatitis B

1. Tenaga Kesehatan
Kelompok ini paling rentan sebab mereka bisa terkena kontak
dengan pasien yang terpapar hepatitis.
2. Tentara
3. Pengguna Narkotika
4. Faktor Keluarga

3.5 PENULARAN PD3I


a. Difteri
Bakteri penyebab difteri dapat menyebar dengan berbagai cara
yang perlu diwaspadai. Misalnya ketika tanpa sengaja menghirup
cairan dari mulut atau hidung orang yang terinfeksi, saat
bersentuhan dengan benda-benda yang terkontaminasi, maupun
saat berbagi makanan atau minuman dengan penderita.
Difteri dapat menyebar dengan mudah, bahkan dengan metode
yang tidak kita sadari sebelumnya.
1. barang yang telah terkontaminasi oleh bakteri penyebab
difteri, misalnya mainan atau handuk
2. bersentuhan langsung dengan bisul akibat difteri di kulit
penderita
3. kontak langsung dengan hewan yang sudah terinfeksi
4. minum susu yang belum melalui proses pasteurisasi atau
sterilisasi
5. menghirup udara saat penderita bersin atau batuk

Bakteri penyebab difteri ini sangat mudah menyebar dan


menginfeksi banyak orang. Oleh sebab itu, penderita difteri
biasanya diisolasi di ruangan khusus agar korbannya tidak
semakin banyak.

b. Pertusis
Pertusis menular melalui droplet batuk dari pasien yg terkena
penyakit ini dan kemudian terhirup oleh orang sehat yg tidak
mempunyai kekebalan tubuh, antibiotik dapat diberikan untuk
mengurangi terjadinya infeksi bakterial yg mengikuti dan
mengurangi kemungkinan memberatnya penyakit ini (sampai
pada stadium catarrhal) sesudah stadium catarrhal antibiotik tetap
diberikan untuk mengurangi penyebaran penyakit ini, antibiotik
juga diberikan pada orang yg kontak dengan penderita,
diharapkan dengan pemberian seperti ini akan mengurangi
terjadinya penularan pada orang sehat tersebut.
c. Tetanus
1. Luka yang terkontaminasi dengan air liur atau kotoran
2. Luka yang disebabkan oleh benda menusuk kulit seperti paku,
serpihan kaca, jarum, Luka bakar
3. Luka yang dipencet
4. Cedera dengan jaringan yang mati
Cara penularan tetanus yang jarang, antara lain:
1. Prosedur operasi
2. Luka dangkal (misalnya goresan)
3. Gigitan serangga
4. Penggunaan obat infuse
5. Suntikan ke otot
6. Infeksi gigi

d. Tuberkulosis
Penularan TBC paling umum terjadi melalui udara. Ketika
seseorang yang telah mengidap penyakit TBC batuk, bersin, atau
berbicara dengan memercikkan ludah, bakteri TB akan ikut
melalui ludah tersebut untuk terbang ke udara. Selanjutnya,
bakteri akan masuk ke tubuh orang lain melalui udara yang
dihirup.

Penyakit TBC tidak menular melalui kontak fisik, seperti jabat


tangan, atau menyentuh peralatan pribadi milik penderita.
Berbagi makanan dan minuman dengan penderita bahkan
berciuman juga tidak menularkan bakteri TB dari penderita ke
orang lain.
e. Campak
Peningkatan penyebarannya itu bisa karena kondisi lingkungan
panca robah, yang memudahkan anak-anak terserang flu. Tanda-
tanda awal campak juga demam, batuk dan pilek.
Bagi penderita campak, virus campak ada di dalam percikan
cairan yang dikeluarkan saat mereka bersin dan batuk. Virus
campak akan menulari siapa pun yang menghirup percikan cairan
ini.
Virus campak bisa bertahan di permukaan selama beberapa jam
dam bisa bertahan menempel pada benda-benda lain. Saat kita
menyentuh benda yang sudah terkena percikan virus campak lalu
menempelkan tangan ke hidung atau mulut, kita bisa ikut
terinfeksi.
Campak lebih sering menimpa balita. Tapi pada dasarnya semua
orang bisa terinfeksi
f. Polio
Cara Penularan Penyakit Polio Pada Manusia Manusia dapat
tertular penyakit polio karena menelan virus polio. Hal ini bisa
terjadi karena menelan makanan / minuman yang terkontaminasi
tinja yang mengandung virus polio atau karena berbicara dengan
orang yang menderita penyakit tersebut, cara penularan ini
disebut Droplet Infection Peroral. Kalau virus polio sudah masuk
ke dalam mulut selanjutnya akan masuk ke dalam kelanjar getah
bening kemudian menuju peredaran darah dan menyebar ke usus
dan otak sehingga dapat ditemukan adanya virus polio dalam
liquor dan menyebabkan kelumpuhan.

g. Hepatitis B
Penularan hepatitis B dapat menyebar melalui darah atau serum
(bagian cairan darah) yang mengandung virus. Selain itu,
penyakit menular ini dapat menyebar melalui kontak seksual,
donor darah, jarum suntik yang terkontaminasi dengan darah
yang terinfeksi, dan transfusi darah.
Ibu hamil yang positif hepatitis B juga bisa menularkan infeksi
kepada bayi. Infeksi juga dapat ditularkan dari tato, tindik, pisau
cukur, dan sikat gigi (jika ada kontaminasi dengan darah yang
terinfeksi).

3.6 RIWAYAT ALAMIAH PD3I


A. Difteri
Difteri merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya pada
anak anak. Penyakit ini mudah menular dan menyerang terutama
daerah saluran pernafasan bagian atas. Penularan biasanya terjadi
melalui percikan ludah dari orang yang membawa kuman ke
orang lain yang sehat. Selain itu penyakit ini bisa juga ditularkan
melalui benda atau makanan yang terkontaminasi.
1. Tahap Prepatogenesis

Sudah ada interaksi antara Host dan Agent, tetapi Agent


masih diluar Host
Difteri disebabkan oleh kuman Corynebacterium
diphtheriae, suatu bakteri gram positif yang berbentuk
polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora.
2. Tahap Patogenesis
a. Tahap inkubasi
Tahap inkubasi merupakan tenggang waktu antara
masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh manusia yang
peka terhadap penyebab penyakit, sampai timbulnya
gejala penyakit.Masa inkubasi penyakit difteri ini 2 – 5
hari, masa penularan penderita 2-4 minggu sejak masa
inkubasi, sedangkan masa penularan carier bisa sampai
6 bulan.
b. Tahap Dini
Gejala penyakit difteri ini adalah :
1. Panas lebih dari 38 °C
2. Ada psedomembrane bisa di pharynx, larynx atau
tonsil
3. Sakit waktu menelan
4. Leher membengkak seperti leher sapi (bullneck),
disebabkan karena pembengkakan kelenjar leher

c. Tahap Lanjut
Biasanya bakteri berkembangbiak pada atau di sekitar
permukaan selaputlendir mulut atau tenggorokan dan
menyebabkan peradangan. Bila bakteri sampaike hidung,
hidung akan meler. Peradangan bisa menyebar dari
tenggorokan kepita suara (laring) dan menyebabkan
pembengkakan sehingga saluran udaramenyempit dan
terjadi gangguan pernafasan.
Bakteri ini ditularkan melalui percikan ludah dari batuk
penderita atau bendamaupun makanan yang telah
terkontaminasi oleh bakteri. Ketika telah masukdalam
tubuh, bakteri melepaskan toksin atau racun. Toksin ini
akan menyebarmelalui darah dan bisa menyebabkan
kerusakan jaringan di seluruh tubuh,terutama jantung dan
saraf.
d. Tahap Pasca pathogenesis/Tahap Akhir
Dengan pengobatan yang cepat dan tepat maka
komplikasi yang berat dapat dihindari, namun keadaan
bisa makin buruk bila pasien dengan usia yang
lebih muda, perjalanan penyakit yang lama, gizi kurang
dan pemberian anti toksin yang terlambat.
Walaupun sangat berbahaya dan sulit diobati,
penyakit ini sebenarnya bisadicegah dengan cara
menghindari kontak dengan pasien difteri yang hasil lab-
nya masih positif dan imunisasi.
Pengobatan khusus penyakit difteri bertujuan
untuk menetralisir toksin dan membunuh basil dengan
antibiotika (penicilin procain, Eritromisin,
Ertromysin, Amoksisilin, Rifampicin, Klindamisin,
tetrasiklin).

B. Pertusis
Manifestasi klinik
Masa tunas 7 – 14 hari. Penyakit ini dapat berlangsung selama 6
minggu atau lebih dan terbagi dalam 3 stadium:
1. Stadium kataralis
Stadium ini berlangsung 1 – 2 minggu ditandai dengan
adanya batuk-batuk ringan, terutama pada malam hari, pilek,
serak, anoreksia, dan demam ringan. Stadium ini menyerupai
influenza.
2. Stadium spasmodic
Berlangsung selama 2 – 4 minggu, batuk semakin berat
sehingga pasien gelisah dengan muka merah dan sianotik.
Batuk terjadi paroksismal berupa batuk-batuk khas. Serangan
batuk panjang dan tidak ada inspirasi di antaranya dan
diakhiri dengan whoop (tarikan nafas panjang dan dalam
berbunyi melengking). Sering diakhiri muntah disertai
sputum kental. Anak-anak dapat sempat terberak-berak dan
terkencing-kencing. Akibat tekanan saat batuk dapat terjadi
perdarahan subkonjungtiva dan epistaksis. Tampak keringat,
pembuluh darah leher dan muka lebar.
3. Stadium konvalesensi
Berlangsung selama 2 minggu sampai sembuh. Jumlah dan
beratnya serangan batuk berkurang, muntah berkurang, dan
nafsu makan timbul kembali.
C. Campak
1. Tahap Rentan (Susceptibilty)
Pada tahap ini, pejamu mempunyai peranan penting untuk
timbulnya penyakit. Kondisi yang pejamu yang rentan dapat
terjadi karena status imulogik tubuhnya yang rendah, status
gizi yang tidak baik dan bisa juga intensitas kontak dengan
agen infeksius yang tinggi. Di sini faktor penyebab pertama
belum menimbulkan penyakit, tetapi telah mulai meletakkan
dasar-dasar bagi berkembangnya penyakit.
Dalam perkembangan penyakit campak, tahap rentan ini
dilalui ketika pejamu atau host dalam keadaan kebal secara
pasif (belum pernah mendapatkan imunisasi campak)
memiliki status gizi buruk, imunitas sedang turun, dan
mungkin intensitas kontak dengan penderita campak terlalu
tinggi, penularan campak bisa terjadi melalui percikan ludah
dari hidung, mulut maupun tenggorokan penderita campak.
Karena, kekebalan aktif hanya dimiliki oleh host (pemajan)
yang sudah pernah mendapatkan imunisasi campak.
2. Tahap Subklinis (pre-symptomatic)

Pada tahap ini individu berada dalam keadaan normal/sehat.


Tetapi, mereka pada dasarnya peka terhadap kemungkinan
terganggu oleh serangan agen penyakit (stage of
suseptibility). Walaupun demikian pada tahap ini sebenarnya
telah terjadi interaksi antara penjamu dengan bibit penyakit
(agent infeksius). Tetapi interaksi ini masih terjadi di luar
tubuh, dalam arti bibit penyakit masih ada diluar tubuh
pejamu dimana para kuman mengembangkan potensi
infektifitas, siap menyerang pejamu (host). Pada tahap ini
belum ada tanda-tanda sakit sampai sejauh daya tahan tubuh
penjamu masih kuat. Namun begitu penjamunya ‘lengah’
ataupun memang bibit penyakit menjadi lebih ganas ditambah
dengan kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan
pejamu, maka keadaan segera dapat berubah. Penyakit akan
melanjutkan perjalanannya memasuki fase berikutnya, tahap
patogenesis.
3. Tahap Patogenesis
a. Tahap Inkubasi
Tahap inkubasi merupakan tenggang diwaktu antara
masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh yang peka
terhadap penyebab penyakit, sampai timbulnya gejala
penyakit. Masa inkubasi ini bervariasi antara satu
penyakit dengan penyakit lainnya. Dan pengetahuan
tentang lamanya masa inkubasi ini sangat penting, tidak
sekadar sebagai pengetahuan riwayat penyakit, tetapi
berguna untuk informasi diagnosis. Setiap penyakit
mempunyai masa inkubasi tersendiri, dan pengetahuan
masa inkubasi dapat dipakai untuk identifikasi jenis
penyakitnya.
b. Tahap Dini
Tahap ini mulai dengan munculnya gejala penyakit yang
Kelihatannya ringan. Tahap ini sudah mulai menjadi
masalah kesehatan karena sudah ada gangguan patologis
(pathologic changes), walaupun penyakit masih dalam
masa subklinik (stage of subclinical disease). Seandainya
memungkinkan, pada tahap ini sudah diharapkan
diagnosis dapat ditegakkan secara dini.

c. Tahap Lanjut
Merupakan tahap di mana penyakit bertambah jelas dan
mungkin tambah berat dengan segala kelainan patologis
dan gejalanya (stage of clinical disease). Pada tahap ini
penyakit sudah menunjukkan gejala dan kelainan klinik
yang jelas, sehingga diagnosis sudah relatif mudah
ditegakkan. Saatnya pula, setelah diagnosis ditegakkan,
diperlukan pengobatan yang tepat untuk menghindari
akibat lanjut yang kurang baik.
4. Tahap Akhir/ pasca patogenesis.
Berakhirnya perjalanan penyakit dapat berada dalam lima
pilihan keadaan, yaitu:
1. Sembuh sempurna, yakni bibit penyakit menghilang dan
tubuh menjadi pulih, sehat kembali.
2. Sembuh dengan cacat, yakni bibit penyakit menghilang,
penyakit sudah tidak ada, tetapi tubuh tidak pulih
sepenuhnya, meninggalkan bekas gangguan yang
permanen berupa cacat.
3. Karier, di mana tubuh penderita pulih kembali, namun
penyakit masih tetap ada dalam tubuh tanpa
memperlihatkan gangguan penyakit.
4. Penyakit tetap berlangsung secara kronik.
5. Berakhir dengan kematian
D. Tetanus
Masa inkubasi dan klinis

Masa inkubasi berkisar dari 2 hari sampai sebulan, dengan


sebagian besar (rata-rata) kasus terjadi dalam 14 hari. Pada
neonatus, masa inkubasi biasanya 5-14 hari. Secara umum,
periode inkubasi pendek berhubungan dengan terkontaminasi
luka, penyakit lebih parah, dan prognosis yang buruk.

Masa inkubasi berkisar antara 3 sampai 21 hari, biasanya sekitar


8 hari. Semakin pendek masa inkubasi, semakin tinggi peluang
kematian, biasanya kurang dari 72 jam. Dalam gejala tetanus
neonatorum, biasanya muncul 4-14 hari setelah kelahiran, rata-
rata sekitar 7 hari.

Karakteristik/gejalan klinis tetanus:

• Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap


selama 5 -7 hari.

• Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekwensinya

• Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.

• Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada


rahang dari leher.

Kemudian timbul kesukaran membuka mulut ( trismus, lockjaw )


karena spasme otot masetter.

• Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk ( opistotonus , nuchal


rigidity )
• Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan
gambaran alis tertarik keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke
bawah, bibir tertekan kuat .

• Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan


opistotonus, tungkai dengan

• Eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya


kesadaran tetap baik.

• Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi


asfiksia dan sianosis, retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur
collumna vertebralis ( pada anak ).

Tetanus tidak bisa segera terdeteksi karena masa inkubasi


penyakit ini berlangsung hingga 21 hari setelah masuknya kuman
tetanus ke dalam tubuh. Pada masa inkubasi inilah baru timbul
gejala awalnya. Gejala penyakit tetanus bisa dibagi dalam tiga
tahap, yaitu:

a. Tahap pertama

Rasa nyeri punggung dan perasaan tidak nyaman di seluruh tubuh


merupakan gejala awal penyakit ini. Satu hari kemudian baru
terjadi kekakuan otot. Beberapa penderita juga mengalami
kesulitan menelan. Gangguan terus dialami penderita selama
infeksi tetanus masih berlangsung.

b. Tahap kedua
Gejala awal berlanjut dengan kejang yang disertai nyeri otot
pengunyah (Trismus). Gejala tahap kedua ini disertai sedikit rasa
kaku di rahang, yang meningkat sampai gigi mengatup dengan
ketat, dan mulut tidak bisa dibuka sama sekali. Kekakuan ini bisa
menjalar ke otot-otot wajah, sehingga wajah penderita akan
terlihat menyeringai ( Risus Sardonisus), karena tarikan dari otot-
otot di sudut mulut.Selain itu, otot-otot perut pun menjadi kaku
tanpa disertai rasa nyeri. Kekakuan tersebut akan semakin
meningkat hingga kepala penderita akan tertarik ke belakang
(Ophistotonus). Keadaan ini dapat terjadi 48 jam setelah
mengalami luka.

Pada tahap ini, gejala lain yang sering timbul yaitu penderita
menjadi lambat dan sulit bergerak, termasuk bernafas dan
menelan makanan. Penderita mengalami tekanan di daerah dada,
suara berubah karena berbicara melalui mulut atau gigi yang
terkatu berat, dan gerakan dari langit-langit mulut menjadi
terbatas.

c. Tahap ketiga

Daya rangsang dari sel-sel saraf otot semakin meningkat, maka


terjadilah kejang refleks. Biasanya hal ini terjasi beberapa jam
setelah adanya kekakuan otot. Kejang otot ini bisa terjadi spontan
tanpa rangsangan dari luar, bisa juga karena adanya rangsangan
dari luar, misalnya cahaya, sentuhan, bunyi-bunyian dan
sebagainya. Pada awalnya, kejang ini hanya berlangsung singkat,
tapi semakin lama akan berlangsung lebih lama dan dengan
frekuensi yang lebih sering.
Selain dapat menyebabkan radang otot jantung (mycarditis),
tetanus dapat menyebabkan sulit buang air kecil dan sembelit.
Pelukaan lidah, bahkan patah tulang belakang dapat terjadi akibat
adanya kejang otot hebat. Pernafasan juga dapat terhenti karena
kejang otot, sehingga beresiko menyebabkan kematian. Hal ini
disebabkan karena sumbatan saluran nafas, akibat kolapsnya
saluran nafas, sehingga refleks batuk tidak memadai, dan
penderita tidak dapat menelan.

· Masa laten dan periode infeksi

Tetanus tidak menular dari orang ke orang. Tetanus dicegah


dengan vaksin penyakit yang menular, DTP (difteri, tetanus, and
pertusis), tapi tidak menular. Luka, baik besar maupun kecil,
adalah jalan bakteri Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh.
Tetanus dapat disebabkan oleh luka bakar, luka tusuk yang
dalam, otitis media, infeksi gigi, gigitan hewan, aborsi, dan
persalinan yang tidak steril.

Tetanus tidak mempunyai periode infeksius karena tetanus tidak


menular dari orang ke orang. Tetanus merupakan penyakit yang
dapat dicegah dengan vaksin, tapi tidak menular
E. Tuberkulosis
Tahap Prepatogenesis
Pada tahap ini individu berada dalam keadaan normal/ sehat
tetapi mereka pada dasarnya peka terhadap kemungkinan
terganggu oleh serangan agen penyakit (stage of susceptibility).
Walaupun demikian pada tahap ini sebenarnya telah terjadi
interaksi antara penjamu dengan bibit penyakit. Tetapi interaksi
ini masih terjadi di luar tubuh, dalam arti bibit penyakit masih
ada di luar tubuh penjamu di mana para kuman mengembangkan
potensi infektifitas, siap menyerang penjamu. Pada tahap ini
belum ada tanda tanda sakit samai sejauh daya tahan tubuh
pejamu masih kuat. Namun, begitu penjamunva ‘lengah’ ataupun
memang bibit penyakit menjadi lebih ganas ditambah dengan
kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan pejamu, maka
keadaan segera dapat berubah. Penyakit akan melanjutkan
perjalanannya memasuki fase berikutnya, tahap pathogenesis.
2. Tahap Patogenesis
a. Tahap inkubasi
Tahap inkubasi merupakan tenggang diwaktu antara masuknya
bibit penyakit ke dalam tubuh yang peka terhadap penyebab
penyakit, sampai timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi ini
bervariasi antara satu penyakit dengan penyakit lainnya. Dan
pengetahuan tentang lamanya masa inkubasi ini sangat penting,
tidak sekadar sebagai pengetahuan riwayat penyakit, tetapi
berguna untuk informasi diagnosis. Setiap penyakit mempunyai
masa inkubasi tersendiri, dan pengetahuan masa inkubasi dapat
dipakai untuk identifikasi jenis penyakitnya. Masa inkubasi dari
penyakit TBC yaitu mulai terinfeksi sampai menjadi sakit
diperkirakan 4-12 minggu.
b. Tahap penyakit dini
Tahap ini mulai dengan munculnya gejala penyakit yang
kelihatannya ringan. Tahap ini sudah mulai menjadi masalah
kesehatan karena sudah ada gangguan patologis, walaupun
penyakit masih dalam masa subklinis. Pada tahap ini, diharapkan
diagnosis dapat ditegakkan secara dini . Gejalanya seperti:
1) Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang
serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
2) Penurunan nafsu makan dan berat badan.
3) Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan
darah).
4) Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
c. Tahap penyakit lanjut
Pada tahap ini penyakit bertambah jelas dan mungkin bertambah
berat dengan segala kelainan klinik yang jelas, sehingga
diagnosis sudah relatif mudah ditegakkan. Saatnya pula, setelah
diagnosis ditegakkan, diperlukan pengobatan yang tepat untuk
menghindari akibat lanjut yang kurang baik dengan gejala:
1) Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi
sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru)
akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan
menimbulkan suara “mengi/bengek”, suara nafas melemah yang
disertai sesak.
2) ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada. Bila mengenai tulang, maka
akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat
dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya,
pada muara ini akan keluar cairan nanah.
3) Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus
otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak),
gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan
kejang-kejang.
d. Tahap penyakit akhir
Berakhirnya perjalanan penyakit dapat berada dalam lima pilihan
keadaan, yaitu:
1) Sembuh sempurna, yakni bibit penyakit menghilang dan tubuh
menjadi pulih, sehat kembali seperti keadaan sebelum menderita
penyakit.
2) Sembuh tetapi cacat, yakni bibit penyakit menghilang,
penyakit sudah tidak ada, tetapi tubuh tidak pulih sepenuhnya,
meninggalkan bekas gangguan yang permanen berupa cacat.
Adapun yang dimaksudkan dengan cacat, tidak hanya berupa
cacat fisik yang dapat dilihat oleh mata, tetapi juga cacat
mikroskopik, cacat fungsional, cacat mental dan cacat social
3) Karier yaitu di mana tubuh penderita pulih kembali, namun
penyakit masih tetap ada dalam tubuh tanpa memperlihatkan
gangguan penyakit. Misalnya, jika daya tahan tubuh berkurang,
penyakit akan timbul kembali. Keadaan karier ini tidak hanya
membahayakan diri pejamu sendiri, tetapi juga masyarakat
sekitarnya, karena dapat menjadi sumber penularan.
4) Kronis, yaitu perjalanan penyakit tampak terhenti karena
gejala penyakit tidak berubah dalam arti tidak bertambah berat
dan ataupun tidak bertambah ringan. Keadaan yang seperti tentu
saja tidak menggembirakan, karena pada dasarnya pejamu tetap
berada dalam keadaan sakit.
5) Meninggal dunia, yaitu terhentinya perjalanan penyakit disini,
bukan karena sembuh, tetapi karena pejamu meninggal dunia.
Keadaan seperti ini bukanlah tujuan dari setiap tindakan
kedokteran dan keperawatan.
3. Tahap Pascapatogenesis
Tahap pasca patogenesis/ tahap akhir yaitu berakhirnya
perjalanan penyakit TBC yang diderita oleh sesorang dimana
seseorang berada dalam pilihan keadaan, yaitu sembuh sempurna,
sembuh dengan cacat, karier, penyakit berlangsung secara kronik,
atau berakhir dengan kematian setelah melalui berbagai macam
tahap pencegahan dan pengobatan yang rutin.
F. Polio
Riwayat Alamiah Penyakit
Masa inkubasi & periode klinis
1. Masa inkubasi polio biasanya 7-14 hari dengan rentang 3-35
hari. Manusia merupakan satu-satunya reservoir dan
merupakan sumber penularan. Virus ditularkan antar manusia
melalui rute oro-fekal. Penularan melalui secret faring dapat
terjadi bila keadaan higine sanitasinya baik sehingga tidak
memungkinkan terjadinya penularan oro-fekal. Makanan dan
bahan lain yang tercemar dapat menularkan virus, walaupun
jarang terjadi.
2. Masa Laten & periode infeksi
Pada akhir inkubasi dan masa awal gejala, para penderita polio
sangat poten untuk menularkan penyakit. Setelah terpakjan dari
penderita, virus polio dapat ditemukan pada secret tenggorokan
36 jam kemudia dan masih bisa ditemukan sampai satu minggu,
serta pada tinja dalam waktu 72 jam sampai 3-6 minggu.
Gejala awal biasanya terjadi selama 1-4 hari, yang kemudian
menghilang. Gejala lain yang bisa muncul adalah nyeri
tenggorokan, rasa tidak enak di perut, demam ringan, lemas, dan
nyeri kepala ringan. Gejala klinis yang mengarahkan pada
kecurigaan serangan virus polio adalah adanya demam dan
kelumpuhan akut. Kaki biasanya lemas tanpa gangguan saraf
perasa. Kelumpuhan biasanya terjadi pada tungkai bawah,
asimetris, dan dapat menetap selamanya yang bisa disertai gejala
nyeri kepala dan muntah. Biasanya terdapat kekakuan pada leher
dan punggung setelah 24 jam.
Kelumpuhan sifatnya mendadak dan layuh, sehingga sering
dihubungkan dengan lumpuh layuh akut (AFP, acute flaccid
paralysis), biasanya menyerang satu tungkai, lemas sampai tidak
ada gerakan. Otot bisa mengecil, reflex fisiologi dan reflex
patologis negative.
G. Hepatitis B
Riwayat Alamiah Infeksi Virus Hepatitis B secara vertikal
Riwayat alamiah dari hepatitis B kronik (HBK) dapat dibagi
dalam lima
(5) fase. Tidak semua penderita mengalami setiap fase, dan
lamanya dari masing-
masing fase sangat bervariasi. Lima fase ini dapat diringkas
sebagai berikut:
a. Fase 1: Fase Tolerasi Imun (Replikasi tinggi Imflamasi rendah)
Fase ini merupakan fase pertama infeksi yang ditandai dengan
tingkattoleransi kekebalan inang (host) meskipun adanya
replikasi VHB yang aktif. Kekurangan respon kekebalan inang
(host) berarti bahwa tingkat alanine aminotransferase (ALT) dan
histologi hati biasanya normal. Replikasi VHB aktif
dan melepaskan VHB DNA, HbeAg dan HBsAg, dapat terdeteksi
dalam serum. Respon kekebalan yang terbatas pada produksi
antibodi anti-HBc (merupakan awal dari IgM dan kemudian IgG),
tetapi tidak bertindak untuk menetralkan
infeksi VHB.

b. Fase 2: Immune Clearence (HBeAg Positif).


Fase hepatitis B kronik dengan HBeAg positif mulai begitu inang
(host)meningkatkan respon imun terhadap hepatosit yang
terinfeksi virus hepatitis B. Oleh sebab itu, pada pemeriksaan
ALT serum lebih tinggi menunjukkan respon yang lebih kuat dan
menunjukan bahwa ada kerusakan hepatosit yang lebih banyak,
dan hepatitis kronik aktif, sehingga bisa terlihat pada ultrasound
hati (USG) atau biopsi. Pada saat fase ini HBeAg dan HBsAg
yang dapat terukur pada tingkat 10-15% dan 0,5 -1% pertahun
secara berturut-turut. Respon kekebalan terhadap VHB cenderung
menjadi episodik, dengan perkembangan ALT sampai
lima kali batas normal dan pengembangan produksi anti-HBc
IgG, yang mungkin sulit terdeteksi seperti pada infeksi VHB
akut. Hepatitis aktif yang terjadi pada fase ini dapat menyebabkan
sirosis, dalam beberapa kasus akan sulit oleh karena adanya
dekompensasi hati dan karsinoma hepatoseluler. Penderita bersih
yangdengan HBeAg, akan melewati fase replikasi rendah,
meskipun infeksi berikutnya mungkin menjadi reaktif.
c. Fase 3: Fase Replikasi rendah
Penderita yang dalam fase replikasi rendah mempunyai replikasi
VHB minimal dan VHB DNA rendah atau tidak terdeteksi.
Dalam keadaan demikian,HBeAg negatif, tetapi HBsAg positif
dikenal sebagai carrier (pembawa). Sekitar 10% pada fase ini
akan berkembang menjadi hepatitis B kronik dengan HBeAg
positif dan 10-20% akan berubah menjadi hepatitis B kronik yang
HBeAg negatif.
d. Fase 4: Hepatitis B kronik dengan HBeAg negatif
Hepatitis B kronik dengan HBeAg negatif terjadi karena varian
VHB yang tidak bisa menghasilkan HBeAg., terjadi mutasi pada
daerah inti genom, meskipun virusnya masih berreplikasi secara
aktif. Hepatitis B kronik dengan HBeAg negatif bisa terjadi
menyusul pada saat replikasi rendah atau fase hepatitis
B kronik dengan HBeAg positif dan biasanya akan tergambar
pada tahap berikutnya dalam perkembangan penyakit.
e. Fase 5: Fase dengan HBsAg negatif
Perkembangan terhadap pembersihan baik HBsAg maupun
HBeAg dikenal sebagai fase HBsAg negatif. Replikasi virus
hepatitis B (VHB) bisa berlangsung terus tetapi tidak terdeteksi
dalam serum. Begitu pada fase HBsAg negatif, ada hasil yang
menunjukkan perbaikan dan risiko yang berkurang dari
komplikasi inti, meskipun VHB mungkin beraktivasi pada
individu-individu yang menerima terapi immunosupresif tetapi
masih merupakan risiko untuk melakukan
3.7 DAMPAK PD31 TERHADAP MORBIDITAS DAN
MORTALITAS MASYARAKAT
A. Dampak Morbiditas:
Nilai (value) vaksin dibagi dalam tiga kategori yaitu secara
individu dan sosial. Secara individu, apabila anak telah mendapat
vaksinasi maka 80%-95% akan terhindar dari penyakit infeksi.
Makin banyak bayi yang mendapat vaksinasi (dinilai dari
cakupan imunisasi), makin terlihat penurunan morbiditas dan
mortalitas. Kekebalan individu ini akan mengakibatkan
pemutusan rantai penularan penyakit dari anak ke anak lain atau
kepada orang dewasa yang hidup bersamanya, inilah yang disebut
keuntungan sosial, karena dalam hal ini 5%-20% anak yang tidak
diimunisasi akan juga terlindung, disebut Herd Immunity (Ranuh
et.al. 2011) Menurunnya angka morbiditas akan menurunkan
biaya pengobatan dan perawatan di rumah sakit, mencegah
kematian dan kecacatan yang akan menjadi
beban masyarakat seumur hidupnya. Upaya pencegahan penyakit
infeksi pada anak, berarti akan meningkatkan kualitas hidup anak
dan meningkatkan daya produktivitas karena 30% dari anak-anak
masa kini adalah generasi yang akan memegang kendali
pemerintahan dimasa yang akan datang (Ranuh et.al. 2011).
B. Dampak Mortalitas:
Untuk melindungi anak dari kecacatan dan kematian PD3I ini
diperlukan cakupan imunisasi yang terus menerus. Artinya,
jumlah anak yang diimunisasi terhadap suatu penyakit dan
dampak beratnya akan bertambah. Apa-bila cakupan imunisasi
menurun, akan terjadi kesenjangan dalam kekebalan komunitas.
Kematian balita karena penyakit sebenarnya dapat dicegah.
Imunisasi diperlukan sebagai tindakan pencegahan yang dapat
menjadi salah satu pilihan dalam melakukan langkah pencegahan
seperti halnya imunisasi terhadap pneumonia seperti DPT, HIB,
campak, dan pneumokokus.
Data lembar fakta World Health Organization (WHO) 2013
menunjukkan fakta yang sama, yakni pneumonia atau radang
paru akut dinyatakan menjadi penyebab kematian terhadap
sekitar 1,2 juta anak setiap tahunnya. Hal itu diartikan setiap jam-
nya ada 230 anak meninggal karena pneumonia. Jumlah ini
adalah 18% dari jumlah kematian anak balita di seluruh dunia.
Angka ini melebihi angka kematian yang disebabkan oleh AIDS,
malaria dan tuberkulosis.

3.8 UPAYA PENCEGAHAN DAN PENGAWASAN PENDERITA


PD3I
Upaya untuk membuat masyarakat sehat telah dirintis sejak lama,
bahkan sejak Indonesia merdeka, namun saat itu fokus utama adalah
upaya kuratif yang lebih menekankan pengobatan. Seperti diketahui
banyaknya kasus penyakit berdampak pada besarnya biaya, sehingga
program lebih diprioritaskan kepada langkah-langkah preventif
(pencegahan) secara bertahap, salah satunya adalah imunisasi yang
tentu harus dibarengi dengan penyuluhan dan sosialisasi yang masif
pada masyarakat.
Adapun keunggulan vaksin Pentavalen (DPT-HB-Hib) jika
dibandingkan dengan program imunisasi sebelumnya adalah
mengurangi risiko lima penyakit sekaligus, mengurangi kesakitan
pada anak, dan mengurangi kunjungan ke Posyandu. Belakangan,
Kemenkes mulai menginisiasi vaksin Rubella (2017) ke dalam
program imunisasi nasional dan melakukan program demonstrasi
vaksin HPV untuk mencegah kanker serviks bagi siswi dan remaja
putri (2016) di beberapa provinsi.
Pelaksanaan expanded Program on Immunization (EPI) yang dikenal
di Indonesia sebagai Program Pengembangan Imunisasi (PPI) secara
resmi dimulai di 55 Puskesmas pada tahun 1977, meliputi pemberian
vaksin kekebalan terhadap empat Penyakit yang Dapat Dicegah
Dengan Imunisasi (PD3I), yaitu Tuberkulosis, Difteri, Pertusis,
Tetanus. Saat ini program nasional Imunisasi berkembang dengan
menambah 5 lagi PD3I yang dapat dilindungi yaitu Campak, Polio,
Hepatitis B.

Pneumonia dan Meningitis akibat infeksi Hib. Target awal program


imunisasi nasional adalah mensukseskan Indonesia dalam program
Universal Child Immunization (UCI) pada tahun 1982. Saat ini
sesuai dengan RPJMN, maka pemerintah menargetkan 95%
kabupaten/kota sudah mencapai IDL minimal 80%. Untuk dapat
mencapai tujuan ini, dibutuhkan kerjasama dari semua pihak baik
Pusat, perintah daerah maupun masayarakat. Jika tujuan ini tercapai
maka PD3I bisa ditekan sehingga tidak menjadi masalah bagi
kesehatan masyarakat Indonesia.

3.9 UPAYA PENANGGULANGAN WABAH PD3I


Upaya dalam penaggulangan wabah PD3I salah satunya pada
penyakit difteri adalah Imunisasi DPT yaitu langkah yang tepat untuk
mencegah difteri meluas. Tapi orang yang diimunisasi tidak serta
merta terbebas dari serangan bakteri difteri, masih ada kemungkinan
ia terinfeksi bakteri C. diphtheriae. Dampaknya walau seseorang
terlindungi dan tidak sakit terhadap difteri, dia berpotensi sebagai
penyebar penyakit.

3.10 PENGOBATAN DAN PENANGGULANGAN WABAH


Saat ini kita dihadapkan dengan meningkatnya kasus Difteri yang
dilaporkan di lebih dari sebagian provinsi di Indonesia pada berbagai
range usia, sebagian besar pada anak-anak. Setiap wilayah yang
melaporkan satu kasus difteri, maka wilayah tersebut dinyatakan
mengalami kejadian luar biasa (KLB), yang ditetapkan oleh kepala
daerahnya. Hal ini berarti bila ditemukan satu kasus klinis Difteri
walaupun belum dinyatakan positif secara laboratorium, maka daerah
tersebut dinyatakan mengalami KLB, tetapi artinya berupa warning
bukan wabah. Setelah kasus Difteri ditemukan dan dilaporkan, segera
dilakukan penyelidikan epidemiologi (PE) dan outbreak response
immunization (ORI).
ORI merupakan salah satu upaya penanggulangan KLB yang
bertujuan untuk meningkatkan kekebalan masyarakat dengan
mengurangi immunity gap sehingga diharapkan dapat memutus mata
rantai penularan. Program ini menyasar bayi berusia 1 tahun sampai
anak yang berusia <19 tahun. ORI Difteri sebanyak tiga putaran perlu
dilakukan untuk membentuk kekebalan tubuh dari terhadap bakteri
corynebacterium diphteriae. ORI putaran pertama sebagai upaya
pengendalian KLB Difteri telah dilaksanakan mulai pertengahan
Desember 2017 di 12 kabupaten/kota di 3 provinsi, yakni DKI
Jakarta, Banten dan Jawa Barat. Hingga tanggal 7 Januari 2017 pukul
20.30 WIB rata-rata cakupan sebesar 59,34% dengan rincian cakupan
DKI Jakarta (64,86%); Banten (59,09%); dan Jawa Barat (48,95%).

Bulan Januari 2018 ini merupakan jadwal putaran kedua ORI Difteri,
sementara putaran ketiga dilakukan 6 bulan lagi. Namun, tidak
menutup kemungkinan bagi orang tua yang memiliki putra dan
putrinya belum mendapatkan vaksin di putaran pertama ORI Difteri,
tidak perlu khawatir, lapor saja ke petugas kesehatan agar bisa
mendapatkannya.
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu
penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar
tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau
berbahaya bagi seseorang. Imunisasi berasal dari kata imun
yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu
penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi
pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit
lain diperlukan imunisasi lainnya.
Tujuan dari diberikannya suatu imunitas dari imunisasi adalah
untuk mengurangi angka penderita suatu penyakit yang
sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan
kematian pada penderitanya.
4.2 SARAN
1. Bagi Pemerintah dan petugas kesehatan
Memberikan imunisasi bagi seluruh masyarakat Indonesia
dalam semua usia, baik yang berada di daerah perkotaan
maupun di daerah pelosok. Dan meningkatkan lagi mutu
pelayanan terutama pelayanan pada masyarakat yang
kurang mampu.
2. Bagi masyarakat
Memperhatikan kesehatan keluarganya dengan
memberikan imunisasi lengkap sedini mungkin terutama
saat bayi baru lahir di tempat pelayanan kesehatan
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Umar Fahmi. 2006. Imunisasi. Mengapa perlu? Jakarta: Buku Kompas.

Depkes RI. 2009. Imunisasi Dasar bagi Pelaksanaan Imunisasi. Jakarta.

Bappenas. 2010. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014.

Jakarta: Bappenas.

Available online : http://www.RPJMN2010-2014.go.id diakses pada

tanggal 14 Fenruari 2019.

J. Kunoli, Firdaus. 2013. Epiemiologi Penyakit Menular. Jakarta: Trans Info Media

Available online : https://www.google.co.id/amp/s/hellosehat.com/penyakit/difteri/amp/

diakses pada tanggal 14 Fenruari 2019.

Available online :https://www.google.com/amp/s/hellosehat.com/penyakit/pertusis-


batuk-rejan/amp/diakses pada tanggal 14 Fenruari 2019.

Available online : https://bentengkesehatanumat.wordpress.com/2011/04/29/pd3i-


penyakit-yang-dapat-dicegah-dengan-imunisasi/diakses pada tanggal 14 Fenruari 2019.

Available online :
https://www.google.com/amp/s/hellosehat.com/penyakit/tetanus/amp/diakses pada
tanggal 14 Fenruari 2019.

Available online : https://www.google.co.id/amp/s/hellosehat.com/penyakit/tbc-


tuberculosis/amp/diakses pada tanggal 14 Fenruari 2019.

Available online : https://www.google.co.id/amp/s/hellosehat.com/penyakit/polio/amp/


diakses pada tanggal 14 Fenruari 2019.

Available online : https://www.google.com/amp/s/hellosehat.com/penyakit/penyakit-


campak/amp/diakses pada tanggal 14 Fenruari 2019.
Available online : https://www.google.co.id/amp/s/hellosehat.com/pusat-
kesehatan/hepatitis/penyakit-hepatitis-b-gejala-hepatitis-b/amp/diakses pada tanggal 14
Fenruari 2019.

Available online : https://www.google.com/amp/s/hellosehat.com/parenting/kesehatan-


anak/obat-batuk-rejan-baru-antibodi-hu1b7/ampdiakses pada tanggal 14 Fenruari 2019.

Available online:
http://www.searo.who.int/indonesia/topics/immunization/mr_measles_status.pdf?ua=1d
iakses pada tanggal 14 Fenruari 2019.

Qauliyah, A. 2008. Imunisasi : Pengertian, Jenis dan Ruang Lingkup.

Available online : http://www.astaqauliyah.com. 14 Februari 2019

Anda mungkin juga menyukai