MAKALAH
Penyusun
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR ISI………………………………………………………………………….....1
BAB 1. PENDAHULUAN …..……………………………………………………….....2
1.1 LATAR BELAKANG ………………………………………………………………2
1.2 RUMUSAN MASALAH……………………………………………………………3
1.3 TUJUAN ……………………………………………………………………….........3
1.4 MANFAAT…………………………………………………………………....…….3
BAB 4. PENUTUP……………………………………………………………………..21
3.1 KESIMPULAN ……………………………………………………………………16
3.2 SARAN …………………………………………………………………………….17
3.3 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………18
BAB I
PENDAHULUAN
Beberapa penyakit yang saat ini menjadi perhatian dunia dan merupakan komitmen
global yang wajib diikuti oleh semua negara adalah eradikasi polio (ERAPO),
eliminasi campak – pengendalian rubella (EC-PR) dan Maternal Neonatal Tetanus
Elimination (MNTE).
Di samping itu, dunia juga menaruh perhatian terhadap mutu pelayanan dengan
menetapkan standar pemberian suntikan yang aman (safe injection practices) bagi
penerima suntikan yang dikaitkan dengan pengelolaan limbah medis tajam yang
aman (waste disposal management), bagi petugas maupun lingkungan.
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
TINJAUAN PUSTAKA
A. Imunisasi
Imunisasi merupakan salah satu cara pencegahan penyakit serius yang
paling efektif untuk bayi dari segi biaya (Wahab, 2000).
Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal pada bayi yang baru
lahir sampai usia satu tahun untuk mencapai kadar kekebalan diatas ambang
perlindungan. (Depkes RI, 2005).
Secara khusus, antigen merupakan bagian protein kuman atau racun yang
jika masuk ke dalam tubuh manusia, maka sebagai reaksinya tubuh harus
memiliki zat anti. Bila antigen itu kuman, zat anti yang dibuat tubuh
manusia disebut antibody. Zat anti terhadap racun kuman disebut antitoksin.
Dalam keadaan tersebut, jika tubuh terinfeksi maka tubuh akan membentuk
antibody untuk melawan bibit penyakit yang menyebabkan terinfeksi.
Tetapi antibody tersebut bersifat spesifik yang hanya bekerja untuk bibit
penyakit tertentu yang masuk ke dalam tubuh dan tidak terhadap bibit
penyakit lainnya (Satgas IDAI, 2008).
BAB III
PEMBAHASAN
2. Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif adalah pemberian antibodi kepada resipien, dimaksudkan
untuk memberikan imunitas secara langsung tanpa harus
memproduksisendiri zat aktif tersebut untuk kekebalan tubuhnya.
Antibodi yang diberikan ditujukan untuk upaya pencegahan atau
pengobatan terhadap infeksi, baik untuk infeksi bakteri maupun virus
(Satgas IDAI, 2008). Imunisasi pasif dapat terjadi secara alami saat ibu
hamil memberikan
antibodi tertentu ke janinnya melalui plasenta, terjadi di akhir trimester
pertama kehamilan dan jenis antibodi yang ditransfer melalui plasenta
adalah immunoglobulin G (LgG). Transfer imunitas alami dapat terjadi
dari ibu ke bayi melalui kolostrum (ASI), jenis yang ditransfer adalah
immunoglobulin A (LgA). Sedangkan transfer imunitas pasif secara
didapat terjadi saat seseorang menerima plasma atau serum yang
mengandung antibodi tertentu untuk menunjang kekebalan tubuhnya.
Kekebalan yang diperoleh dengan imunisasi pasif tidak berlangsung
lama, sebab kadar zat-zat anti yang meningkat dalam tubuh anak bukan
sebagai hasil produksi tubuh sendiri, melainkan secara pasif diperoleh
karena pemberian dariluar tubuh. Salah satu contoh imunisasi pasif
adalah Inmunoglobulin yang dapat mencegah anak dari penyakit campak
(measles). (AH, Markum, 2002)
2. Imunisasi DPT
Imunisasi DPT merupakan imunisasi yang diberikan untuk
menimbulkan kekebalan aktif terhadap beberapa penyakit yaitu:
difteri, pertusis, tetanus imunisasi dengan memberikan vaksin yang
mengandung racun kuman difteri yang telah di hilangkan sifat
racunnya akan merangsang pembentukan zat anti (toxoid).
a. Pemberian Imunisasi
Pemberian imunisasi 3 kali (paling sering dilakukan) yaitu pada
usia 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan, namun bisa juga ditambahkan
2 kali lagi, yaitu 1 kali di usia 5 tahun. Selanjutnya di usia 12
tahun diberikan imunisasi TT. Sedangkan cara pemberian
imunisasi melalui suntikan intra muscular (im).
b. Efek Samping Imunisasi
Biasanya hanya gejala-gejala ringan seperti sedikit demam,
rewel, selama 1-2 hari, kemerahan pembengkakan agak nyeri atau
pegal-pegal pada tempat suntikan yang akan hilang sendiri dalam
beberapa hari, atau bila masih demam dapat diberikan obat
penurun panas bayi.
3. Imunisasi Polio
Imunisasi polio adalah imunisasi yang dapat diberikan untuk
menimbulkan kekebalan terhadap penyakit poliomyelitis, yaitu
penyakit radang yang menyerang saraf dan dapat mengakibatkan
lumpuh kaki.
a. Pemberian imunisasi
Bisa lebih dari jadwal yang telah ditentukan, mengingat adanya
Pekan Imunisasi Nasional. Jumlah dosis yang berlebihan tidak
akan berdampak buruk karena tidak ada istilah overdosis dalam
imunisasi.
b. Usia pemberian
Waktu pemberian polio adalah pada umur bayi 0-11 bulan, dan
berikutya pada usia 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan kecuali saat lahir
pemberian vaksin polio selalu dibarengi dengan vaksin DPT.
c. Cara pemberian imunisasi
Cara pemberian imunisasi polio melaui oral / mulut (oral
poliomyelitis vaccine/OPV). Diluar negeri, cara pemberian
imunisasi polio ada yang melalui suntikan disebut (inactivated
poliomyelitis vaccine/IPV).
4. Imunisasi Campak
Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan untuk
menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit campak
(morbili/measles), penyakit yang sangat menular. Sebenarnya bayi
sudah mendapat kekebalan campak dari ibunya. Namun seiring
bertambahnya usia antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga
membutuhkan antibodi tambahan lewat pemberian vaksin campak.
a. Pemberian Imunisasi
Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah 1 kali.
b. Usia pemberian imunisasi
Imunisasi campak diberikan 1 kali pada usia 9 bulan, dan
dianjurkan pemberiannya sesuai jadwal. Selain karena antibodi
dari ibu sudah menurun di usia bayi 9 bulan, penyakit campak
umumnya menyerang anak usia bayi, jika sampai usia 12 bulan
anak harus di imunisasi campak MMR (Measles Mumps
Rubella).
c. Cara Pemberian Imunisasi
Cara pemberian imunisasi adalah melalui subkutan.
b. Pertusis
Batuk rejan, juga dikenal sebagai pertusis, adalah penyakit pernapasan yang
sangat menular melalui mulut dan hidung. Biasanya, batuk rejan ditandai
dengan batuk parah yang disertai suara tarikan napas bernada tinggi. Batuk
rejan mudah menular namun vaksin seperti DtaP dan Tdap dapat membantu
pencegahan pada anak-anak dan dewasa.
1. Vaksin pertusis pada saat masih kecil sudah menghilang efeknya.
2. Anak-anak berada di saat untuk divaksin. Mereka belum imun secara
penuh terhadap batuk rejan hingga setidaknya menerima 3 suntikan. Hal
ini berarti selama 6 bulan, mereka berada dalam risiko yang paling tinggi
terhadap infeksi.
c. Tetanus
1. Sistem imun rendah – tidak vaksin tetanus tepat waktu
2. Luka yang tidak dibersihkan dan memungkinkan spora tetanus untuk
masuk
3. Adanya benda asing yang menyebabkan luka misalnya bila tertancap
paku.
d. Tuberkulosis
1. HIV/AIDS
2. Diabetes
3. Penyakit ginjal stadium akhir
4. Kanker
5. Malnutrisi
6. Pengobatan kanker, seperti kemoterapi
7. Konsumsi obat-obatan yang digunakan untuk mengobati penyakit
autoimun, seperti rheumatoid arthritis, penyakit Crohn, dan psoriasis.
e. Campak
1. Anak-anak. Penyakit ini paling sering menyerang bayi dan balita karena
mereka umumnya belum memiliki sistem kekebalan tubuh yang kuat.
2. Belum imunisasi campak. Jika Anda belum pernah imunisasi campak,
Anda berisiko untuk mengalami penyakit ini di kemudian hari.
3. Bepergian ke luar negeri. Jika Anda bepergian ke luar negeri di mana
penyakit ini sering terjadi, Anda lebih berisiko terkena penyakit tersebut
juga.
4. Kurang vitamin A.
f. Polio
1. Bepergian ke daerah dengan virus polio atau epidemik polio
2. Anda tinggal dengan orang yang terinfeksi virus polio
3. Keadaan imunodefisiensi seperti HIV/AIDS
4. Riwayat tonsilektomi
5. Stres atau aktivitas berat lama dan terpapar virus polio, karena keduanya
dapat menurunkan kekebalan Anda
g. Hepatitis B
1. Hubungan seks tanpa kondom dengan bergonta-ganti pasangan atau
dengan seseorang yang terinfeksi HBV — baik hubungan seks antar pria
dan wanita maupun pria dengan pria (homoseksual).
2. Menggunakan jarum suntik bekas orang yang terinfeksi.
3. Merupakan bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi.
4. Memiliki pekerjaan yang membuat Anda terpapar darah orang lain, misal
dokter atau perawat di rumah sakit.
5. Berbagi barang pribadi seperti alat cukur dan sikat gigi bersama dengan
orang yang terinfeksi.
6. Berpegian ke tempat dengan tingkat infeksi HBV yang tinggi, seperti
Asia, Afrika, dan Eropa Timur.
3.4 KELOMPOK RENTAN PENULARAN PD3I
a. Difteri
1. Mereka yang tidak terlindungi vaksin
2. Mereka yang berkunjung ke negara yang tidak menyediakan
Imunisasi
3. Mereka yang memiliki masalah sistem imune, penderita
AIDS salah satunya
4. Mereka yang tinggal di lingkungan kumuh dan sumpek
b. Pertusis
Pertusis lebih sering terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan dan
anak-anak kecil berusia satu sampai enam tahun. Namun, yang
paling berisiko untuk mengalami batuk rejan adalah kelompok
bayi baru lahir pada dua bulan pertama kehidupannya. Pasalnya,
mereka belum cukup umur untuk mendapatkan vaksin pertusis
(Tdap dan Dtap). Itu sebabnya untuk alasan ini, ibu hamil
disarankan untuk mendapatkan vaksin Tdap untuk dapat
memberikan perlindungan kepada janinnya sejak sebelum
dilahirkan.Namun masalahnya, tidak semua ibu hamil
mendapatkan vaksin pertussis. Solusi potensial untuk masalah
tersebut yaitu dengan memberikan obat kepada bayi-bayi yang
baru lahir agar dapat melindungi mereka dari infeksi penyakit
batuk rejan.
c. Tetanus
d. Tuberkulosis
Tuberkulosis diketahui paling banyak menyerang kelompok usia
produktif, dimana potensi kehilangan produktivitas sangat besar
apabila penyakit ini tidak terdeteksi dan tidak ditangani dengan
benar. Sebagai negara endemik tuberkulosis, maka beban dan
kompleksitas yang ditimbulkan sangat besar mengingat
penularannya yang cepat dan pengobatan yang lama. Rendahnya
pengetahuan terhadap tuberkulosis menyebabkan rendahnya
angka penemuan kasus. Setelah itu, Anak berusia kurang dari
usia lima tahun, orang yang kontak dengan pasien TB, khususnya
multi-drug resistant TB (MDR TB) atau yang dikenal dengan TB
kebal obat.kelompok yang perlu diprioritaskan untuk evaluasi
yaitu kelompok dengan gejala yang mendukung ke arah TB.
Dengan kata lain, kelompok ini sudah menunjukkan gejala klinis
seperti pasien TB antara lain demam, kadang-kadang menggigil,
keringat malam, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
dan kelelahan umum.Kelompok lainnya adalah orang yang
menderita atau diduga menderita penyakit yang menurunkan daya
tahan tubuh, khususnya infeksi HIV. Arifin menjelaskan, orang-
orang dengan gangguan sistem imun sangat rentan mengalami TB
karena bakteri TB cepat menginfeksi tubuh ketika daya tahan
tubuh melemah.
e. Campak
Setiap orang yang belum pernah divaksinasi Campak atau sudah
divaksinasi tapi belum mendapatkan kekebalan, berisiko tinggi
tertular Campak dan komplikasinya, termasuk kematian. Rubella
adalah penyakit akut dan ringan yang sering menginfeksi anak
dan dewasa muda yang rentan. Tetapi yang menjadi perhatian
dalam kesehatan masyarakat adalah efek kepada janin
(teratogenik) apabila Rubella ini menyerang wanita hamil pada
trimester pertama. Infeksi Rubella yang terjadi sebelum
terjadinya pembuahan dan selama awal kehamilan dapat
menyebabkan keguguran, kematian janin atau sindrom rubella
kongenital (Congenital Rubella Syndrome/CRS) pada bayi yang
dilahirkan. CRS umumnya bermanifestasi sebagai Penyakit
Jantung Bawaan, Katarak Mata, bintik-bintik kemerahan
(Purpura), Microcephaly (Kepala Kecil) dan Tuli.
f. Polio
1. Semua anak kurang dari 15 tahun dengan kelumpuhan yang
sifatnya flaccid (layuh), proses terjadi kelumpuhan secara
akut (<14 hari), serta bukan disebabkan oleh ruda paksa.
1. Tenaga Kesehatan
Kelompok ini paling rentan sebab mereka bisa terkena kontak
dengan pasien yang terpapar hepatitis.
2. Tentara
3. Pengguna Narkotika
4. Faktor Keluarga
b. Pertusis
Pertusis menular melalui droplet batuk dari pasien yg terkena
penyakit ini dan kemudian terhirup oleh orang sehat yg tidak
mempunyai kekebalan tubuh, antibiotik dapat diberikan untuk
mengurangi terjadinya infeksi bakterial yg mengikuti dan
mengurangi kemungkinan memberatnya penyakit ini (sampai
pada stadium catarrhal) sesudah stadium catarrhal antibiotik tetap
diberikan untuk mengurangi penyebaran penyakit ini, antibiotik
juga diberikan pada orang yg kontak dengan penderita,
diharapkan dengan pemberian seperti ini akan mengurangi
terjadinya penularan pada orang sehat tersebut.
c. Tetanus
1. Luka yang terkontaminasi dengan air liur atau kotoran
2. Luka yang disebabkan oleh benda menusuk kulit seperti paku,
serpihan kaca, jarum, Luka bakar
3. Luka yang dipencet
4. Cedera dengan jaringan yang mati
Cara penularan tetanus yang jarang, antara lain:
1. Prosedur operasi
2. Luka dangkal (misalnya goresan)
3. Gigitan serangga
4. Penggunaan obat infuse
5. Suntikan ke otot
6. Infeksi gigi
d. Tuberkulosis
Penularan TBC paling umum terjadi melalui udara. Ketika
seseorang yang telah mengidap penyakit TBC batuk, bersin, atau
berbicara dengan memercikkan ludah, bakteri TB akan ikut
melalui ludah tersebut untuk terbang ke udara. Selanjutnya,
bakteri akan masuk ke tubuh orang lain melalui udara yang
dihirup.
g. Hepatitis B
Penularan hepatitis B dapat menyebar melalui darah atau serum
(bagian cairan darah) yang mengandung virus. Selain itu,
penyakit menular ini dapat menyebar melalui kontak seksual,
donor darah, jarum suntik yang terkontaminasi dengan darah
yang terinfeksi, dan transfusi darah.
Ibu hamil yang positif hepatitis B juga bisa menularkan infeksi
kepada bayi. Infeksi juga dapat ditularkan dari tato, tindik, pisau
cukur, dan sikat gigi (jika ada kontaminasi dengan darah yang
terinfeksi).
c. Tahap Lanjut
Biasanya bakteri berkembangbiak pada atau di sekitar
permukaan selaputlendir mulut atau tenggorokan dan
menyebabkan peradangan. Bila bakteri sampaike hidung,
hidung akan meler. Peradangan bisa menyebar dari
tenggorokan kepita suara (laring) dan menyebabkan
pembengkakan sehingga saluran udaramenyempit dan
terjadi gangguan pernafasan.
Bakteri ini ditularkan melalui percikan ludah dari batuk
penderita atau bendamaupun makanan yang telah
terkontaminasi oleh bakteri. Ketika telah masukdalam
tubuh, bakteri melepaskan toksin atau racun. Toksin ini
akan menyebarmelalui darah dan bisa menyebabkan
kerusakan jaringan di seluruh tubuh,terutama jantung dan
saraf.
d. Tahap Pasca pathogenesis/Tahap Akhir
Dengan pengobatan yang cepat dan tepat maka
komplikasi yang berat dapat dihindari, namun keadaan
bisa makin buruk bila pasien dengan usia yang
lebih muda, perjalanan penyakit yang lama, gizi kurang
dan pemberian anti toksin yang terlambat.
Walaupun sangat berbahaya dan sulit diobati,
penyakit ini sebenarnya bisadicegah dengan cara
menghindari kontak dengan pasien difteri yang hasil lab-
nya masih positif dan imunisasi.
Pengobatan khusus penyakit difteri bertujuan
untuk menetralisir toksin dan membunuh basil dengan
antibiotika (penicilin procain, Eritromisin,
Ertromysin, Amoksisilin, Rifampicin, Klindamisin,
tetrasiklin).
B. Pertusis
Manifestasi klinik
Masa tunas 7 – 14 hari. Penyakit ini dapat berlangsung selama 6
minggu atau lebih dan terbagi dalam 3 stadium:
1. Stadium kataralis
Stadium ini berlangsung 1 – 2 minggu ditandai dengan
adanya batuk-batuk ringan, terutama pada malam hari, pilek,
serak, anoreksia, dan demam ringan. Stadium ini menyerupai
influenza.
2. Stadium spasmodic
Berlangsung selama 2 – 4 minggu, batuk semakin berat
sehingga pasien gelisah dengan muka merah dan sianotik.
Batuk terjadi paroksismal berupa batuk-batuk khas. Serangan
batuk panjang dan tidak ada inspirasi di antaranya dan
diakhiri dengan whoop (tarikan nafas panjang dan dalam
berbunyi melengking). Sering diakhiri muntah disertai
sputum kental. Anak-anak dapat sempat terberak-berak dan
terkencing-kencing. Akibat tekanan saat batuk dapat terjadi
perdarahan subkonjungtiva dan epistaksis. Tampak keringat,
pembuluh darah leher dan muka lebar.
3. Stadium konvalesensi
Berlangsung selama 2 minggu sampai sembuh. Jumlah dan
beratnya serangan batuk berkurang, muntah berkurang, dan
nafsu makan timbul kembali.
C. Campak
1. Tahap Rentan (Susceptibilty)
Pada tahap ini, pejamu mempunyai peranan penting untuk
timbulnya penyakit. Kondisi yang pejamu yang rentan dapat
terjadi karena status imulogik tubuhnya yang rendah, status
gizi yang tidak baik dan bisa juga intensitas kontak dengan
agen infeksius yang tinggi. Di sini faktor penyebab pertama
belum menimbulkan penyakit, tetapi telah mulai meletakkan
dasar-dasar bagi berkembangnya penyakit.
Dalam perkembangan penyakit campak, tahap rentan ini
dilalui ketika pejamu atau host dalam keadaan kebal secara
pasif (belum pernah mendapatkan imunisasi campak)
memiliki status gizi buruk, imunitas sedang turun, dan
mungkin intensitas kontak dengan penderita campak terlalu
tinggi, penularan campak bisa terjadi melalui percikan ludah
dari hidung, mulut maupun tenggorokan penderita campak.
Karena, kekebalan aktif hanya dimiliki oleh host (pemajan)
yang sudah pernah mendapatkan imunisasi campak.
2. Tahap Subklinis (pre-symptomatic)
c. Tahap Lanjut
Merupakan tahap di mana penyakit bertambah jelas dan
mungkin tambah berat dengan segala kelainan patologis
dan gejalanya (stage of clinical disease). Pada tahap ini
penyakit sudah menunjukkan gejala dan kelainan klinik
yang jelas, sehingga diagnosis sudah relatif mudah
ditegakkan. Saatnya pula, setelah diagnosis ditegakkan,
diperlukan pengobatan yang tepat untuk menghindari
akibat lanjut yang kurang baik.
4. Tahap Akhir/ pasca patogenesis.
Berakhirnya perjalanan penyakit dapat berada dalam lima
pilihan keadaan, yaitu:
1. Sembuh sempurna, yakni bibit penyakit menghilang dan
tubuh menjadi pulih, sehat kembali.
2. Sembuh dengan cacat, yakni bibit penyakit menghilang,
penyakit sudah tidak ada, tetapi tubuh tidak pulih
sepenuhnya, meninggalkan bekas gangguan yang
permanen berupa cacat.
3. Karier, di mana tubuh penderita pulih kembali, namun
penyakit masih tetap ada dalam tubuh tanpa
memperlihatkan gangguan penyakit.
4. Penyakit tetap berlangsung secara kronik.
5. Berakhir dengan kematian
D. Tetanus
Masa inkubasi dan klinis
a. Tahap pertama
b. Tahap kedua
Gejala awal berlanjut dengan kejang yang disertai nyeri otot
pengunyah (Trismus). Gejala tahap kedua ini disertai sedikit rasa
kaku di rahang, yang meningkat sampai gigi mengatup dengan
ketat, dan mulut tidak bisa dibuka sama sekali. Kekakuan ini bisa
menjalar ke otot-otot wajah, sehingga wajah penderita akan
terlihat menyeringai ( Risus Sardonisus), karena tarikan dari otot-
otot di sudut mulut.Selain itu, otot-otot perut pun menjadi kaku
tanpa disertai rasa nyeri. Kekakuan tersebut akan semakin
meningkat hingga kepala penderita akan tertarik ke belakang
(Ophistotonus). Keadaan ini dapat terjadi 48 jam setelah
mengalami luka.
Pada tahap ini, gejala lain yang sering timbul yaitu penderita
menjadi lambat dan sulit bergerak, termasuk bernafas dan
menelan makanan. Penderita mengalami tekanan di daerah dada,
suara berubah karena berbicara melalui mulut atau gigi yang
terkatu berat, dan gerakan dari langit-langit mulut menjadi
terbatas.
c. Tahap ketiga
Bulan Januari 2018 ini merupakan jadwal putaran kedua ORI Difteri,
sementara putaran ketiga dilakukan 6 bulan lagi. Namun, tidak
menutup kemungkinan bagi orang tua yang memiliki putra dan
putrinya belum mendapatkan vaksin di putaran pertama ORI Difteri,
tidak perlu khawatir, lapor saja ke petugas kesehatan agar bisa
mendapatkannya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu
penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar
tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau
berbahaya bagi seseorang. Imunisasi berasal dari kata imun
yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu
penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi
pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit
lain diperlukan imunisasi lainnya.
Tujuan dari diberikannya suatu imunitas dari imunisasi adalah
untuk mengurangi angka penderita suatu penyakit yang
sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan
kematian pada penderitanya.
4.2 SARAN
1. Bagi Pemerintah dan petugas kesehatan
Memberikan imunisasi bagi seluruh masyarakat Indonesia
dalam semua usia, baik yang berada di daerah perkotaan
maupun di daerah pelosok. Dan meningkatkan lagi mutu
pelayanan terutama pelayanan pada masyarakat yang
kurang mampu.
2. Bagi masyarakat
Memperhatikan kesehatan keluarganya dengan
memberikan imunisasi lengkap sedini mungkin terutama
saat bayi baru lahir di tempat pelayanan kesehatan
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Umar Fahmi. 2006. Imunisasi. Mengapa perlu? Jakarta: Buku Kompas.
Jakarta: Bappenas.
J. Kunoli, Firdaus. 2013. Epiemiologi Penyakit Menular. Jakarta: Trans Info Media
Available online :
https://www.google.com/amp/s/hellosehat.com/penyakit/tetanus/amp/diakses pada
tanggal 14 Fenruari 2019.
Available online:
http://www.searo.who.int/indonesia/topics/immunization/mr_measles_status.pdf?ua=1d
iakses pada tanggal 14 Fenruari 2019.