Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 TUJUAN PERCOBAAN

1. Mengetahui cara kerja PCT 40 level control


2. Mempelajari system control level mode on/off dengan menggunakan solenoid
valve
3. Mempelajari karakter kerja dari float switch sensor dan differensial level switch
sensor

1.2 DASAR TEORI

1.2.1. Diagram Blok Level Kontrol

W-
r+ e U M+ C
GC GV GP

y-

H
Diagram blok lengkap sistem pengendalian proses digambarkan sebagai
berikut:

Keterangan Gambar :

 r : nilai acuan atau set point value (100 mm)


 e : sinyal galat (error) dengan e = r – y
 y : sinyal pengukuran
 U : sinyal kendali
 M : variable termanipulasi (laju alir masuk)
 W : gangguan (laju alir keluar)
 C : variable proses (level dalam tangki)
 GC : pengendali (PC)
 GV : katub kendali (SOL 1/PSV/pneumatic)
 GP : system proses (Tangki)
 H : Float switch sensor dan differential level sensor
Diagram blok ini menunjukkan proses pengendalian level menggunakan PCT-
40. Langkah pengendalian level dimulai dari mengukur atau mengamati nilai variabel
proses yakni dengan sensor, dimana fluida yang masuk akan terbaca oleh sensor
(Floating switch atau differential switch) kemudian sinyal yang dihasilkan oleh sensor
akan terbaca transmiter dan diubah menjadi sinyal standar. Sinyal pengukuran yang
dihasilkan oleh transmiter akan dibandingkan dengan setpoint yaitu ketinggian level.
Dari hasil perbandingan antara sinyal pengukuran dan setpoint akan dihasilkan error
yakni selisih antara setpoint dengan variabel proses dengan menggunakan PC.
Selain membandingkan nilai setpoint dengan variabel proses, PC juga bertindak
sebagai pengevaluasi dalam sistem untuk menentukan langkah selanjutnya atas error
yang terjadi. Lalu melakukan koreksi variabel proses agar perbedaan antara nilai
terukur dan nilai acuan tidak ada atau sekecil mungkin, tahap ini menggunkaan final
element control berupa control valve (SOL/PSV/pneumatic). Variabel yang dgunakan
untuk melakukan koreksi atau mengendalikan variabel proses adalah variabel
termanipulasi (variable manipulated) yaitu laju alir masuk. Dalam proses pengendalian
ini terdapat gangguan yang terukur (Measured Disturbance) yakni laju alir keluar.
Proses berjalan dalam sistem yakni dalam tangki kemudian diperoleh PV berupa level
dalam tangki.

1.2.2 Karakteristik Pengendalian On/off

Pengendalian on /off hanya bekerja pada dua posisi, yaitu posisi “on” dan posisi
“off”. Jika unit kendali akhir berupa control valve, kerja valve hanya terbuka penuh
atau tertutup penuh. Pada system pengendalian on-off control valve tidak akan pernah
bekerja didaerah antara 0 sampai 100%. Karena kerjanya yang on-off, hasil
pengendalian pengendali on-off akan menyebabkan proses variable yang
bergelombang, tidak pernah konstan. Perubahan proses variable akan seirama dengan
perubahan posisi final control element. Besar kecinya fluktuasi proses variable
ditentukan oleh titik dimana controller “on” dan titik dimana “off”. Kerja penendalian
on-off banyak dipakai di system pengendalian yang sederhana karena harganya yang
relatif murah.

 Keuntungan Pengendalian On/Off


- Pengendalian on/off mudah untuk dirancang dan dipahami
- Pengendalian on/off tergolong murah
- Berguna pada system yang berjalan lambat
 Kerugian Pengendalian On/Off
- Terbuka hanya 100% dan tertutup 100% saat pembacaan yang mendekati
setpoint sehingga dapat mengakibatkan besarnya nilai overshoot
- Bekerja buruk saat mengendalikan fluktasi system yang cepat

1.2.3 Mekanisme Kerja Solenoid Valve

Gambar 1.1 Mekanisme Kerja Solenoid Valve


Solenoid valve adalah katup yang digerakkan oleh energy listrik, mempunyai
komponen sebagai penggerak yang berfungsi untuk menggerakkan piston yang dapat
digerakan oleh arus AC atau DC, solenoid valve mempunyai lubang keluar, masuk dan
exhaust yang berfungsi sebagai saluran untuk mengeluarkan cairan yang terjebak saat
piston bergerak, atau berpindah posisi ketika solenoid valve bekerja.

Berdasarkan gambar 1.1 solenoid valve akan bekerja bila kumparan/coil


mendapatkan tegangan arus listrik yang sesuai dengan tegangan kerja (kebanyakan
tegangan kerja solenoid valve adalah 100/200 VAC dan kebanyakan tegangan kerja
pada tegangan DC adalah 12/24 VDC). Dan sebuah pin akan tertarik karena gaya
magnet yang dihasilkan dari kumparan selenoida tersebut. Dan saat pin tersebut ditarik
naik maka fluida akan mengalir dari ruang C menuju ke bagian D dengan cepat.
Sehingga tekanan di ruang C turun dan tekanan fluida yang masuk mengangkat
diafragma. Sehingga katup utama terbuka dan fluida mengalir langsung dari A ke F.

 Keuntungan Solenoid Valve


- Beroperasi dengan cepat
- Memiliki keandalan yang tinggi
- Jangka kerja/waktu yang panjang
 Kerugian Solenoid Valve
- Desain control harus tetap aktif saat operasi

1.2.4 Mekanisme Float Level Sensor dan Differential Level Sensor

1. Floating Switch Level


Sensor ini bekerja berdasarkan pelampung yang terdapat dalam tangki.
Cara kerjanya adalah pada saat sistem membuka (SOL 1=1), maka ketinggian
(level) air dalam tangki akan bertambah. Jika ketinggian air telah mengenai
pelampung yang menyebabkan pelampung tersebut tenggelam hingga batas
tertentu maka sistem dengan sendirinya akan mati dan SOL akan menutup
(SOL 1=0) sebagai nilai ofset atas begitupun sebaliknya jika fluida dalam
tangki berkurang dan membuat pelampung tersebut turun hingga batasan
tertentu maka sistem akan membuka kembali (SOL 1=1).
Sensor ini bekerja dengan sistem ON-OFF (buka-tutup), dimana Set
Point akan sama dengan ofset bawah yaitu pada saat sistem membuka (SOL
1=1). Pada saat sistem menutup maka sensor ini akan bekerja secara buka-tutup
untuk menstabilkan ketinggian air yang ada dalam tangki. Sensor floating
switch ini merupakan jenis sensor yang paling sederhana dari sensor level
namun memiliki offset dan respon yang paling cepat dibanding sensor level
yang ada pada alat PCT 40.

Gambar 1.2. Floating Switch Sensor


2. Differential Level
Sensor ini bekerja dengan membedakan batas atas dan batas bawah.
Cara kerja dari sensor ini adalah elektroda negatif dipasang lebih rendah dari
elektroda positif sehingga jika fluida diisi kedalam tangki maka elektroda
negatif akan tersentuh fluida tersebut lebih dulu dan membuat larutan memiliki
muatan listrik dan ketika larutan menyentuh elektroda positif maka sistem akan
mati dengan sendirinya. Sensor ini memiliki ofset yang lebih kecil dari pressure
control dan respon yang lebih cepat namun sangat berbahaya untuk cairan yang
mudah terbakar karena sensor ini bekerja dengan adanya loncatan elektron
Batas bawah pada sensor ini berfungsi sebagai emergency switch, yaitu
seandainya jika sistem membuka hingga air mencapai batas atas, namun
selenoid tidak bekerja maka selambat-lambatnya pada batas bawah selenoid
harus bekerja sebelum ditinggalkan oleh cairan (air). Sensor jenis ini juga
bekerja dengan sistem ON-OFF, dimana nilai Set Point akan sama dengan ofset
bawah (SOL 1=1)

Differential
Level Switch
Sensor

Gambar 1.3. Differential Level Sensor


3. Keuntungan dan Kerugian Floating Switch Level dan Differential Level
Pada sensor floating switch merupakan jenis sensor yang paling
sederhana dari sensor level namun memiliki offset cukup besar dan respon yang
paling cepat sedangkan sensor differential level memiliki offset yang kecil dan
respon yang lebih cepat namun sangat berbahaya untuk cairan yang mudah
terbakar karena sensor ini bekerja dengan adanya loncatan electron.
1.2.5 Manfaat Level Kontrol Di Industri
Variable yang sangat penting yang harus diukur dan dikontrol adalah Level air
dalam “Steam Drum“, supaya Boiler ini bekerja secara aman dan efisien, dan
menghasilkan laju uap yang terus menerus, maka kita haris menjaga supaya Steam
drum levelnya tidak terlalu rendah ataupun terlalu tinggi. Jika tidak ada air yang cukup
dalam steam drum maka “Water Tube” akan kering dan terbakar karena panas dari api,
dan jika terlalu banyak air maka uap yang dihasilkan tidak akan kering sehingga akan
bermasalah pada hilirnya.

Gambar 1.2 Komponen Dasar Dari Water Level Control Sistem


BAB II

METODOLOGI

2.1 ALAT DAN BAHAN

Alat Yang Digunakan

 PCT – 40 Level Control


Bahan Yang Digunakan
 Air PDAM

2.2 PROSEDUR KERJA

1. Menyalakan PC dan alat PCT 40


2. Mengklik PCT 40 Process Control Apparus
3. Memilih Section 1 : Level Control
4. Mengklik View Graph
5. Mengklik format, Graph data, lalu checklist Show Line
6. Mengklik Sample, Configure, lalu mensetting sample interval menjadi 5s
7. Memilih level (float) switch pada mode on/off
8. Membuka SOL 1 dan gangguan SOL 2
9. Mengklik GO
10. Menunggu hingga floating sensor mengapung, lalu menunggu hingga 3 menit
11. Mengklik STOP
12. Simpan data dengan mengklik save as, ganti nama dan ubah type dengan xls
13. Melakukan prosedur yang sama untuk gangguan SOL 3 dan gangguan SOL 2+3
pada mode level (float) switch dan mode level (differential) switch
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 DATA PENGAMATAN

Waktu vs Level

250

235

220

205
Level (mm)

190

175

160

145

130

115

100
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
Waktu ( detik )

DLS SOL 2 FLS SOL 2 FLS SOL 2 3 DLS SOL 2 3

Grafik 3.1.1 Hubungan Antara Level dan Waktu dengan Differential Level Switch
dan Float Level Switch
3.2 PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini kami menggunakan Differential Level Switch (DLS) sensor
dan Float Switch sensor (FLS). Percobaan pertama kami menggunakan DLS dengan
memberikan gangguan kecil dan diperoleh data seperti yang tersaji dalam grafik dengan garis
berwarna biru, dilihat dari segi Sensitifitasnya DLS yang diberikan gangguan kecil memiliki
Sensitifitas yang rendah karena sedikitnya gelombang yang terbentuk, kemudian dari segi
Stabilitas DLS yang diberikan gangguan kecil memiliki Stabilitas dengan respon yang lambat
namun berjalan dan stabil. Percobaan kedua kami menggunakan DLS dengan memberikan
gangguan besar dan diperoleh data seperti yang tersaji dalam grafik dengan garis berwarna
kuning, dilihat dari segi sensitifitasnya DLS yang diberi gangguan besar memiliki sensitifitas
yang rendah dan dari segi stabilitas memiliki respon yang buruk dikarenakan oleh flow in lebih
kecil dibanding gangguan yang besar. Percobaan ketiga kami menggunakan FLS dengan
memberikan gangguan kecil dan diperoleh data seperti yang tersaji dalam grafik dengan garis
berwarna orange, dilihat dari segi Sensitifitasnya FLS yang diberikan gangguan kecil memiliki
Sensitifitas yang sangat rendah karena tidak terbentuk gelombang, kemudian dari segi
Stabilitas FLS dengan diberikan gangguan kecil memiliki stabilitas respon yang lambat dan
stabil. Percobaan keempat kami menggunakan FLS dengan memberikan gangguan yang besar
dan diperoleh data seperti yang tersaji dalam grafik dengan garis berwaran abu, dilihat dari segi
Sensitifitasnya FLS dengan diberikan gangguan besar memiliki Sensitifitas yang rendah karena
tidak terbentuk gelombang, kemudian dari segi Stabilitas FLS dengan diberikan gangguan
besar memiliki respon yang lambat dan tidak stabil dikarenakan oleh flow in lebih kecil
dibanding gangguan yang besar.

Dari percobaan yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa semakin besar
gangguan maka sensitifitas dan stabilitas pada terbentuk semakin buruk. Dari segi stabilitas
sensor yang berfungsi dengan cukup baik adalah FLS dengan diberikan gangguan kecil dan
dari segi sensitifitas sensor yang berfungsi dengan cukup baik adalah DLS dengan memberikan
gangguan kecil.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari percobaan yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa semakin besar
gangguan maka sensitifitas dan stabilitas pada terbentuk semakin buruk. Dari segi stabilitas
sensor yang berfungsi dengan cukup baik adalah FLS dengan diberikan gangguan kecil dan
dari segi sensitifitas sensor yang berfungsi dengan cukup baik adalah DLS dengan diberikan
gangguan kecil.

Anda mungkin juga menyukai