Anda di halaman 1dari 14

PERUBAHAN PSIKOLOGI PADA DAUR REPRODUKSI

PEREMPUAN

Disusun oleh:

Masayu Danillah Hasada


1810104357

PROGRAM STUDI KEBIDANAN SARJANA TERAPAN KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA

i
KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Wr. Wb

Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena atas segala

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang

berjudul Perubahan Psikologi pada Daur Reproduksi Perempuan. Adapun

maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi penugasan

mata kuliah Embriologi dan Genetika.

Saya tentu menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak

kekurangan. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

Semoga makalah ini dapat berguna dan dimanfaatkan dengan semestinya. Semoga

makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, dan penulis khususnya.

Yogyakarta

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI........................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
A. Latar Belakang........................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ........…………………………………................… 2
C. Tujuan .................................…………………………..................……… 2
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................... 3
A. Persiapan Fase Perkembangan Remaja untuk Memasuki Dunia Perkawinan
...................................................................................................................... 3
B. Persiapan Pra Nikah Bagi Muslimah .......................................................... 3

BAB III PENUTUP................................................................................................


A. KESIMPULAN.............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyesuaian terhadap peran dan tugas bagi pasangan yang baru
menikah sering menimbulkan masalah. Salah satu penyebab sulitnya
menjalankan tugas baru adalah kurangnya kesiapan diri untuk menjalankan
tugas tersebut (Hurlock, 1994). Kesiapan menikah menurut Duvall dan Miller
(1985) adalah keadaan siap atau bersedia dalam berhubungan dengan
pasangan, siap menerima tanggung jawab sebagai suami atau istri, siap terlibat
dalam hubungan seksual, siap mengatur keluarga, dan siap mengasuh anak. Di
masyarakat, pernikahan dianggap sebuah momen yang penting dan sakral. Ada
berbagai motif di balik pernikahan, di antaranya adalah kebutuhan akan
persahabatan, dukungan sosial dan emosional, cinta, dan seks. Namun terlepas
dari motif seseorang untuk menikah, semua pasri mengharapkan kehidupan
yang lebih sehat dan lebih bahagia setelah menikah.
Kesiapan menikah terdiri atas kesiapan emosi, kesiapan sosial,
kesiapan peran, kesiapan usia, dan kesiapan finansial. Perubahan zaman
membuat kesiapan menikah menurut pandangan ahli belum tentu sesuai
dengan kesiapan menikah yang dibutuhkan calon pasangan pada saat sekarang
ini. Padahal, Allah telah menciptakan segala sesuatu secara berpasang-
pasangan, tetumbuhan, pepohonan, hewan, semua Allah ciptakan dalam sunnah
keseimbangan & keserasian. Begitupun dengan manusia, pada diri manusia
berjenis laki-laki terdapat sifat kejantanan atau ketegaran dan pada manusia
yang berjenis wanita terkandung sifat kelembutan atau kepengasihan. Sudah
menjadi sunatullah bahwa antara kedua sifat tersebut terdapat unsur tarik
menarik dan kebutuhan untuk saling melengkapi.
Untuk merealisasikan terjadinya kesatuan dari dua sifat tersebut
nmenjadi sebuah hubungan yang benar-benar manusiawi maka Islam telah
datang dengan membawa ajaran pernikahan Islam menjadikan lembaga
pernikahan sebagai sarana untuk memadu kasih sayang diantara dua jenis
manusia. Dengan jalan pernikahan itu pula akan lahir keturunan secara

1
terhormat. Maka adalah suatu hal yang wajar jika pernikahan dikatakan sebagai
suatu peristiwa yang sangat diharapkan oleh mereka yang ingin menjaga
kesucian fitrah. Bahkan Rosulullah SAW dalam sebuah hadits secara tegas
memberikan ultimatum kepada ummatnya: “Barang siapa telah mempunyai
kemampuan menikah kemudian ia tidak menikah maka ia bukan termasuk
umatku” (H.R. Thabrani dan Baihaqi).
Berbagai pasangan sebelum menikah (pra-nikah) pasti memiliki
persiapan diri masing-masing. Bagi perempuan, kesiapan pra nikah membuat
beberapa perubahan psikologis didalam dirinya. Contohnya sindrom pra
pernikahan atau bridezilla yang bisa menyerang siapa saja dan kapan saja. Oleh
karena itu, penting bagi para perempuan untuk mengetahui dan mengantisipasi
terjadinya sindrom tersebut.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis akan
mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Persiapan fase perkembangan remaja untuk memasuki dunia perkawinan
2. Persiapan pranikah bagi muslimah
3. Pemahaman criteria dalam memilih atau menyeleksi calon suami
4. Langkah yang ditempuh dalam kaitannya untuk memilih calon
5. Pentingnya mempelajari tata cara untuk memilih nikah sesuai dengan
ajaran dan syariat Islam
6. Seputar masalah persiapan nikah
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui persiapan fase perkembangan remaja memasuki dunia
perkawinan
2. Untuk mengetahui persiapan pranikah bagi muslimah
3. Untuk mengetahui pemahaman kriteria dalam memilih atau menyeleksi
calon suami
4. Untuk mengetahui seputar masalah persiapan nikah

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Persiapan Fase Perkembangan Remaja untuk Memasuki Dunia Perkawinan


Pada akhir pendidikan SD, atau awal SLTP anak-anak bertumbuh
cukup cepat dan memasuki masa baru, yakni masa remaja, dalam bahasa latin
disebut pubertas. Masa ini merupakan masa yang penting dalam persiapan
menuju perkawinan. Segi pertama pertumbuhan masa ini adalah fisik. Remaja
putri meng alami perubahan-perubahan besar, yang sangat mungkin
menggoncangkan jiwanya bila tidak didampingi. Ia mungkin merasa kaget
mengalami menstruasi pertama karena mengira akibat dari penyakit. Ia
mungkin merasa risih dan malu-malu ketika dadanya mulai membesar. Ia perlu
didampingi, agar memahami makna perubahan tersebut secara positif. Hal
yang sama berlaku untuk remaja putra. Ia mungkin kaget melihat rambut
tumbuh di beberapa bagian tubuhnya dan merasa canggung ketika suaranya
berubah.
Segi kedua dari perubahan ini adalah psikis. Seorang remaja mulai
merasa rangsangan seksual dan mengalami rasa tertarik kepada jenis kelamin
lain. Tetapi hatinya gelisah karena merasa kurang pantas, atau bahkan dianggap
jahat di mata Tuhan. Maka ia perlu didampingi dan dibantu untuk memahami
hal itu sebagai persiapan dari Tuhan sendiri, agar ia kelak mampu mengasihi
seorang suami atau istri selama hidupnya.
Ketiga adalah segi sosial. Sesuai pertumbuhan pada segi pertama dan
kedua, seorang remaja merasa butuh berkelompok dengan teman-teman
sebayanya. Ia merasa kurang enak bergaul dengan anak-anak, tetapi juga
merasa canggung bergaul dengan muda-mudi, apalagi orang dewasa. Bersama
dengan teman-teman sebayanya, ia merasa lebih mampu memilih pakaian dan

3
aksesori lain yang cocok baginya. Bersama mereka pula ia merasa lebih bebas
membagi perasaan mengenai lawan jenis atau idolanya.
Seorang remaja belum mampu mengatasi pergolakan jiwanya. Ia
belum memahami dengan baik makna perubahan-perubahan yang ada di dalam
dirinya. Keadaan ini merupakan landasan bagi orang tua untuk tetap
mengikatnya di dalam lingkungan keluarga dalam arti yang positif. Bantuan
positif itu terutama harus diarahkan pada pemahaman dan penghayatan masa
remaja sebagai masa persiapan perkawinan yang berasal dari Tuhan sendiri.
Pada masa inilah Tuhan mempersiapkan badannya agar kelak siap menjadi
suami atau istri yang sehat dan wajar. Pada masa inilah Tuhan
mengembangkan rasa tertarik rangsangan seksual yang kelak berguna dalam
hidup sebagai suami atau istri.
Pada usia 15-20, sebagai pemuda atau pemudi sudah lebih memahami
adanya perubahan pada tubuh dan kejiwaannya. Seorang pemuda sudah tahu,
rasa tertarik kepada lawan jenis itu wajar dan biasa. Sedangkan seorang pemudi
sudah tahu, menstruasi itu alamiah dan sehat. Hal yang justru perlu
ditumbuhkan adalah kesadaran akan perlunya persiapan yang baik untuk
merintis pekerjaan atau profesi, yang kelak dapat dipakai untuk mencukupi
nafkah dan memuaskan dahaga batiniahnya. Suami bukanlah semata-mata
seorang yang mengasihi dan dikasihi istri, melainkan juga seorang dewasa
yang selayaknya mampu mencari nafkah, sekurang-kurangnya untuk dirinya
sendiri. Dalam perspektif kesetaraan gender, pencarian nafkah keluarga
bukanlah merupakan hak dan kewajiban suami saja. Semua hal yang terkait
dengan hidup berkeluarga merupakan tanggung jawab bersama suami dan istri.
Sebagian dari anak muda sudah mulai berpacaran. Rasa tertarik
terhadap jenis kelamin lain mendorong sebagian dari mereka berteman secara
khusus dan dekat dengan pacar. Ada yang berjalan lancar dan tahan lama. Ada
pula yang tidak lancar dan cepat putus. Bahkan, ada juga yang secara sengaja
punya beberapa pacar sekaligus. Orang tua perlu bersikap bijaksana. Sebaiknya
dihindari kedua sikap ekstrem. Ekstrem yang satu bersifat keras, serba
melarang. Sedang ekstrem yang lain bersifat liberal, serba membolehkan. Sikap
yang benar dan tepat ada di tengah kedua ekstrem ini. Pacaran jangan dilarang,
apalagi bila sudah terjadi. Lebih berguna dan lebih baik bila orang tua

4
membantu anaknya berpacaran dengan baik dan benar, baik dari segi moral
maupun social.
Pada segi moral, penting diingatkan kepada anak-anak yang sedang
berpacaran, bahwa “roh itu kuat, tetapi daging lemah”. Manusia itu bukan
malaikat. Maka, harus disadarkan bahwa mereka berdua harus bersepakat;
kemesraan mereka adalah kemesraan terbatas. Harus dijauhi bentuk kemesraan
yang dapat menjerumuskan ke hubungan seksual pranikah. Sebab, dilihat dari
segi manapun, hal itu tidak pernah menguntungkan pihak mana pun juga.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sari dan Sunarti (2013),
faktor kesiapan menikah yang teridentifikasi dari persepsi dewasa muda terdiri
atas kesiapan emosi, sosial, finansial, peran, kesiapan seksual, dan kematangan
usia. Terdapat perbedaan antara kesiapan menikah bagi laki-laki dan kesiapan
menikah perempuan. Faktor kesiapan menikah laki-laki adalah kesiapan
finansial, kesiapan emosi, kesiapan peran, kesiapan fisik, kesiapan spiritual,
dan kesiapan sosial. Faktor kesiapan menikah untuk perempuan adalah
kesiapan emosi, kesiapan peran, kesiapan finansial, dan kesiapan fisik,
kesiapan seksual, dan kesiapan spiritual. Faktor kesiapan menikah yang
memengaruhi usia ingin menikah adalah kesiapan usia, kemampuan empati,
kemampuan komunikasi, kesiapan seksual dan kesiapan finansial. Usia masih
dipandang sebagai hal memengaruhi kesiapan menikah, semakin tinggi
kesiapan usia maka akan lebih cepat menikah. Orang yang usianya cukup
matang akan dipandang lebih siap secara finansial. Semakin tinggi empati
semakin tinggi kesiapan menikah. Empati merupakan kemampuan memahami
perasaan orang lain, serta menerima kekurangan dan kelebihan orang lain.
Semakin dewasa usia seseorang maka empatinya akan semakin baik, serta
emakin seseorang siap berhubungan seksual maka semakin muda ingin
menikah.

B. Persiapan Pra Nikah Bagi Muslimah


Seorang perempuan yang mengetahui urgensi dan ibadah pernikahan
tentu saja suatu hari nanti ingin dapat bersanding dengan seorang laki-laki
sholih dalam ikatan suci pernikahan. Pernikahan menuju rumah tangga samara
(sakinah, mawaddah & rahmah) tidak tercipta begitu saja, melainkan butuh

5
persiapan-persiapan yang memadai sebelum muslimah melangkah memasuki
gerbang pernikahan.
Nikah adalah salah satu ibadah sunnah yang sangat penting, suatu
mitsaqan ghalizan (perjanjian yang sangat berat). Banyak konsekwensi yang
harus dijalani pasangan suami-isteri dalam berumah tangga. Terutama bagi
seorang muslimah, salah satu ujian dalam kehidupan diri seorang muslimah
adalah bernama pernikahan. Karena salah satu syarat yang dapat
menghantarkan seorang isteri masuk surga adalah mendapatkan ridho suami.
Oleh sebab itu seorang muslimah harus mengetahui secara mendalam tentang
berbagai hal yang berhubungan dengan persiapan-persiapan menjelang
memasuki lembaga pernikahan. Hal tersebut antara lain:
1. Persiapan spiritual/moral (Kematangan visi keislaman)
Dalam tiap diri muslimah, selalu terdapat keinginan, bahwa suatu
hari nanti akan dipinang oleh seorang lelaki sholih, yang taat beribadah dan
dapat diharapkan menjadi qowwam/pemimpin dalam mengarungi
kehidupan di dunia, sebagai bekal dalam menuju akhirat. Bila dalam diri
seorang muslimah memiliki keinginan untuk mendapatkan seorang suami
yang sholih, maka harus diupayakan agar dirinya menjadi sholihah terlebih
dahulu. Untuk menjadikan diri seorang muslimah sholihah, maka bekalilah
diri dengan ilmu-ilmu agama, hiasilah dengan akhlaq islami, tujuan nya
bukan hanya semata untuk mencari jodoh, tetapi lebih kepada untuk
beribadah mendapatkan ridhoNya. Dan media pernikahan adalah sebagai
salah satu sarana untuk beribadah pula.
2. Kesiapan peran
Kesiapan peran lebih penting dipersiapkan oleh perempuan karena
berhubungan dengan tugas istri yang lebih banyak berada pada sektor
domestik seperti mengerjakan pekerjaaan rumah tangga, mendampingi
suami dan mengasuh anak. Kesiapan fisik yang sehat sama pentingnya baik
bagi laki-laki atau perempuan. Hal ini terkait dengan tujuan pernikahan
yaitu memiliki keturunan. Mereka yang memiliki kondisi fisik yang kurang
sehat misalnya kurang subur atau memiliki riwayat penyakit degeneratif
seperti diabetes mellitus, hendaknya lebih mempersiapkan kesehatan diri
misalnya dengan menjalankan pola hidup sehat. Kesiapan seksual lebih
penting dipersiapkan oleh perempuan. perubahan fisik janin yang begitu

6
cepat selama masa kandungan membutuhkan keterampilan ibu yang
mengandung untuk menjaga kesehatan dengan mengontrol kondisi organ
reproduksi dan mengatur kecukupan asupan gizi ketika hamil sehingga
kesehatan ibu dan janin bisa terjaga dengan baik.
Pada faktor kesiapan peran, kemampuan untuk mengambil
keputusan merupakan salah satu pernyataan penting. Dalam pernikahan
suami-istri harus mampu mengambil keputusan dengan bijak, misalnya
keputusan penting mengenai pendidikan anak, tujuan yang ingin dicapai
keluarga, maupun hal-hal kecil misalnya seorang istri harus mampu
membuat keputusan mengenai barang-barang kebutuhan yang harus
dibelanjakan. Kesiapan seksual berarti bahwa organ reproduksi seksual
perempuan sudah matang dan sudah tepat untuk hamil. Hal ini terkait
dengan tujuan menikah yaitu ingin memperoleh keturunan. Kesiapan untuk
hamil tidak hanya persiapan fisik tetapi juga kesiapan mental, yang harus
dipersiapkan sebelum hamil. Kondisi kesehatan seorang calon ibu,
senantiasa akan berhadapan dengan gangguan, misalnya gangguan penyakit,
hal tersebut akan memberikan efek samping kepada janin yang sedang
dikandung. Faktor keterampilan sosial juga diperlukan, hubungan sosial
paling penting dalam pernikahan tentu saja hubungan antar pasangan,
dengan memiliki hubungan yang baik pasangan akan mampu bekerja sama
dengan baik. Selain itu, setelah tinggal di lingkungan yang baru, pasangan
harus mampu membina hubungan dengan tetangga.
3. Faktor kesiapan emosi
Faktor ini juga lebih penting dimiliki oleh perempuan. Perempuan
umumnya memiliki kemampuan membaca sinyal emosi verbal dan
nonverbal yang lebih baik dari pada laki-laki, dan lebih mahir dalam
mengungkapkan perasaannya, akibatnya secara rata-rata perempuan lebih
mudah berempati dari pada laki-laki (Goleman 1997). Faktor kesiapan
finansial, lebih penting dipersiapkan oleh lakilaki terkait dengan tugas
suami sebagai pemimpin keluarga yang bertanggung jawab memenuhi
kebutuhan anggota keluarganya. Kesiapan finansial juga penting bagi
perempuan. Responden kesiapan finansial bagi perempuan adalah memiliki
pekerjaan untuk membantu suami meningkatkan pendapatan keluarga.

7
4. Persiapan Konsepsional (memahami konsep tentang lembaga pernikahan)
Pernikahan sebagai ajang untuk menambah ibadah & pahala.
Pernikahan sebagai wadah terciptanya generasi robbani, penerus perjuangan
menegakkan dienullah. Adapun dengan lahirnya anak yang sholih/sholihah
maka akan menjadi penyelamat bagi kedua orang tuanya. Pernikahan
sebagai sarana tarbiyah (pendidikan) dan ladang dakwah. Dengan menikah,
maka akan banyak diperoleh pelajaran-pelajaran & hal-hal yang baru.
5. Persiapan Kepribadian
Penerimaan adanya seorang pemimpin. Seorang muslimah harus
faham dan sadar betul bila menikah nanti akan ada seseorang yang baru kita
kenal, tetapi langsung menempati posisi sebagai seorang
qowwam/pemimpin kita yang senantiasa harus kita hormati & taati.
Disinilah nanti salah satu ujian pernikahan itu. Sebagai muslimah yang
sudah terbiasa mandiri, maka pemahaman konsep kepemimpinan yang baik
sesuai dengan syariat Islam akan menjadi modal dalam berinteraksi dengan
suami. Belajar untuk mengenal (bukan untuk dikenal). Seorang laki-laki
yang menjadi suami kita, sesungguhnya adalah orang asing bagi kita. Latar
belakang, suku, kebiasaan semuanya sangat jauh berbeda dengan kita
menjadi pemicu timbulnya perbedaan. Dan bila perbedaan tersebut tidak di
atur dengan baik melalui komunikasi, keterbukaan dan kepercayaan, maka
bisa jadi timbul persoalan dalam pernikahan. Untuk itu harus ada persiapan
jiwa yang besar dalam menerima & berusaha mengenali suami kita.
6. Persiapan Fisik
Kesiapan fisik ini ditandai dengan kesehatan yang memadai
sehingga kedua belah pihak akan mampu melaksanakan fungsi diri sebagai
suami ataupun isteri secara optimal. Saat sebelum menikah, ada baiknya bila
memeriksakan kesehatan tubuh, terutama faktor yang mempengaruhi
masalah reproduksi. Apakah organ-organ reproduksi dapat berfungsi baik,
atau adakah penyakit tertentu yang diderita yang dapat berpengaruh pada
kesehatan janin yang kelak dikandung. Bila ditemukan penyakit atau
kelainan tertentu, segeralah berobat.
7. Persiapan Material
Islam tidak menghendaki kita berfikiran materialistis, yaitu hidup
yang hanya berorientasi pada materi. Akan tetapi bagi seorang suami, yang

8
akan mengemban amanah sebagai kepala keluarga, maka diutamakan
adanya kesiapan calon suami untuk menafkahi. Dan bagi fihak wanita,
adanya kesiapan untuk mengelola keuangan keluarga. Insyallah bila suami
berikhtiar untuk menafkahi maka Allah akan mencukupkan rizki kepadanya.
Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu anak-anak dan cucu-cucu, dan
memberimu rezki dari yang baik-baik.
8. Persiapan Sosial
Setelah sepasang manusia menikah berarti status sosialnya
dimasyarakatpun berubah. Mereka bukan lagi gadis dan lajang tetapi telah
berubah menjadi sebuah keluarga. Sehingga mereka pun harus mulai
membiasakan diri untuk terlibat dalam kegiatan di kedua belah pihak
keluarga maupun di masyarakat.
Adapun persiapan-persiapan menjelang pernikahan tersebut di atas itu
tidak dapat dengan begitu saja kita raih. Melainkan perlu waktu dan proses
belajar untuk mengkajinya. Untuk itu maka saat kita kini masih memiliki
banyak waktu, belum terikat oleh kesibukan rumah tangga, maka upayakan
untuk menuntut ilmu sebanyak-banyaknya guna persiapan menghadapi rumah
tangga kelak.

9
BAB III

PENUTUP

Kemampuan komunikasi berpengaruh pada usia menikah dan diperlukan


dalam pernikahan. Banyak kasus pertengkaran rumah tangga terjadi hanya karena
kesalahan berkomunikasi. Kesiapan usia berpengaruh negatif pada usia ingin
menikah perempuan. Perempuan yang menganggap kesiapan usia sebagai faktor
penting dalam pernikahan ingin menikah lebih muda, dibandingkan perempuan yang
tidak terlalu mengaanggap usia sebagai salah satu kesiapan pernikahan. Namun bagi
perempuan, sindrom pra pernikahan sering kali muncul secara tiba-tiba sehingga
dapat memberikan beban pikiran yang lebih.

10
DAFTAR PUSTAKA

Al Munajjid Shalih Muhammad. 2002. 4o Nasihat Rumah Tangga. Jakarta : Pastaka


Azzam.
Sari, F., & Sunarti, E. (2013). Kesiapan Menikah Pada Dewasa Muda dan
Pengaruhnya Terhadap Usia Menikah. Jurnal Ilmu Kesehatan dan Konseling,
143-153.

Shakeriana, A., Nazari , A. M., Masoomi, M., & Ebrahimi, P. (2014). Investigating
Personality Trait and Pre-Marital Affair with Opposite Sex among University
Students of Sanandaj City. Social and Behavioral Sciences, 339-345.

Yazdanpanah, M., Eslami, M., & Nakhaee, N. (2014). Effectiveness of the


Premarital Education Programme in Iran. ISRN Public Health, 1-5.

Takariyawan, Cahyadi. 2000. Di Jalan Dakwah Aku Menikah. Yogyakarta: Tiga


Lentera Utama.

11

Anda mungkin juga menyukai