Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Pada zaman sekarang banyak orang yang rentan terhadap penyakit, berbagai penyakit
banyak diderita oleh masyarakat mulai dari balita hingga orang dewasa. Seiring dengan
berkembang pesatnya Teknologi dan Ilmu Pengetahuan yang dimiliki oleh manusia,
manusia juga mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, khususnya di dunia
kefarmasian. Hal ini dapat dilihat dari bentuk sediaan yang beragam dan bervariasi yang
telah di buat oleh tenaga farmasis. Sediaan obat tersebut antara lain berupa sediaan padat
seperti serbuk, tablet, kapsul. Sediaan setengah padat seperti salep, cream, pasta,
suppositoria dan gel, serta bentuk sediaan cair yaitu suspensi, larutan, dan emulsi. Dengan
adanya bentuk sediaan tersebut diharapkan dapat memberikan kenyamanan dan keamanan
bagi konsumen. Salah satu contoh sediaan farmasi yang beredar di pasaran, Apotek,
Instalasi kesehatan, maupun toko obat adalah sediaan emulsi.
Dalam kehidupan sehari-hari sering kali kita mengonsumsi makanan secara tidak
teratur yang dapat menyebabkan masalah yang disebut konstipasi. Konstipasi dianggap
sebagai suatu gejala, bukan diagnosis yang mana merupakan suatu manifestasi berbagai
kelainan atau akibat skunder yang mendasarinya ataupun dari suatu pengobatan. Hal ini
harus diwaspadai pada semua kalangan karena dapat mempengaruhi pertumbuhan baik
secara fisik maupun psikologis.
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan yang secara modern menemukan jenis obat
yang dapat melancarkan sisa makanan yang sulit keluar dari dalam tubuh atau yang disebut
konstipasi. Dengan menghasilkan obat yang disebut oleum Ricini yang dapat melancarkan
konstipasi.Jadi, dari obat oleum richini ini yang berfungsi sebagai pelancar untuk yang
bermasalah dengan konstipasi maka dibuatnya dalam bentuk sediaan yang cocok dan
mudah diminum dalam bentuk sediaan cair emulsi.
Munculnya berbagai jenis penyakit menimbulkan pemikiran bahwa beberapa bentuk
sediaan obat dapat digunakan ebagai alternatif penyembuhan, namum obat yang sering
beredar dipasaran tidak terlalu diminati oleh masyarakat atau konsumen karena kurang
begitu menarik, oleh karena itu kami membuat sediaan emulsi yang tidak mengurangi
kandungan dan khasiatnya.
Sediaan emulsi masih sangat asing dikenal oleh masyarakat dan bahkan oleh tenaga
kesehatan itu sendiri, oleh karena itu sedian emulsi ini kami buat agar masyarakat lebih
memahami tentang sediaan emulsi. Kami akan membuat sedian obat emulsi dengan zat
aktif yang berbeda dan dosis yang sesuai dengan resep dokter sehingga semua masyarakat
bisa mengunsumsinya dengan baik dan bisa menyembuhkan penyakit.
Dengan demikian pembuatan sediaan emulsi dengan aneka fungsi sudah banyak
digeluti oleh sebagian besar produsen. Sediaan yang ditawarkanpun sangat beragam mulai
dari segi pemilihan zat aktif serta zat tambahan, sensasi rasa yang beraneka ragam, hingga
merk yang digunakan pun memiliki peran yang sangat penting dari sebuah produk sediaan
emulsi. Sediaan emulsi merupakan sediaan dengan wujud cair, mengandung satu atau lebih
zat aktif yang terlarut atau terdispersi stabil dalam medium yang homogen pada saat
diaplikasikan. Sediaan emulsi juga merupakan sediaan dengan wujud cair (liquid),sediaan

1
emulsi ini lebih banyak diminati oleh kalangan anak-anak dan usia lansia, sehingga satu
keunggulan sediaan emulsi dibandingkan dengan sediaan-sediaan lain adalah dari segi rasa
dan bentuk sediaan.
Sediaan emulsi juga mempunyai keunggulan terhadap bentuk sediaan solid dalam hal
kemudahan pemberian obat terkait sifat kemudahan mengalir dari sediaan liquid ini. Selain
itu, dosis yang diberikan relatif lebih akurat dan pengaturan dosis lebih mudah divariasi
dengan penggunaan sendok takar.
Dari penyataan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam pembuatan sediaan emulsi
terdapat kelebihan dan kekurangan. Diharapkan agar dapat mempertahankan kelebihannya,
dan mengatasi kekurangan tersebut dengan membuatnya lebih baik lagi, agar dapat
diterapkan dalam dunia kerja dan bisa didapatkan efek terapi yang diharapkan.
1.2.Rumusan Masalah
1. Bagaimana Formula Sediaan Emulsi Castor Oil?
2. Bagaimana Cara Merancang Metode Pembuatan Sediaan Emulsi Castor Oil?
3. Bagaimana Cara Merancang Pembuatan Sediaan Emulsi Castor Oil ?
4. Bagaimana Cara Merancang Kemasan Sediaan Emulsi Castor Oil ?
5. Bagaimana Cara Evaluasi Sediaan Emulsi Castor Oil ?
1.3.Tujuan
1. Memahami Formula Sediaan Emulsi Castor Oil
2. Memahami Cara Merancang Metode Pembuatan Sediaan Emulsi Castor Oil
3. Memahami Cara Merancang Pembuatan Sediaan Emulsi Castor Oil
4. Memahami Cara Merancang Kemasan Sediaan Emulsi Castor Oil
5. Memahami Cara Evaluasi Sediaan Emulsi Castor Oil

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Sediaan Emulsi


a. Farmakope Indonesia edisi 3 hal 9
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat
terdispersi dalam pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang
cocok.
b. Pengatar Betuk Sediaan Farmasi edisi IV hal 376
Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispersi terdiri dari bulatan –
bulatan kecil zat cair yang terdistribusi keseluruh pembawa yang tidak tercampur.
c. Farmakope Indonesia edisi 4 hal 6
Emulsi adalah system dua fase yang salah satu caranya terdispersi dalam cairan
yang lain, dalam bentuk tetesan kecil.
d. Formularium Kosmetik Indonesia 1985 hal 22
Emulsi adalah sediaan dasar berupa system dua fase terdiri dari dua cairan yang
tidak tercampur dimana salah satu cairan terdispersi dalam bentuk globul dalam cairan
lainnya. Jika konsistensinya lebih kental baisanya diebut krim.
e. Formularium Kosmetik Indonesia 1985 hal 22
Emulsi topikal adalah sediaan dasar berupa system dua fase terdiri dari dua
cairan yang tidak tercampur dengan penambahan emulgator dan cara pemakaiannya
melalui jaringa kulit ( topikal ).
f. Farmakope Indonesia edisi 5
Emulsi adalah system 2 fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan
yang lain dalam bentuk tetesan kecil. Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan
bahan pengelmusi yang mencegah koalesensi, yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi
tetesan besar dan akhirnya menjadi satu fase tunggal yang memisah.
g. IMO Hal 132
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan
obat,terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau
surfaktan yang cocok

2.2 Penggolongan Tipe Emulsi


Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupun external, maka
emulsi digolongkan menjadi dua macam yaitu :
1. Emulsi tipe O/W ( oil in water) atau M/A ( minyak dalam air).
Adalah emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar kedalam air. Minyak
sebagai fase internal dan air sebagai fase external.
2. Emulsi tipe W/O ( water in oil ) atau A/M ( air dalam minyak)
Adalah emulsi yang terdiri dari butiran air yang tersebar kedalam minyak. Air sebagai
fase internal dan minyak sebagai fase external.

3
Cara pengujian tipe emulsi, yaitu:
1. Metode Konduktifitas Listrik
Alatnya terdiri dari kawat, stop kontak, lampu neon yang semuanya dihubungkan secara
seri. Lampu neon akan menyala bila elektroda dicelupkan dalam emulsi tipe M/A,
lampu akan mati jika dicelupkan pada emulsi tipe A/M.
2. Metode Pengenceran Fase
Jika ditambah dengan air akan segera diencerkan maka tipe emulsi adalah M/A, jika
tidak dapat diencerkan tipe emulsi A/M.
3. Metode Pemberian Warna
a. Jika ditambahkan larutan Sudan III (Larutan dalam minyak), akan terjadi warna
merah, maka tipe emulsi adalah A/M.
b. Jika ditambahkan metilen blue (Larut dalam air), akan terjadi warna biru, maka tipe
emulsi adalah M/A.
4. Metode Pembasahan Kertas Saring
Jika emulsi yang diujikan diteteskan pada kertas saring, maka emulsi M/A dalam waktu
singkat menyebar dan membentuk cicin air disekeliling tetesan.

2.3 Komponen Emulsi


Komponen dari emulsi dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu :
1. Komponen dasar
Adalah bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat didalam emulsi. Terdiri atas :
a. Fase dispers / fase internal / fase discontinue
Yaitu zat cair yang terbagi- bagi menjadi butiran kecil ke dalam zat cair lain.
b. Fase kontinue / fase external / fase luar
Yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari
emulsi tersebut.
c. Emulgator.
Adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.
2. Komponen tambahan
a. Bahan tambahan yang sering ditambahkan pada emulsi untuk memperoleh hasil
yang lebih baik. Misalnya corrigen saporis, odoris, colouris, preservative
(pengawet), anti oksidan.
b. Preservative yang digunakan antara lain metil dan propil paraben, asam benzoat,
asam sorbat, fenol, kresol dan klorbutanol, benzalkonium klorida, fenil merkuri
asetas dan lain – lain.
c. Antioksidan yang digunakan antara lain asam askorbat, L.tocopherol, asam sitrat,
propil gallat , asam gallat.

4
Komponen Sediaan
1. Zat Aktif
2. Bahan Pengemulsi/emulgator
Bahan pengemulsi menstabilkan dengan cara :
a. Menempati permukaan antara tetesan dan fase eksternal dengan pembuatan batas fisik
disekelilingi partikel yang akan berkoalesensi
b. Mengurangi tegangan antar permukaan antara 2 fase sehingga meningkatkan proses
emulsifikasi selama pencampuran.
Jenis bahan yang umumnya digunakan sebagai zat pengemulsi, yaitu :
a. Bahan Karbohidrat
Contoh : akasia/gom, tragakan, agar, kondrus dan pektin.
b. Protein
Contoh : gelatin, kuning telur, kacein.
c. Alkohol dengan bobot molekul tinggi
Contoh : steryl alkohol, cetyl alkohol, gliserin mono stearat.
d. Zat-zat pembasah
- Bersifat anionik, contoh : Trietanol amin (TEA), Natrium Laurilsulfat.
- Bersifat Kationik, contoh : Benzalkonium Klorida
- Bersifat non ionik, contoh : Sorbitan mono oleat (Span 80)
e. Zat padat yang terbagi halus, seperti : tanah liat koloid termasuk bentonit, magnesium
hidroksida dan aluminium hidroksida. Umumnya membentuk emulsi tipe m/a bila
bahan padat ditambahkan ke fase air jika jumlah volume air lebih besar dari minyak.
Jika serbuk bahan padat ditambahkan dalam inyak dan volume fase minyak lebih
banyak dari air, suatu zat seperti bentonit sanggup membentuk suatu emulsi a/m.
3. Zat Tambahan
Pemilihan zat tambahan tergantung dari karakter zat aktif dan karakter sediaan yang akan
dibuat. Macam-macam zat tambahan yang bisa di pakai yaitu:
a. Zat Pewarna
Untuk menutupi penampilan yang tidak menarik serta meningkatkan penerimaan
pasien. Yang harus diperhatikan dalam pemilihan zat warna yaitu : Kelarutan,
stabilitas, ketercampuran, konsentrasi zat dalam campuran, sesuai dengan rasa sediaan,
pH sediaan.
b. Zat Pengawet
Zat pengawet yang digunakan yang tidak toksik, tidak berbau, stabil dan dapat
bercampur dengan komponen lain didalam formula, potensi antibakterinya luas.
Contohnya yaitu :
- Tipe Asam : Asam Benzoat, Asam Sorbat
- Ester : Nipagin, Nipasol
- Aldehid : Vanilin
- Fenol : Fenol, Kresol, Klorbutanol
- Senyawa Quartener : Benzalkonium Klorid
c. Antioksidan
Terjadinya autooksidasi minyak dapat menimbulkan bau tengik, contoh anti oksidan
yaitu : asam galat, asam askorbat, tokoferol, BHT,BHA,dll.

5
2.4.Macam-macam Sediaan Emulsi
1. Emulsi Oral
a. Emulsi Minyak Ikan Cod
b. Emulsi Paraffin liquid
c. Emulsi Minyak Jarak
2. Emulsi Topikal
a. Lotion
Lotion lebih disukai dari pada krim dalam aplikasi tertentu. Lotin didefinisikan
sebagai krim encer. Lotion juga termasuk emulsi tetapi mengandung lilin dan minyak
yang lebih sedikit dibandingkan dengan krim sehingga terasa ringan dan tidak lengket.
Bentuk lotion digunakan untuk produk seperti lotion kulit dan wajah.
Dibandingkan dengan krim, umumnya lotion lebih mudah diproduksi karena lebih
encer, waktu pemanasan dan pendinginnya lebih cepat.
Beberapa contoh formula lotion yang umum dipakai yaitu :
R/ Trietanolamin 8%
Paraffin liquid 35%
Cera Alba 2%
Water 55%

R/ Oleum Cocos 2%
Spermaceti 3%
Stearic acid 4%
Propil Paraben 0,15%

R/ Glycerol 7,4%
Methyl Paraben 0,15%
Water 83%
Parfum 0,3%

R/ Lanolin 1%
Paraffin Liq 12%
Pectin 1%
Boric Acid 2%
Cetyl akcohol 0,16%
Water 83,74%
Parfum 0,1%
b. Shampo
Shampo adalah sediaan kosmetik yang digunakan untuk maksud keramas
rambut sehingga setelah itu kulit kepala dan rambut menjadi bersih dan sedapat
mungkin rambut menjadi lembut, mudah diatur dan berkilau.
Shampo emulsi mudah dituang karena konsistensinya tidak begitu kental. Pada
dasarnya shampo emulsi dapat dibuat dari detergen cair jernih yang dicampur dengan
zat pengemulsi.
Beberapa formula shampo yang umum digunakan :
R/ Coconut Oil 14%
Olive Oil 3%

6
Castor Oil 3%
Glycerol 6%
Cethyl Alcohol 5%
Parfum 0,5%
Water 68,5%

R/ Coconut Oil 7%
Stearic Acid 14%
Glycrol 2%
Parfum 0,5%
Olive Oil 14%
Sodium Lauril Sulfat 3%
Water 59,5%

R/ Trietanolamin 5,4%
Oleic Acid 5%
Coconut Oil 4%
Propilen Glycol 5%
Parfum 0,4%
Water 80,2%

R/ Tween 80 4%
Cetyl Alkohol 12%
Parfum 0,5%
Glyceril monostearat 1%
Selenium Sulfite 5%
Water 77,5%

2.5.Teori Emulsifikasi
1. Teori Tegangan –permukaan
Bila cairan kontak dengan cairan kedua yang tidak larut dan tidak saling
bercampur, kekuatan (tenaga) yang menyebabkan masing-masing cairan menahan
pecahnya menjadi partikel-partikel yang lebih kecil disebut tegangan antarmuka. Zat-
zat aktif permukaan (surfaktan) atau zat pembasah, merupakan zat yang bekerja
menurunkan tegangan antarmuka ini.
2. Oriented Wedge Theory
Menganggap bahwa lapisan monomolecular dari zat pengemulsi melingkari
suatu tetesan dari fase dalam pada emulsi. Teori ini berdasarkan pada anggapan bahwa
zat pengemulsi tertentu mengarahkan dirinya di sekitar dan dalam suatu cairan yang
merupakan gambaran kelarutannya pada cairan tertentu.
3. Teori plastic atau Teori Lapisan antarmuka
Bahwa zat pengemulsi membentuk lapisan tipis atau film yang mengelilingi
fase dispers dan diabsorbsi pada permukaan dari tetesan tersebut. Lapisan tersebut
mencegah kontak dan bersatunya fase terdispersi; makin kuat dan makin lunak lapisan
tersebut, akan makin besar dan makin stabil emulsinya.

7
Surfaktan dapat membantu pembentukan emulsi dengan mengabsorpsi antar
muka, dengan menurunkan tegangan interfasial dan bekerja sebagai pelindung agar
butir-butir tetesan tidak bersatu. Emulgator membantu terbentuknya emulsi dengan 3
jalan yaitu :
1. Penurunan tegangan antar muka (stabilisasi termodinamika)
2. Terbentuknya film antar muka yang kaku (pelindung mekanik terhadap koalesen)
3. Terbentuknya lapisan ganda listrik, merupakan pelindung listrik dari pertikel.

2.6.Cara Pembuatan
1. Metode Gom Basah (Metode Inggris)
Yaitu dengan membuat mucilago yang kental dengan sedikit air lalu ditambahkan
minyak sedikit demi sedikit dengan diaduk cepat. Bila emulsi terlalu kental, ditambahkan
air sedikit demi sedikit agar mudah diaduk dan diaduk lagi ditambahkan sisa minya. Bila
semua minyak sudah masuk ditambahkan air sambil diaduk sampai volum dikehendaki.
Cara ini digunakan terutama bila emulgator yang akan dipakai berupa cairan atau harus
dilarutkan dulu dengan air.
Contohnya adalah kuning telur, methyl selulosa.
2. Metode Gom Kering
Metode ini juga disebut metode 4:2:1 (4 bagian minyak, 2 bagian air dan 1 bagian gom).
Selanjutnya sisa air dan bahan lain ditambahkan. Caranya ialah 4 bagian minyak dan 1
bagian gom diaduk dan dicampurkan dalam mortir yang kering dan bersih sampai
tercampur benar, lalu ditambhkan 2 bagian air sampai terjadi corpus emulsi. Tambahkan
sirup dan tambahkan sisa air sedikit demi sedikit, bila ada caira alkohol hendaklah
ditambahkan stelah diencerkan sebab alkohol dapat merusak emulsi.
3. Metode Baudrimont
Menggunakan perbandingan minyak : gom : air = 10:5:7,5 dalam pembuatan korpus
emulsi.
4. Metode HLB
Dalam hal ini berhubungan dengan sifat-sifat molekul surfaktan mengenai sifat relatif dari
keseimbangan HLB (Hydrophiel-Lyphopiel Balance). Emulgator mempunyai suatu
bagian hidrofilik dan satu bagian lipofilik dengan salah sau diantara lebih atau kurang
dominan dalam bentuk tipe emulsi.
Tahun 1933 Clayton telah membuat sifat relatif dari keseimbangan hidrofil-lipofil yang
disebut nilai HLB. Makin rendah nilai HLB surfaktan maka makin lipofil, sedangkan
makin tinggi nilai HLB maka makin bersifat hidrofil.
Nilai HLB 1,8 – 8,6 seperti span dianggap lipofil dan umumnya membentuk tipe emulsi
A/M. Nilai HLB 9,6-16,7 seperti tween sehingga dianggap hidrofil yang pada umumnya
membentuk tipe emulsi M/A.
A. Cara menghitung nilai HLB campuran surfaktan.
Contoh :
R/ Tween 80 70% HLB = 15
Span 80 30% HLB = 4,3
Maka: Tween 80 = 70% x 15 =10,5
Span 80 = 30% x 4,3= 1,3 +
HLB Campuran 11,8

8
Campuran emulgator tween dan span 80 dengan nilai HLB 11,8 bersifat hidrofil dan
akan membentuk emulsi tipe M/A

B. Cara menghitung HLB yang diperlukan dari campuran zat.


Contoh :
Akan dibuat lotion tipe M/A mengandung paraffin cair sebagai dasar. Lanolin sebagai
emolien dan steril alkohol sebagai kontrol viskositas. Berapa nilai HLB yang
diperlukan dari suatu emulgator jika formula lotion sebagai berikut :
R/ Paraffin liq 35% HLB= 12
Lanolin 1% HLB= 10
Cetyl Alcohol 1% HLB= 15
Emulgator 7%
Aqua 56%
Maka :
Fase minyak campuran = 35% + 1% + 1% = 37%
Nilai HLB yang diperlukan = Paraffin liq = 35/37 x 12 = 11,4
Lanolin = 1/37 x 10 = 0,3
Cetyl Alcohol = 1/37 x 15 = 0,4 +
12,1
Jadi nilai HLB yang diperlukan dari emulgator= 12,1 , dimana penggunaan emulgator
kombinasi yang mempunyai HLB 11-13 akan memberikan hasil yang baik.

2.7.Evaluasi Sediaan
1. Organoleptis
2. pH
3. Viskositas
4. Uji Efektivitas Pengawet

2.8.Ketidakstabilan Emulsi
1. Flokulasi dan Creaming
Merupakan pemisahan dari emulsi menjadi beberapa lapis cairan, dimana maisng-
masing lapis mengandung fase dispersi yang berbeda.
2. Koalase dan pecahnya emulsi (Cracing dan baking)
Pecahnya emulsi yang bersifat tidak dapat kembali. Pengocokkan sederhana akan gagal
untuk mengemulsi kembali butir-butir tetesan dalam bentuk emulsi yang stabil.
3. Inversi adalah peritiwa berubahnya tipe emulsi M/A menjadi A/M begitu pula
sebaliknya.

9
2.9.Praformulasi Sediaan
DATA PRAFORMULASI BAHAN AKTIF
Nama Bahan Aktif : Oleum Ricini (FI IV Hal631)

No Parameter Data
1 Pemerian Cairan kental, transparan, kuning pucat atau hampir
tidak berwarna; bau lemah, bebas dari bau asing dan
tengik; rasa khas
2 Kelarutan Larut dalam 2,5 bagian etanol (90%) P ; mudah larut
dalam etanol mutlak P dan dalam asam asetat glasial P,
dengan kloroform dan dengan eter
3 pH -
4 OTT -
5 Cara Sterilisasi -
6 Indikasi Laksativum, emolien
7 Dosis Lazim
8 Penggunaan lazim/ Cara
pemakaian
10 Wadah dan Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat, dan hindarkan dari panas
berlebih
11 Stabilitas Stabil dan tidak berubah tengik kecuali dengan
pemanasan yang berlebihan. Pada suhu 3000C akan
berpolimerasi dan larut dalam minyak mineral. Pada
suhu 00C menjadi lebih kental

DATA PRAFORMULASI BAHAN TAMBAHAN


Nama Bahan Tambahan :Gom arab (Pulvis Gummi acaciae) (FI IV Hal718)

No Parameter Data
1 Pemerian Serbuk, putih atau putih kekuningan; tidak berbau
2 Kelarutan Larut hampir sempurna dalam air, tetapi sangat lambat,
meninggalkan sisa bagian tanaman dalam jumlah
sangat sedikit, dan memberikan cairan seperti musilago,
tidak berwarna atau kekuningan, kental, lengket,
transparan, bersifat asam lemah terhadap kertas lakmus
biru; praktis tidak larut dalam etanol dan dalam eter
3 Ph 4,5 – 5,0
4 OTT Dalam jumlah banyak tidak bisa bercampur dengan
garam
5 Cara Sterilisasi -
6 Indikasi Sebagai pengemulsi, penstabil (Emulgator)
7 Sediaan Lazim 1/3 x zat aktif

10
8 Penggunaan lazim/ Cara Oral, topical, bahan pengikat tablet
pemakaian
9 Stabilitas Larutan mengalami degradasi bakteri atau enzimatik
tetapi dapat diawetkan dengan mendidihkan larutan
dalam waktu yang singkat untuk meniaktifasi enzim
yaang ada. Radiasi gelombang miikro juga dapat
digunakan. Larutan juga bisa diawetkan dengan
penambahan pengawet antimikroba seperti 0,1% b/v
asam benzoat, 0,1% b/v natrium benzoat, atau
campuran dari 0,17% b/v metilparaben dan 0,03%
propil paraben. Serbuk acacia harus disimpan di tempat
yang sejuk dan kering. (Rowe, Raymond. 2009)
10 Wadah dan Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik

DATA PRAFORMULASI BAHAN TAMBAHAN


Nama Bahan Tambahan : Nipasol (Propil paraben) (FI IV Hal 713)

No Parameter Data
1 Pemerian Serbuk hablur putih; tidak berbau; tidak berasa
2 Kelarutan Sangat sukar larut dalam air; larut dalam 3,5 bagian
etanol (95%) P, dalam 3 bagian aseton P, dalam 140
bagian gliserol P dan dalam 40 bagian minyak lemak,
mudah larut dalam larutan alkali hidroksida
3 pH Stabil pada pH 3-6
4 OTT Surfaktan non-ionik
5 Cara Sterilisasi -
6 Indikasi Pengawet
7 Sediaan lazim dan kadar 0,01-0.02%
8 Wadah dan Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik

DATA PRAFORMULASI BAHAN TAMBAHAN


Nama Bahan Tambahan : Nipagin (Metil Paraben) (FI IV hal 551)

No Parameter Data
1 Pemerian Serbuk hablur halus; putih; hampir tidak berbau; tidak
mempunyai rasa, kemudian agak membakar diikuti rasa
tebal
2 Kelarutan Larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air
mendidih, dalam 3,5 bagian etanol (95%) P dan dalam
3 bagian aseton P; mudah larut dalam eter P dan dalam
larutan alkali hidroksida; larut dalam 60 bagian gliserol

11
P panas dan dalam 40 bagian minyak lemak nabati
panas, jika diinginkan larutan tetap jernih

3 pH 4-8
4 OTT Inkompatibel dengan surfaktan ionik dan bentonit,
magnesium trisilikat, talkum, tragakan, Na. Alginat,
minyak esensial, sorbitol, atropin.
Inkompatibel dengan adanya surfaktan ionik seperti
polisorbat 80. Karena dapat menurunkan aktifitas
antimikroba, bereaksi gula-alkohol
5 Cara Sterilisasi -
6 Indikasi Anti mikroba dan dapat digunakan dalam bentuk
tunggal / dikombinasikan dengan parabens lain sebagai
antimikroba. Dapat digunakan juga sebagai buffer
7 Sediaan lazim dan kadar 0,015-0,2 %
8 Wadah dan Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik

DATA PRAFORMULASI BAHAN TAMBAHAN


Nama Bahan Tambahan : Oleum citri (Minyak jeruk) (FI III Hal 452)

No Parameter Data
1 Pemerian Cairan Kuning pucat atau kuning kehijauan, bau khas
aromatik, rasa pedas dan agak pahit
2 Kelarutan Larut dalam 12 bagian etanol (95%) P, larut agak
beropalesensi, dapat bercampur dengan etanol mutlak P
3 pH -
4 OTT -
5 Cara Sterilisasi -
6 Indikasi Zat tambahan (pengaroma)
7 Sediaan lazim dan kadar 0,2% - 0,3%
8 Wadah dan Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya,
dan di simpan di tempat yang sejuk

12
DATA PRAFORMULASI BAHAN TAMBAHAN
Nama Bahan Tambahan : Sirupus Simplex (FI III hal 567)

No Parameter Data
1 Pemerian Cairan jernih tidak berwarna, rasa manis, tidak berbau
2 Kelarutan Larut dalam air, mudah larut dalam air mendidih, sukar
larut dalam eter
3 pH -
4 OTT -
5 Cara Sterilisasi -
6 Indikasi Zat tambahan (pemanis)
7 Sediaan lazim dan kadar -
8 Wadah dan Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat, ditempat sejuk

DATA PRAFORMULASI BAHAN TAMBAHAN


Nama Bahan Tambahan : Aqua Destilata (FI III hal 96)

No Parameter Data
1 Pemerian Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa
2 Kelarutan Larut dengan semua jenis larutan
3 pH
4 OTT
5 Cara Sterilisasi -
6 Indikasi Zat pelarut
7 Sediaan lazim dan kadar -
8 Wadah dan Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik

13
BAB 3
PEMBAHASAN

3.1.Formulasi Sediaan
3.1.1. Formula Standar (Formularium Nasional halaman 13)
R/ Oleum Ricini 30
PGA 10
Sach.alba 15
Aqua ad 250

Alternatif Pemecahan Masalah


No Rumusan Masalah Kesimpulan
Komponen Proses Pengawasan Mutu
Bentuk Sediaan :
Emulsi
Apa bentuk sediaan
Bentuk sediaan:
yang cocok untuk Dibuat sediaan
 Larutan
1 zat aktif Oleum emulsi, karena
 Suspensi
Ricini pada sediaan bahan aktif
 Emulsi
secara oral? menggunakan zat
minyak dan tidak
larut dalam air
Emulgator : PGA

Karena memiliki
Penambahan daya sebagai
Emulgator : emulgator yang
Untuk memperkecil  PGA baik sehingga dapat
tegangan permukaan  CMC Na menghasilkan
2 Uji Homogenitas
pada batas air dan  Tragakan emulsi yang baik,
minyak  Agar serta viskositas
 Kondrus yang dihasilkan
 Pektin cukup tinggi dan
tidak OTT dengan
bahan lainnya.

Zat Pengaroma : Zat pengaroma :


Bagaimana memilih  Ol. Rosae Oleum Citri
Uji Organoleptis
3 zat pengaroma yang  Ol.
Uji Homogenitas
sesuai formulasi? Jasmine Ditambahkan
 Ol. Citrus pengharum Ol.

14
Citrus, karena
mengingikan
sediaan yang
beraroma jeruk
Pengawet Pengawet : Nipagin
 Nipagin & Nipasol
Zat pengawet
 Nipasol
Bagaimana memilih
 Asam Ditambahkan
zat pengawet untuk
4 Benzoat Uji Homogenitas pengawet Nipagin
mencegah
 Natrium dan Nipasol karena
pertumbuhan bakteri
Benzoat nipagin dan nipasol
pada sediaan?
 Fenol tidak OTT dengan
 Kresol bahan yang lain
Tipe emulsi apakah Tipe emulsi :
yang akan
5  M/A Uji Tipe Emulsi Tipe Emulsi : M/A
dihasilkan dari
 A/M
sediaan?
3.1.2. Permasalahan Sediaan

3.1.3. Rancangan Formula

R/ Oleum Ricini 30
PGA 10
Nipagin 0,18
Nipasol 0,02
Oleum Citri 3 gtt
Sirupus Simplex 2
Aqua ad 100

3.1.4. Rancangan Perhitungan Formula

Fungsi (Untuk Penimbangan Bahan


Pemakaian
No Nama Bahan farmakologis/ % Unit Batch
Lazim %
farmasetik) (3 botol @100ml)
1 Oleum Ricini Bahan aktif 30 g 30 g 30 g 30 𝑔
𝑥 300 𝑚𝑙
(Minyak Jarak) 100 𝑚𝑙
= 90 𝑔
2 Gom arab (Gummi Pengemulsi 1/3 x 10 g 10 𝑔
𝑥 300 𝑚𝑙
arabicum) zat 100 𝑚𝑙
aktif = 30 𝑔
Air untuk PGA 2,5 x 25 g 25 𝑔
𝑥 300 𝑚𝑙
PGA 100 𝑚𝑙
= 75 g

15
3 Nipagin (Metil Pengawet 0,18 g 0,18 𝑔
𝑥 300 𝑚𝑙
paraben) 100 𝑚𝑙
= 0.54 𝑔
4 Nipasol (Propil Pengawet 0,02 g 0,02 𝑔
paraben) 𝑥 300 𝑚𝑙
100 𝑚𝑙
= 0,06 𝑔
5 Oleum Citri Pengaroma 3,5% q.s q.s q.s
6 Sirupus Simplex Pemanis 0,8 g 0,8 𝑔
𝑥 300 𝑚𝑙
100 𝑚𝑙
= 2.4 𝑔
7 Aqua destilata Pelarut q.s Ad 100 Ad 300 ml
ml

3.1.5. Rancangan Pembuatan Formula


1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang bahan
3. Dikalibrasi botol (100ml)
4. Dimasukkan PGA kedalam lumpang gerus ad homogen
5. Ditambahkan Oleum Ricini gerus ad homogen
6. Ditambahkan aquadest untuk PGA sedikit demi sedikit ad corpus emulsi
7. Dimasukkan nipagin dan nipasol ke dalam lumpang gerus ad homogen
8. Ditambahkan sirupus simplex gerus ad homogen
9. Ditambahkan Oleum Citrus gerus ad homogen, dimasukkan kedalam botol
10. Ditambahkan aquadest ad 100 ml, dikocok ad homogen.
11. Dikemas Rapi dan diberi etiket.

3.1.6. Rancangan Evaluasi Formula


1. Organoleptis
Ambil sediaan 5 ml dari yang telah dibuat, lihat warna, bau, rasa dari sediaan
No Organoleptis Diinginkan Hasil
1 Warna
2 Bau
3 Rasa

2. Viskositas dan Sifat Alir


Dilakukan dengan menggunakan viskometer Brookfield.
Alat dan Bahan :
Viskometer Brookfield dan emulsi menentukan harga dengan viskometer
Brookfield
Rumus :
Viskositas : angka pembaca (skala) x faktor = viskositas dalam cps
Sifat alir : membaca grafik antara Rpm dan gaya (F)
Cara Kerja :
1. Pasang spindel

16
2. Turunkan spindel hingga batas spindel tercelup kedalam cairan yang akan
diukur viskositasnya
3. Pasang stop kontak
4. Nyalakan mesin sambil menekan tombol
5. Biarkan spindel berputar dan lihatlah jarum merah pada skala
6. Bacalah angka yang ditunjukkan oleh jarum tersebut
7. Hitung viskositas sesuai dengan rumus diatas
8. Dengan mengubah Rpm maka di dapat viskositas pada berbagai ukuran
RPM Skala Faktor Gaya Viskositas

3. Volume sedimentasi
Cara Kerja :
1. Ambil suspensi 50 ml
2. Masukkan kedalam gelas ukur
3. Catat tinggi awal volume sedimentasi pada waktu tertentu
Laju sedimentasi :
Hu = Volume endapan pada waktu tertentuu
Ho = Volume awal suspensi keseluruhan
Menit Volume awal suspensi Volume endapan

Rumus :
Volume sedimentasi = Hu/Ho

4. Volume terpindahkan
Cara Kerja :
1. Tuang kembali suspensi kedalam gelas ukur, lihat hasilnya apakah sesuai
dengan volume sebelumnya/volume yang ditentukan
2. Tulis hasil pengamatan pada tabel :
Volume sediaan Hasil pengamatan

5. Penetapan bobot jenis


Cara Kerja :
1. Timbang piknometer kosong
2. Timbang piknometer berisi sediaan

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑖𝑠𝑖 − 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔


𝐵𝐽 =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟

17
6. Penentuan pH sediaan
1. Masukkan sediaan kedalam beaker glass.
2. Ukur pH dengan menggunakan pH indikator.
3. Tulis hasil pengamatan pada tabel
Kriteria pH : 5-7

Sampel pH

7. Uji Tipe Emulsi


Prosedur :
A. Dengan pengecetan/ pemberian warna
1. Larutan sudan III ditambahkan ke dalam emulsiyang telah dimasukkan ke
dalam beaker gelas, zat warna merah akan tersebar merata dalam emulsi
tersebut. karena larutan sudan III dalam minyak maka tipe emulsi adalah
A/M.
2. Larutan metilen blue ditambahkan ke dalam emulsi yang telah dimasukkan
ke dalam beaker gelas, zat warna biru akan tersebar merata dalam emulsi
tersebut. Karena larutan metilen blue larut dalam air maka tipe emulsi adalah
M/A
3. Tulis hasil pengamatan pada tabel

N0 Zat Pewarna Pengamatan Kesimpulan


1 Larutan Sudan III
2 Larutan Metilen
Blue

B. Dengan menggunakan kertas saring


1. Teteskan sediaan emulsi yang sudah jadi ke kertas saring. Jika kertas
saring menjadi basa maka tipe emulsi adalah M/A
2. Teteskan sediaan emulsi yang sudah jadi ke kertas saring. Jika kertas
saring menimbulkan noda minyak maka tipe emulsi adalah M/A
3. Tulis hasil pengamatan pada tabel
No Tetesan pada kertas saring Kesimpulan

3.1.7. Rancangan Kemasan


a. Alat : Botol coklat 100 ml, kemasan sekunder, etiket
b. Prosedur :
1. Botol yang telah terisi, ditutup rapat
2. Botol diberi etiket dan label (kocok dahulu)
3. Botol dibersihkan
4. Botol dikemas dengan kemasan sekunder yang telah disediakan

18
BAB 4
PENUTUP

4.1.Kesimpulan
1. Formula
Oleum Ricini 30
PGA 10
Nipagin 0,18
Nipasol 0,02
Oleum Citri 3 gtt
Sirupus Simplex 2
Aqua ad 100

2. Metode Pembuatan
Gom Kering
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang bahan
3. Dikalibrasi botol (100ml)
4. Dimasukkan PGA kedalam lumpang gerus ad homogen
5. Ditambahkan Oleum Ricini gerus ad homogen
6. Ditambahkan aquadest untuk PGA sedikit demi sedikit ad corpus emulsi
7. Dimasukkan nipagin dan nipasol ke dalam lumpang gerus ad homogen
8. Ditambahkan sirupus simplex gerus ad homogen
9. Ditambahkan Oleum Citrus gerus ad homogen, dimasukkan kedalam botol
10. Ditambahkan aquadest ad 100 ml, dikocok ad homogen.
11. Dikemas Rapi dan diberi etiket.

3. Evaluasi Sediaan
1. Organoleptis
2. Viskositas dan Sifat Alir
3. Laju Sedimentasi
4. Volume Terpindahkan
5. Penetapan Bobot Jenis
6. Penentuan pH Sediaan
7. Uji Tipe Emulsi

4. Kemasan
a. Alat : Botol coklat 100 ml, kemasan sekunder, etiket
b. Prosedur :
1. Botol yang telah terisi, ditutup rapat

19
2. Botol diberi etiket dan label (kocok dahulu)
3. Botol dibersihkan
4. Botol dikemas dengan kemasan sekunder yang telah disediakan
DAFTAR PUSTAKA

Direction of the Council of The Pharmaceutical Society of Great Britain.


1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia Twenty eight Edition. London:
The Pharmaceutical Press. Excipients, second edition. London: The
Pharmaceutical Press

Farmakope Indonesia Edisi ketiga. 1979. Departemen Kesehatan Republik


Indonesia.

Farmakope Indonesia Edisi keempat. 1995. Departemen Kesehatan Republik


Indonesia.

Formularium Nasional Edisi Kedua. 1978. Departemen Kesehatan Repiblik


Indonesia.

Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

Sulistiawati, Farida dan Suryani Nelly. 2009. Formulasi Sediaan Steril.


Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah.

Wade, Ainley and Paul J. Weller. 1994. Handbook of Pharmaceutical


Excipients, second edition. London: The Pharmaceutical Press

20

Anda mungkin juga menyukai