I. Latar Belakang
I.1 Penggunaan Sediaan
Emulsi terdiri dari dua fasa cair yang tidak bercampur, dimana satu fasa yang terbagi
halus dan seragam terdispersi sebagai tetesan dalam fasa lain. Ini merupakan sistem yang
tidak stabil secara termodinamik, yang harus distabilkan oleh suatu zat pengemulsi
(emulsifying agents). Dalam emulsi farmasetik, satu fasa biasanya air dan fasa yang lainnya
adalah minyak, lemak, atau senyawa lilin. Sistem dimana minyak terdispersi, diskontinu atau
fasa internal dan air adalah fasa kontinu, medium dispersi atau fase eksternal disebut sebagai
emulsi minyak dalam air Sebaliknya disebut emulsi air dalam minyak.
Emulsi oral hampir selalu merupakan tipe minyak dalam air. Untuk minyak dengan rasa
yang tidak enak atau konsistensi yang tidak menyenangkan (kental), fasa luar air dapat
membantu menutupi rasa.
Emulsi oral minyak ikan merupakan emulsi jenis minyak dalam air dimana air sebagai
fasa eksternal. Emulsi minyak ikan merupakan emulsi yang cukup banyak diminati. Emulsi
ini terutama digunakan sebagai suplemen untuk anak-anak. Minyak ikan sendiri, yang
merupakan fasa internal mengandung vitamin A dan vitamin D.
II. PREFORMULASI
Oleum Iecoris Aselli
Minyak ikan adalah minyak lemak hasil destearisasi sebagian dari minyak lemak hati
segar Gadus morrhua Linne dan spesies lain dari familia Gadidae. Mengandung tidak
kurang dari 255 µg (850 unit FI) vitamin A dan tidak kurang dari 2.125 µg (85 unit FI)
vitamin D per gram minyak ikan. Minyak ikan dapat ditambah penyedap tunggal atau
campuran penyedap yang sesuai tidak lebih dari 1 %.
Pemerian
Cairan minyak, encer, berbau khas, tidak tengik, rasa dan bau seperti ikan.
Kelarutan
Sukar larut dalam etanol; mudah larut dalam eter, dalam kloroform, dalam karbon
disulfida dan dalam etil asetat.
Wadah dan Penyimpanan
Disimpan dalam wadah tertutup rapat dan dapat digunakan botol atau wadah lain yang
telah dikeluarkan udaranya dengan cara hampa atau dialiri gas inert.
Xanthan Gum
Pemerian
Xanthan gum merupakan krim atau serbuk halus berwarna putih, tidak berbau, dan
mengalir bebas
Sifat-sifat
Keasaman/kebasaan : pH=6-8 untuk 1% b/v larutan
Titik beku : 0°C untuk 1% b/v larutan
Titik leleh : mengarang pada 270°C
Distribusi partikel :100% kurang dari 250µm, 95% kurang dari 177 µm dalam ukuran
untuk Rhodigel; 100% kurang dari 177 µm, 92% kurang dari 74 µm dalam ukuran untuk
Rhodigel 200.
Kelarutan : praktis tidak larut dalam etanol dan eter, larut dalam air dingin
dan hangat.
Viskositas (dinamik) : 1200-1600 mPa s (1200-1600 cP) untuk 1% b/v larutan pada
25°C
Stabilitas dan Penyimpanan
Xanthan gum adalah zat yang stabil. Larutannya stabil dalam rentang pH yang lebar (pH
3-12) dan temperatur antara 10-60°C. Larutan xanthan gum kurang dari konsentrasi 1%
b/v mungkin dapat menghasilkan efek yang tidak diinginkan dengan lebih tinggi daripada
ambient temperatur, contohnya viskositasnya akan berkurang. Larutannya juga stabil
dengan keberadaan enzim, garam, asam, dan basa.
Inkompatibilitas
Xanthan gum adalah zat anionik dan biasanya tidak kompatibel dengan surfaktan
kationik, polimer, dan pengawet karena terjadi pengendapan. Surfaktan anionik dan
amfoter pada konsentrasi di atas 15% menyebabkan pengndapan xnthan gum dalam
larutan.
Dalam kondisi basa ion polivalen logam, seperti kalsium, menyebabkan gelasi atau
pengendapan; ini dapat dihambat dengan penambahan glukoheptonat sekuestran.
Keberadaan borat dalam jumlah sedikit (<300 ppm) juga dapat menyebabkan gelasi. Ini
dapat dicegah dengan meningkatkan konsentrasi ion boron atau dnegan menurunkan pH
formulasi sampai kurang dari pH 5. Penambahan etilenglikol, sorbitol, atau manitol
dapat juga mencegah gelasi ini.
Xanthan gum kompatibel dengan sebagian besar zat peningkat viskositas sintetik maupun
alami. Jika ini akan dikombinasikan dengan derivat selulosa, kemudian xanthan gum
bebas selulase harus digunakan untuk mencegah depolimerisasi ari turunan selulosa.
Viskositas dari larutan xanthan gum akan meningkat atau terjadi gelasi pada keberdaan
beberapa zat seperti seratonia, guar gum dan magnesium alumunium silikat. Efek ini
sangat ditegaskan dalam air yang deionasi dan dikurangi dengan keberadaan garam.
Interaksi ini mungkin diinginkan dalam beberapa kondisi dan dapat dimanfaatkan untuk
mengurangi jumlah xanthan gum yang digunakan dalam formulasi.
Larutan xanthan gum stabil pada keberadan sampai 60% pelarut organik yang bercampur
dengan air seperti aseton, metanol, etanol, atau propan-2-ol. Tetapi, diatas konsentrasi ini
akan terjadi gelasi.
Xanthan gum tidak kompatibel dengan zat pengoksidasi, beberapa tablet film-coating,
CMC-Na, gel alumunium hodroksida kering, dan beberapa zat aktif seperti amitriptilin,
tamiksifen, dan verapamil.
Sukrosa
Pemerian
Sukrosa merupakan kristal tidak berwarna, atau bongkahan massa kristalin, atau
merupakan serbuk kristalin. Sukrosa tidak berbau dan mempunyai rasa yang manis.
Sifat-sifat
Konstanta disosiasi : pKa=12.62
Titik leleh : 160-186°C
Kelarutan : larut 1 dalam 0.5 bagian air atau larut 1 dalam 0.2 bagian air pada
100 °C
Stabilitas
Sukrosa memiliki kestabilan yang baik pada temperatur kamar dan pada kelembaban
relatif sedang. Sukrosa dapat mengabsorbsi sampai 1% kelembaban yang akan dilepaskan
pada pemanasan hingga suhu 90C. Sukrosa dapat mengalami karamelisasi ketika
dipanaskan hingga suhu di atas 160C. Larutan sukrosa encer rentan terhadap fermentasi
oleh mikroorganisme tetapi tahan terhadap dekomposisi pada konsentrasi yang lebih
tinggi.
Penyimpanan
Bahan ruahannya harus disimpan dalam wadah tertutup baik, di tempat yang sejuk dan
kering.
Inkompatibilitas
Serbuk sukrosa dapat terkontaminasi oleh cemaran logam berat yang dapat menyebabkan
inkompatibilitas dengan bahan aktif. Sukrosa juga dapat terkontaminasi oleh sulfit,
dengan kadar sulfit yang tinggi dapat terjadi perubahan warna pada tablet salut sukrosa.
Jika terdapat asam encer atau terkonsentrasi, sukrosa akan terhidrolisis atau terinversi
membentuk dekstrosa dan fruktosa (gula invert). Sukrosa dapat menyerang wadah
aluminium.
Tokoferol
Rumus molekul : C29H50O2
Berat molekul : 430,72
Fungsi : antioksidan
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna atau coklat kekuningan, kental,
dan berminyak.
Densitas : 0,947 – 0,951 gm/cm3
Kelarutan
Praktis tidak larut dalam air; mudah larut dalam aseton, etanol, eter, dan minyak sayur.
Stabilitas dan kondisi penyimpanan
Tokoferol teroksidasi perlahan oleh oksigen atmosfer dan teroksidasi secara cepat oleh
garam besi dan garam perak. Hasil oksidasi termasuk tokoferoksida, tokoferilquinon,
tokoferilhidroquinon, dimer dan trimer. Ester tokoferol lebih stabil terhadap oksidasi
daripada tokoferol bebas, tetapi akibatnya menjadi kurang efektif sebagai antioksidan.
Tokoferol harus disimpan dalam wadah kedap udara yang udaranya digantikan dengan
gas inert di tempat yang sejuk dan kering serta dilindungi dari cahaya.
Inkompatibilitas
Tokoferol inkompatibel dengan peroksida dan ion logam terutama besi, tembaga, dan
perak. Tokoferol dapat diabsorbsi oleh plastik.
Natrium Benzoat
Pemerian
Granul atau serbuk hablur, putih; tidak berbau atau praktis tidak berbau, stabil di udara.
Kelarutan
Mudah larut dalam air ( 1:1,8), agak sukar larut dalam etanol dan lebih mudah larut
dalam etanol 90%.
Inkompatibilitas
Inkompatibel dengan senyawa kuartener, gelatin, garam ferat, garam kalsium, dan garam
logam berat termasuk perak, merkuri. Aktifitas pengawet berkurang karena adanya
interaksi dengan kaolin atau surfaktan nonionik.
Fungsi: Pengawet
Essence jeruk
Air
Rumus molekul : H2O
Berat molekul : 18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa.
Fungsi : Pelarut
Sifat fisik :
- titik didih: 100C
- konstanta dielektrik: 78,54
- titik leleh: 0C
IV. FORMULASI
Bahan Jumlah Fungsi/alasan penambahan
bahan
Oleum iecoris aseli 10% Sumber vit A dan D
Xanthan gum 0,5% Emulgator
Tokoferol 0,01% Antioksidan
Natrium benzoat 0.15% Pengawet
Sirupus simpleks 30% Pemanis
Essence jeruk qs Flavouring agent
Aquades ad 100 % Fasa Pendispersi
VI. PENIMBANGAN
Untuk memenuhi volume terpindahkan, sediaan akan dimasukkan sebanyak 61,2 ml ke dalam
botol akhir. Tetapi sediaan akan dibuat sebanyak 200 ml untuk proses evaluasi.
VII.PROSEDUR PEMBUATAN
Pembuatan Sediaan Emulsi Minyak Ikan dengan Metode Corpus Emulsi Basah
1. Botol kaca coklat yang akan menjadi wadah primer sediaan dikalibrasi dengan 61,2
ml aquades kemudian diberi tanda dan dikeringkan. Kalibrasi botol lain dengan 200
ml aquades, beri tanda, kemudian keringkan.
2. Didihkan aquades yang akan digunakan untuk membuat sediaan.
3. Sebanyak 60 mL Oleum Iecoris Aseli diukur dalam gelas ukur.
4. Timbang tokoferol sebanyak 20 mg dalam kaca arloji, kemudian dimasukkan ke
dalam oleum iecoris aseli. (campuran ini sebagai fasa minyak).
5. Sebanyak 15 g Xanthan Gum ditimbang, lalu simpan.
6. Ukur Aquades sebanyak 30 ml dalam gelas ukur.
7. Masukkan 30 ml aquades ke dalam mortar, taburkan serbuk xanthan gum ke dalam
mortar, tunggu hingga xanthan gum mengembang kemudian gerus kuat hingga
terbentuk musilago yang kental dan jernih.
8. Tambahkan fasa minyak ke dalam mortar sedikit demi sedikit hingga terbentuk
korpus emulsi.
9. Sebanyak 300 mg Natrium benzoat ditimbang, larutkan dalam 2 mL air, lalu
masukkan ke dalam mortar berisi korpus emulsi, kocok hingga homogen.
10. Timbang 60 gram Sirupus simpleks dalam cawan penguap.
11. Masukkan 60 gram Sirupus Simpleks ke dalam mortar korpus emulsi, kocok hingga
homogen. Bilas cawan penguap dengan 2 ml aquades sebanyak 2 kali, masukkan ke
dalam mortar, kocok hingga homogen.
12. Masukkan emulsi ke dalam botol yang telah dikalibrasi 200 ml.
13. Masukkan essence jeruk secukupnya ke dalam emulsi.
14. Genapkan volume emulsi dengan aquades hingga 200 ml.
15. Sediaan yang sudah jadi dimasukan ke dalam wadah primer (botol kaca coklat) yang
telah terkalibrasi dan sisanya digunakan untuk evaluasi.
16. Beri etiket, dan dikemas dalam dus beserta brosur informasinya.
Pengamatan Organoleptis
1. Amati warna larutan.
2. Cium bau dari larutan.
3. Rasakan sedikit dari larutan
IX. PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
Rowe, Raymond C., Sheskey, Paul J., Owen, C. Siân., Handbook of Pharmaceutical Excipients,
5th edition, Pharmaceutical Press, Chicago, 2006 halaman : 662, 744, 821
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV. Jakarta :
Departemen Kesehatan. Halaman: 628.