Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam lalu lintas perniagaan atau perusahaan, kecuali uang kertas, sebagai yang telah

kita kenal selama ini, orang masih mengenal surat-surat atau akta-akta lain yang bernilai

uang. Surat-surat semacam ini disebut surat perniagaan (handelspapieren), yang terdiri

dari surat berharga (waardepapieren) dan surat yang berharga (papieren van waarde).

Surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan sebagai pelaksanaan

pemenuhan suatu prestasi, yang berupa pembayaran sejumlah uang. Tetapi pembayaran itu

tidak dilakukan dengan menggunakan mata uang, melainkan dengan menggunakan alat

bayar lain. Alat bayar itu berupa surat yang di dalamnya mengandung suatu perintah

kepada pihak ketiga, atau pernyataan sanggup, untuk membayar sejumlah uang kepada

pemegang surat tersebut. Surat yang berharga adalah surat bukti tuntutan utang yang sukar

untuk diperjual-belikan.

Surat berharga dan surat yang berharga menurut KUHD antara lain:

a. Surat saham (pasal 40 – 43 KUHD dan UU No.8 Tahun 2007)

b. Carter partai (pasal 454 – 457 KUHD)

c. Konosemen (pasal 504 – 506 KUHD)

d. Delivery order (pasal 510 ayat (2) KUHD)

e. Polis (pasal 255 – 261 KUHD)

B. Rumusan Masalah

1. ?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Surat Saham

Saham dalam bahasa Belanda disebut dengan “andeel”, dan dalam bahasa Inggris

disebut dengan “share” atau “stock”. Saham adalah surat berharga bukti kesertaan

penyetoran modal pada Perseroan Terbatas yang memberikan hak kepada pemegangnya

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas,

dan selanjutnya disingkat dengan UUPT. Dalam definisi tersebut terdapat unsur-unsur

pengertian saham, yaitu :

a) Surat Berharga, ini berarti pada saham tertulis sejumlah uang yang menjadi hak

pemegang, hak tersebut dibuktikan dengan penguasaan saham itu, dan saham itu

dapat dipindahtangankan.

b) Bukti penyetoran modal, ini berarti pemegang saham itu adalah penanam modal

pada Perseroan Terbatas yang dibuktikan oleh saham yang dikuasainya.

c) Hak Pemegang, ini berarti dengan menguasai saham itu pemegang memperoleh

hak seperti diatur dalam UUPT, misalnya dividen, mengikuti rapat pemegang

saham.1

Pemilikan atas saham dapat dibuktikan dengan surat saham. Surat saham merupakan

suatu bukti bahwa pemegang mempunyai saham atas modal perseroan. Pemilikan saham

tidak hanya dapat dibuktikan dengan adanya surat saham, tetapi juga dapat berwujud

daftar saham yang disimpan oleh pengurus perseroan.

UUPT memang tidak secara tegas mengatur tentang syarat formal dari sebuah surat

saham, namun dari pasal-pasal yang ada dapat disimpulkan syarat formal dari surat saham,

yaitu:

1
Prof. Abdulkadir Muhammad, S.H., 2013, Hukum Dagang tentang Surat-Surat Berharga, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, hal. 256.

2
1. Tulisan “SAHAM” pada lembaran surat saham (Pasal 31 ayat (1) UUPT).

2. Nilai nominal, harus dalam mata uang Republik Indonesia (Pasal 49 ayat (1)

UUPT).

3. Nama pemilik saham (Pasal 48 ayat (1) UUPT).

4. Tanggal diterbitkannya.

5. Nomor seri saham (Pasal 50 UUPT).

6. Penerbit dan tanda tangan penerbitnya (direktur dan komisaris).

7. Klasifikasi saham (Pasal 53 UUPT).2

Jenis saham ada bermacam-macam, akan tetapi salah satu harus merupakan saham

biasa. Jadi, dalam suatu perseroan terbatas harus ada (mutlak) saham biasa (common

stocks). Dan, yang dimaksud dengan saham biasa adalah saham yang memberikan kepada

pemiliknya hak-hak sebagai berikut:

1. Hak untuk menghadiri dan memberikan suara dalam Rapat Umum Pemegang

Saham (RUPS).

2. Hak untuk menerima pembagian dividen.

3. Hak menerima sisa kekayaan dalam proses likuidasi.

4. Hak-hak lainnya sesuai dengan UUPT.

Selain saham biasa yang harus ada, suatu perseroan terbatas dapat pula (tidak harus)

mengeluarkan saham dalam klasifikasi yang lain seperti yang dinyatakan dalam Pasal 53

ayat (4) UUPT, antara lain:

a. Saham dengan hak suara atau tanpa hak suara;

b. Saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota direksi dan/atau anggota

dewan komisaris;

2
James Julianto Irawan, S.H., M.H., 2014, Surat Berharga Suatu Tinjauan Yuridis Dan Praktis,
Kencana, Jakarta, hal. 168.

3
c. Saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau ditukar dengan

klasifikasi saham lain;

d. Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen lebih

dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian dividen secara

kumulatif ata nonkumulatif;

e. Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu

dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan perseroan

dalam likuidasi.

Dalam setiap pengeluaran saham, nilai nominal saham harus dicantumkan dalam mata

uang Republik Indonesia. Nilai nominal saham adalah nilai yang tertulis dengan angka dan

huruf pada saham. Saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan. Saham atas tunjuk

hanya dapat dikeluarkan apabila nilai nominalnya atau nilai yang diperjanjikan disetor

penuh (Pasal 42 UUPT). Penyetoran penuh nilai nominal saham atas tunjuk berkenaan

dengan soal pembuktian bahwa setiap saham atas tunjuk membuktikan pemegangnya telah

melunasi nilai nominal, sehingga berhak penuh atas penguasaan saham tersebut. Di

samping itu, sesuai dengan sifat saham bahwa setiap saham memberikan kepada

pemiliknya hak yang tidak dapat dibagi (ondeelbaar).3

Selain saham atas tunjuk, dikenal juga saham atas nama. Dalam Pasal 24 UUPT

ditentukan bahwa modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham. Saham

tersebut dapat dikeluarkan atas nama dan atau atas tunjuk. Saham atas nama adalah saham

yang mencantumkan nama pemegang atau pemiliknya. Saham atas tunjuk adalah saham

yang tidak mencantumkan nama pemegang atau pemiliknya. Dua jenis saham tersebut

berfungsi sebagai bukti hak pemegang atau pemiliknya.

3
Prof. Abdulkadir Muhammad, S.H., Op.Cit., hal. 258.

4
Dalam Anggaran Dasar perseroan ditentukan cara pemindahan hak atas saham

menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam Pasal 49 UUPT ditentukan,

pemindahan hak pada saham atas nama dilakukan dengan akta pemindahan hak, baik

dibuat di hadapan notaris ataupun dibuat di bawah tangan. Akta pemindahan hak tersebut

atau salinannya disampaikan secara tertulis kepada perseroan. Dalam hukum perdata, cara

pemindahan hak pada saham atas nama disebut cessie (Pasal 613 ayat (1) KUHPdt).

Pemindahan hak pada saham atas tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat saham, sesuai

dengan pemindahan hak pada surat atas tunjuk (Pasal 613 ayat (3) KUHPdt). Direksi

wajib mencatat pemindahan hak saham atas nama dan atas tunjuk, tanggal dan hari

pemindahan hak dalam Daftar Pemegang Saham atau Daftar Khusus.

B. Carter Partai

Carter partai adalah surat berharga yang memuat kata “charter-party”, yang

membuktikan tentang adanya perjanjian percarteran kapal, dalam mana si

penandatanganan mengikatkan diri untuk menyerahkan sebagian atau seluruh ruangan

kapal kepada pencarter untuk dioperasikan, sedangkan pencarter mengikatkan diri untuk

membayar uang carter.4

Orang yang mencarter (yang membutuhkan kapal) disebut pencarter, sedangkan orang

yang memiliki atau menguasai kapal disebut tercarter. Tercarter ini mungkin benar-benar

pemilik kapal dan mungkin orang yang hanya menguasai kapal. Jadi, seorang pencarter

kapal juga berhak untuk mencarterkan kapal kepada orang lain.5

Pasal 454 KUHD berbunyi: “masing-masing pihak boleh menuntut dibuatnya suatu

akta tentang perjanjian tersebut. Akta itu dinamakan “carter partai” (carter partai

(Indonesia), charter-partij (Belanda), charter-party (Inggris)). Dengan demikian maka

perjanjian carter kapalitu bersifat konsensual, yaitu dengan adanya kesepakatan saja

4
http://claudyagloria.blogspot.co.id/2014/01/surat-surat-berharga.html , diakses pada tanggal 31 Mei 2017.
5
H.M.N. Purwosutjipto, 2000, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Djambatan, Jakarta, hal. 175.

5
perjanjian itu sudah jadi, dan carter partai hanya merupakan alat bukti tentang adanya

carter kapal.

Menurut Pasal 457 KUHD, bentuk dari carter partai yaitu atas nama dan atas

pengganti (aan order, to order). Carter partai atas nama termasuk surat yang berharga

sedangkan carter partai atas pengganti termasuk surat berharga. Bentuk carter partai atas

nama merupakan yang peralihannya sudah diserahkan kepada orang lain maka pencarter

tetap terikat kepada tercarter untuk memenuhi kewajibannya. Sedangkan carter partai atas

pengganti adalah peralihan dengan endosemen, dimana si pencarter boleh dipindahkan hak

dan kewajibannya kepada pihak lain.6

Yang dimaksud dengan mencarterkan (vervrachten) dan mencarter (bevrachten) ialah

pencarteran menurut waktu (carter waktu) dan pencarteran menurut perjalanan (carter

perjalanan).

Percarteran menurut waktu ialah perjanjian dimana pihak yang satu (yang

mencarterkan) mengikatkan diri untuk menyediakan penggunaan sebuah kapal yang

ditunjuk bagi pihak lainnya (pencarter), agar digunakan untuk keperluannya guna

pelayaran di laut, dengan membayar suatu harga yang dihitung menurut lamanya waktu.

Pencarteran menurut perjalanan adalah perjanjian dimana pihak yang satu (yang

mencarterkan) mengikatkan diri untuk menyediakan penggunaan sebuah kapal yang

ditunjuk untuk seluruhnya atau untuk sebagian bagi pihak lainnya (pencarter), agar

baginya dapat diangkut orang atau barang melalui laut dengan satu perjalanan atau lebih

dengan membayar harga tertentu untuk pengangkutan ini.

C. Konosemen

Konosemen atau Bill of Lading (B/L) adalah daftar muatan kapal, atau sebuah

dokumen yang menentukan syarat-syarat kontrak antara pengirim dan maskapai pelayaran.

6
Ibid., hal.176.

6
Konosemen berupa formulir yang dikeluarkan oleh maskapai dan dilengkapi oleh

pengirim. Konosemen berfungsi sebagai dokumen kepemilikan, kontrak pengangkutan,

dan tanda terima barang. Konosemen mencakup dua hal kepentingan, yakni kepentingan

perniagaan, dan kepentingan pengangkutan barang yang disebut dalam konosemen yang

bersangkutan. Konosemen berfungsi sebagai tanda bukti penerimaan barang dan juga

sebagai surat berharga yang dapat diperjualbelikan. Setiap pemegang konosemen berhak

menuntut penyerahan barang dimanapun barang itu berada yang disebutkan di dalam

konosemen yang bersangkutan. Berdasarkan Pasal 504 KUHD, konosemen diterbitkan

oleh pengangkut, tetapi dalam Pasal 505 KUHD, nakhoda juga berhak menerbitkan

konosemen.7

Konosemen memiliki tiga fungsi sebagai berikut:

1. Tanda terima barang atau muatan

Dalam konosemen dinyatakan bahwa barang telah dimuat di kapal.

2. Dokumen kepemilikan

Pemegang konosemen merupakan pihak yang atas penyerahan barang disebut

dalam konosemen di pelabuhan tujuan.

3. Kontrak pengangkutan

Konosemen berfungsi sebagai kontrak antara pengangkut dan pengirim barang.

Penggunaan B/L sebagai bagian dari dokumen yang dibutuhkan dalam perdagangan

ekspor impor melibatkan berbagai pihak, antara lain:

1. Shipper yaitu pihak yang bertindak sebagai beneficiary.

2. Consignee yaitu pihak yang diberitahukan tentang tibanya barang-barang

3. Notify party yaitu pihak yang ditetapkan dalam L/C

7
https://id.wikipedia.org/wiki/Konosemen , diakses pada tanggal 31 Mei 2017.

7
4. Carrier yaitu pihak pengangkutan atau perusahaan pelayaran8

Kepemilikan suatu B/L dapat didasarkan kepada beberapa hal antara lain:

1. B/L atas pemegang (Bearer B/L)

Jenis B/L ini jarang digunakan. Yang dimaksud dengan “bearer” adalah pemegang

B/L dan karena itu setiap orang yang memegang atau memiliki B/L tersebut dapat

menagih barang-barang yang tersebut pada B/L. Jenis ini mencantumkan kata

“bearer” di bawah alamat consignee.

2. Atas nama dan kepada order (B/L made out to order)

Pada B/L ini akan tercantum kalimat “consigned to order of” di depan atau di

belakang nama consignee atau kepada notify address. Biasanya syarat B/L

demikian ini ditandai dengan mencantumkan kata order pada kotak consignee pada

B/L yang bersangkutan. Pemilikan B/L ini dapat dipindahkan oleh consignee

kepada orang lain dengan endorsement yaitu menandatangani bagian belakang B/L

tersebut.

3. B/L atas Nama (straight B/L)

Bila sebuah B/L diterbitkan dengan mencantumkan nama si penerima barang

(consignee) maka B/L tersebut disebut B/L atas nama (straight B/L). Pada straight

B/L menggunakan kata-kata “consigned to” atau “to” yang diletakkan diatas

alamat dari consignee tersebut. Apabila diinginkan pemindahan hak milik barang-

barang tersebut maka haruslah dengan cara membuat pernyataan pemindahan hak

milik yang disebut declaration of assignment, dan bilamana dilakukan endorsement

maka pemindahan pemilikan tersebut tidak dianggap berlaku.

8
http://anggaswangi.blogspot.co.id/2012/02/bill-of-lading-bl.html , diakses pada tanggal 31 Mei 2017.

8
D. Delivery Order / D.O

Penerbitan delivery order diatur dalam Pasal 510 ayat (2) KUHD yang berbunyi,

“surat-surat yang oleh pemegang konosemen telah diberikan kepada orang-orang ketiga

untuk dipakai menerima sebagian daripada barang-barang yang tersebut dalam

konosemen, tidak memberikan suatu hak tersendiri kepada para pemegangnya untuk

menuntut penyerahan barang-barangnya dari si pengangkut”. Delivery-order adalah surat

berharga yang mencantumkan kata “delivery order” di dalamnya dan merupakan surat

perintah dari pemegang d/o (delivery-order) diserahkan barang-barang sebagai yang

disebut dalam d/o, yang diambil dari konosemennya. Dengan pernyataan tersebut, maka

pemegang delivery order tidak mempunyai hak menuntut penyerahan barang pada

pengangkut. Jadi, jika pengangkut menolak memberikan barang yang dimaksud, maka

pemegang surat delivery order harus mengurus hal tersebut kepada pemegang

konosemen.9

Delivery order di Indonesia adalah lain daripada delivery-order sebagai yang

dimaksud Pasal 510 ayat (2) KUHD, tetapi merupakan pengganti surat konosemen, dan

baru diterbitkan bila barang-barang yang bersangkutan sudah sampai di pelabuhan

pembongkaran.

E. Polis

Polis adalah sebuah akta yang sengaja dibuat untuk tanda bukti adanya perjanjian

asuransi antara penanggung dengan tertanggung. Pasal 255 KUHD berbunyi, “suatu

pertanggungan harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang dinamakan polis”. Dari

pasal ini dapat disimpulkan bahwa polis merupakan unsur mutlak dalam perjanjian

pertanggungan. Tetapi sebaliknya, menurut Pasal 257 menetapkan bahwa perjanjian

pertanggungan terjadi seketika setelah ditutup. Hak dan kewajiban bertimbal-balik antara

9
H.M.N. Purwosutjipto, Op.Cit, hal. 185.

9
si penanggung dan si tertanggung mulai berlaku sejak saat itu, bahkan sebelum polisnya

ditandatangani. Jadi, pada hakekatnya polis hanya merupakan suatu tanda bukti adanya

perjanjian pertanggungan saja, bukan suatu unsur mutlak. Tetapi meskipun demikian ada

beberapa jenis perjanjian pertanggungan yang polisnya merupakan unsur mutlak, yang

berarti bila tidak ada polis, maka perjanjian pertanggungan itu menjadi batal. Hal tersebut

diatur dalam Pasal 272, 280, 603, 606, dan 615 KUHD.10

Syarat umum diatur dalam Pasal 256 KUHD, setiap polis, kecuali mengenai asuransi

jiwa, harus memuat syarat-syarat khusus sebagai berikut :

1. Hari dan tanggal diadakan perjanjian asuransi.

2. Nama tertanggung, untuk diri sendiri atau untuk pihak ketiga.

3. Uraian yang jelas tentang benda yang diasuransikan.

4. Jumlah yang diasuransikan.

5. Bahaya-bahaya (evenement) yang ditanggung oleh penanggung.

6. Saat bahaya/evenement mulai berjalan dan berakhir yang mungkin terjadi atas

beban penanggung.

7. Premi asuransi.

8. Keadaan umum yang perlu diketahui oleh penanggung dan segala janji khusus

yang dibuat para pihak.

Selain syarat umum yang harus ada dalam setiap polis, ada juga syarat khusus atau

syarat tambahan untuk jenis polis tertentu, seperti :

a. Asuransi hasil pertanian (Pasal 299 KUHD)

b. Asuransi kebakaran (Pasal 287 KUHD)

c. Asuransi pertanggungan jiwa (Pasal 304 KUHD)

d. Asuransi pengangkutan laut (Pasal 304 KUHD)

10
Ibid., hal. 187.

10
e. Asuransi pengangkutan darat dan sungai serta perairan dalam (Pasal 686 KUHD)

Menurut Pasal 256 KUHD menyatakan bahwa nama penutup pertanggungan harus

ditulis dalam polis, sedangkan kedudukan orang ini adalah sebagai tertanggung,

pemilik/pemegang polis. Dalam Pasal 304 KUHD menetapkan bahwa nama penutup

pertanggungan jiwa harus ditulis dalam polis. Jadi, nama pemilik/pemegang polis harus

disebut dalam polis. Dengan ini dapat dikatakan bahwa polis itu harus dibuat atas nama.

Dipandang dari surat berharga, maka polis termasuk jenis surat yang berharga, karena

polis itu sukar diserahkan kepada orang lain. Karena memang menjadi kehendak para

pihak, penanggung maupun tertanggung, bahwa polis itu disepakati tidak boleh

diperjualbelikan kepada orang lain, maka polis tidak ditulis kepada pengganti atau kepada

pembawa.11

11
Ibid., hal. 189.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Surat berharga menurut Puwosutjipto adalah surat bukti tuntutan utang, pembawa hak

dan mudah dijual-belikan. Sedangkan surat yang berharga adalah surat bukti tuntutan

utang yang sukar dijual-belikan. Surat berharga dan surat yang berharga menurut KUHD

antara lain : surat saham (pasal 40 – 43 KUHD dan UU No.8 Tahun 2007), carter partai

(pasal 454 – 457 KUHD), konosemen (pasal 504 – 506 KUHD), delivery order (pasal 510

ayat (2) KUHD), polis (pasal 255 – 261 KUHD).

Surat saham adalah surat berharga yang mencantumkan kata “saham” di dalamnya,

sebagai tanda bukti pemilikan sebagian dari modal perseroan. Carter partai adalah surat

berharga yang memuat “charter party”, yang membuktikan tentang adanya perjanjian

percarteran kapal, dalam mana si penandatangan mengikatkan diri untuk menyerahkan

sebagian atau seluruh ruangan kapal kepada pencarter untuk dioperasikan, sedangkan

pencarter mengikatkan diri untuk membayar uang carter. Konosemen adalah surat

berharga yang memuat kata “Konosemen atau Bill of Lading”, yang merupakan tanda

bukti penerimaan barang dari pengirim, ditandatangi oleh pengangkut dan yang

memberikan hak kepada pemegangnya untuk menuntut penyerahan barang-barang yang

disebut dalam konosemen itu. Delivery-order adalah surat berharga yang mencantumkan

kata “delivery order” di dalamnya dan merupakan surat perintah dari pemegang d/o

(delivery-order) diserahkan barang-barang sebagai yang disebut dalam d/o, yang diambil

dari konosemennya. Polis adalah sebuah akta yang sengaja dibuat untuk tanda bukti

adanya perjanjian asuransi antara penanggung dengan tertanggung.

12
DAFTAR PUSTAKA

Literatur :

Irawan, James Julianto. 2014. Surat Berharga Suatu Tinjauan Yuridis Dan Praktis. Kencana.

Jakarta.

Muhammad, Abdulkadir. 2013. Hukum Dagang tentang Surat-Surat Berharga. PT. Citra

Aditya Bakti. Bandung.

Purwosutjipto, H.M.N. 2000. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia. Djambatan.

Jakarta.

Perundang-Undangan :

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt)

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT)

Sumber Lain :

http://claudyagloria.blogspot.co.id/2014/01/surat-surat-berharga.html , diakses pada tanggal

31 Mei 2017.

https://id.wikipedia.org/wiki/Konosemen , diakses pada tanggal 31 Mei 2017.

http://anggaswangi.blogspot.co.id/2012/02/bill-of-lading-bl.html , diakses pada tanggal 31

Mei 2017.

13

Anda mungkin juga menyukai