Anda di halaman 1dari 3

Teman

Cerpen Karangan: Sania Mulia

Kategori: Cerpen Persahabatan, Cerpen Remaja

Lolos moderasi pada: 7 December 2018

“Teman untuk bersuka banyak. Namun teman untuk berduka tak ada.”

Dulu sebelum menjadi diriku yang sekarang, kukira teman-temanku yang banyak ini hanya ada pada saat
aku bahagia. Awalnya tak masalah sebelum masalah itu datang. Masalah datang dari dua orang dewasa
yang bertengkar hebat. Ya, kedua orang dewasa itu adalah orangtuaku.

Awalnya semua baik-baik saja. Keluarga baik. Pertemanan baik. Sekolah baik. Perasaan baik. Semuanya
baik, sangat baik. Entah mengapa orang dewasa senang sekali membesar-besarkan masalah. Aku
memang tidak tahu masalah itu apa dan karena apa. Tapi dari cara mereka bertengkar, aku yakin
masalah tersebut bisa diselesaikan dengan kepala dingin.

Tiap malam menangis.

Aku berubah menjadi orang yang pendiam.

Tak nyaman di rumah

Malas pulang

Apa ini artinya aku broken home?

Berkumpul bersama teman hanya membuatku semakin kesal. Mereka tertawa terbahak-bahak di
depanku. Tak bisakah mereka mengerti keadaanku?

Rasanya ingin mati. Tidak ada yang mengerti. Tidur pun mendapat mimpi buruk. Orangtua hanya tahu
cara membuat anak namun tak tahu cara merawat anak. Tahu seperti ini aku pun tak sudi dilahirkan.
“Cut, kalo kamu punya masalah. Cerita aja sama kita, kalo nggak cerita aja samaku. Aku perhatiin kamu
akhir-akhir ini agak murung. Cerita aja.”

“Apa-apaan? Mana ada aku masalah. Gak papa kok.”

Setelah percakapanku dengan Ocha saat itu. Aku lagi-lagi suudzon. Mengapa diantara banyaknya
temanku, hanya Ocha yang memperhatikan? Mengapa Ocha sangat terlambat menyadari?

Malam-malam dengan tangisan kembali dilewati. Menangis menjadi rutinitasku sebelum tidur. Hingga
pada akhirnya aku merasakan putus asa yang teramat. Sempat terpikir mungkin itulah akhir hayatku.
Hampir saja kuambil tali sebelum kuingat Ocha. Kuhampiri dia di rumahnya dan menangis sebelum
menceritakan apa yang terjadi padaku.

“Cut, sebenarnya kita berempat tahu kamu pasti ada masalah. Kami tunggu-tunggu tapi kamu nggak
cerita juga sama kita. Aku kira kamu kuat sebelum kamu nangis kayak gini. Mau kutelepon yang lain?”

Aku menangguk. Agak lama menunggu teman-temanku yang lain. Ketika mereka datang langsung saja
kuceritkan tentang kedua orangtuaku dan masalah-masalah batinku.

Mereka diam.

Aku bertaruh sebentar lagi mereka akan tertawa.

Namun aku salah.

Mereka meneteskan air mata.

Apa mereka menangis?

Atau mereka tertawa karena saking lucunya sampai menitikkan air mata?

Riska memberiku saran. Berbagai saran dan motivasi.

Aliya mengelus-elus punggungku

Sari hanya menatapku iba


Nabila juga memberikan motivasi

Ocha hanya terdiam

Kemudian Sari angkat bicara. Dia bercerita tentang masalahnya yang hampir sama denganku. Dia bilang
akhir-akhir ini dia juga sering menangis sebelum tidur. Aku tidak tahu jika Sari memiliki masalah yang
hampir sama denganku. Bedanya orangtuanya pilih kasih. Setelah Sari, mereka semua bercerita tentang
masalah mereka masing-masing. Kami semua memiliki masalah yang disebabkan oleh orangtua kami.
Kupikir hanya aku yang paling menderita, ternyata teman-temanku yang diluar bahagia juga menyimpan
sejuta kepedihan.

Sekarang aku telah lahir kembali. Tidak ada yang namanya “Teman hanya ada saat kita senang.” Atau
“Teman-temanku tak pernah mengertiku.” Tapi yang ada kamulah yang tak pernah ceritakan masalahmu
pada mereka. Kamu tak tahu teman-temanmu yang kau bilang bahagia itu juga punya masalah bahkan
lebih besar.

Jangan katakan “Aku ingin memiliki teman seperti dia.”

Tapi katakan “Aku ingin menjadi teman seperti dia.”

Cerpen Karangan: Sania Mulia

Anda mungkin juga menyukai