CASE REPORT Anisometrop
CASE REPORT Anisometrop
ODS ANISOMETROPIA
Pembimbing :
dr. Ida Nugrahani, Sp.M
Diajukan Oleh :
Riri Eltadeza, S.Ked
J510185076
ODS ANISOMETROPIA
Oleh :
Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari ,tanggal ,
Pembimbing:
dr. Ida Nugrahani, Sp.M ( )
ii
DAFTAR ISI
B. ANAMNESIS ................................................................................................................. 1
D. DIAGNOSIS KERJA...................................................................................................... 3
E. PENATALAKSANAAN ................................................................................................ 4
G. EDUKASI ....................................................................................................................... 4
B. KALAZION................................................................................................................... 10
iii
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
• Nama : Bp. S
• Usia : 45 tahun
• Jenis Kelamin : laki-laki
• Agama : Islam
• Suku Bangsa : Jawa
• Pekerjaan :
• Alamat : Kebakramat
• Tanggal Masuk : 19 Oktober 2018
B. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan di Poliklinik Mata RSUD Karanganyar
Keluhan Utama : Pasien mengeluhkan melihat jauh terasa kabur dan kurang jelas.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluhkan melihat jauh terasa kabur dan kurang jelas sejak 1 tahun,
akhir-akhir ini pasien mengeluh penglihatan bertambah kabur. Pasien sering kabur
atau tidak bisa melihat jalan ketika sedang mengendarai sepeda motor. Pasien
belum pernah menggunakan kaca mata, padangan ganda melihat benda (-), Mata
merah (-), Pandangan silau (-), Mata gatal (-), Mata terasa mengganjal (-), Kotoran
mata (-).
1
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat memakai kaca mata : disangkal
Riwayat penyakit mata : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalisata
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Aktifitas : Normoaktif
Kooperatif : Kooperatif
Status Gizi : Cukup
Status opthalmologi
Status Lokalis
No. Pemeriksaan OD OS
1. Visus tanpa koreksi 6/60 2/60
2. Visus dengan koreksi 6/6 6/6
3. Silia/Supersilia Trikiasis (-), Madarosis (- Trikiasis (-), Madarosis (-
) )
4. Palpebra Superior Edema(-) Edema (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Nyeri Tekan (-) Nyeri Tekan (-)
2
Blefarospasme(-) Blefarospasme(-)
Lagoftalmus (-) Lagoftalmus (-)
Ektropion (-) Ektropion (-)
Entropion (-) Entropion (-)
Lesi Kulit (-) Lesi Kulit (-)
Pseudopitosis (-) Pseudo pitosis (+)
Kelenjar periaurikuler (-) Kelenjar periaurikuler (-)
Massa (+) 1,5cm x0.5cm
5. Konjungtiva tarsalis Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Anemis (-) Anemis (-)
Infiltrat (-) Infiltrat (-)
folikel (-) folikel(-)
Konjugtiva forniks Kemosis (-) Kemosis (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Konjungtiva bulbi Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Sklera Putih Putih
6. Kornea :
- Kejernihan Jernih Jernih
7. COA :
- Kedalaman Normal Normal
8. Iris : Edema (-) Edema (-)
Warna Coklat tua Warna Coklat tua
9. Pupil :
- Bentuk Bulat Bulat
- Diameter 3 mm 3 mm
- Letak Ditengah Ditengah
- Reflek cahaya D + / ID + D + / ID +
10. Lensa Jernih Jernih
D. DIAGNOSIS KERJA
ODS Anisometropia
3
E. PENATALAKSANAAN
S C A S C A
Pandangan Jauh: 61 cm
Pandangan Dekat : 59 cm
F. PROGNOSIS ODS
1. Quo ad vitam : dubia ad bonam
2. Quo ad sanam : dubia ad bonam
3. Quo ad functionam : dubia ad bonam
4. Quo ad cosmeticam : dubia ad bonam
G. EDUKASI
Gunakan kacamata
Lindungi mata dari debu ataupun benda asing
Hindari mengucek mata
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan lapisan epitel konjungtiva
bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membrane Descement, dan lapisan endotel.
Lapisan epitel mempunyai lima atau enam lapis sel, endotel hanya satu lapis.
Lapisan Bowman merupakan lapisan jernih aseluler, yang merupakan bagian
stroma yang berubah. Membran Descement adalah sebuah membran elastik
yang jernih yang tampak amorf pada pemeriksaan mikroskopi elektron dan
merupakan membran basalis dari enjhyndotel kornea. Stroma kornea mencakup
sekitar 90% dari ketebalan kornea. Bagian ini tersusun dari lamella fibril-fibril
kolagen dengan lebar sekitar 1 μm yang saling menjalin yang hampir mencakup
seluruh diameter kornea. Lamella ini berjalan sejajar dengan permukaan kornea
dan karena ukuran dan periodisitasnya secara optik menjadi jernih. Lamella
terletak di dalam suatu zat dasar proteoglikan hidrat bersama dengan keratosit
yang menghasilkan kolagen dan zat dasar.
Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah
limbus, humor aquaeus, dan air mata. Kornea superfisialis juga mendapatkan
oksigen sebagian besar dari atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari
percabangan pertama (oftalmika) dari nervus kranialis V (trigeminus).
b. Aqueous Humor
Humor aquaeus diproduksi oleh korpus siliar. Setelah memasuki kamera
posterior, humor aquaeus melalui pupil dan masuk ke kamera anterior dan
kemudian ke perifer menuju ke sudut kamera anterior.
c. Lensa
Lensa adalah struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir
transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Di
belakang iris, lensa digantung oleh zonula yang menghubungkannya dengan
korpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat humor aquaeus, di sebelah
posteriornya vitreus. Kapsula lensa adalah suatu membrane yang semipermeabel
(sedikit lebih permeable daripada dinding kapiler) yang akan memperbolehkan
air dan elektrolit masuk.
Di sebelah depan terdapat selapis epitel subskapular. Nukleus lensa lebih keras
daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamellar
subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar
dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae kosentris yang
panjang. Garis-garis persambungan yang terbentuk dengan persambungan
6
lamellae ini ujung-ke-ujung berbentuk {Y} bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk
{Y} ini tegak di anterior dan terbalik di posterior. Masing-masing serat lamellar
mengandung sebuah inti gepeng. Pada pemeriksaan mikroskopik, inti ini jelas
dibagian perifer lensa didekat ekuator dan bersambung dengan lapisan epitel
subkapsul.
Lensa digantung ditempatnya oleh ligamentum yang dikenal sebagai zonula
(zonula Zinnii), yang tersusun dari banyak fibril dari permukaann korpus siliare
dan menyisip kedalam ekuator lensa. Enam puluh lima persen lensa terdiri dari
air, sekitar 35% protein (kandungan protein tertinggi diantara jaringan-jaringan
tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya.
Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain.
Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun
tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau saraf di lensa.
d. Vitreus
Vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang membentuk
dua pertiga dari volume dan berat mata. Vitreus mengisi ruangan yang dibatasi
oleh lensa, retina dan diskus optikus. Permukaan luar vitreus-membran hialoid-
normalnya berkontak dengan struktur-struktur berikut: kapsula lensa posterior,
serat-serat zonula, pars plana lapisan epitel, retina dan caput nervi optici. Basis
vitreus mempertahankan penempelan yang kuat sepanjang hidup ke lapisan
epitel pars plana dan retina tepat di belakang ora serrata. Perlekatan ke kapsul
lensa dan nervus optikus kuat pada awal kehidupan tetapi segera hilang. Vitreus
berisi air sekitar 99%. Sisanya 1% meliputi dua koponen, kolagen dan asam
hialuronat, yang memberikan bentuk dan konsistensi mirip gel pada vitreus
karena kemampuannya mengikat banyak air.
7
2. Fisiologi Refraksi
9
B. ANISOMETROPIA
1. Definisi
Anisometropia merupakan keadaan dimana kedua mata memiliki kekuatan refraksi
yang sama. Anisometropia merupakan salah satu kelainan refraksi mata, yaitu suatu
keadaan dimana kedua mata terdapat perbedaan kekuatan refraksi.1 Anisometropria
dengan perbedaan antara kedua mata lebih dari atau sama dengan 2,5 dioptri akan
menyebabkan perbedaan bayangan sebesar 5% atau lebih. Perbedaan bayangan antara
kedua mata.
2. Etiologi
Penyebab anisometropia dapat dikarenakan kongenital, dan didapat, yaitu:
a. Kongenital dan anisometropia karena pertumbuhan, yaitu muncul disebabkan oleh
perbedaan pertumbuhan dari kedua bola mata
b. Anisometropia didapat, yaitu mungkin disebabkan oleh aphakia uniokular setelah
pengangkatan lensa pada katarak atau disebabkan oleh implantasi lensa intra
okuler dengan kekuatan yang salah. Dapat terjadi juga karena trauma intraokuker
pada mata.
3. Klasifikasi Anisometropia
a. Simple anisometropia: dimana refraksi satu mata adalah normal (emetropia) dan
mata yang lainnya miopia (simple miopia anisometropia) atau hipermetropia
(simple miopia anisometropia).
10
b. Coumpound anisometropia: dimana pada kedua mata hipermetropia (coumpound
hipermetropic anisometropia) atau miopia (coumpound miopia anisometropia),
tetapi sebelah mata memiliki gangguan refraksi lebih tinggi dari pada mata yang
satunya lagi.
c. Mixed anisometropia: dimana satu mata adalah miopia dan yang satu lagi
hipermetropia, ini juga disebut antimetropia.
d. Simple astigmmatic anisometropia: dimana satu mata normal dan yang lainnya
baik simple miopia atau hipermetropi astigamatisma
e. Coumpound astigmatismatic anisometropia: dimana kedua mata merupakan
astigmatism tetapi berbeda derajatnya.
4. Klasifikasi
Menurut Friedenwald gejala anisometropia muncul bila terdapat perbedaan
bayangan yang diterima pada kedua retina. Adapun gejala anisometropia pada
umumnya sebagai berikut :
a. Sakit kepala.
b. Rasa tidak enak pada kedua matanya.
c. Rasa panas pada kedua mata.
d. Rasa tegang pada kedua mata.
11
5. Diagnosis Anisometropia
Diagnosis anisometropia dapat dibuat setelah pemeriksaan retinoskopi pada pasien
yang penglihatannya berkurang.12 Pada pemeriksaan retinoskopi dinilai refleks fundus
dan dengan ini bisa diketahui apakah seseorang menderita hipermetropia, miopia atau
astigmatisma. Kemudian baru ditentukan berapakah perbedaan kekuatan refraksi antara
kedua bola mata dan ditentukan besar kecilnya derajat anisometropia.
Pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan pada anisometropia:
a. Pemeriksaan Visus
Pada penderita ini diperiksa visusnya tanpa lensa koreksi. Pemeriksaan ini
ditujukan untuk mengetahui visus penderita dan apakah sudah terjadi ambliopia
sebelumnya.
b. Pemeriksaan Status Refraksi Penderita
Pada penderita miopia dengan anisometropia dapat diperiksa dengan
refraktometer otomatis atau dengan menggunakan bingkai kacamata coba (trial
frame) dan lensa coba (trial lens). Pemer iksaan di lakukan dengan ref raksi
subjekt i f monokuler sampai mendapatkan visus yang terbaik. Pada penderita
dengan perbedaan status refraksi yang tinggi dapat mengakibatkan supresi pada
penderita yang sudah dewasa dan dapat mengakibatkan ambliopia bila kelainan ini
terjadi pada anak-anak yang perkembangan penglihatan binokulemya belum
sempuma.
c. Pergerakan Bola Mata
Pada penderita anisometropia yang terlalu lama tidak dilakukan koreksi akan
mengakibatkan strabismus. Strabismus ini terjadi pada mata yang lebih jelek
visusnya. Hal ini disebabkan karena adanya supresi pada mata tersebut. Pada
keadaan ini penderita sudah terjadi gangguan penglihatan binokulernya.
d. Penglihatan Binokuler
Tujuan dari pengelolaan anisometropia adalah memberikan penglihatan binokuler
terbaik bagi penderita. Syarat penglihatan binokuler yang normal adalah :
Visus kedua mata sesudah dikoreksi refraksi anomalinya tidak terlalu
berbeda dan tidak terdapat aniseikonia.
Otot ekstrinsik kedua bola mata seluruhnya dapat bekerja sarna dengan
baik, yakni dapat menggulirkan kedua mata sehingga kedua sumbu
penglihatan menuju pada benda yang menjadi pusat perhatiannya.
12
Susunan saraf pusatnya baik, yakni sanggup mernfusi dua bayangan yang
datang dari kedua retina menjadi satu bayangan tunggal. Untuk
mengetahui adanya supresi atau fusi pada mata dapat dilakukan dengan
pemeriksaan Tes Worth'four dot.
6. Penatalaksanaan
Anisometropia merupakan salah satu gangguan penglihatan, yaitu suatu keadaan
dimana kedua mata terdapat perbedaan kekuatan refraksi, sehingga penatalaksanaan
anisometropia adalah memperbaiki kekuatan refraksi kedua mata. Adapun beberapa
penatalaksanan baik menggunakan alat maupun tindakan, yaitu:
A. Kaca mata.
Kacamata koreksi bisa mentoleransi sampai maksimum perbedaan refraksi kedua
mata 4D. lebih dari 4D koreksi dengan menggunakan kacamata dapat
menyebabkan munculnya diplopia.
B. Lensa kontak.
Lensa kontak disarankan untuk digunakan untuk anisometropia yang tingkatnya
lebih berat.
C. Kacamata aniseikonia. Hasil kliniknya sering mengecewakan.
D. Modalitas lainnya dari pengobatan, termasuk diantaranya:
1. Implantasi lensa intraokuler untuk aphakia uniokuler
2. Refractive cornea surgery untuk miopia unilateral yang tinggi, astigmata, dan
hipermetropia
3. Pengangkatan dari lensa kristal jernih untuk miopia unilateral yang sangat
tinggi (operasi fucala)
7. Komplikasi
Komplikasi pertama yang muncul akibat anisometropia adalah diplopia, ambliopia
dan strabismus sebagai kompensasi mata terhadap perbedaan kekuatan refraksi kedua
mata dan yang paling ditakuti adalah kebutaan monokular.
13
DAFTAR PUSTAKA
14