Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK DI RUMAH

SAKIT UMUM DAERAH DEPATI HAMZAH PANGKAL PINANG


LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ASMA

Disusun Oleh :
Nama : Nabila Amelia
NIM : 171440114
Jurusan/Tingkat : Keperawatan/II

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES RI PANGKALPINANG
TAHUN 2019
A. Definisi
Asma adalah suatu peradangan pada bronkus akibat reaksi
hipersensitif mukosa bronkus terhadap bahan alergen. Reaksi hipersensitif
pada bronkus dapat mengakibatkan pembekakan pada mukosa bronkus.
(Sujono dan Sukarmin, 2009)
Asma anak merupakan masalah bagi pasien dan keluarga, karena
asama pada anak berpengaruh terhadap berbagai aspek khusus yang
berkaitan dengan kualitas hidup, termasuk proses tumbuh kembang baik
pada masa bayi, balita maupun remaja (Sidhartani, 2007)
Asma adalah gangguan inflamasi kronis pada jalan napas tempat
banyak sel (sel mast, eosinofil, limfosit T) memegang peranan. Pada anak
yang retan, inflamasi menyebabkan episode mengi kambuhan, sesak
napas, dadak sesak, dan batuk, terutama pada malam hari atau pagi hari.
(Donna L, 2009)
Asma ialah penyakit paru dengan ciri khas yakni saluran sangat
mudah bereaksi terhadap berbagai rangsangn atau pencetus dengan
manifestasi berupa serangan asma. (Ngastiyah, 2014)
Perbedaan antara asma pada anak dan pada dewasa Anak-anak
yang didiagnosa asma memiliki gejala yang tidak teratur. Terkadang
allergen dapat menyebabkan serangan asma dan terkadang tidak. Pada
dewasa gejala biasanya lebih konsisten. Pengobatan harian biasanya
diperlukan untuk terus mengontrol gejala dan serangan asma.
Anak-anak yang didiagnosa asma biasanya akan menyadari bahwa
gejala asma mereka biasanya akan benar-benar hilang atau membaik
selama pubertas. Sekitar usia 20 tahun, mereka akan kembali menyadari
bahwa gejala tersebut muncul kembali dalam untuk waktu yang singkat
sebelum kemudian menghilang lagi. Siklus muncul dan hilangnya gejala
ini akan berlanjut hingga seseorang berusia 30 atau 40 tahunan.
B. Etiologi
Penelitian tentang anak yang menderita asma menunjukan bahwa
alergi mempengaruhi persistensi dan keparahan penyakin. Akan tetapi
pada bayi, terdapat hubungan yang kuat antara infeksi virus dan asma.
Alergen tidak begitu berperan menyebabkan asma karena terjadinya
sensitivitas alergi memerlukan waktu. (Donna L, 2009)
Penyebab hipersensifitas saluran pernafasan pada kasus asma
banyak diakibatkan oleh faktor genetik (keturunan). Faktor
genetik/keturunan yaitu faktor yang dapat terjadi pada semua orang dan
semua golongan umur sejak bayi sampai berlanjut, risiko terbesar
terjadinya pada anak yang diturunkan oleh orang tuanya. Misalnya anak
menderita penyakit asma ternyata mempunyai orang tua (ayah/ibu) atau
saudara (kakak, adik, paman, bibi) yang menderita asma.
Telah dibuktikan oleh banyak peneliti bahwa bila kedua orang tua
menderita penyakit alergi, maka kemungkinan 60% anaknya akan
menderita penyakit alergi, baik asma, rhinitis, dermatitis atopi atau bentuk
alergi lainnya. Bila salah satu orang tua menderita penyakit alergi, maka
kemungkinan 40% anak mereka menderita alergi. Apabila kedua-duanya
tidak terkena penyakit alergi, maka kemungkinan 15% menderita penyakit
alergi. Lebih kurang 25% penderita asma, keluarga dekatnya juga
menderita sma,meskipun asmanya tidak aktif lagi, diantara keluarga
penderita asma 2/3 memperlihatkan test alergi positif.
Risiko orang tua dengan asma anak mengalami adalah tiga kali
lipat lebih tinggi jika riwayat keluarga dengan asma disertai dengan salah
satu riwayat atopi. Predisposisi keluarga untuk mendapatkan penyakit
asma yaitu kalau anak dengan satu orang tua yang terkena asma berisiko
menderita asma 25% risiko bertambah menjadi sekitar 50% jika kedua
orang tua asmatik. Asma tidak selalu pada kembar monozigot, tingkat
stabilitas bronkonstiksi pada olah raga ada pada kembar indentik, tetapi
tidak pada kembar dizigot. Orang tua asma kemungkinan 8-16 kali
menurunkan asma dibandingkan dengan orang tua yang tidak asma,
terlebih lagi bila anak alergi terhadap tungau debu rumah.
Sedangkan faktor pemicu timbulnya reaksi hipersensistifitas
saluran pernafasan dapat berupa :
1. Hirupan debu yang didapatkan di jalan saya maupun debu rumah
tangga
2. Hirupan asap kendaraan, asap rokok, asap pembakaran
3. Hirupan aerosol (asap pabrik yang bercampur gas buangan seperti
nitrogen)
4. Pajanan hawa dingin
5. Bulu binatang
6. Stress yang berlebihan
Selain faktor-faktor di atas kadang juga ada individu yang sensitif terhadap
faktor pemicu di atas tetapi penderita lain tidak. (Sujono dan Sukarmin,
2009)
C. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang muncul pada penderita asma antara lain :
1. Sesak nafas
Sesak nafas yang dialami penderita asma terjadi setelah berpaparan
dengan alergen dan menetap beberapa saat.
2. Batuk
Batuk yang terjadi pada penderita asma merupakan usaha saluran
pernafasan untuk memgurangi penumpukan mukus yang berlebihan
pada saluran pernafasan dan partikel asing melalui gerakan silia mukus
yang ritmik keluar. Batuk yang terjadi pada penderita asma sering
bersifat produktif.
3. Suara pernafasan wheezing
Suara ini dapat digambarkan sebagai bunyi yang bergelombang yang
dihasilkan dari tekanan aliran udara yang melewati mukosa bronkus
yang mengalami pembengkakan tidak merata. Whezing pada penderita
asma akan terdengar pada saat ekspirasi.
4. Pucat
Pucat pda penderita asma sangat tergantung pada tingkat penyimpitan
bronkus. Pada penyempitan yang luas penderita dapat mengalami
sianosis karena kadar karbondioksida yang ada lebih tinggi dari pada
kadar oksigen jaringan.
5. Lemah
Oksigen di dalam tubuh difungsikan untuk respirasi sel yang akan
dugunakan untuk proses metabolisme sel termasuk pembentukan
energi yang bersifat aerobik seperti glikolisis. Kalau jumlah oksigen
berkurang maka proses pembentukan energi secara metabolik juga
menurun sehingga penderita mengeluh lemah.
(Sujono dan Sukarmin, 2009)
D. Komplikasi
1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas
2. Chronic persisten bronchitis
3. Bronchitis
4. Pneumonia
5. Emphysema
6. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi
kontinu yang lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini
mengancam hidup (Smeltzer & Bare, 2002).
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada anak dengan asma antara lain :
1. Pemberian obat bronkodilator seperti salbutamol dengan dosis rata-rata
yang dapat dipakai 0,1-0,2 mg/kg BB setiap laki pemberian.
Bronkodilator.
2. Pemberian antibiotik seperti ampisilin atau amoksilin peroral dengan
dosis rata-rata yang dapat dipakai 10-20mg/kg BB setiap kali
pemberian. Antibiotik ini berfungsi mencegah timbulnya penyakit
sekunder terutama pada bronkus. Penumpukan sekret yang berlebihan
atau gerakan silia yang berlebihan dapat membuat perlukaan pada
jaringan mukosa sehingga dapat menjadi meiator pertumbuhan
mikroorganisme.
3. Koreksi gangguan asam basa dengan pemberian oksigen dan cairan
intravena. Untuk mendapatkan konsentrasi yang dapat memenuhi
kebutuhan dapat diberikan secara bicanule maupun masker dengan
dosis rata-rata 3 liter per-menit.
4. Terapi inhalasi bronkodilator kombinasi dengan mukolitik atau
ekspektoran. Kalau dirumah dapat juga memakai terapi uap air hangat
yang dicampur dengan minyak kayu putih atau sejenis.
5. Menghindari anak dari paparan elergen seperti debu, hawa dingin
dengan cara memberi proteksi seperti masker, jaket tebal.
6. Mengurangi anak dari kelelahan yang berlebihan tetapi jangan over
proteksi. Misalnya membuat kegiatan bermain dirumah dengan cara
mengajak teman sebaya ke rumah. Kalau dirumah sakit dipilihkan
aktifitas bermain yang tidak banyak menyita energi.
(Sujono dan Sukarmin, 2009)
Penatalaksanaan utama pada asma berikut ini:
1. Hubungi ambulans.
2. Bantu orang tersebut untuk duduk tegak dengan nyaman, sambil
melonggarkan pakaianya agar tidak sesak.
3. Jauhkan penderita asama sedang kumat dari kemungkinan
pencetusnya, seperti debu, udara dingin, atau hewan peliharan.
Tanyakan faktor pencetus asma pada penderita, jika memungkinkan.
4. Jika orang tersebut memiliki obat asma, seperti inhaler, bantu dia
untuk jika dia tidak punya inhaler, gunakan inhaler yang ada di kotak
P3K. Jangan pakai obat inhaler dari penderita asma yang lain.
5. Untuk menggunakan inhaler pertama-tama lepaskan tutunya, kotak,
lalu sambungkan inhaler ke spacer, dan pasangkan mouthpiece.
6. Ketika penderita mengambil nafas perlahan-lahan, tekan inhaler satu
kali. Minta dia agar tetap mengambil nafas pelan-pelan dan sedalam
mungkin. Kemudian tahan nafas selama 10 detik.
7. Semprotkan inhaler sebanyak empat kali, dengan jarak waktu sekitar 1
menit tiap kali semprot
8. Setelah empat semprotan, tunggu hingga 4 menit. Jika masih sulit
bernafas, berikan empat semprot lagi dengan jarak waktu yang sama
9. Jika tetap tidak ada perubahan, berikan empat semprotan inhaler setiap
4 menit sekali, sampai ambulans tiba
10. Jika serangan asamanya berat, semprotkan inhaler sebnyak 6-8kali
setiap 5 menit.
F. Pemeriksaan penunjang
1. Kebanyakan tidak perlu.
2. Pulse oxymetry
3. Peranan spirometri
Spirometri adalah alat yang dapat menilai fungsi paru, dinding
dada dan otot-otot pernapasan. Salah satu volume indikator yang diukur
adalah VEP1. VEP1 merupakan volume udara yang dapat diekspirasi
paksa selama detik pertama ekspirasi pada penentuan kapasitas vital paru.
Nilai VEP1 adalah sekitar 80% dari udara yang dapat dikeluarkan secara
maksimal dari paru, dinilai secara normal. Dengan pengukuran ini
memberikan indikasi laju aliran udara maksimal yang dapat terjadi di paru.
Pada pasien asma yang terjadi yaitu peningkatan tekanan intraorakal yang
disebabkan oleh penyempitan dan penyumbatan bronkus dan bronkiolus.
Mukus yang dieksresi semestinya berfungsi untuk mengambil
patogen yang terperangkap dan partikel kotor. Mukus ini dibawa oleh silia
dari lapisan epitel ke kerongkongan untuk dikeluarkan melalui mekanisme
mucosliary clerance. Jika silia tidak dapat mendorong mukus yang sangat
banyak dan kental, larutan elektroli biasanya juga dikeluarkan untuk
mendorong mukus dari silia sehingga mukus dapat bergerakmaju maka
lumen dapat menyempit karena kerja otot bronkus sehingga meningkatkan
kemungkinan patogen ditangkap. Tetapi kerugiannya adalah resistensi
yang meningkat.
Untuk anak yang sudah besar (>6 tahun) pemeriksaan faal paru
sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru yang sederhana dengan peak floe
meter, atau yang lebih lengkap dengan spirometer, uji provokasi bronkus
dengan histamin, metakolin, latihan (exercise), udara kering dan dingin
atau dengan NaCl hipertonis.
Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma:
a. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/KVP <75% atau
VEP1 <80% nilai prediksi.
b. Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 ,15% secara spontan atau setelah
inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator) atau setelah pemberian
bronkodilator oral 10-14 hari atau setelah pemberian kortikosteroid
(inhalasi/oral) 2 minggu. Reversibiliti ini dapat membantu diagnosis
asma.
c. Menilai derajat berat asma.
VEP1 mungkin diindikasikan bila diagnosis tidak pasti atau untuk
dokumentasi respons terhadap terapi:
a. VEP1 <50% dari perkiraan: Asma berat
b. VEP1 50-70% Asma sedang
c. VEP1 71-80% Asma ringan
4. Rontgen toraks hanya diindikasikan pada manifestasi atipik. Tampilan
toksik, gejala kronik, dan pasien yang sakit berat,
5. Analisa gas dara arteri hanya diindikasikan pada pasien yang sakit
berat, tingkat kesadarannya abnormal, atau yang kebutuhan
oksigennya meningkat. (Suzan dan Amina, 2015).
G. Pathway
Etiologi

Faktor infeksi Faktor non infeksi

 Virus (respiratory syntitial  Alergi


virus) dan virus  Iritan
parainfluenza  Cuaca
 Bakteri (pertusis dan  Kegiatan jasmani
streptoccus)  Psikis
Jamur (aspergillus)
Reaksi hiperaktivitas bronkus

Antibody muncul (IgE)

Peningkatan Edema Kontraksi
produksi mukus otot polos
mukosa bronkus
Anoreksia Mempermudah proliferasi
  Batuk, pilek
Perubahan  Mengi / wheezing
nutrisi kurang Terjadi sumbatan dan daya konsolidasi  Sesak
dari kebutuhan
Hipoventilasi Hiperventilasi Bersihan
tubuh
jalan nafas
Konsentrasi O2 Konsentrasi CO2
dalam alveolus dalam alveolus tak efektif
menurun meningkat
Gangguan difusi

Oksigenasi ke jaringan tidak
memadai
Hipoksemia dan hipoksia
 Kelelahan Dada terasa
 Sianosis  Lemah tertekan /
 Takipnea sesak, nyeri
dada, nadi
 Gelisah
meningkat
 Nafas cuping
 Keluarga bertanya hidung Intoleransi
tentang penyakit  Retraksi otot dada aktivitas Nyeri
anaknya Kerusakan
 Cemas dan gelisah pertukaran gas
Ansietas orang tua
H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Keluhan :
a. sesak nafas tiba-tiba, biasanya ada faktor pencetus.
b. Terjadinya kesulitan ekspirasi/ekspirasi diperpanjang.
c. Batuk dengan secret lengket.
d. Berkeringat dingin.
e. Terdengar suara mengi/wheezing keras.
f. Terjadi berulang, setiap ada pencetus.
g. Sering ada faktor genetik.
2. Airway
Pengkajian:
pada pasien dengan status asmatikus ditemukan adanya penumpukan
sputum pada jalan napas. Hal ini menyebabkan penyumbatan jalan
napas sehingga status asmatikus ini memperlihatkan kondisi pasien
yang sesak karena kebutuhan akan oksigen semakin sedikit yang dapat
diperoleh.
3. Breathing
Pengkajian:
Adanya sumbatan pada jalan napas pasien menyebabkan
bertambahnya usaha napas pasien untuk memperoleh oksigen yang
diperlukan oleh tubuh. Namun pada status asmatikus pasien
mengalami napas lemah hingga adanya henti napas. Sehingga ini
memungkinkan bahwa usaha ventilasi pasein tidak efektif. Disamping
itu adanya bising mengi dan sesak napas berat sehingga pasien tidak
mampu menyelesaikan satu kalimat dengan sekali napas, atau
kesulitan dalam bergerak. Pada pengkajian ini dapat diperoleh
frekuensi napas >25 kali per menit. Pantau adanya mengi.
4. Circulation
Pengkajian:
pada kasus status asmatikus ini adanya usaha yang kuat untuk
memperoleh oksigen maka jantung berkontraksi kuat untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Hal ini ditandai dengan peningkatan denyut nadi
lebih dari 110 kali per menit.
Pemeriksaan fisik :
a. Status penampilan kesehatan: lemah
b. Tingkat kesadaran kesehatan: komposmentis atau apatis.
c. Tanda-tanda vital
d. Frekuensi nadi dan tekanan darah: takikardi, hipertensi
1) Frekuensi pernapasan: takipnea, dispnea progresif, pernapasan
dangkal, penggunaan otot bantu pernapasan.
2) Suhu tubuh pasien dengan asma biasanya masih batas normal
36-37oC.
5. Berat badan mengalami peningkatan.
Karena obesitas sebagai suatu keadaan dengan kelebihan lemak tubuh
yang menjadi permasalahan kesehatan sehingga bisa mempengaruhi
kesehatan. Salah satu masalah yang dapat ditimbulkan adalah kejadian
asma meningkatnaya mediator , gangguan mekanik dan volume paru
menyebabkan obesitas sebagi salah satu faktor penyebab terjadinya
asma
6. Integumen
Kulit
a. Warna: pucatsampai sianosis
b. Suhu pada hipertermi kulit teraba panas akan tetapi setelah
hipertermi teratasi kulit anak akan teraba dingin.
7. Kepala dan mata
Data yang paling menonjol pada pemeriksaan fisik adalah pada: thorax
dan paru-paru
a. Inspeksi: frekuensi irama, kedalaman dan upaya bernapas antara
lain: takipnea, dipsnea progresif, pernapasan dangkal.
b. Palpasi: adanya nyeri tekan, massa, peningkatan vokal fremitus
pada daerah yang terkena.
c. Perkusi: pekak terjadi apabila terisi cairan pada paru, normalnya
timpani (terisi udara) resonasi.
d. Auskultasi: suara pernapasan yang meningkat intensitasnya: Suara
mengi (Wheezing)
Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan radiologis memberi gambaran bervariasi
b. Bercak konsolidasi pada bronkus
I. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
a. Diagnosa I
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum.
Kemungkinan dibuktikan oleh:
1) Pernapasan cepat dan dangkat (RR mungkin> 35 kali permenit)
2) Bunyi napas whezing, ronkhi basah, terdapat retraksi dada dan
penggunaan otot bantu pernapasan
3) Pasien mengeluh sesak napas.
4) Batuk biasanya produktif dengan produksi sputum yang cukup
banyak.
Intervensi:
1) Kaji frekuensi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada
2) Auskultasi area paru, catat area penurunan atau tak ada aliran
udara.
3) Bantu pasien latihan nafas dan batuk secara efektif.
4) Section sesuai indikasi.
5) Lakukan fisiotrapi dada.
6) Berikan cairan sedikit 1000 ml/hari (kecuali kontraindikasi)
tawarkan air hangat dari pada dingin.
Kolaborasi:
1) Terapi obat-obatan bronkodilator dan mukolitik melalui inhalasi
(nebulizer) contoh pemberian obat flexotid dan ventolin atau
flexotid dan bisolvon.
2) Berikan obat bronkodilator, ekspektoran, dan mukolitik secara oral
(kalau sudah memungkinkan)
3) Berikan cairan tambahan misalnya cairan intravena.
4) Awasi seri sinar X dada, GDA, nadi oksimetri.
5) Kolaborasi pemberian antibiotik.
6) Broskoskopi bila diindikasikan.
b. Diagnosa II
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigen
darah.
Kemungkinan dibuktikan oleh:
1) Dipsnea, sianosis
2) Takipnea dan takikardi
3) Gelisah dan perubahan mental
4) Kelemahan fisik dapat juga terjadi penurunan kesadaran\
5) Nilai AGD menunjukan peningkatan PCO2 (normal PCO2 35-4
MmHg, sedangkan pada kondisi asidosis dapat menjadi 70 MmHg)
enurunan PH (normal PH 7,35-7,45, kalau asidosis 7,25 MmHg)
Intervensi:
1) Kaji frekuensi, kedalaman dan kemudahan bernafas.
2) Observasi warna kulit, catat adanya sianosis pada kulit, kuku dan
jaringan sentral.
3) Kaji status mnetal dan penurunan kesadaran
4) Awasi frekuensi jantung atau irama.
5) Kaji tingkat ansietas sediakan waktu untuk berdiskusi dan bermain
dengan anak.
Kolaborasi
Berikan terapi oksigen dengan benar, misalnya dengan nasal prong,
masker, masker venturi
1) Pemantauan AGD (analisa gas darah)
c. Diagnosa III
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.
Kemungkinan dibuktikan oleh:
1) Laporan verbal kelemahan, kelelahan, keletihan.
2) Pasien tampak lemah, saat dicoba untuk bangun pasien mengeluh
tidak kuat.
3) Nadi tteraba lemah dan cepat dengan frekuensi >100 kali permenit
Intervensi:
1) Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea,
peningkatan kelemahan atau kelelahan dan perubahan tanda vital
selama dan setelah aktivitas.
2) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut
sesuai indikasi. Dorong penggunaan manajemen stress dan
pengalihan yang tepat.
3) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan
perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
4) Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.
5) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
d. Diagnosa IV
Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan
proses infeksi.
Kemungkinan dibuktikan dengan:
1) Pasien mengeluh lemah
2) Berat badan anak mengalami penurunan
3) Kulit tidak kencang
4) Nilai laboratorium seperti Hb kurang dari 9 gr% (normal usia 1
tahun keatas 9-14 gr%)
Intervensi:
1) Identifikasi faktor yang menimbulkan mual atau muntah, misalnya:
sputum banyak, pengobatan aerosol, dispnea berat, nyeri.
2) Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering
mungkin. Berikan atau bantu kebersihan mulut setelah muntaah.
Setelah tindakan aerosol dan drainase postural, dan sebelum
makan.
3) Jadwalkan pengobatan pernapasan sedikitnya 1 jam sebelum
makan.
4) Auskultasi bunyi usus, observasi atau palpasi distensi abdomen.
5) Berikan makan porsi keci tapi sering termasuk makanan kering
(roti panggang, krejers) dan atau makanan yang menarik untuk
pasien.
6) Evaluasi status nutrisi umum. Berat badan dasar.
DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah. 2014. Perawatan Anak Sakit, Ed. 2. Jakarta:EGC


Riyadi Sujono dan Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan pada Anak.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Suzan Schneeweiss dan Lalani Amina. 2015. Kegawatdaruratan Pediatri.
Jakarta:EGC
Wong Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong Ed. 6, Vol.2.
Jakarta:EGC
Bustanil firdaus. 2009.
https://www.academia.edu/8415504/ASUHAN_KEPERAWATAN_AN
AK_DENGAN_ASMA

Anda mungkin juga menyukai