Anda di halaman 1dari 46

PROPOSAL

UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA TEH KOMBUCHA HASIL FERMENTASI


TEH HIJAU TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Escherichia coli
SECARA in vitro

Penelitian Eksperimental Laboratoris

Oleh :
BAGUS EKO ANDREANTO
2014.04.0.0026

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2017
LEMBAR PERSETUJUAN

PROPOSAL

UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA TEH KOMBUCHA HASIL FERMENTASI


TEH HIJAU TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Escherichia coli
SECARA in vitro

Penelitian Eksperimental Laboratoris

Oleh

BAGUS EKO ANDRREANTO


2014.04.0.00029

MENYETUJUI :
Dosen Pembimbing

dr. Ediyono, Sp.P


NIK. ..............

i
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR v
BAB 1
PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 2
1.3. Tujuan 3
1.3.1. Tujuan Umum 3
1.3.2. Tujuan Khusus 3
1.4. Manfaat3
1.4.1. Manfaat Teoritis 3
1.4.2. Manfaat Praktis 3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1. Teh Kombucha5
2.1.1. Sejarah 5
2.1.2. Nama lain 6
2.1.3. Mikroorganisme pelaku fermentasi 6
2.1.4. Kandungan 7
2.1.5. Manfaat 8
2.1.6. Prinsip Pembuatan (Naland, 2008) 9
2.1.7. Proses fermentasi 10
2.2. Escherichia coli 12
2.2.1. Taxonomi 13
2.2.2. Morfologi 13
2.2.3. Struktur Antigen 14
2.2.4. Produksi Toksin 15
2.2.5. Patogenesis 16
2.2.6. Pembiakan (Kultur) 19
2.2.7. Reaksi Biokimia 21
2.2.8. Diagnosis 25
2.2.9. Terapi 26
2.2.10. Prevensi 26
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 27
3.1. Kerangka Konseptual 27
3.2. Hipotesis 28
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN 29
4.1. Rancangan Penelitian 29
4.1.1. Desain Penelitian 29
4.1.2. Metode Penelitian 29
4.2. Populasi, Sampel, Besar Sampel, dan Teknik
Pengambilan Sampel 30

ii
4.2.1. Populasi 30
4.2.2. Sampel 31
4.2.3. Besar Sampel 31
4.2.4. Teknik Pengambilan Sampel 31
4.3. Variabel dan Definisi Operasional Penelitian 31
4.3.1. Klasifikasi Variabel 31
4.3.2. Definisi Operasional 32
4.4. Alat dan Bahan Penelitian 32
4.4.1. Alat 32
4.4.2. Bahan 33
4.5. Tempat dan Waktu Penelitian 33
4.5.1 Waktu 33
4.5.2 Tempat 33
4.6. Prosedur Penelitian 34
4.6.1 Identifikasi Bakteri Escherichia coli 34
4.6.2 Proses Pembuatan Teh Kombucha 34
4.6.3 Pembuatan Larutan Uji Teh Kombucha pada
Berbagai Konsentrasi 35
4.6.4 Uji Difusi Cakram 35
4.7. Teknik Pengambilan Data 36
4.8. Analisis Data 37
4.9. Kerangka Operasional Penelitian 38
DAFTAR PUSTAKA 39

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Sub - Antigen K Escherichia coli........................................................... 15

DAFTAR GAMBAR

iv
Gambar 2.1. Teh Kombucha .................................................................. 5
Gambar 2.2. Starter Kombucha ............................................................ 7
Gambar 2.3. Starter Kombucha dan Teh Kombucha .......................... 7
Gambar 2.4. Medium Mac Conkey Agar.............................................. 19
Gambar 2.5. Medium TSI dan interpretasinya ................................... 21
Gambar 2.6. Tabung Uji Triple Sugar Iron (TSI) ................................ 21
Gambar 2.7. Uji Indol ........................................................................... 22
Gambar 2.8. Methyl Merah ................................................................... 22
Gambar 2.9. Uji Voges Proskauer ....................................................... 23
Gambar 2.10. Uji Citrat .......................................................................... 24
Gambar 2.11. Uji Urease......................................................................... 24
Gambar 2.12. Uji Motilitas...................................................................... 25
Gambar 4.1. Pengukuran Zona Hambatan Pertumbuhan Bakteri ... 37

v
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit infeksi merupakan jenis penyakit yang paling banyak
menyebabkan kesakitan dan kematian di negara berkembang termasuk
Indonesia, karena penyakit infeksi dapat ditularkan dari satu orang ke
orang yang lain dengan cepat dan mudah. Mikroorganisme penyebab
infeksi adalah bakteri, virus, cacing, protozoa maupun jamur. Saluran
pencernaan mudah terserang mikroorganisme penyebab infeksi tersebut
karena saluran pencernaan merupakan pintu masuknya makanan maupun
minuman yang berisiko membawa mikroorganisme penyebab infeksi.
Infeksi saluran pencernaan yang sering diderita oleh masyarakat
umumnya diakibatkan oleh bakteri golongan Salmonella. Salah satu
bakteri yang tergolong Salmonella adalah Salmonella typhi.
Salmonella typhi merupakan kuman pathogen penyebab demam
tifoid, yaitu suatu penyakit sistemik dengan gambran demam yang
berlangsung lama, adanya bacteremia disertai inflamasi yang dapat
merusak usus dan organ organ hati.Penyakit ini merupakan penyakit
endemis yang serta menjadi masalah kesehatan global termasuk di
Indonesia dan Negara-negara di asia tenggara seperti Thailand dan
Malaysia. Penyakit ini mempunyai angka kematian yang cukup tinggi yaitu
sekitar 15%. (Punjabi, 2004 ).
Antibiotik sintesis yang umum digunakan pada infeksi Salmonella
typhi antara lain : amoksilin, fluorokuinolon, sefalosporin, kloramfenikol,
ampisilin (Centers of Disease Control and Prevention).
Adanya penemuan penisilin pada tahun 1928 yang berasal dari
spesies fungi Penicillium notanum menjadi awal mula dan merupakan
bukti bahwa bahan alam dapat digunakan sebagai bahan pembuatan
antibiotika (Hardy 2016). Walaupun sudah banyak ditinggalkan oleh
karena banyaknya kasus resistensi, namun penisilin tetap merupakan
cikal cakal pembuatan antibiotik.

1
Saat ini dikenal sejenis teh yang sebenarnya sudah lama diketahui
sebagai minuman kesehatan. Minuman teh tersebut dikenal dengan nama
teh Kombucha atau Kombucha tea. Kombucha kaya kandungan zat-zat
yang bermanfaat bagi tubuh manusia, di antaranya berbagai macam
vitamin, asam organik, dan beberapa senyawa yang berfungsi sebagai
antibiotik (Naland, 2008).
Kombucha yang ditumbuhkan pada media teh sering disebut
kombucha tea. Daya antibakteri pada kombucha tea telah dibuktikan oleh
beberapa penelitian, diantaranya adalah Rofiq (2002) meneliti pengaruh
inhibisi teh fermentasi kombucha terhadap bakteri Salmonella pullorum
secara in vitro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teh fermentasi
kombucha memiliki aktivitas antimikroba terhadap Salmonella pullorum.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Nurul (2010) yang meneliti analisis
kondisi dan potensi lama fermentasi medium kombucha (teh, kopi, rosela)
dalam menghambat pertumbuhan bakteri Vibrio cholerae dan Bacillus
cereus dan hasilnya menunjukkan bahwa terdapat potensi daya hambat
terhadap pertumbuhan bakteri Vibrio cholerae dan Bacillus cereus.
Berdasarkan penelitian yang telah disebutkan di atas menunjukkan
bahwa kombucha mempunyai daya sebagai antibiotik, sehingga peneliti
berkeinginan untuk meneliti apakah kombucha dalam media teh
(kombucha tea) mampu menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella
typhi.

1.2. Rumusan Masalah


Apakah ada pengaruh aktivitas antimikroba teh kombucha hasil
fermentasi teh hijau terhadap pertumbuhan bakteri Salmonella typhi
secara in vitro?

2
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh aktivitas antimikroba teh
kombucha hasil fermentasi teh hijau terhadap pertumbuhan
bakteri Salmonella typhi secara in vitro.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui diameter zona hambat yang terbentuk
oleh teh kombucha hasil fermentasi teh hijau pada
konsentrasi 100%, 50%, 25%, dan 12.5% terhadap
pertumbuhan bakteri Salmonella typhi.
2. Untuk membandingkan zona hambat yang terbentuk oleh teh
kombucha hasil fermentasi teh hijau pada konsentrasi 100%,
50%, 25%, dan 12.5% terhadap pertumbuhan bakteri
Salmonella typhi.

1.4. Manfaat
1.4.1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar teoritis
tentang perbedaan daya hambat teh kombucha hasil fermentasi
teh hijau terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli secara
in vitro untuk penelitian mendatang.
1.4.2. Manfaat Praktis
a. Bidang Farmasi
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam
pengembangan teh kombucha hasil fermentasi teh hijau
sebagai bahan dasar antimikroba, terutama sebagai
alternatif antibiotik.
b. Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan mengenai
pengolahan dan pendayagunaan teh kombucha hasil
fermentasi teh hijau yang lebih lanjut.

c. Bagi Peneliti Lain


Hasil penilitian ini dapat digunakan sebagai acuan penelitian
yang akan datang.

3
d. Universitas
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi di
Perpustakaan Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah
Surabaya.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

4
2.1. Teh Kombucha
2.1.1. Sejarah

Gambar 2.1. Teh Kombucha

Kombucha adalah minuman populer di antara makanan fermentasi


tradisional di seluruh dunia (Talawat et al., 2006). Menurut Greenwalt et al,
kombucha adalah teh fermentasi tradisional yang telah populer di Amerika
Serikat sehubungan dengan efeknya bagi kesehatan. Kombucha
dikonsumsi luas sebagai minuman yang menyehatkan karena mudah dan
aman diproduksi di rumah.
Kombucha atau dikenal masyarakat Indonesia sebagai jamur teh
atau jamur dipo, adalah fermentasi teh menggunakan campuran kultur
bakteri dan khamir sehingga diperoleh citarasa asam dan terbentuk
lapisan nata (Hidayat et al., 2006). Banyak orang menduga bahwa
kombucha pertama kali dikonsumsi oleh masyarakat di daratan Cina yang
sudah mengenal teh fermentasi ini sejak 3000 tahun yang lalu. Nama
kombucha berasal dari dua kata yaitu “kombu” dan ”cha”. Cha berasal dari
bahasa Cina yang berarti teh sedangkan Kombu adalah nama seorang
tabib Korea dari abad ke-5 masehi yang berhasil menyembuhkan kaisar
Jepang yang bernama Inkyo sekitar tahun 414 SM. Kaisar menderita
sembelit berkepanjangan dan disembuhkan oleh tabib dengan teh hasil
fermentasi. Atas jasa tabib tersebut sang kaisar memberi nama ramuan
tersebut “kombucha” yang berarti teh ramuan dari seorang tabib yang
bernama Kombu (Naland, 2008).

5
2.1.2. Nama lain
Manchurian tea mushroom, hung ca ku, cajnyj kvas, heldenpilz,
mandarin tea mushroom, fungus japonicum, tea kwass, olinka, mogu,
kargasok tea, zauberpilze, olga spring, jamur super, jamur dipo, teh
kombu, tea of immortality (Naland, 2008), Medusomyces gisevii
(Jayabalan et al., 2010), fungo-japan, pitchia fermentants, cembuya
orientalis, tschambucco, volga spring, champinon de longue vie, kwassan,
champagne of life (Cavusoglu dan Guler, 2010).
2.1.3. Mikroorganisme pelaku fermentasi
Kultur kombucha mengandung berbagai macam bakteri dan khamir.
Jamur yang berperan dalam pembentukan kombucha termasuk golongan
ragi (yeast) diantaranya Saccharomyces cerevisiae, Saccharomyces
ludwigii, Saccharomyces apiculatus varietas (Naland, 2008),
Schizosaccharomyces bailii, Candida fomata, Mycoderma, Mycotorula,
dan Z. rouxii (Hidayat et al., 2006). Bakteri yang berperan adalah
Acetobacter xylium, Xylinoides gluconicum, Acetobacter ketogenum,
Pithia fermentans, Torula varietas (Naland, 2008) A. aceti, A.
pasteurianus, Gluconobacter, Brettanamyces bruxellensis, B. intermedius
(Hidayat et al., 2006).
Kombucha menyerupai lembaran gelatin (gel) yang berwarna putih
dengan ketebalan 0,3-1,2 cm dan terbungkus selaput liat. Para ahli
menyebut jamur bakteri ini dengan sebutan Symbiosis Colony of Bactery
Yeast (koloni SCOBY). Sifatnya yang seperti gel membuat bentuk koloni
SCOBY mengikuti bentuk wadah (tempat pembiakan). Tumbuh pada
lingkungan yang mengandung glukosa, misalnya teh manis. Koloni ini
akan membentuk susunan yang berlapis-lapis yang semakin lama
semakin tebal (Naland, 2008).

6
Gambar 2.2. Starter Kombucha (Frank, t.t.)

Gambar 2.3. Starter Kombucha dan Teh Kombucha (Naland, 2008)

2.1.4. Kandungan
Selama fermentasi kultur kombucha akan menghasilkan sejumlah
alkohol (0,5- 1%), karbon dioksida, vitamin B kompleks (B1/tiamin,
B2/riboflavin, B3/niasin, nicotinic acid, B6/piridoksin, B12/sianokobalamin,
B15), vitamin C, asam folat (citroforum factor atau leucovorin), asam
glukoronat, asam asetat, asam hyaluronic (asam hyaluronidase) asam
chondroitin sulfat, asam laktat (asam 2-hidroksipropanoat), senyawa mirip
Acetaminophen, asam amino esensial, enzim, antibiotik dan kandungan
lain seperti polifenol dan usnic acid yang berperan sebagai antivirus dan
antibakteri (Hidayat et al., 2006 ; Naland, 2008).
2.1.5. Manfaat
Rendahnya produktivitas kontaminasi dari mikroorganisme

7
berbahaya yang menyebabkan penyakit membuat kombucha aman untuk
dipersiapkan sendiri di rumah tanpa risiko patogenik untuk kesehatan
(Talawat et al., 2006). Kandungan asam glukonat yang ada pada
minuman kombucha mampu memperkuat daya kekebalan tubuh
terhadap infeksi dari luar serta mempunyai kemampuan untuk mengikat
racun dan mengeluarkannya dari tubuh lewat urin. Kandungan
antimikrobia pada minuman kombucha mampu menghambat
pertumbuhan Shigella sonnei, Escherichia coli, dan Salmonella
typhimurium (Hidayat et al., 2006). Frank (1994), menyatakan kombinasi
asam glukoronat dan asam laktat dalam Kombucha sangat efektif untuk
menghancurkan mikroorganisme (bakteri, virus, dan jamur). Penelitian
pada kombucha baru-baru ini telah membuktikan bahwa kegiatan
antimikrobial berbagai mikroorganisme patogen sebagian besar
disebabkan oleh asam asetat, dimana asam asetat diketahui mampu
menghambat dan membunuh sejumlah bakteri Gram positif dan Gram
negatif (Talawat et al., 2006).
Beberapa penelitian telah dilakukan terhadap sejumlah pemakai
kombucha yang terdapat di daerah Kargasok (Rusia), Polandia, Amerika,
Cina dan beberapa negara lainnya. Untuk membuktikan khasiat
kombucha, penduduk Kargasok mengkonsumsi kombucha setiap hari
sehingga banyak yang berumur panjang bahkan lebih dari 100 tahun.
Meskipun sudah tua, mereka tetap melakukan aktifitas seperti orang yang
masih produktif. Selain itu di Rusia kombucha juga digunakan untuk
mengobati pecandu minuman keras. Setelah mengkonsumsi kombucha
secara rutin, kebiasaan minum minuman beralkohol akan berkurang dan
bahkan ditinggalkan. Efektifitas penyembuhan dari kombucha berbasis
pada asam glukonat, asam glukoronat, asam laktat, asam asetat, vitamin
C, vitamin B serta zat-zat antibiotik. Meskipun demikian, kombucha
bukanlah obat dan tidak bisa menggantikan penggunaan obat resep
dokter. Prinsipnya kombucha berperan meningkatkan derajad kesehatan
dan daya tahan tubuh. Dengan meningkatnya kondisi daya tahan dan
kesehatan tubuh, pencegahan dan penyembuhan berbagai macam

8
penyakit bisa lebih optimal (Naland, 2008). Hasil fermentasi dan oksidasi
dari mikroorganisme pada kombucha menghasilkan berbagai macam
asam organik, vitamin dan enzim-enzim. Penelitian menunjukkan bahwa
kombucha mampu meningkatkan daya tahan terhadap kanker, mencegah
penyakit jantung, melancarkan pencernaan, menstimulasi kekebalan
tubuh dan mengurangi peradangan (Dufresne and Farnworth, 2000).
Kombucha tea berpotensi sebagai anti stress, hepato-protective,
antioksidan meningkatkan imunitas (Pauline et al., 2001).
Daya antioksidan kombucha tea telah dibuktikan oleh Bhattacharya,
et al. (2011) yaitu kombucha tea mempunyai efek perlindungan terhadap
kematian sel hepar yang dipicu oleh sitotoksisitas tertiary butyl
hydroperoxide. Penelitian lainnya telah dilakukan oleh Ibrahim (2003)
yang telah membuktikan kombucha tea dapat melindungi hati dan ginjal
tikus akibat penyinaran Cadmium Chloride.
2.1.6. Prinsip Pembuatan (Naland, 2008)
a. Alat yang digunakan
Panci yang digunakan sebaiknya terbuat dari bahan kaca atau
stainless steel. Demikian juga toples yang digunakan sebaiknya
berasal dari bahan kaca bukan logam ataupun plastik karena
dikhawatirkan akan bereaksi dengan asam selama proses fermentasi.
Tutup toples sebaiknya dari kain karena mempunyai pori-pori untuk
mengeluarkan udara.
b. Starter kombucha
Bibit kombucha yang digunakan harus sehat yaitu berwarna putih
bersih, mengkilat, bentuknya menyerupai kue serabi. Koloni yang
berwarna kotor, hitam atau coklat sebaiknya tidak digunakan lagi
karena sudah tercemar. Satu lembar koloni kombucha bisa digunakan
untuk membuat teh kombucha sampai dengan 15-20 kali pemakaian.

c. Air yang digunakan


Gunakan air yang bersih agar fermentasi berhasil dan tidak ada

9
kontaminan. Selain itu air yang digunakan sebaiknya memiliki angka
nilai endapan (total diluted sediment) rendah karena berpengaruh
pada kenikmatan teh kombucha.
d. Tempat
Pilihlah tempat yang teduh, bersih dan terlindung dari sinar matahari.
Suhu optimal adalah 23-27°C. Kombucha tidak akan tumbuh bila
terkena sinar matahari langsung. Ruangan sebaiknya terhindar dari
asap rokok karena senyawa nikotin pada tembakau bersifat antijamur
yang kemungkinan dapat mematikan aktivitas ragi pada kombucha.
e. Hasil yang diinginkan
Bila menginginkan rasa yang lebih nikmat sebaiknya gunakan teh
hitam karena aromanya paling wangi. Bila untuk pengobatan
sebaiknya gunakan teh hijau karena memiliki antioksidan alami
sehingga kombucha lebih berkhasiat.
2.1.7. Proses fermentasi
Proses fermentasi dimulai ketika kultur mengubah glukosa menjadi
alkohol dan CO2. Kemudian bereaksi dengan air membentuk asam
karbonat. Alkohol akan teroksidasi menjadi asam asetat. Asam glukonat
terbentuk dari oksidasi glukosa oleh bakteri dari genus Acetobacter
(Hidayat et al., 2006). Glukose dilepaskan dari sukrose yang
dimetabolisme untuk sintesis selulosa dan glukonat asam oleh strain
Acetobacter. Fruktosa dimetabolisme menjadi etanol dan karbon dioksida
oleh ragi. kemudian, Acetobacter mengoksidasi etanol menjadi asam
asetat (Talawat et al., 2006).
Kultur dalam waktu bersamaan juga menghasilkan asam-asam
organik lainnya (Hidayat et al., 2006). Asam organik yang dihasilkan
selama fermentasi menjaga koloni simbiosis dari kontaminasi
mikroorganisme asing yang tidak diinginkan (Talawat et al., 2006). Bakteri
A. xilinum mengubah gula menjadi selulosa yang disebut nata dan
melayang di permukaan medium. Jika nutrisi dalam medium telah habis
dikonsumsi, kultur akan berhenti tumbuh tetapi tidak mati. Kultur akan aktif
lagi jika memperoleh nutrisi kembali. Lama fermentasi berkisar 4-14 hari.

10
Semakin lama fermentasi maka akan semakin asam dan rasa manis
semakin berkurang. Lama fermentasi yang disarankan adalah 14 hari
karena gula telah benar-benar difermentasi dan minuman memiliki rasa
yang kuat seperti anggur. Pada fermentasi 10 hari, dengan kadar gula
awal 8%, akan diperoleh fruktosa 25 g/L, asam glukonat 3,1 g/L, dan
asam asetat 2 g/L. Jika fermentasi diperpanjang menjadi 13 hari, maka
fruktosa menjadi 15,03 g/L, asam glukonat 6,64 g/L dan asam asetat 8,61
g/L. (Hidayat et al., 2006).
Perubahan mikrobia dan biokimia yang terjadi pada kombucha
adalah sebagai berikut:
a. Pertumbuhan khamir dan bakteri
Total jumlah bakteri dan yeast pada kombucha tea meningkat sesuai
dengan peningkatan waktu fermentasi (Jayabalan et al., 2010).
Jumlah khamir hidup meningkat selama waktu inkubasi (6-14 hari).
Walaupun jumlah sel akhir tetap tinggi (sekitar 10 5-106 CFU/ml) namun
jumlahnya akan terus menurun jika fermentasi dilanjutkan.
Pertumbuhan bakteri meningkat dengan cepat pada 6 hari pertama
fermentasi (Hidayat et al., 2006).
b. Perubahan kandungan gula
Konsentrasi sukrosa menurun secara linier dengan waktu selama 30
hari diikuti dengan penurunan yang lebih lambat. Konsentrasi sukrosa
yang digunakan sebagai sumber karbon sangat mempengaruhi hasil
selulose bakteri. Profil mikroba yang penting (bakteri asam asetat dan
yeast) dalam produksi selulose bakteri diungkapkan dalam hubungan
simbiosis pada aktivitas metabolik yaitu lama fermentasi dapat
meningkatkan lapisan selulose (Hidayat et al., 2006; Goh et al.,
2012).
c. Produksi etanol
Perubahan konsentrasi etanol dalam kombucha selama fermentasi
menunjukkan peningkatan pada masa awal fermentasi, yang
mencapai 0,55% pada 20 hari fermentasi kemudian turun sampai
akhir fermentasi (Hidayat et al., 2006).

11
d. Perubahan asam organik
Produksi asam organik menunjukkan peningkatan selama fermentasi
dan mencapai 1,1 g/100ml yang dicapai pada fermentasi 30 hari, yang
kemudian turun menjadi 0,8 g/100 ml pada 60 hari fermentasi. Asam
glukonat dan asam organik lain juga ditemukan setelah 6 hari
fermentasi dan mencapai 3,9 g/100 ml pada akhir fermentasi (Hidayat
et al., 2006). Kadar asam suksinat dan asam glukonat meningkat
seiring dengan lama fermentasi. Demikian juga dengan daya
antibakteri terhadap V. cholera, S. typhi dan P. aeruginosa meningkat
dengan peningkatan waktu fermentasi (Talawat et al., 2006). Aktivitas
antimikroba kombucha tea berasal dari komposisi acetic acid
(Greenwalt et al., t.t.). Total Asam, kandungan D-Gluconic Acid dan pH
kombucha meningkat seiring peningkatan waktu fermentasi (Malbasa
et al., 2006).

2.2. Escherichia coli


Eschirichia coli merupakan salah satu anggota dari flora normal
usus manusia (bersama dengan : spesies Proteus, Enterobacter,
Klebsiella, Morganella, Providencia, Citrobacter, dan Serratia) terutama
pada pada lapisan mukosa kolon mamalia.
Eschirichia coli memiliki peranan penting dalam sintesis vitamin K,
konversi pigmen empedu, asam empedu dan penyerapan zat-zat
makanan. Escherichia coli termasuk ke dalam bakteri heterotrof yang
memperoleh makanan berupa zat organik dari lingkungannya karena tidak
dapat menyusun sendiri zat organik yang dibutuhkannya. Zat organik
diperoleh dari sisa organisme lain. Escherichia coli menguraikan zat
organik dalam makanan menjadi zat anorganik, yaitu CO 2, H2O, energi,
dan mineral. Dalam lingkungan, bakteri pembusuk ini berfungsi sebagai
pengurai dan penyedia nutrisi bagi mahluk hidup lain (Ganiswarna, 1995).
Eschirichia coli tidak menyebabkan penyakit dan bahkan di dalam
usus Eschirichia coli berperan dalam fungsi dan nutrisi normal. Eschirichia
coli akan menjadi patogen apabila jumlahnya meningkat atau berada pada
selain habitat normalnya (seperti fraktur sistem urinarius). Tempat

12
timbulnya infeksi tersering yang penting secara klinis adalah saluran
kemih, saluran empedu, dan tempat lain dalam rongga abdomen.
Eschirichia coli akan berkoloni pada traktus gastrointesnal bayi pada
beberapa jam setelah kelahiran bayi. Escherichia coli sangat jarang
menyebabkan kelainan atau penyakit pada manusia, kecuali pada
beberapa kondisi dimana pertahanan sistem pencernaan mengalami
gangguan seperti halnya pada peritonitis (Kaper et al. 2004).
2.2.1. Taxonomi
Secara garis besar, Escherichia coli dimasukkan dalam tata nama
taksonomi sebagai berikut :
Kingdom : Prokaryotae
Division : Gracilicutes
Class : Scotobacteria
Order : Eubacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Species : coli
Subtype : Escherichia coli
(Jawetz et al. 2013)
2.2.2. Morfologi
Secara morfologi Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif,
tidak berkapsul, berbentuk basil pendek dan gemuk, berukuran 2 - 4µ x
0,4 - 0,7µ, motil (bergerak aktif dengan flagel peritrikus), dan tidak memiliki
spora (Gupte 2010). Escherichia coli dapat tumbuh baik pada beberapa
media pertumbuhan berikut :
1. Liquid broth : pada media ini bakteri dapat membentuk kekeruhan
yang sama setelah diinkubasi selama 8 hingga 24 jam.
2. Nutrient agar : koloni akan tampak setelah diinkubasi selama 12
hingga 18 jam. Berbentuk lingkaran dengan diameter 1 hingga 3 mm,
halus, dan tidak berwarna dengan batas tepi yang konsistensinya
seperti mentega, bakteri ini sangat mudah diemulsifikasi.
3. MacConkey medium : Koloninya berwarna pink dikarenakan adanya
fermentasi laktosa

13
4. Blood agar : pada beberapa strain akan menunjukkan zona beta
hemolysis.
2.2.3. Struktur Antigen
Escherichia coli yang termasuk dalam family Enterobacteriaceae
memiliki struktur antigen yang kompleks, antara lain :
1. Antigen O (Somatic antigen)
Merupakan bagian terluar dari lipopolisakarida dinding sel dan
tersusun atas unit berulang polisakarida. Antigen O memiliki sifat yang
resisten terhadap panas (heat stable) dan alkohol, dan biasanya
terdeteksi melalui aglutinasi bakteri. Antigen O seringkali akan
membentuk antibodi dan yang paling utama adalah antibodi IgM.
2. Antigen K (Surface antigen)
Merupakan antigen yang tidak tahan (heat labile). Antigen K dapat
mengganggu aglutinasi oleh antiserum O kecuali melalui pemanasan
pada suhu 100-121 ° C. Antigen K memiliki 3 jenis, antara lain :
a. Antigen L dapat hancur (denaturasi) dengan dilakukan
pemanasan pada suhu 100 ° C selama 1 jam dan kemampuannya
untuk berikatan dengan antibodi akan menghilang.
b. Antigen A merupakan antigen pada kapsul dan memiliki sifat tahan
panas (heat stable).
c. Antigen B, merupakan antigen yang akan rusak pada suhu 100 oC
selama satu jam. Namun kemampuannya untuk berikatan dengan
antibodi tetap (tidak rusak).
Dalam setiap strain Escherichia coli hanya terdapat satu dari
antigen permukaan baik L, A, ataupun B . Antigen K secara
khusus dibagi lagi menjadi tipe 1 dan tipe 2 seperti pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Sub - Antigen K Escherichia coli

NO. KARAKTERISTIK TIPE 1 TIPE 2


1. Berat molekul 100.000 atau lebih 50.000 atau kurang
2. Pemanasan pada 100oC Stabil Labil
3. Kondisi pada pH 6 Stabil Labil
4. Grup O 8,9 Banyak
5. Kandungan asam Asam hexuronik Asam glukoronik
6. Mobilitas elektropoetik Rendah Tinggi

14
Merupakan antigen yang terletak di luar antigen O pada beberapa
Enterobacteriaceae. Beberapa diantaranya merupakan polisakarida,
misalnya antigen K pada Escherichia coli. Antigen K dapat
mengganggu aglutinasi oleh antiserum O, dan antigen ini mungkin
berkaitan dengan virulensi (misalnya, galur Escherichia coli penghasil
antigen K1 yang banyak ditemukan pada meningitis neonatorum, dan
antigen K
d. Antigen H (Flagellar antigen)
Terletak pada flagella dan dapat rusak (denaturasi) oleh panas dan
alkohol. Antigen H beraglutinasi dengan antibodi anti-H terutama IgG.
Penentu pada antigen H adalah fungsi susunan asam amino pada
protein flagela (flagellin).
e. Antigen F (Frimbrial antigen)
Merupakan antigen tidak tahan panas (thermo labile) dan tidak terlalu
dianggap penting dalam klasifikasi Escherichia coli. (Gupte
2010:Jawetz et al. 2013)
2.2.4. Produksi Toksin
Escherichia coli memproduksi dua macam toksin, yaitu endotoksin
dan eksotoksin. Eksotoksin dibagi menjadi 2 tipe yaitu:
a. Enterotoksin
Merupakan toksin yang tidak tahan panas (heat labile), dapat
menyebabkan akumulasi cairan pada rabbit ileal loop. Cara kerjanya
adalah dengan mengaktivasi adenyl cyclase sehingga meningkatkan
jumlah cAMP dalam sel sehingga menyebabkan pengeluatan cairan
dan elektrolit pada lumen usus.
Dua macam enterotoksin Escherichia coli yang sudah dikenal
yaitu enterotoksin tahan panas (heat stable) dan enterotoksin tidak
tahan panas (heat labile) dimana setiap strain Escherichia coli dapat
memproduksi salah satu atau kedua jenis enterotoksin. Toksin yang
tidak tahan terhadap panas memiliki molekul yang lebih banyak
(80.000 protein) yang mana dapat menjadi inaktif pada pemanasan
60oC selama 10 menit. Sedangkan toksin yang tahan terhadap panas
memiliki berat molekul yg lebih rendah (8.000-8.500).
b. Hemolisin

15
Pembentukan hemolisin diatur oleh plasmid. Hemolisin
merupakan protein yang bersifat toksik terhadap sel pada biakan
jaringan. Peranan hemolisin pada proses infeksi Escherichia
coli belum diketahui dengan jelas. Akan tetapi, galur Escherichia coli
hemolitik lebih patogen daripada galur non-hemolitik.
2.2.5. Patogenesis
Endeotoksin dapat menyebabkan demam, leukopenia, hipotensi,
disseminated intravascular coagulation (DIC), dan lain sebagainya.
Gangguan lain yang dapat diakibatkan oleh karena Escherichia coli salah
satunya adalah gastroenteritis.
Escherichia coli yang menyebabkan diare sangat umum ditemukan
di seluruh dunia. Escherichia coli tersebut diklasifikasikan berdasarkan
sifat virulensinya dan tiap grup menyebabkan penyakit melalui mekanisme
yang berbeda. Sifat perlekatan pada sel epitel usus besar atau usus halus
ditentukan (disandi) oleh gen pada plasmid bakteri.
Beberapa jenis Escherichia coli yang dapat menyebabkan diare
diantaranya :
a. Escherichia coli Enteropatogenik (EPEC)
Merupakan penyebab diare pada bayi yang penting, khususnya
di Negara berkembang. Dahulu, EPEC dikaitkan dengan wabah diare
di ruang perawatan bayi di Negara maju. EPEC melekat ke mukosa
usus halus dengan erat. EPEC menyebabkan pendataran mikrovili,
pembentukan struktur mirip mangkuk atau alas aktin-filamentosa, dan
terkadang EPEC masuk ke dalam sel mukosa. Lesi yang khas dapat
dilihat demgam mikograf elektron pada hasil biopsy lesi usus halus.
Infeksi yang diakibatkan EPEC dapat menyebabkan diare cair yang
biasanya dapat sembuh dengan spontan (self limited), tetapi dapat
pula menjadi kronis. Durasi pada diare yang diakibatkan oleh EPEC
dapat dipersingkat dengan pemberian terapi antibiotik.
b. Escherichia coli Enterotoksigenik (ETEC)
Di Negara industri, Escherichia coli merupakan penyebab
terjadinya “diare turis” (istilah yang sering dipakai) yang diakibatkan
kunjungan ke daerah tropis atau daerah subtropics yang kurang

16
higienis. Kuman ini ditularkan secara fekal-oral, biasanya melalui
kontaminasi air yang tidak dikemas dalam botol dan sayuran yang
tidak mengalami pemanasan, dimana kuman yang masuk jumlahnya
mencukupi untuk bertahan pada pertahanan normal lambung dan pH
lambung yang asam. Pada kebanyakan kasus, setelah terpapar 1
hingga 2 hari, pasien akan mengalami gejala kram perut dan buang
air besar yang kerap terjadi selama 3 hingga 4 hari, gejala utama
adalah akibat hilangnya cairan yang banyak dari saluran makanan
akibat kerja enterotoksin pada saluran mukosa gastrointestinal.
Faktor kolonisasi ETEC yang spesifik untuk manusia
meningkatkan kelekatan ETEC ke epitel usus halus manusia.
Beberapa galur ETEC menghasilkan eksotoksin heat-labile exotoxin-
LT yang secara genetik dikendalikan oleh plasmid yang dapat
menyebabkan terjadinya hipersekresi air dan klorida yang sangat
banyak dan terus-menerus serta mengambat reabsorpsi natrium.
Lumen usus teregang oleh air dan terjadi hipermotilitas serta diare
yang berlangsung selama beberapa hari. Toksin LT ini bersifat
antigenik dan memiliki reaksi silang dengan enterotoksin Vibrio
cholera. LT juga merangsang pembentukan antibodi penetralisasi
dalam serum yang mungkin ditemukan pada permukaan lumen usus
pada seseorang yang pernah terinfeksi Escherichia coli
Enterotoksigenik. Orang yang tinggal di daerah dengan prevalensi
ETEC yang tinggi (misalnya, di beberapa Negara berkembang)
kemungkinan besar memiliki antibodi dan tidak mudah mengalami
diare yang terpajan ulang oleh Escherichia coli penghasil LT.
Selain itu, beberapa galur ETEC menghasilkan heat-stabile
enterotoxin-ST yang dikendalikan secara generic oleh sekelompok
plasmid yang homogeny. ST mengaktivasi guanilat siklase dalam sel
epitel usus dan merangsang sekresi cairan. Beberapa galur ETEC
penghasil ST juga dapat memproduksi LT, sehingga galur ETEC yang
memproduksi kedua toksin ini akan menyebabkan diare yang lebih
berat. Oleh karena itu kehati-hatian dalam memilih dan
mengkonsumsi makanan yang berpotensi terkontaminasi ETEC

17
sangat dianjurkan untuk mencegah terjadinya diare pada turis.
Pemberian profilaksis antibiotik mungkin efektif, tetapi hal ini dapat
menyebabkan terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotik dan
sebaiknya tidak dianjurkan secara umum. Namun jika telah terjadi
diare, pemberian terapi antibiotik efektif untuk mempersingkat durasi
penyakit.
c. Escherichia coli Enteroinvasif (EIEC)
Meyebabkan penyakit yang sangat mirip dengan shigelosis
(umum terjadi pada anak-anak dan turis yang datang ke Negara
berkembang). Seperti Shigella, Escherichia coli galur EIEC bersifat
nonmotil dan tidak memfermentasi atau lambat memfermentasi
laktosa. EIEC menyebabkan penyakit dengan cara menginvasi epitel
mukosa usus. Selain itu juga dapat menjadi keratokonjungtivitis
apabila terdapat pada mata.
d. Escherichia coli Enterohemorrhagic (EHEC)
Perteama kali ditemukan pada tahun 1983 dimana terjadi
wabah hemorrhagic colitis yang disebabkan Escherochia coli. EHEC
memproduksi sitotoksin yang disebut “vero toxin” karena
mempengaruhi sel vero secara kultur.

e. Escherichia coli Enteroagregatif (EAEC)


Menyebabkan diare akut dan kronis (durasi lebih dari 14 hari)
pada masyarakat di Negara berkembang. Organisme ini juga
merupakan penyebab penyakit yang ditularkan melalui makanan di
Negara maju. Galur Escherichia coli ini ditandai oeh pola
perlekatannya yang khas pada sel manusia. EAEC menghasilkan
toksin yang mirip dengan ST pada ETEC dan hemolisin.
2.2.6. Pembiakan (Kultur)
Escherichia coli merupakan bakteri yang bersifat fakultatif anerob
dan dapat berkembang dengan baik pada media perbenihan sederhana.
Bakteri ini termasuk bakteri mesofil dengan suhu pertumbuhan optimum
yaitu 37oC dan pH optimum yaitu 6,0-7,0 (Gupte 2010).
a. Medium Mac Conkey Agar
Medium ini mengandung Crystal Violet yang menghambat
pertumbuhan kuman gram positif hingga memudahkan isolasi kuman

18
gram negatif. Medium ini mengandung laktosa dan indikator pH
methyl merah. Kuman yang memfermentasi laktosa akan
menghasilkan asam dan berwarna merah sedangkan kuman yang
tidak memfermentasi laktosa tidak berwarna asam dan koloni tidak
berwarna (Retno Budiarti, dr. & R. Varidianto Yudo T, dr. 2015).

Gambar 2.4. Medium Mac Conkey Agar

b. Medium TSI (Triple Sugar Iron Agar Test)


Tes ini bertujuan untuk membedakan antara kelompok
Enterobacteriaceae dalam kemampuannya meragi laktosa dengan
memproduksi asam. Media TSI mengandung sodium tiosulfat, substrat
untuk H2S, dan farrous sulfat untuk mendeteksi warna dan produk
akhirnya. Kemampuan kuman dalam menghasilkan H2S akan
memberi warna hitam. Berdasarkan aktifitas fermentasi organisme
dideskripsikan sebagai berikut :
1. Slant berwarna merah (alkali) dan Butt berwarna kuning (asam)
dengan atau tanpa produksi gas menunjukkan bahwa terjadi
fermentasi glukosa.
2. Slant berwarna kuning (asam) dan Butt berwarna kuning (asam)
dengan atau tanpa produksi gas menunjukkan kemampuan
dalam meragi laktosa dan atau sukrosa

19
3. Slant berwarna merah (alkali) dan Butt berwarna merah (alkali)
atau tanpa perubahan, menunjukkan tidak adanya fermentasi
karbohidrat.
4. Medium yang pecah menandakan adanya produksi gas.
5. Adanya warna hitam menandakan adanya produksi H 2S (Retno
Budiarti, dr. & R. Varidianto Yudo T, dr. 2015; Morgan 2007;
Cappucino & Sherman 2001).

Gambar 2.6. Medium Triple Sugar


Iron (TSI) dan macam
interpretasinya Gambar 2.5. Tabung uji Triple Sugar
Iron (TSI), A : Slant, B : Butt

20
Gambar 2.7. Uji Indol

2.2.7. Reaksi Biokimia


1. Tes Indol
Tes ini bertujuan untuk menentukan kemampuan mikroorganisme
dalam mendegradasi asam amino triptofan (asam amino esensial)
dengan bantuan enzim tryptophanase membentuk indol. Karena
indol ini tidak ditemukan pada semua organisme, maka dapat
dijadikan sebagai marker biokimia. Adanya cincin merah
menandakan terbentuknya indol dari tryptohan (Retno Budiarti, dr.
& R. Varidianto Yudo T, dr. 2015; Morgan 2007; Cappucino &
Sherman 2001).

2. Tes MR (Methyl Red)


Tes ini membedakan antara bakteri Escherichia coli dengan
Escherichia aerogenes. Glukosa monosakarida heksosa
merupakan substrat yang akan dioksidasi oleh organisme enterik
utuk memproduksi energy. Hasil akhir bergantung pada jalur

21
enzimatik spesifik dari bakteri. Pada bakteri Escherichia coli,
indikator metil merah mengindikasikan bahwa produk akhirnya
bersifat asam dengan pH 4 sehingga memberi warna merah. Hasil
ini dinyatakan dalam MR (+), sedangkan Escherichia aerogenes,
produk akhir memberi pH 6 mengindikasi asam dengan konsentrasi
Gambar
ion 2.9. Uji
hydrogen Voges
rendah Proskauer
sehingga akan tampak berwarna kuning, hasil
tersebut dinyatakan MR (-) (Retno Budiarti, dr. & R. Varidianto Yudo
T, dr. 2015; Morgan 2007; Cappucino & Sherman 2001).

Gambar 2.8. Methyl Merah


3. Tes VP (Voges Proskauer Test)
Tes ini untuk menentukan kemampuan organisme dalam
memproduksi nonacidic atau produk akhir netral, seperti
acetylmethylcarbinol. Tes ini juga membedakan antara bakteri
Escherichia coli dengan Escherichia aerogenes. Hasil yang positif
akan menunjukkan warna merah coklat dalam waktu 15 menit.
(Retno Budiarti, dr. & R. Varidianto Yudo T, dr. 2015; Morgan 2007;
Cappucino & Sherman 2001).

22
4. Tes Sitrat
Sitrat merupakan sumber karbon yang digunakan oleh beberapa
organisme untuk dijadikan sumber energei melalui siklus krebs.
Kemampuan organisme ini tergantung oleh adanya sitrat permease
yang memfasilitasi transportasi sitrat ke dalam sel. Sitrat akan
menghasilkan karbon dioksidan dan asam piruvat. Kombinasi
karbon dioksida dengan sodium dan air akan membentuk sodium
karbonat yang akan merubah indikator bromthymol blue untuk
memberi suasana basa pada permukaan slunt yang ditunjukkan
warna biru. Warna biru memberi hasil (+), sedangkan warna hijau
memberi hasil (-) (Retno Budiarti, dr. & R. Varidianto Yudo T, dr.
2015; Morgan 2007; Cappucino & Sherman 2001).

Gambar 2.10. Uji Citrat

5. Tes Urea
Uji urea dilakukan dengan bantuan urease, hasil yang positif akan
menghasilkan karbondioksida, air, dan ammonia. Adanya ammonia
akan memberi hasil warna pink (Retno Budiarti, dr. & R. Varidianto
Yudo T, dr. 2015; Morgan 2007; Cappucino & Sherman 2001).

23
Gambar 2.11. Uji Urease

6. Tes Oksidasi
Enzim oksidase penting dalam sistem transportasi elektron selama
respirasi anaerob. Sitokrom oksidasi mengkatalisis oksidasi dari
reduksi sitokrom dan menghasilkan H 2O atau H2O2. Adanya
produksi sitokrtom oksidasi akan memberi warna maroon, dan
akhirnya memberi warna hitam yang mengindikasikan hasil (+),
sedangakan yang tetap berwarna pink menghasilkan hasil (-)
(Retno Budiarti, dr. & R. Varidianto Yudo T, dr. 2015; Morgan 2007;
Cappucino & Sherman 2001).
7. Uji Motilitas
Kuman ditusukkan lurus ke dalam medium uji motilitas, apabila
kuman enteric yang diperiksa bergerak aktif, maka setelah 24 jam
pengeraman pada suhu 37oC maka akan terlihat adanya
penyebaran pertumbuhan kuman ke sekitar tempat tusukan, yang
menandakan pergerakan kuman positif (Retno Budiarti, dr. & R.
Varidianto Yudo T, dr. 2015).

24

Gambar 2.12. Uji Motilitas


2.2.8. Diagnosis
Infeksi yang diakibatkan oleh Escherichia coli dapat didiagnosa
melalui beberapa tahapan, yaitu :
1. Pemeriksaan Hematologi
a. Leukosit Total (WBC)
Pada infeksi Escherichia coli nilai leukosit total (WBC) biasanya
dalam batas normal, namun apabila terjadi invasi ke jaringan
maka dapat menyebabkan leukositosis sedang.
b. Differential Leukocyte Count (Diff Count)
Dapat menunjukkan peningkatan pada sel polymorphonuclear
(PMN) pada infeksi Escherichia coli yang sudah menginvasi
jaringan.
2. Pemeriksaan Bakteriologis
Sampel diambil dari air seni porsi tengah (mid-stream) pada
kondisi aseptic, segera periksa urin dan apabila pemeriksaan akan
dilakukan nanti maka simpan sampel urin pada suhu 4 oC. Pada
pasien diare yang akut bakteri dapat diisolasi dari sampel feses
atau rectal swab (hapusan pada rectum).
3. Pemeriksaan Hapusan
Urin yang telah dikumpulkan dilakukan sentrifugasi untuk
memisahkan RBC, pus, dan bakteri. Hapusan yang didapat dari
proses ini akan menunjukkan gambaran sel pus dalam jumlah
sedang hingga banyak serta basil gram negatif. Pemeriksaan dari
sampel feses diberi antiserum flouroscent yang berlabel O, sering
digunakan untuk diagnose awal pada diare anak. Selain itu ELISA,
uji presipitasi, radioimmunoassay dapat digunakan untuk
menentukan strain EPEC.
4. Kultur
Sampel diinokulasi pada plat agar darah dan MacConkey agar
untuk dilakukan uji biokimia (Gupte 2010).

25
2.2.9. Terapi
Bakteri Escherichia coli sangat sensitive terhadap obat obatan
seperti trimethroprim, chloramphenicol, aminoglycoside, sulfonamide, dan
tetracyclin. Resistensi pada satu atau beberapa obat merupakan hal yang
sering terjadi. Obat seperti nitrofurantin dan asam nalidixic dapat
digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih (Gupte 2010).
2.2.10. Prevensi
Pengendalian dapat dilakukan dengan mencuci tangan, asepsis
secara cermat, mensterilisasi peralatan, desinfeksi, pembatasan terapi
secara iv untuk mencegah terjadinya infeksi nosocomial, serta tindakan
ketat untuk mempertahankan sterilitas makanan dan minuman, serta
pemberian profilaksis seperti ciprofloxacin atau trimethoprim-
sulfametoxazol (Jawetz et al. 2013).

BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Konseptual

Teh kombucha

SCOBY
Koloni simbiosis antara bakteri
dan jamur / ragi

Ragi memfermentasi glukosa


dari teh manis

Membentuk alkohol

Alkohol diubah oleh bakteri


genus Acetobacter

Membentuk berbagai jenis asam

26 Kolonisasi Escherichia
Coli (dosis infektif yang
tinggi)
Daya antibiotik

Menghambat pertumbuhan
(zona hambat) Mengeluarkan toksin

Merangsang sekresi
cairan

Diare

Keterangan :

= Variabel yang tidak diteliti

= Variabel yang diteliti

= Penghambat

3.2. Hipotesis
H0 : Tidak ada pengaruh aktivitas antimikroba teh kombucha
hasil fermentasi teh hijau terhadap pertumbuhan bakteri
Escherichia coli secara in vitro.
H1 : Ada pengaruh aktivitas antimikroba teh kombucha hasil
fermentasi teh hijau terhadap pertumbuhan bakteri
Escherichia coli secara in vitro.

27
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian


4.1.1. Desain Penelitian
Desain pada penelitian ini merupakan penelitian eksperimental
dalam bidang mikrobiologi dengan rancangan “true experimental post-test
only control group design” untuk mengetahui daya hambat yang dihasilkan
oleh teh kombucha hasil fermentasi teh hijau terhadap pertumbuhan
bakteri Escherichia coli. Dalam rancangan ini tidak diadakan Pre-test
karena sampel telah homogen, baik pada kelompok kontrol maupun pada
kelompok perlakuan.
Dalam penelitian ini digunakan satu kelompok kontrol negatif yang
diberi aquades, satu kelompok kontrol positif yang diberi chloramphenicol,
dan empat kelompok perlakuan, masing-masing diberi teh kombucha hasil
fermentasi dengan konsentrasi 100%, 50%, 25%, dan 12.5%.
4.1.2. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah post test only control
group design, yaitu dengan membandingkan antara kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan yang diberi teh kombucha hasil fermentasi terhadap
pertumbuhan bakteri Escherichia coli.

28
R1 R2 R3 R4

K1 K1 K1 K1 Z1

K2 K2 K2 K2 Z2

K3 K3 K3 K3 Z3

K4 K4 K4 K4 Z4
K+ K+ K+ K+ Z+

Sampel K- K-
5 K- K- Z-

Keterangan bagan :
K1-4 : Berturut-turut teh kombucha hasil fermentasi pada konsentrasi
100%, 50%, 25%, dan 12.5%
K+ : Kontrol positif (chloramphenicol).
K– : Kontrol negatif (aquades).
Z 1-4 : Berturut-turut zona hambat yang terbentuk dari masing-masing
ekstrak dengan konsentrasi 100%, 50%, 25%, dan 12.5%.
Z+ : Zona hambat yang terbentuk dari kontrol positif
Z– : Zona hambat yang terbentuk dari kontrol negatif

29
R1 : Replikasi 1
R2 : Replikasi 2
R3 : Replikasi 3
R4 : Replikasi 4

4.2. Populasi, Sampel, Besar Sampel, dan Teknik Pengambilan


Sampel
4.2.1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah koloni bakteri gram negatif
Escherichia coli.
4.2.2. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah bakteri Escherichia coli yang
merupakan bakteri gram negatif, yang diperoleh dari Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya.
4.2.3. Besar Sampel
Untuk menentukan besaran sampel (jumlah replikasi) Banyaknya
replikasi ditentukan menggunakan rumus Federer, sebagai berikut :

(t-1) (r-1) ≥ 15
Keterangan : t = jumlah perlakuan kelompok
r = jumlah replikasi
(6-1) (r-1) ≥ 15
(5) (r-1) ≥ 15
5r - 5 ≥ 15
5r ≥ 5 + 15
5r ≥ 20
r ≥4
Keterangan :
t = jumlah kelompok perlakuan
r = jumlah replikasi setiap kelompok perlakuan
4.2.4. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random
sampling yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi yang dilakukan
secara acak tanpa memperhatikan tingkatan dalam populasi.
30
4.3. Variabel dan Definisi Operasional Penelitian
4.3.1. Klasifikasi Variabel
a. Variabel bebas (Independen) : Teh kombucha hasil fermentasi
teh hijau pada berbagai
konsentrasi.
b. Variabel terikat (Dependen) : Zona hambat pertumbuhan
bakteri Escherichia coli.
c. Variabel kontrol : Biakan bakteri, suhu, dan lama
inkubasi bakteri.
4.3.2. Definisi Operasional
Nama variabel Deskripsi Indikator Skala
Teh kombucha Hasil fermentasi larutan teh hijau Konsentrasi Nominal
dan gula dengan menambahkan
starter kombucha yaitu Acetobacter
xylinum selama 14 hari.
Zona hambat Zona jernih yang terbentuk di sekitar Diameter Rasio
pertumbuhan koloni bakteri, terjadi karena adanya zona
senyawa antibakteri yang berdifusi hambat
kedalam lapisan tersebut dan
menghambat pertumbuhan mikro-
organisme, sedangkan lapisan agar
yang ditumbuhi mikroorganisme
akan tampak keruh.

4.4. Alat dan Bahan Penelitian


4.4.1. Alat
1. Rak tabung reaksi
2. Tabung reaksi
3. Cawan petri
4. Timbangan digital
5. Micropipette dan blue tip
6. Bunsen burner
7. Incubator
8. Lidi kapas steril
9. Pinset steril
10. Digital caliper
11. Kertas cakram
12. Toples kaca
31
13. Kain penutup toples
14. Karet gelang
15. Saringan teh
4.4.2. Bahan
1. Starter kombucha
2. Teh hijau merek Kepala Djenggot
3. Gula pasir merek Gulaku
4. Aquades
5. Bakteri Escherichia coli
6. Media agar Mueller Hinton (MH)

4.5. Tempat dan Waktu Penelitian


4.5.1 Waktu
WAKTU
KEGIATAN Juni Juli Agust. Sept. Okt. Nov. Des. Jan.
2017 2017 2017 2017 2017 2017 2017 2018
1. Persiapan
- Penelusuran
Kepustakaan
- Penyusunan
Proposal Penelitian
- Persiapan media,
bakteri dan reagen
2. Pelaksanaan
- Uji efek daya
hambat
- Analisis data
- Pembuatan laporan

4.5.2 Tempat
Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya.

4.6. Prosedur Penelitian


4.6.1 Identifikasi Bakteri Escherichia coli
Identifikasi bakteri dilakukan oleh Laboratorium Mikrobiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya dengan tujuan

32
untuk mengetahui potensi virulensi dari bakteri Escherichia coli, dengan
tahapan sebagai berikut :
1. Menanam sampel pada media Nutrien Agar dan TCBS agar.
2. Melakukan inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC.
3. Kemudian melakukan pengecatan gram.
4. Mengamati pada mikroskop dengan pembesaran 1000x dan amati.
5. Melakukan uji biokimia dan menanamnya pada media :
 Media TSI (fermentasi glukosa)
 Uji indol (uji protein tryptophan)
 Uji metil merah (metabolisme glukosa)
 Uji voges – proskauer (asetil-metil-karbonil)
 Uji urea (urease)
 Cimmon’s Citrate
 Motilitas
6. Inkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC.
7. Amati hasil dengan tabel biokimia.
4.6.2 Proses Pembuatan Teh Kombucha
1. 1 liter air direbus hingga mendidih dalam wadah stainless steel,
kemudian masukkan 4 sachet teh hijau celup ke dalamnya. Dibiarkan
sekitar 15 menit hingga teh larut.
2. Teh disaring dengan penyaring kain atau yang terbuat dari stainless
steel.

3. Ditambahkan gula sekitar 70-100 gram (4-5 sendok makan) dan aduk
sampai larut.
4. Dimasukkan ke dalam wadah yang terbuat dari kaca atau stainless
steel yang bersih.
5. Setelah teh dingin (25-27°C), ditambahkan Starter Kombucha yang
berbentuk padat dan cairan induk yang berasal dari fermentasi
sebelumnya sebanyak 10% (1 lembar starter kombu).
6. Ditutup bagian atas wadah dengan kain bersih yang diikat dengan
karet gelang untuk memberikan oksigen dalam jumlah kecil
(mikroaerofilik)
7. Diinkubasi selama 14 hari. Suhu optimal adalah 23-27°C, terhindar
dari sinar matahari serta bebas goncangan/getaran.
8. Setelah fermentasi selesai, saring teh hasil fermentasi.

33
4.6.3 Pembuatan Larutan Uji Teh Kombucha pada Berbagai
Konsentrasi
Larutan bahan uji yang akan digunakan adalah teh kombucha hasil
fermentasi dengan konsentrasi masing-masing : 100%, 50%, 25%, dan
12.5% menggunakan aquades sebagai pelarut Lumbricus terrestris serta
sebagai kontrol negetif :
1. Konsentrasi 100%
4 mL teh kombucha hasil fermentasi.
2. Konsentrasi 50%
Dari konsentrasi 100% teh kombucha hasil fermentasi diambil 2 mL
dan ditambahkan 2 mL aquades.
3. Konsentrasi 25%
Dari konsentrasi 50% larutan teh kombucha hasil fermentasi diambil 2
mL dan ditambahkan 2 mL aquades.
4. Konsentrasi 12.5%
Dari konsentrasi 25% larutan teh kombucha hasil fermentasi diambil 2
mL dan ditambahkan 2 mL aquades.
5. Gunakan cakram chloramphenicol sebagai kontrol positif.
6. Gunakan cakram yang dicelupkan aquades sebagai kontrol negatif.
4.6.4 Uji Difusi Cakram
Setelah larutan ekstrak terbentuk maka dilakukan uji difusi cakram
yang merupakan uji untuk melihat daya hambat yang terbentuk oleh teh
kombucha hasil fermentasi teh hijau dengan tahapan sebagai berikut:
1. Lidi kapas steril dicelupkan kedalam biakan cair kuman yang telah
disamakan kekeruhannya dengan 0,5 McFarland.
2. Tekan lidi kapas pada dinding tabung agar tidak terlalu basah.
3. Usapkan lidi kapas pada seluruh permukaan lempeng Mueller Hinton
Broth. Diamkan selama 3 menit pada suhu ruangan.
4. Letakkan cakram kertas yang telah dicelupkan kedalam teh kombucha
hasil fermentasi dengan konsentrasi 100%, 50%, 25%, dan 12.5%
diatas media agar dan agak ditekan sedikit dengan menggunakan
pinset steril.
5. Letakkan cakram chloramphenicol sebagai kontrol positif diatas media
agar dan agak ditekan sedikit dengan menggunakan pinset steril.
6. Letakkan cakram kertas yang telah dicelupkan dalam aquades
sebagai kontrol negatif diatas media agar dan agak ditekan sedikit
dengan menggunakan pinset steril.

34
7. Diamkan cawan petri selama 30 menit agar terjadi difusi antara
larutan dengan media lalu inkubasi dalam inkubator pada suhu 37 oC
selama 24 jam.
8. Amati apakah terbentuk adanya zona hambat pertumbuhan yang
berupa zona jernih di sekitar cakram yang menandakan bahwa bakteri
sensitif terhadap senyawa antimikroba dan ukur menggunakan digital
caliper.

4.7. Teknik Pengambilan Data


Data yang dikumpulkan berupa data primer, yaitu data diperoleh
dari zona hambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli secara in vitro.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah pengukuran diameter
daerah hambatan pertumbuhan bakteri yang berupa daerah bening yang
dapat diukur menggunakan digital caliper. Pengukuran daerah hambatan
pertumbuhan bakteri tersebut ditunjukkan seperti gambar dan
keterangannya sebagai berikut :

A
C

Gambar 4.1. Pengukuran Daerah Hambatan Pertumbuhan Bakteri


D
Keterangan gambar 4.1 :
A = daerah pertumbuhan bakteri
B = kertas cakram yang berisi bahan uji
C = daerah hambatan pertumbuhan bakteri
D = diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri

35
4.8. Analisis Data
Secara deskriptif, data disajikan dalam bentuk tabel, presentase
dan grafik, sedangkan secara analisis statistik digunakan SPSS ® versi
23.0 dengan uji statistik One Way ANOVA. Bila hasil berbeda bermakna
(p<0,05) maka analisis dilanjutkan dengan uji Least Significant Difference
(LSD) pada tingkat kepercayaan 95%.

4.9. Kerangka Operasional Penelitian

Isolat Bakteri Gram Negatif


Escherichia coli pada media Mueller Hinton

Kelompok kontrol Kelompok Uji

Kontrol Positif Kontrol Negatif

Chloramphenicol Aquades
Konsentrasi :
100%, 50%, 25%, dan 12.5%

Biarkan selama 30 menit agar


terjadi difusi

Inkubasi pada suhu 37oC selama 24


jam

Kumpulkan data dengan mengukur diameter zona hambat (zona


jernih) di sekitar cakram sebanyak 4 (empat) kali kemudian dirata-
rata
36
Analisa Data dan Uji Statistik

Penarikan kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Bhattacharya, S., Manna, P., Gachhui, R., and Sil, P.C. 2011. Protective
Effect of Kombucha Tea Againts Tertiary Butyl Hydroperoxide
Induced Cytotoxicity and Cell Death in Murine Hepatocyes. Indian
Journal of Experimental Biology. Vol. 49, July 2011, p.511-24.
Cappucino, J.G. & Sherman, N., 2001. Microbiology : a Laboratory Manual
5th edition. Benjamin/Cummings Science Publishing, California.
Cavusoglu, K. and Guler, P. 2010. Protective Effect of Kombucha
Mushroom (KM) Tea on Chromosomal Aberrations Induced by
Gamma Radiation in Human Peripheral Lymphocyes in Vitro.
Journal of Environmental Biology. Triveni Enterprises Lucknow
(India). September 2010, 31(5) 851-56.
Fitri Kusuma, S.A., 2010. Escherichia coli. makalah, Fakultas Farmasi,
Universitas Padjajaran. Bandung.
Frank, G. W. 1995. Kombucha Healty Beverages and Natural Remedy
From The Far East, Publishing W. Eenstaler Cosp Germany.
Frank, G.W. t.t. Sekilas Cara Membuat Minuman Kombucha Tea.
Prosedure untuk membuat Kombucha. (Hendra Saputra,
penterjemah). Available From: URL: http://www.kombu.de/anl-
ind.htm. Accessed March, 26 2012

37
Frank, G.W. t.t. The Fascination of Kombucha. Available From: URL:
http://kombucha.site88.net/index.php?p=1_4 . Accessed Oct, 1 2011
Ganiswarna, 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Universitas Indonesia
Press. Jakarta
Gupte, S., 2010. The Short Textbook of Medical Microbiology Tenth Edit.,
Punjab: Jaypee Brothers Medical Publishers Ltd.
Goh, W.N., Rosma, A., Kaur, B., Fazilah, A., Karim, A.A., and Bhat, R.
2012. Fermentation of Black Tea Broth (Kombucha): I. Effects of
Sukrose Concentration and Fermentation Time on The Yield of
Microbial Cellulose. International Food Research Journal 19 (1):
109-17 (2012).
Hidayat, N., Padaga, M.C., and Suharsini, S. 2006. Mikrobiologi Industri.
Penerbit Andi Yogyakarta, p. 105-09
Jawetz, E. et al., 2013. Medical Microbiology 26th Editi. F. B. Geo et al.,
eds., University of California, San Francisco: McGrawHill.
Jayabalan, R., Malini, K., Sathishkumar, M., Swaminathan, K., and Yun,
S.E. 2010. Biochemical Characteristic of Tea Fungus Produced
During Kombucha Fermentation. Food Sci. Biotechnol. 19(3): 843-
47.
Kaper, J.B., Nataro, J.P. & Mobley, H.L.T., 2004. Escherichia coli.
Department of Microbiology and Immunology, and the Department
of Pediatrics University of Maryland School of Medicine, Baltimore.
Maryland.
Naland, H. 2008. Kombucha Teh Dengan Seribu Khasiat. Agromedia
Pustaka. Jakarta, p. 2-58.
Nurul, A. 2010. “Analisis Kondisi dan Potensi Lama Fermentasi Medium
Kombucha (The, Kopi, Rosela) dalam Menghambat Pertumbuhan
Bakteri Patogen (Vibrio cholerae dan Bacillus cereus)” (Skripsi).
Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam
Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.
Pauline, T., Dipti, P., Anju, B., Kaviwani,S., Sharma, S.K., Kian, A.K.,
Sarada, S.K., Sairam, M., Ilavazhagan, G., Devendra, K., and

38
Selvamurthy, W. 2001. Studies on Toxicity, Anti stress and Hepato-
protective Properties of Kombucha Tea. Biomed Environ Sci vol. 14,
no 3, p. 271
Retno Budiarti, dr., Mk. & R. Varidianto Yudo T, dr., Mk., 2015. Buku
Petunjuk Praktikum Semester 5 & 6, Departemen Mikrobiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya. Surabaya.
Rofiq, M.N. 2002. Pengaruh Inhibisi Teh Fermentasi Kombucha terhadap
Bakteri Salmonella pullorum Secara Invitro. Jurnal Sains dan
Teknologi Indonesia Vol.4, No.5, (Agustus 2002), hal. 186-189
Humas-BPPT/ANY. http://www.iptek.net.id/ind/?
mnu=8&ch=jsti&id=302
Talawat, S., Ahantharik, P., Laohawiwattanakul, S., Premsuk, A., and
Ratanapo, S. 2006. Efficacy of Fermented Teas in Antibacterial
Activity. Departement of Biochemistry. Faculty of Science, Kasetsart
University, Bangkok 10900, Thailand. Kasetsart J. (Nat. Sci) 40:
925-33.

39
40

Anda mungkin juga menyukai