Makalah ini Diajukan Kepada Ibu Oka Ludianita, S. Kep., Ns., M. Kes.
Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat, taufik
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul
Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan dengan Chronic Kidney Disease (Ckd)
Makalah ini untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II.
Pembuatan makalah ini tidak terlepas bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada
kesempatan ini, kami menyampaikan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada yth :
1. Bpk. H. Sukanto, S.Pd, S.Kep.Ners, M.Kes, sebagai ketua utama STIKes Hutama
Abdi Husada Tulungagung.
2. Ibu Oka Ludianita, S. Kep., Ns., M. Kes. sebagai dosen pembimbing sekaligus dosen
pengajar pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II
3. Pihak perpustakaan yang telah menyediakan buku penugasan Keperawatan Medikal
Bedah II
4. Teman-teman yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu.
Makalah yang kami buat ini masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki kurang. Oleh karena itu, kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan kritik
atau pun masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Besar harapan kami, mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi para pembaca pada
umumnya, dan kelompok pada umumnya.
Tim Penyusun
ii
DAFTAR ISI
2.8. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul pada Kasus Gagal Ginjal Kronik..... 11
3.1. Pengkajian.................................................................................................................. 13
3.5. Evaluasi...................................................................................................................... 23
iii
4.2. Saran .......................................................................................................................... 24
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Ginjal merupakan organ penting dalam tubuh dan berfungsi untuk membuang
sampah metabolisme dan racun tubuh dalam bentuk urin, yang kemudian dikeluarkan
dari tubuh. Tetapi pada kondisi tertentu karena adanya gangguan pada ginjal, fungsi
tersebut akan berubah. Gagal ginjal kronik biasanya terjadi secara perlahan-lahan
sehingga biasanya diketahui setelah jatuh dalam kondisi parah. Gagal ginjal kronik
tidak dapat disembuhkan. Gagal ginjal kronik dapat terjadi pada semua umur dan
semua tingkat sosial ekonomi. Pada penderita gagal ginjal kronik, kemungkinan
terjadinya kematian sebesar 85 %.
Melihat kondisi seperti tersebut di atas, maka perawat harus dapat mendeteksi
secara dini tanda dan gejala klien dengan gagal ginjal kronik. Sehingga dapat
memberikan asuhan keperawatan secara komprehensip pada klien dengan gagal ginjal
kronik.
1
1. Pengertian dari gagal ginjal kronik.
2. Klasifikasi gagal ginjal kronik.
3. Penyebab gagal ginjal kronik.
4. Tanda dan gejala yang timbul pada pasien gagal ginjal kronik.
5. Proses perjalanan penyakit gagal ginjal kronik.
6. Komplikasi dari gagal ginjal kronik.
7. Penatalaksanaan medis dari gagal ginjal kronik.
8. Pemeriksaan penunjang dari gagal ginjal kronik.
9. Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan gagal ginjal
kronik.
10. Intervensi keperawatan gagal ginjal kronik.
11. Konsep asuhan keperawatan pada kasus gagal ginjal kronik, yang meliputi :
a. Pengkajian.
b. Diagnosa keperawatan
c. Intervensi
d. Implementasi
e. Evaluasi
2
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner
& Suddarth, 2001; 1448)
Gagal ginjal kronis (chronic rena failure) adalah kerusakan ginjal progresif yang
berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang
beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialysis atau
transplantasi ginjal (Nursalam, 2008; 47).
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration
Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 dengan rumus
Kockroft – Gault sebagai berikut :
Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI
Penyebab paling umum dari gagal ginjal kronik adalah diabetes mellitus (tipe 1
atau tipe 2) dan hipertensi, sedangkan penyebab End-stage Renal Failure (ERFD) di
seluruh dunia adalah IgA nephropathy (penyakit inflamasi ginjal). Komplikasi dari
diabetes dan hipertensi adalah rusaknya pembuluh darah kecil di dalam tubuh,
pembuluh darah di ginjal juga mengalami dampak terjadi kerusakan sehingga
mengakibatkan gagal ginjal kronik.
3
Etiologi gagal ginjal kronik bervariasi antara negara yang satu dengan yang
negara lain. Di Amerika Serikat diabetes melitus menjadi penyebab paling banyak
terjadi gagal ginjal kronik yaitu sekitar 44%, kemudian diikuti oleh hipertensi
sebanyak 27% Dan glomerulonefritis sebanyak 10%. Di Indonesia penyebab gagal
ginjal kronik sering terjadi karena glomerulonefritis, diabetes mellitus, obstruksi, dan
infeksi pada ginjal, hipertensi. (Sudoyo et al. 2009)
Penyebab dari gagal ginjal kronis yang tersering dibagi menjadi 8 kelas, antara
lain (Price & Wilson 2003):
Tabel 1.
Klasifikasi Penyebab Gagal Ginjal Kronik (Price & Wilson 2003):
Klasifikasi Penyakit Penyakit
Penyakit infeksi tubulointerstitial Pielonefritis kronis/refluks nefropati
Penyakit peradangan Glomerulonefritis
Penyakit vascular hipertensif Nefrosklerosis benigna
Nefrosklerosis maligna
Stenosis arteri renalis
Gangguan jaringan ikat SLE
Poliarteritis nodosa
Sklerosis sistemik progresif
Gangguan kongenital dan herediter Penyakit ginjal polikistik
Asidosis tubulus ginjal
Penyakit metabolik DM
Gout, hiperparatiroidisme
Amilodosis
Nefropati toksik Penyalahgunaan analgesik, obat TBC
Nefropati timah
Nefropati obstruktif Traktus urinarius bagian atas: batu,
neoplasma, fibrosis retroperitoneal
Traktus urinarius bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra,
anomali kongenital leher vesika
urinaria dan uretra
4
2.4. Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronik
Menurut Smeltzer & Bare (2001) tanda dan gejala dari gagal ginjal kronik
adalah antara lain :
1. Kardiovaskuler
a. Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis
b. Pitting edema (kaki, tangan, sacrum)
c. Edema periorbital
d. Friction rub pericardial
e. Pembesaran vena leher
2. Dermatologi
a. Warna kulit abu-abu mengkilat
b. Kulit kering bersisik
c. Pruritus
d. Ekimosis
e. Kuku tipis dan rapuh
f. Rambut tipis dan kasar
3. Pulmoner
a. Krekels
b. Sputum kental dan liat
c. Nafas dangkal
d. Pernafasan kussmaul
4. Gastrointestinal
a. Anoreksia, mual, muntah, cegukan
b. Nafas berbau ammonia
c. Ulserasi dan perdarahan mulut
d. Konstipasi dan diare
e. Perdarahan saluran cerna
5. Neurologi
a. Tidak mampu konsentrasi
b. Kelemahan dan keletihan
c. Konfusi/perubahan tingkat kesadaran
d. Disorientasi
5
e. Kejang
f. Rasa panas pada telapak kaki
g. Perubahan perilaku
6. Muskuloskeletal
a. Kram otot
b. Kekuatan otot hilang
c. Kelemahan pada tungkai
d. Fraktur tulang
e. Foot drop
7. Reproduktif
a. Amenore
b. Atrofi testekuler
6
dengan jumlah cairan yang diminum.
Stadium ke tiga dinamakan gagal ginjal stadium akhir uremia . sekitar 90%
dari massa nefron telah hancur atau sekitar 200.000 yang masih utuh. Nilai GFR nya
hanya 10% dari keadaan normal dan bersihakan kreatin sebesar 5-10 ml/menit.
Penderita biasanya oliguri (pengeluaran urien kurang dari 500 ml/hari) karena
kegagalan glomelurus uremik. Fungsi ginjal menurun, produk akhir metabolisme
protein. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Menurut Sudoyo et al. (2009) stadium paling dini dari penyakit gagal ginjal
kronis, akan menyebabkan penurunan fungsi yang progresif ditandai dengan
peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum. Pasien dengan GFR 60% belum
merasakan keluhan, tetapi sudah ada peningkatan kadar ureum dan kreatinin, sampai
GFR 30% keluhan nokturia, badan lemas, mual, nafsu makan berkurang, dan
penurunan berat badan mulai terjadi.
7
2.6. Komplikasi Gagal Ginjal Kronik
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001)
antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan
masukan diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan
kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
1. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
a. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan
adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
b. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histologis.
c. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
d. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam basa.
2. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
3. Pielografi Intravena
9
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal
pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
4. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem
pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
5. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim)
serta sisa fungsi ginjal
6. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
7. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
8. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
9. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
10. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
11. Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau perlu
untuk mengetahui etiologinya.
12. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
a. Laju endap darah ( N : 5,0-10,0 x 10^3 / uL)
b. Urin
- Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak
ada (anuria).
- Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus /
nanah, bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna
kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
- Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
10
- Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, amrasio urine / ureum sering 1:1.
c. Ureum dan Kreatinin
- Ureum: ( N : 8-25 mg/dL)
- Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10
mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
d. Hiponatremia
e. Hiperkalemia
f. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
g. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
h. Gula darah tinggi
i. Hipertrigliserida
j. Asidosis metabolik
2.8. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul pada Kasus Gagal Ginjal Kronik
1. Konservatif
a. Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
b. Observasi balance cairan
c. Observasi adanya odema
d. Batasi cairan yang masuk
2. Dialysis
a. peritoneal dialysis
11
biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan dialysis
yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD (
Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )
b. Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah
femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
- Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke
jantung )
3. Operasi
a. Pengambilan batu
b. transplantasi ginjal
12
BAB III
KONSEPASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
1. Anamnesa
Anamnesa adalah mengetahui kondisi klien dengan cara wawancara atau
interview. Mengetahui kondisi klien untuk saat ini dan masa lalu. Anamnesa
mencakup identitas klien, keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat
kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat imunisasi, riwayat
kesehatan lingkungan dantempat tinggal.
a. Identitas
Meliputi identitas klien yaitu: nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis
kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa,
golongan darah, tangggal MRS, tanggal pengkajian, no.RM, diagnose medis,
alamat.
b. Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara tiba-
tiba atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi
keluhan, obat apa yang digunakan.
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output
sedikit sampai tidak ada BAK, glisah sampai penurunan kesadaran, tidak
selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah,
napas berbau (ureum), dan gatal pada kulit.
c. Riwayat kesehatan sekarang (PQRST)
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan klien pada saat di anamnesa
meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region, radiation, severity
scala dan time.
Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onset penurunan urine output,
penurunan kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya
perubahan kulit, dan pemenuhan nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja klien
meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat
pengobatan.
13
d. Riwayat penyakit dahulu
Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hiperplasia, dan
prostektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi
system perkemihan yang berulang. Penyakit diabetes mellitus, dan penyakit
hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab.
Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan
adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang
sama. Baaimana pola hidup yang biasa diterapkan dalam keluarga, ada atau
tidaknya riwayat infeksi sistem perkemihan yang berulang dan riwayat alergi,
penyait hereditas dan penyakit menular pada keluarga.
f. Riwayat psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialysis akan
menyebabkan enderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan klien
mengalami kecemasan, gangguan konsep diri (gambaran diri) dan gangguan
peran pada keluarga.
g. Lingkungan dan tempat tinggal
Mengkaji lingkungan tmpat tinggal klien, mengenai kebersihan lingkungan
tempat tinggal, area lingkungan rumah.
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
Tingkat kesadaran: menurun esuai dengan tingkat uremia dimana dapat
mempengaruhi system saraf pusat
TTV: sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan darah
terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.
b. Sistem pernapasan
Klien bernapas dengan bau uremia didapatkan adanya pernapasa kusmaul.
Pola napas cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan
karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi.
14
c. Sitem hematologi
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan adanya
friction rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan tanda
dan gejala gagal jantung kongestif. TD meningkat, akral dingin, CRT > 3
detik, palpitasi, nyeri dada dan sesak napas, gangguan irama jantung, edem
penurunan perfusi perifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat
hiperkalemi, dan gangguan kondisi elektrikal otot ventrikel.
Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia sebagai
akibat dari penurunan produksi eritropoitin, lesi gastrointestinal uremik,
penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran
GI, kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari trombositopenia.
d. Sistem neuromuskuler
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti
perubahan proses berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya
kejang, adanya neuropati perifer, burning feet syndrome, retless leg
syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
e. Sistem kardiovaskuler
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas
system rennin angiostensin aldosteron. Nyeri dada dan sesak napas akibat
perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis
yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
f. Sistem Endokrin
Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan ereksi menurun pada laki-laki
akibat produksi testosterone dan spermatogenesis yang menurun. Sebab lain
juga dihubungkan dengan metabolic tertentu. Pada wanita timbul gangguan
menstruasi, gangguan ovulasi sampai amenorea.
Gangguan metabolism glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Pada gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin < 15 ml/menit)
terjadi penuruna klirens metabolic insulin menyebabkan waktu paruh hormon
aktif memanjang. Keadaan ini dapat menyebabkan kebutuhan obat
penurunan glukosa darah akan berkurang. Gangguan metabolic lemak, dan
gangguan metabolism vitamin D.
15
g. Sistem Perkemihan
Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi penurunan libido
berat
h. Sistem pencernaan
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder dari bau
mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga
sering di dapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
i. Sistem Muskuloskeletal
Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi, pruritus,
demam ( sepsis, dehidrasi ), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang,
deposit fosfat kalsium pada kulit jaringan lunak dan sendi, keterbatasan gerak
sendi. Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari
anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria
No. Keperawat Intervensi
Hasil
an
1. Kelebihan NOC: NIC:
volume Fluid balance Fluid Management:
cairan Tujuan : 1. Pertahankan intake dan output secara akurat
16
berhubunga Setelah dilakukan 2. Kolaborasi dalam pemberian diuretik
n dengan tindakan keperawatan 3. Batasi intake cairan pada hiponatremi dilusi
mekanisme selama 3x24 jam dengan serum Na dengan jumlah kurang dari
pengaturan kelebihan volume 130 mEq/L
melemah cairan teratasi dengan 4. Atur dalam pemberian produk darah
kriteria: (platelets dan fresh frozen plasma)
1. Tekanan darah (4) 5. Monitor status hidrasi (kelembaban
2. Nilai nadi radial dan membrane mukosa, TD ortostatik, dan
perifer (4) keadekuatan dinding nadi)
3. MAP (4) 6. Monitor hasil laboratorium yang
4. CVP (4) berhubungan dengan retensi cairan
5. Keseimbangan (peningkatan kegawatan spesifik,
intake dan output peningkatan BUN, penurunan hematokrit,
dalam 24 jam (4) dan peningkatan osmolalitas urin)
6. Kestabilan berat 7. Monitor status hemodinamik (CVP, MAP,
badan (4) PAP, dan PCWP) jika tersedia
7. Serum elektrolit (4) 8. Monitor tanda vital
8. Hematokrit (4)
9. Asites (4) Hemodialysis Therapy:
10. Edema perifer (4) 1. Timbang BB sebelum dan sesudah
prosedur
2. Observasi terhadap dehidrasi, kram otot
dan aktivitas kejang
3. Observasi reaksi tranfusi
4. Monitor TD
5. Monitor BUN,Creat, HMT danelektrolit
6. Monitor CT
17
4. Pelihara catatan volume inflow/outflow
dan keseimbangan cairan
5. Kosongkan bladder sebelum insersi
peritoneal kateter
6. Hindari peningkatan stres mekanik pada
kateter dialisis peritoneal (batuk)
7. Pastikan penanganan aseptik pada kateter
dan penghubung peritoneal
8. Ambil sampel laboratorium dan periksa
kimia darah (jumlah BUN, serum
kreatinin, serum Na, K, dan PO4)
9. Cek alat dan cairan sesuai protokol
10. Kelola perubahan dialysis (inflow, dwell,
dan outflow) sesuai protokol
11. Ajarkan pasien untuk memonitor tanda
dan gejala yang mebutuhkan
penatalaksanaan medis (demam,
perdarahan, stres resipratori, nadi
irreguler, dan nyeri abdomen)
12. Ajarkan prosedur kepada pasien untuk
diterapkan dialisis di rumah.
13. Monitor TD, nadi, RR, suhu, dan respon
klien selama dialisis
14. Monitor tanda infeksi (peritonitis)
18
1. Peningkatan sodium spiranolakton), yang sesuai
(4) 5. Berikan diet yang tepat untuk
2. Peningkatan ketidakseimbangan elektrolit pasien
potassium (4) 6. Anjurkan pasien dan / atau keluarga pada
3. Peningkatan klorida modifikasi diet tertentu, sesuai
(4) 7. Pantau tingkat serum potassium dari pasien
yang memakai digitalis dan diuretik
8. Atasi aritmia jantung
9. Siapkan pasien untuk dialisis
10. Pantau elektrolit serum normal
11. Pantau adanya manifestasi dari
ketidakseimbangan elektrolit
19
5. Keseimbangan bahwa tidak mengganggu pasien dalam
perfusi ventilasi (4) bernapas
6. Sianosis (4)
20
agen injury asuhan selama 2x24, hidup klien (misalnya tidur, nafsu makan,
nyeri teratasi dengan aktivitas, kognitif, suasana hati, hubungan,
kriteria hasil: kinerja kerja, dan tanggung jawab peran).
1. Kenali awitan nyeri 2. Kontrol faktor lingkungan yang mungkin
(2) menyebabkan respon ketidaknyamanan klien
2. Jelaskan faktor (misalnya temperature ruangan,
penyebab nyeri (2) pencahayaan, suara).
3. Gunakan obat 3. Pilih dan terapkan berbagai cara
analgesik dan non (farmakologi, nonfarmakologi, interpersonal)
analgesik (2) untuk meringankan nyeri.
4. Laporkan nyeri 4. Observasi tanda-tanda non verbal dari
yang terkontrol ketidaknyamanan, terutama pada klien yang
mengalami kesulitan berkomunikasi.
21
menghilangkan mual
8. Dorong pasien untuk tidak mentolerir mual
tapi bersikap tegas dengan penyedia layanan
kesehatan dalam memperoleh bantuan
farmakologis dan nonfarmakologi
9. Promosikan istirahat yang cukup dan tidur
untuk memfasilitasi bantuan mual
10. Dorong makan sejumlah kecil makanan yang
menarik bagi orang mual
11. Bantu untuk mencari dan memberikan suport
emosional
22
aktif beraktivitas
9. Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
10. Observasi adanya pembatasan klien
dalam melakukan aktivitas.
11. Monitor nutrisi dan sumber energi yang
adekuat
12. Monitor pasien akan adanya kelelahan
fisik dan emosi secara berlebihan
13. Monitor respon kardiovaskular terhadap
aktivitas (takikardia, disritmia, sesak
nafas, diaphoresis, pucat, perubahan
hemodinamik)
14. Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien
15. Monitor responfisik, emosi, social dan
spiritual.
3.5. Evaluasi
Hasil yang diharapkan adalah :
1. Klien mampu mempertahankan berat badan ideal tanpa kelebihan cairan.
2. Klien mampu mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam tubuh.
3. Pertukaran gas pada pernafasan klien tidak terganggu.
4. Klien mempumempertahankan intergritas kulit baik.
5. Klien tidak merasakan nyeri.
6. Klien tidak merasakan mual/muntah.
7. Klien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi.
23
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah kerusakan faal ginjal yang hampir selalu tak
dapat pulih, dan dapat disebabkan berbagai hal. Istilah uremia telah dipakai sebagai
nama keadaan ini selama lebih dari satu abad, walaupun sekarang kita sadari bahwa
gejala gagal ginjal kronik tidak seluruhnya disebabkan retensi urea dalam darah.
Adapun kriteria penyakit ginjal kronik adalah :
1. Kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, berupa kelainan
struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi
glomerulus (LGF), berdasarkan :
- Kelainan patologik atau
- Pertanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan pada komposisi darah
atau urin, atau kelainan pada pemerikasaan pencitaraan.
2. LFG <60 ml/menit/1,73 m2 yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, dengan
atau tanpa kerusakan ginjal.
Banyak hal yang dapat menyebabkan gagal ginjal kronik. Banyak penyakit
ginjal yang mekanisme patofisiologinya bermacam-macam tetapi semuanya sama-
sama menyebabkan destruksi nefron yang progresif pada tabel dibawah dapat dilihat
dua golongan utama penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan gagal ginjal kronik.
4.2. Saran
24
DAFTAR PUSTAKA
A. Price, Sylvia, & M. Wilson, Lorraine. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 6.Volume 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Brunner, Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Nurarif, A. H., Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis: Berdasarkan Penerapan
Diagnosa NANDA, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus. Edisi Revisi.Jogjakarta:
MediAction.
Nursalam. (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer, Suazanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth.
Edisi 8. Volume 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B,.Alwi, I., Simadibrata. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
(Edisi 4). Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Penyakit Dalam FKUI.
25