Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

PENYAKIT PARKINSON

Pembimbing:

Mukhdiar Kasim, dr. Sp.S

Oleh:

Kinanthi S. Pangestuningtyas, S.Ked

NPM: 1102014145

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


KEPANITERAAN KLINIK ILMU SYARAF
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA CILEGON
TAHUN 2018
BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif ke 2 paling


sering dijumpai setelah penyakit Alzheimer. Berbagai gejala penyakit Parkinson,
antara lain tremor waktu istirahat, telah dikemukakan sejak Glen tahun 138-201,
bahkan berbagai macam tremor sudah digambarkan tahun 2500 sebelum masehi
oleh bangsa India. Namun Dr. James Parkinson pada tahun 1817 yang pertama
kali menulis deskripsi gejala penyakit Parkinson dengan rinci dan lengkap
kecuali kelemahan otot sehingga disebutnya paralysis agitans. Pada tahun 1894,
Blocg dan Marinesco menduga substansia nigra sebagai lokus lesi, dan tahun
1919 Tretiakoff menyimpulkan dari hasil penelitian post mortem penderita
penyakit Parkinson pada disertasinya bahwa ada kesamaan lesi yang ditemukan
yaitu lesi disubstansia nigra. Lebih lanjut, secara terpisah dan dengan cara
berbeda ditunjukkan Bein, Carlsson dan Hornykiewicz tahun 1950an, bahwa
penurunan kadar dopamine sebagai kelainan biokimiawi yang mendasari
penyakit Parkinson.
Tanda-tanda khas yang ditemukan pada penderita diantaranya resting tremor,
rigiditas, bradikinesia, dan instabilitas postural. Tanda-tanda motorik tersebut
merupakan akibat dari degenerasi neuron dopaminergik pada system nigrostriatal.
Namun, derajat keparahan defisit motorik tersebut beragam. Tanda-tanda motorik
pasien sering disertai depresi, disfungsi kognitif, gangguan tidur, dan disfungsi
autonom.
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria
dan wanita seimbang. 5 – 10 % orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala
awalnya muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada
usia 65 tahun.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Penyakit parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang


berkaitan erat dengan usia. Secara patologis penyakit parkinson ditandai oleh
degenerasi neuron-neuron berpigmen neuromelamin, terutama di pars kompakta
substansia nigra yang disertai inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies), atau
disebut juga parkinsonisme idiopatik atau primer.
Sedangkan Parkinonisme adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor
waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya refleks postural akibat
penurunan kadar dopamine dengan berbagai macam sebab. Sindrom ini sering
disebut sebagai Sindrom Parkinson.

2.2. Epidemiologi
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan
wanita seimbang. 5 – 10 % orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala awalnya
muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65 tahun.
Secara keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia dan
1,6 % di Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60 – 64 tahun sampai 3,5 % pada
usia 85 – 89 tahun.8
Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia
sendiri dengan jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-
400.000 penderita. Rata-rata usia penderita di atas 50 tahun dengan rentang usia-sesuai
dengan penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di Sumatera dan Jawa- 18
hingga 85 tahun. Statistik menunjukkan, baik di luar negeri maupun di dalam negeri,
lelaki lebih banyak terkena dibanding perempuan (3:2) dengan alasan yang belum
diketahui.

4
2.3. Patofisiologi

Dua hipotesis yang disebut juga sebagai mekanisme degenerasi neuronal


ada penyakit Parkinson ialah: hipotesis radikal bebas dan hipotesis
neurotoksin. 12
 Hipotesis radikal bebas

Diduga bahwa oksidasi enzimatik dari dopamine dapat merusak neuron


nigrotriatal, karena proses ini menghasilkan hidrogren peroksid dan radikal oksi
lainnya. Walaupun ada mekanisme pelindung untuk mencegah kerusakan dari
stress oksidatif, namun pada usia lanjut mungkin mekanisme ini gagal.
 Hipotesis neurotoksin

Diduga satu atau lebih macam zat neurotoksik berperan pada proses
neurodegenerasi pada Parkinson.
Pandangan saat ini menekankan pentingnya ganglia basal dalam menyusun
rencana neurofisiologi yang dibutuhkan dalam melakukan gerakan, dan bagian
yang diperankan oleh serebelum ialah mengevaluasi informasi yang didapat
sebagai umpan balik mengenai pelaksanaan gerakan. Ganglia basal tugas
primernya adalah mengumpulkan program untuk gerakan, sedangkan serebelum
memonitor dan melakukan pembetulan kesalahan yang terjadi sewaktu program
gerakan diimplementasikan. Salah satu gambaran dari gangguan ekstrapiramidal
adalah gerakan involunter.
Dasar patologinya mencakup lesi di ganglia basalis (kaudatus, putamen,
palidum, nukleus subtalamus) dan batang otak (substansia nigra, nukleus rubra,
lokus seruleus).
Secara sederhana , penyakit atau kelainan sistem motorik dapat dibagi
sebagai berikut:
1. Piramidal ; kelumpuhan disertai reflek tendon yang meningkat dan reflek
superfisial yang abnormal
2. Ekstrapiramidal : didomonasi oleh adanya gerakan-gerakan involunter

3. Serebelar : ataksia alaupun sensasi propioseptif normal sering disertai

5
nistagmus

4. Neuromuskuler : kelumpuhan sering disertai atrofi otot dan reflek


tendon yang menurun

Pada penyakit Parkinson terjadi degenerasi sel-sel neuron yang meliputi


berbagai inti subkortikal termasuk di antaranya substansia nigra, area ventral
tegmental, nukleus basalis, hipotalamus, pedunkulus pontin, nukleus raphe dorsal, locus
cereleus, nucleus central pontine dan ganglia otonomik. Beratnya kerusakan struktur
ini bervariasi. Pada otopsi didapatkan kehilangan sel substansia nigra dan lokus
cereleus bervariasi antara 50% - 85%, sedangkan pada nukleus raphe dorsal
berkisar antara 0% - 45%, dan pada nukleus ganglia basalis antara 32 % - 87 %. Inti-
inti subkortikal ini merupakan sumber utama neurotransmiter. Terlibatnya struktur
ini mengakibatkan berkurangnya dopamin di nukleus kaudatus (berkurang sampai
75%), putamen (berkurang sampai 90%), hipotalamus (berkurang sampai 90%).
Norepinefrin berkurang 43% di lokus sereleus, 52% di substansia nigra, 68% di
hipotalamus posterior. Serotonin berkurang 40% di nukleus kaudatus dan hipokampus,
40% di lobus frontalis dan 30% di lobus temporalis, serta 50% di ganglia basalis.
Selain itu juga terjadi pengurangan nuropeptid spesifik seperti met- enkephalin, leu-
enkephalin, substansi P dan bombesin.

6
Perubahan neurotransmiter dan neuropeptid menyebabkan perubahan
neurofisiologik yang berhubungan dengan perubahan suasana perasaan. Sistem
transmiter yang terlibat ini menengahi proses reward, mekanisme motivasi, dan respons
terhadap stres. Sistem dopamin berperan dalam proses reward dan reinforcement.
Febiger mengemukakan hipotesis bahwa abnormalitas sistem neurotransmiter pada
penyakit Parkinson akan mengurangi keefektifan mekanisme reward dan menyebabkan
anhedonia, kehilangan motivasi dan apatis. Sedang Taylor menekankan pentingnya
peranan sistem dopamin forebrain dalam fungsi-fungsi tingkah laku terhadap
pengharapan dan antisipasi. Sistem ini berperan dalam motivasi dan dorongan untuk
berbuat, sehingga disfungsi ini akan mengakibatkan ketergantungan yang berlebihan
terhadap lingkungan dengan berkurangnya keinginan melakukan aktivitas, menurunnya
perasaan kemampuan untuk mengontrol diri. Berkurangnya perasaan kemampuan untuk
mengontrol diri sendiri dapat bermanifestasi sebagai perasaan tidak berguna dan
kehilangan harga diri. Ketergantungan terhadap lingkungan dan ketidakmampuan
melakukan aktivitas akan menimbulkan perasaan tidak berdaya dan putus asa. Sistem
serotonergik berperan dalam regulasi suasana perasaan, regulasi bangun tidur, aktivitas
agresi dan seksual. Disfungsi sistem ini akan menyebabkan gangguan pola tidur,
kehilangan nafsu makan, berkurangnya libido, dan menurunnya kemampuan
konsentrasi. Penggabungan disfungsi semua unsur yang tersebut di atas merupakan
gambaran dari sindrom klasik depresi.12

2.5. Klasifikasi

Pada umumnya diagnosis sindrom Parkinson mudah ditegakkan, tetapi


harus diusahakan menentukan jenisnya untuk mendapat gambaran tentang etiologi,
prognosis dan penatalaksanaannya.14
 Parkinsonismus primer/idiopatik/paralysis agitans.
Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi penyebabnya
belum jelas. Kira-kira 7 dari 8 kasus parkinson termasuk jenis ini.
 Parkinsonismus sekunder atau simtomatik
Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain : tuberkulosis, sifilis
meningovaskuler, iatrogenik atau drug induced, misalnya golongan fenotiazin,
reserpin, tetrabenazin dan lain-lain, misalnya perdarahan serebral petekial pasca
trauma yang berulang-ulang pada petinju, infark lakuner, tumor serebri,

7
hipoparatiroid dan kalsifikasi.
 Sindrom paraparkinson (Parkinson plus)
Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari gambaran penyakit
keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada penyakit Wilson (degenerasi hepato-
lentikularis), hidrosefalus normotensif, sindrom Shy-drager, degenerasi striatonigral,
atropi palidal (parkinsonismus juvenilis).

2.6. Manifestasi Klinis

Meskipun gejala yang disampaikan di bawah ini bukan hanya


milik penderita parkinson, umumnya penderita parkinson mengalami hal itu.

A. Gejala Motorik

 Tremor
Gejala penyakit parkinson sering luput dari pandangan awam, dan dianggap
sebagai suatu hal yang lumrah terjadi pada orang tua. Salah satu ciri khas dari
penyakit parkinson adalah tangan tremor (bergetar) jika sedang beristirahat. Namun,
jika orang itu diminta melakukan sesuatu, getaran tersebut tidak terlihat lagi. Itu
yang disebut resting tremor, yang hilang juga sewaktu tidur. 13
Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi metakarpofalangis,

8
kadang-kadang tremor seperti menghitung uang logam atau memulung-mulung (pil
rolling). Pada sendi tangan fleksi-ekstensi atau pronasi-supinasi pada kaki fleksi-
ekstensi, kepala fleksi-ekstensi atau menggeleng, mulut membuka menutup, lidah terjulur-
tertarik. Tremor ini menghilang waktu istirahat dan menghebat waktu emosi terangsang
(resting/ alternating tremor). 14
Tremor tidak hanya terjadi pada tangan atau kaki, tetapi bisa juga terjadi pada
kelopak mata dan bola mata, bibir, lidah dan jari tangan (seperti orang menghitung
uang). Semua itu terjadi pada saat istirahat/tanpa sadar. Bahkan, kepala penderita
bisa bergoyang-goyang jika tidak sedang melakukan aktivitas (tanpa sadar). Artinya,
jika disadari, tremor tersebut bisa berhenti. Pada awalnya tremor hanya terjadi pada
satu sisi, namun semakin berat penyakit, tremor bisa terjadi pada kedua belah sisi. 13

 Rigiditas/kekakuan

Tanda yang lain adalah kekakuan (rigiditas). Jika kepalan tangan yang
tremor tersebut digerakkan (oleh orang lain) secara perlahan ke atas bertumpu pada
pergelangan tangan, terasa ada tahanan seperti melewati suatu roda yang bergigi
sehingga gerakannya menjadi terpatah-patah/putus-putus. Selain di tangan
maupun di kaki, kekakuan itu bisa juga terjadi di leher. Akibat kekakuan itu,
gerakannya menjadi tidak halus lagi seperti break-dance. Gerakan yang kaku
membuat penderita akan berjalan dengan postur yang membungkuk. Untuk
mempertahankan pusat gravitasinya agar tidak jatuh, langkahnya menjadi cepat
tetapi pendek-pendek.13

Adanya hipertoni pada otot fleksor ekstensor dan hipertoni seluruh gerakan,
hal ini oleh karena meningkatnya aktifitas motorneuron alfa, adanya fenomena roda
bergigi (cogwheel phenomenon). 14

 Akinesia/Bradikinesia

Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga


tanda akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi serba lambat. Dalam
pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan yang semakin

9
mengecil, sulit mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan diseret. Kesadaran
masih tetap baik sehingga penderita bisa menjadi tertekan (stres) karena penyakit itu.
Wajah menjadi tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara menjadi
kecil, refleks menelan berkurang, sehingga sering keluar air liur. 13

Gerakan volunteer menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif,


misalnya sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil
suatu obyek, bila berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia
mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan yang
berkurang, misalnya wajah seperti topeng, kedipan mata berkurang, berkurangnya
gerak menelan ludah sehingga ludah suka keluar dari mulut.14

 Tiba-tiba Berhenti atau Ragu-ragu untuk Melangkah

Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau mulai
melangkah, sedang berjalan, atau berputar balik; dan start hesitation, yaitu ragu-
ragu untuk mulai melangkah. Bisa juga terjadi sering kencing, dan sembelit.
Penderita menjadi lambat berpikir dan depresi. 13Bradikinesia mengakibatkan
kurangnya ekspresi muka serta mimic muka. Disamping itu, kulit muka seperti
berminyak dan ludah suka keluar dari mulut karena berkurangnya gerak menelan
ludah.

 Mikrografia

Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa
kasus hal ini merupakan gejala dini. 14

 Langkah dan gaya jalan (sikap Parkinson)

Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat


(marche a petit pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu
membengkok ke depan, punggung melengkung bila berjalan. 14

10
 Bicara monoton

Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara,
otot laring, sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton
dengan volume suara halus ( suara bisikan ) yang lambat. 14

 Dimensia

Adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya


dengan deficit kognitif. 14

 Gangguan behavioral

Lambat-laun menjadi dependen ( tergantung kepada orang lain),


mudah takut, sikap kurang tegas, depresi. Cara berpikir dan respon terhadap
pertanyaan lambat (bradifrenia) biasanya masih dapat memberikan jawaban
yang betul, asal diberi waktu yang cukup. 14

 Gejala Lain

Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan


diatas pangkal hidungnya (tanda Myerson positif) 14

A. Gejala non motorik15


a. Disfungsi otonom

-Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan


sfingter terutama inkontinensia dan hipotensi ortostatik.
-Kulit berminyak dan infeksi kulit seborrheic

-Pengeluaran urin yang banyak

-Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan


melemahnya hasrat seksual, perilaku, orgasme.
b.Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi

11
c.Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
d. Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur
(insomnia) e.Gangguan sensasi,
- kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan
warna,

- penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh


hypotension orthostatic, suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk
melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan
posisi badan
- berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau ( microsmia
atau anosmia)

2.7. Diagnosis

Diagnosis penyakit Parkinson ditegakkan berdasarkan kriteria :

1. Secara klinis
 Didapatkan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik : tremor,
rigiditas, bradikinesia atau
 3 dari 4 tanda motorik : tremor, rigiditas, bradikinesia dan
ketidakstabilan postural.

2. Kriteria United Kingdom Parkinson’s Disease Society Brain Bank

12
3. Klasifikasi Modified Hoehn and Yahr

Penyakit Parkinson didiagnosis berdasarkan kriteria klinis. Tidak


didapatkan pemeriksaan yang bersifat definitive untuk menegakkan
diagnosis, kecuali konfirmasi histopatologis adanya badan Lewy pada
autopsy. Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membedakan dengan
kelainan degenerative lain, terutama parkinsonisme sekunder atau
atipikal:
 MRI (Magnetic Resonance Imaging)
 PET & SPECT (Position Emission Tomography, Single PhotonEmission
Computed Tomography)
 Ultrasonografi transcranial

2.8. Tatalaksana

Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan


penanganan secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi
untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi
gejala yang timbul. 1

Pengobatan penyakit parkinson bersifat individual dan simtomatik, obat-


obatan yang biasa diberikan adalah untuk pengobatan penyakit atau menggantikan

13
atau meniru dopamin yang akan memperbaiki tremor, rigiditas, dan slowness. 2

Perawatan pada penderita penyakit parkinson bertujuan untuk memperlambat


dan menghambat perkembangan dari penyakit itu. Perawatan ini dapat dilakukan
dengan pemberian obat dan terapi fisik seperti terapi berjalan, terapi suara/berbicara
dan pasien diharapkan tetap melakukan kegiatan sehari-hari. 1

1. Terapi farmakologik

a. Obat pengganti dopamine (Levodopa, Carbidopa)

Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit parkinson. Di


dalam otak levodopa dirubah menjadi dopamine. L-dopa akan diubah
menjadi dopamine pada neuron dopaminergik oleh L-aromatik asam amino
dekarboksilase (dopa dekarboksilase). Walaupun demikian, hanya 1-5%
dari L-Dopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya dimetabolisme di
sembarang tempat, mengakibatkan efek samping yang luas. Karena
mekanisme feedback, akan terjadi inhibisi pembentukan L-Dopa endogen.
Carbidopa dan benserazide adalah dopa dekarboksilase inhibitor,
membantu mencegah metabolisme L- Dopa sebelum mencapai neuron
dopaminergik.
Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki gerakan.
Penderita penyakit parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya
secara normal. Obat ini diberikan bersama carbidopa untuk meningkatkan
efektivitasnya & mengurangi efek sampingnya.
Banyak dokter menunda pengobatan simtomatis dengan levodopa sampai
memang dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak
mengganggu, sebaiknya terapi dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini
mengingat bahwa efektifitas levodopa berkaitan dengan lama waktu
pemakaiannya. Levodopa melintasi sawar-darah-otak dan memasuki
susunan saraf pusat dan mengalami perubahan ensimatik menjadi dopamin.
Dopamin menghambat aktifitas neuron di ganglia basal. 1
Efek samping levodopa dapat berupa:

14
1) Neusea, muntah, distress abdominal

2) Hipotensi postural

3) Sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita


yang berusia lanjut. Efek ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik
dopamine pada system konduksi jantung. Ini bisa diatasi dengan obat
beta blocker seperti propanolol.
4) Diskinesia yang paling sering ditemukan melibatkan anggota
gerak, leher atau muka. Diskinesia sering terjadi pada penderita yang
berespon baik terhadap terapi levodopa. Beberapa penderita
menunjukkan gejala on-off yang sangat mengganggu karena
penderita tidak tahu kapan gerakannya mendadak menjadi terhenti,
membeku, sulit. Jadi gerakannya terinterupsi sejenak.
5) Abnormalitas laboratorium. Granulositopenia, fungsi hati
abnormal dan ureum darah yang meningkat merupakan komplikasi
yang jarang terjadi pada terapi levodopa.
Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah
diskinesia yaitu gerakan motorik tidak terkontrol pada anggota gerak
maupun tubuh. Respon penderita yang mengkonsumsi levodopa juga
semakin lama semakin berkurang. Untuk menghilangkan efek
samping levodopa, jadwal pemberian diatur dan ditingkatkan
dosisnya, juga dengan memberikan tambahan obat-obat yang
memiliki mekanisme kerja berbeda seperti dopamin agonis, COMT
inhibitor atau MAO-B inhibitor.
b. Agonis Dopamin

Agonis dopamin seperti Bromokriptin (Parlodel), Pergolid (Permax),


Pramipexol (Mirapex), Ropinirol, Kabergolin, Apomorfin dan lisurid
dianggap cukup efektif untuk mengobati gejala Parkinson. Obat ini bekerja
dengan merangsang reseptor dopamin, akan tetapi obat ini juga
menyebabkan penurunan reseptor dopamin secara progresif yang
selanjutnya akan menimbulkan peningkatan gejala Parkinson.

15
Obat ini dapat berguna untuk mengobati pasien yang pernah mengalami
serangan yang berfluktuasi dan diskinesia sebagai akibat dari levodopa
dosis tinggi. Apomorfin dapat diinjeksikan subkutan. Dosis rendah yang
diberikan setiap hari dapat mengurangi fluktuasi gejala motorik.
Efek samping obat ini adalah halusinasi, psikosis, eritromelalgia, edema
kaki, mual dan muntah.
c. Antikolinergik

Obat ini menghambat sistem kolinergik di ganglia basal dan menghambat


aksi neurotransmitter otak yang disebut asetilkolin. Obat ini mampu
membantu mengoreksi keseimbangan antara dopamine dan asetilkolin,
sehingga dapat mengurangi gejala tremor. Ada dua preparat antikolinergik
yang banyak digunakan untuk penyakit parkinson , yaitu thrihexyphenidyl
(artane) dan benztropin (congentin). Preparat lainnya yang juga termasuk
golongan ini adalah biperidon (akineton), orphenadrine (disipal) dan
procyclidine (kamadrin).
Efek samping obat ini adalah mulut kering dan pandangan kabur.
Sebaiknya obat jenis ini tidak diberikan pada penderita penyakit Parkinson
usia diatas 70 tahun, karena dapat menyebabkan penurunan daya ingat. 1
d. Penghambat Monoamin oxidase (MAO Inhibitor)

Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga berguna


pada penyakit Parkinson karena neurotransmisi dopamine dapat
ditingkatkan dengan mencegah perusakannya. Selegiline dapat pula
memperlambat memburuknya sindrom Parkinson, dengan demikian terapi
levodopa dapat ditangguhkan selama beberapa waktu. Berguna untuk
mengendalikan gejala dari penyakit Parkinson yaitu untuk mengaluskan
pergerakan. Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan dengan
menginhibisi monoamine oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat
perusakan dopamine yang dikeluarkan oleh neuron dopaminergik.
Metabolitnya mengandung L-amphetamin and L-methamphetamin. Biasa
dipakai sebagai kombinasi dengan gabungan levodopa-carbidopa. Selain

16
itu obat ini juga berfungsi sebagai antidepresan ringan. Efek sampingnya
adalah insomnia, penurunan tekanan darah dan aritmia. 1
e. Amantadin

Berperan sebagai pengganti dopamine, tetapi bekerja di bagian lain otak.


Obat ini dulu ditemukan sebagai obat antivirus, selanjutnya diketahui dapat
menghilangkan gejala penyakit Parkinson yaitu menurunkan gejala tremor,
bradikinesia, dan fatigue pada awal penyakit Parkinson dan dapat
menghilangkan fluktuasi motorik (fenomena on-off) dan diskinesia pada
penderita Parkinson lanjut. Dapat dipakai sendirian atau sebagai kombinasi
dengan levodopa atau agonis dopamine. Efek sampingnya dapat
mengakibatkan mengantuk. 1
f. Penghambat Catechol 0-Methyl Transferase/COMT

Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar). Obat ini masih relatif baru,


berfungsi menghambat degradasi dopamine oleh enzim COMT dan
memperbaiki transfer levodopa ke otak. Mulai dipakai sebagai kombinasi
levodopa saat efektivitas levodopa menurun. Diberikan bersama setiap
dosis levodopa. Obat ini memperbaiki fenomena on-off, memperbaiki
kemampuan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Efek samping obat ini berupa gangguan fungsi hati, sehingga perlu
diperiksa tes fungsi hati secara serial. Obat ini juga menyebabkan
perubahan warna urin berwarna merah-oranye. 1
g. Neuroproteksi

Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang


diinduksi progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai agen
neuroprotektif adalah apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids,
bioenergetics, antiglutamatergic agents, dan dopamine receptors. Adapun
yang sering digunakan di klinik adalah monoamine oxidase inhibitors
(selegiline and rasagiline), dopamin agonis, dan complek I mitochondrial
fortifier coenzyme Q10.

17
Algoritma penatalaksanaan penyakit Parkinson

2. Terapi pembedahan1

Bertujuan untuk memperbaiki atau mengembalikan seperti semula proses


patologis yang mendasari (neurorestorasi).
a. Terapi ablasi lesi di otak

Termasuk katergori ini adalah thalamotomy


dan pallidotomy Indikasi :

- fluktuasi motorik berat yang terus


menerus

18
- diskinesia yang tidak dapat diatasi dengan
pengobatan medik

Dilakukan penghancuran di pusat lesi di otak dengan menggunakan


kauterisasi. Efek operasi ini bersifat permanen seumur hidup dan sangat
tidak aman untuk melakukan ablasi dikedua tempat tersebut.

b. Deep Brain Stimulation (DBS)

Ditempatkan semacam elektroda pada beberapa pusat lesi di otak yang


dihubungkan dengan alat pemacunya yang dipasang di bawah kulit dada
seperti alat pemacu jantung. Pada prosedur ini tidak ada penghancuran lesi
di otak, jadi relatif aman. Manfaatnya adalah memperbaiki waktu off dari
levodopa dan mengendalikan diskinesia.

c. Transplantasi

Percobaan transplantasi pada penderita penyakit parkinson dimulai 1982


oleh Lindvall dan kawannya, jaringan medula adrenalis (autologous
adrenal) yang menghasilkan dopamin. Jaringan transplan (graft) lain yang
pernah digunakan antara lain dari jaringan embrio ventral mesensefalon
yang menggunakan jaringan premordial steam atau progenitor cells, non
neural cells (biasanya fibroblast atau astrosytes), testis-derived sertoli cells
dan carotid body epithelial glomus cells. Untuk mencegah reaksi penolakan
jaringan diberikan obat immunosupressant cyclosporin A yang
menghambat proliferasi T cells sehingga masa idup graft jadi lebih panjang.
Transplantasi yang berhasil baik dapat mengurangi gejala penyakit
parkinson selama 4 tahun kemudian efeknya menurun 4 – 6 tahun sesudah
transplantasi. Teknik operasi ini sering terbentur bermacam hambatan
seperti ketiadaan donor, kesulitan prosedur baik teknis maupun perijinan.

19
3. Non Farmakologik1

a. Edukasi

Pasien serta keluarga diberikan pemahaman mengenai penyakitnya,


misalnya pentingnya meminum obat teratur dan menghindari jatuh.
Menimbulkan rasa simpati dan empati dari anggota keluarganya sehingga
dukungan fisik dan psikik mereka menjadi maksimal.

b. Terapi rehabilitasi

Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup


penderita dan menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta
mengatasi masalah-masalah sebagai berikut : Abnormalitas gerakan,
Kecenderungan postur tubuh yang salah, Gejala otonom, Gangguan
perawatan diri (Activity of Daily Living – ADL), dan Perubahan
psikologik. Latihan yang diperlukan penderita parkinson meliputi latihan
fisioterapi, okupasi, dan psikoterapi.
Latihan fisioterapi meliputi : latihan gelang bahu dengan tongkat, latihan
ekstensi trunkus, latihan frenkle untuk berjalan dengan menapakkan kaki
pada tanda-tanda di lantai, latihan isometrik untuk kuadrisep femoris dan
otot ekstensor panggul agar memudahkan menaiki tangga dan bangkit dari
kursi.
Latihan okupasi yang memerlukan pengkajian ADL pasien, pengkajian
lingkungan tenpat tinggal atau pekerjaan. Dalam pelaksanaan latihan
dipakai bermacam strategi, yaitu :

 Strategi kognitif : untuk menarik perhatian penuh/konsentrasi,


bicara jelas dan tidak cepat, mampu menggunakan tanda-tanda
verbal maupun visual dan hanya melakukan satu tugas kognitif
maupun motorik.

20
 Strategi gerak : seperti bila akan belok saat berjalan gunakan
tikungan yang agak lebar, jarak kedua kaki harus agak lebar bila
ingin memungut sesuatu dilantai.

 Strategi keseimbangan : melakukan ADL dengan duduk atau


berdiri dengan kedua kaki terbuka lebar dan dengan lengan
berpegangan pada dinding. Hindari eskalator atau pintu
berputar. Saat bejalan di tempat ramai atau lantai tidak rata
harus konsentrasi penuh jangan bicara atau melihat sekitar.

 Seorang psikolog diperlukan untuk mengkaji fungsi kognitif,


kepribadian, status mental pasien dan keluarganya. Hasilnya
digunakan untuk melakukan terapi rehabilitasi kognitif dan
melakukan intervensi psikoterapi.

2.8. Prognosis

Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson,


sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena

parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya.1


Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi
total disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan

dapat menyebabkan kematian.3 Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien


berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan
gejala berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping

pengobatan terkadang dapat sangat parah. 4


Penyakit parkinson sendiri tidak dianggap sebagai penyakit yang fatal,
tetapi berkembang sejalan dengan waktu. Rata-rata harapan hidup pada pasien
Penyakit parkinson pada umumnya lebih rendah dibandingkan yang tidak menderita
Penyakit parkinson. Pada tahap akhir, Penyakit parkinson dapat menyebabkan
komplikasi seperti tersedak, pneumoni, dan memburuk yang dapat menyebabkan

21
kematian. 5
Progresifitas gejala pada Penyakit parkinson dapat berlangsung 20 tahun
atau lebih. Namun demikian pada beberapa orang dapat lebih singkat. Tidak ada
cara yang tepat untuk memprediksikan lamanya penyakit ini pada masing-masing
individu. Dengan treatment yang tepat, kebanyakan pasien Penyakit parkinson dapat

hidup produktif beberapa tahun setelah diagnosis. 4

22
BAB III

KESIMPULAN

Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis


progresif, merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia basalis
akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia nigra ke
globus palidus/ neostriatum (striatal dopamine deficiency). Di Amerika Serikat,
ada sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia sendiri, dengan jumlah
penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000 penderita
Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan
penanganan secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi
untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi
gejala yang timbul . Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala
parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini.
Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya.
Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi
total disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan
dapat menyebabkan kematian. Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien
berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan
gejala berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping
pengobatan terkadang dapat sangat parah.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Sobha S. Rao, M.D., Laura A. Hofmann, M.D., and Amer Shakil, M.D.,
“Parkinson’s Disease: Diagnosis and Treatment”, http://www.aafp.org/. 3
Desember 2018.
2. Terapi deep brain stimulation bantu kendalikan penyakit
Parkinson. 2007.http://www.medicastore.com/
3. Maurice Victor, Al an H. Ropper, Raymond D, 2014. Adams & Victor’s
Principles Of Neurology 7th edition. Parkinson Disease (Paralysis Agitans)
4. Greg Juhn, M.T.P.W., David R. Eltz, Kelli A. Stacy, Daniel Kantor, M.D.,
2006. University of Florida Health Science Center, Jacksonvil e, FL. Parkinson’s
disease. http://www.nlm.nih.gov/
5. Lewis P. Rowland, 2000. Merritt’s Neurology 10th Edition. Parkinsonism:
Stanley Fahn and Serge Przedborski
6. Yayasan peduli parkinson Indonesia. Parkinson disease. http://www.
parkinson- indonesia.com/. 3 Juni 2014
7. National Institute of Neurological Disorders and Stroke, 2007. “Parkinson’s
Disease: Hope Through Research”, www.ninds.nih.gov/ 3 Desember 2018.
8. Anindhita T., Wiratman W. Buku Ajar Neurologi. Departemen Neurologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2017.

24

Anda mungkin juga menyukai