Anda di halaman 1dari 4

Transgender Ditinjau dari Kacamata Kesehatan Masyarakat, Hak Asasi Manusia, dan

Kesetaraan Gender

Oleh: Dea Yolanda Mawaddah

NIM: 1810713031

Dosen Pengampu: Dr. Dyah Utari, S.Kep., NS., M.KKK.

Mata Kuliah: Kesehatan Reproduksi

Tuhan menciptakan makhluk-Nya dengan karakteristik masing-masing, termasuk di


dalamnya adalah karakteristik manusia yang dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan.
Namun, belakangan ini sering kali terdengar isu yang berkaitan dengan karakteristik dari
manusia tersebut, yaitu tentang ketidakjelasan jenis kelamin. Akhir-akhir ini sering bermunculan
orang-orang yang merasa bingung dengan jati dirinya. Banyak dari mereka yang merasa bahwa
apa yang terlihat dalam diri mereka bukanlah yang sesungguhnya. Contohnya mereka yang
berjenis kelamin laki-laki menolak kodratnya sebagai laki-laki dan menyatakan bahwa diri
mereka adalah perempuan.

Fenomena ini bukan lagi hal baru bagi masyarakat dan sering kali dikaitkan dengan
istilah transgender. Transgender adalah kata yang digunakan untuk mendeskripsikan bagi orang
yang melakukan, merasa, berfikir atau terlihat berbeda dari jenis kelamin yang telah ditetapkan
sejak lahir. Kelompok orang yang dapat diidentifikasi sebagai transgender yaitu orang yang sulit
diakui sebagai perempuan atau laki-laki, orang yang lebih nyaman dengan penampilan atau
pakaian yang berlawanan dengan jenis kelaminnya, dan orang yang berpindah jenis kelamin dari
satu kelamin ke jenis yang lain.

Kata gender sendiri diambil dari Bahasa Iggris yang berarti jenis kelamin. Menurut Fakih
(2008), gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang
dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Pada intinya, gender adalah jenis kelamin yang
dikaitkan dengan sosial seseorang karena terbentuk oleh perilaku lewat proses sosialisasi. Gender
bukanlah jenis kelamin yang tampak atau keadaan biologis dari seseorang, melainkan jenis
kelamin sosial dari orang tersebut. Sedangkan, transgender adalah orang-orang yang merasa
bahwa identitas gendernya tidak sesuai dengan gender sejak lahir. Perempuan trangender adalah
seseorang yang sejak lahir berjenis kelamin laki-laki tetapi merasa dirinya seorang perempuan.
Sementara itu, laki-laki transgender adalah seseorang yang sudah sejak lahir beridentitas
perempuan tetapi merasa bahwa diriny adlah seorang laki-laki.

Keberadaan LGBT ⸺yang ternasuk di dalamnya transgender⸺ di dunia sudah ada sejak
lama, waktu terawal fenomena tersebut ditemukan pada abad 19an. Pada abad ke-19, American
Psychiatric Association (APA) masih menganggap homoeksual sebagai mental disorder. Seperti
pada perkembangan diagnosis para psikiater di Amerika Serikat beserta risetnya, pada tahun
1952, Diagnostic and Statistic Manual (DSM) menyatakan kaum homoseksual sebagai gangguan
kepribadian sosiopat. Kemudian. pada tahun 1968 kaum homoseksual dinyatakan sebagai
penyimpangan seksual. Setelah itu, pada tahun 1973 homoseksual dinyatakan sebagai penyakit
mental. Namun, setelah tahun 1973 melalui American Psychiatric Association (APA)
menyatakan bahwa homoseksual bukanlah penyakit mental.

Transgender bukanlah bawaan sejak lahir atau genetik. Hal ini terbentuk karena adanya
perubahan wawasan dan pola pikir yang terjadi secara sadar. Faktor biologis tidak
mempengaruhi seseorang hingga akhirnya menjadi transgender, melainkan faktor psikososial
atau masa perkembangan anak yang mendapat pengaruh dari lingkungan.

Transgender jika ditinjau dari kacamata kesehatan masyarakat adalah keadaan dimana
seseorang menolak jati diri yang sebenarnya. Tenaga Kesehatan Masyarakat tidak boleh
melakukan diskriminasi terhadap orang-orang yang melakukan transgender karena mereka pasti
tahu bagaimana harus memperlakukan para transgender dari pembelajaran yang sudah dilakukan.
Hal yang harus diperhatikan dari kesehatan para transgender adalah risiko mereka terhadap
penularan Penyakit Menular Seksual (PMS).

Tenaga Kesehatan Masyarakat harus mampu memberikan informasi kesehatan reproduksi


dengan baik bagi para transgender, khususnya mereka yang mengalami masalah kesehatan
reproduksi. Penyakit Menular Seksual (PMS) merupakan masalah yang serius, karena dapat
menyerang dalam cakupan luas ke seluruh penjuru dunia. Penyakit Menular Seksual (PMS) juga
mudah menyebar dari satu orang ke orang lain. Oleh karena itu, Tenaga Kesehatan Masyarakat
dituntut harus mampu memberikan informasi kepada transgender untuk meminimalisir risiko
Penyakit Menular Seksual (PMS) pada transgender dan pada orang lain yang berhubungan dengan
mereka.

Isu transgender apabila ditinjau dari Hak Asasi Manusia (HAM) dapat dilihat dari
resolusi pertama Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB pada tahun 2011 tentang pengakuan
hak-hak LGBT. Hak Asasi Manusia (HAM) sendiri dalam Bahasa Inggris disebut Human Rights
yang berarti hak-hak manusia. Dasar ilmu politik menyatakan bahwa Hak Asasi Manusia (HAM)
adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan
kelahirannya di dalam kehidupan masyarakat. Dasar dari semua hak asasi ialah bahwa manusia
memperoleh kesempatan berkembang sesuai dengan harkat dan cita-citanya.

Setelah keluarnya resolusi pertama Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB pada tahun
2011 tentang pengakuan hak-hak LGBT, tinjauan Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap
LGBT⸺yang ternasuk di dalamnya transgender⸺ diikuti dengan laporan dari Komisi Hak Asasi
Manusia (HAM) PBB yang mendokumentasikan pelanggaran hak-hak dari orang-orang LGBT,
termasuk kejahatan kebencian, kriminalisasi homoseksualitas, dan diskriminasi. Menindaklanjuti
laporan tersebut, Komisi Hak Asasi Manusia (HAM) PBB mendesak semua negara untuk
memberlakukan hukum yang melindungi hak-hak LGBT. Dasar aturan yang digunakan oleh
PBB adalah dalam perspektif Universal Declaration of Human Rights (Deklrasi Universal Hak-
Hak Asasi Manusia), Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB mengesahkan resolusi persamaan
hak yang menyatakan bahwa setiap manusia dilahirkan bebas dan sederajat dan setiap orang
berhak untuk memperoleh hak dan kebebasannya tanpa diskriminasi apapun.

Berbicara mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) tentunya hal ini tidak akan terlepas dari
hukum dan falsafah yang dianut suatu negara. Bagi Negara Indonesia, yang berlandaskan atas
hukum dan Pancasila, maka negara akan menghargai hak-hak setiap warga negara dan
penegakkan HAM pun akan disesuaikan dengan nilai-nilai dan falsafah yang dianut Bangsa
Indonesia. Namun, terkait dengan pelegalan LBGT, di Indonesia belum ada fatwa yang
menyetujui akan hal tersebut.

Jika ditinjau dari kacamata kesataraan gender, transgender memang sering kali menjadi
sorotan. Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk
memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan
berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan
pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas) serta kesamaan dalam menikmati hasil
pembangunan. Terwujudnya kesetaraan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara
perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan
berpartisipasi, kontrol atas pembangunan dan memperoleh manfaat yang setara dan adil dari
pembangunan.

Diskriminasi gender masih sering terjadi di seluruh aspek kehidupan. Diskriminasi


merupakan bentuk perbedaan perlakuan berdasarkan alasan gender, seperti pembatasan peran,
penyingkiran atau pilih kasih yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran atas pengakuan hak
asasinya, persamaan antara laki-laki dan perempuan, maupun hak dasar dalam bidang sosial,
politik, ekonomi, budaya, dll. Hal ini sering kali dialami oleh mereka yang minoritas.

Transgender merupakan kaum minoritas dan kehadirannya pun masih dianggap hal yang
menyimpang oleh sebagian besar masyarakat. Oleh karena itu, diskriminasi terhadap transgender
masih kerap terjadi karena mereka dianggap berbeda dari orang normal. Banyak transgender
dikeluarkan dari tempat kerja mereka hingga akhirnya mereka kesulitan untuk mendapatkan
pekerjaan tetap.

Beberapa daerah di Indonesia pun melarang tegas perilaku transgender, salah satunya
adalah Aceh merupakan daerah yang melarang dan menghukum keras tidak pelaku LGBT.
Pengaruh LGBT ini setidaknya pernah memakan korban karena diskriminasi warga sehingga
Komnas HAM membahas mengenai isu publik tersebut. Maksud Komnas HAM mengenai
perlindungan kaum LGBT sampai saat ini hanya mengenai tindak diskriminasi terhadap mereka
bukan melegalkan karena hingga saat ini pemerintah masih tidak menyetujui untuk melegalkan
hal tersebut.

Anda mungkin juga menyukai