Anda di halaman 1dari 12

C.

Analisis Nilai Bijak

Secara etimologi, etika berasal dari istilah “ethos” yang dalam bahasa Yunani

mengandung arti kebiasaan atau cara hidup. Sama halnya dengan kata moral yang memiliki

makna serupa, namun berasal dari sumber bahasa yang berbeda yakni dari bahasa Latin Mos

(jamak: Mores). Etika sering diidentikan dengan moral (atau moralitas). Namun, meskipun

sama-sama terkait dengan baik-buruk tindakan manusia, etika dan moral memiliki perbedaan

pengertian. Moralitas lebih condong pada pengertian nilai baik dan buruk dari setiap

perbuatan manusia, sedangkan etika berarti ilmu yang mempelajari tentang baik dan buruk.

Jadi bisa dikatakan, etika berfungsi sebagai teori tentang perbuatan baik dan buruk (Bertens,

1994 : 1-2). Berikut akan dijabarkan nilai-nilai bijak yang tercermin dalam dongeng Contes

Des Sages Qui S’ignorent yang telah di analisis sebelumnya:

a) Dongeng 1: Les Simple

Kutipan di bawah menujukkan nilai bijak yang ingin disampaikan dalam cerita Les

simple. Dalam hal ini, nilai moral yang dimaksudkan adalah praxis moral dalam kehidupan

yang berkaitan dengan cara mendapatkan pengetahuan tentang masalah-masalah dalam

kehidupan. Berikut kutipannya :

Dans le temps, quand on ne savait rien et qu’on le savait, on apprenait en regardant.


Si l’on voyait deux serpents se battre, on se taisait, on attendait, sans broncher. Le
serpent qui avait le dessus filait en rampant. Il rapportait vite dans sa gueule des
herbes pour soigner l’autre, vaincu, blessé. Alors, on les tuait à coups de bâton et l’on
rapportait ces herbes au village. Ainsi, ils nous avaient appris comment se protéger
de leurs morsures.

Adapun nilai moral dalam cerita les simple ditunjukkan melalui tokoh imsaeng, tokoh

Imsaeng digambarkan sebagai seorang pria yang penasaran dan sabar. Dia duduk sambil

mengamati musang yang sedang menggali tanah untuk menutupi lubangnya dalam waktu
yang lama. setelah beberapa saat musang tersebut pergi. Imsaeng mempunyai ide untuk

tinggal lebih lama menunggu Musang itu pulang. setelah menunggu lama tiba-tiba musang

itu muncul dikejar ular. Musang dan ular saling bertarung, yang menyebabkan ular mati dan

musang membelah perutnya. Setelah membelah perut ular itu, tokoh musang menemukan

anak-anaknya dalam keadaan mati kemudian menngambil beberapa rumput dan menggosok-

gosokkan ke tubuh anak-anaknya. Kemudian anak-anak musang itu hidup kembali.

Penggambaran tersebut menunjukkan tokoh imsaeng yang melakukan praxis moral dalam hal

mendapatkan pengetahuan tentang pengobatan melalui bahan-bahan yang berasal dari alam.

Berikut kutipannya:

Un jour, Imsaeng, un homme plus curieux et plus patient que les autres, vois une
balette très affairée à fouir la terre pour recouvrir son terrier. Le cul sur une souche,
assis à fumer sa pipe, il l’observe tranquille, longtemps. Au bout d’ut temps, elle s’en
va à d’autres occupations et disparaît. Il a idée de rester là pour attendrde son
retour. D’un rocher elle surgit soudain, courant à toutes pattes, essoufflée, poursuivie
par un énorme serpent.
La belette lui lance un de ses fameux pets puants et rentre dans son terrier, mais le
serpent la suit. Le sol est alors ébranlé d’un violent remue-ménage dont l’homme
s’attend à voir sortir le serpent vainqueur. Mais non, c’est la belette qui bondit de son
trou, se dresse ser se pattees. La terre tremble, explose et découvre le corps du
serpent maintenant étalé, flasque, inanimé. La balette lui saute dessus, elle lui mord
le cou, puis le fend et l’ouvre de ses griffes et de ses dents. Elle lui retire du ventre
trois petites belettes mortes.
Elle part comme une flèchce et revient, le museau rempli d’herbes. Elle en frotte la
nifle de ses petits pendant une bonne demi-heure. Et soundain un miracle, les petits
couinent et reprennent vie. Et puis la mère bellette s’en va avec ses enfants.

Lebih lanjut, nilai moral yang berhubungan dengan praxis moral dalam cerita ini juga

ditunjukkan pada bagian akhir cerita yang menggambarkan tokoh imsaeng yang mengambil

rumput yang digunakan induk Musang untuk menghidupkan kembali anak-anaknya. Setelah

mengambil rumput tersebut, Imsaeng pulang ke rumahnya dan menggunakan rumput itu

untuk mengobati tetangganya yang sekarat. Berikut kutipannya:


Imsaeng n’en a pas pedu une miette. Il va ramasser ces herbes de résurrection qu’il
rapporter précieusement dans sa hutte. Le lendemain, un voisin arrive tout remué
pour lui demander de l’aide, car il est sans doute celui qui sait guérir.
<< S’il vous plaît, venez vite! Vous pouvez peut-être sauver mon fils qui vient de se
faire piquer par un mauvais serpent>>
Imsaeng prend ses herbes et y va. La jambe de l’enfant est garrottée, enflée, tendue,
luisante et déjà violacée. Autour de la mosure il frotte et frotte, et au fur et à mesure
qu’entre le suc, le venin noir s’écoule, la jambe se dégonfle, le coeur de l’enfant
reprend son rythme. Il s’endort paisible et guéri. L’herbe magique l’a sauvé du
poison de serpent. Lea bêtes, au bon moment, savent les herbes et nous apprennent.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan nilai bijak dalam cerita Les simples

merujuk pada praxis moral dalam tujuan untuk mendapatkan pengetahuan atau hal yang

bermanfaat dalam kehidupan. Nilai bijak lainnya yang dapat diambil dari cerita ini terdapat

pada bagian ketika Imsaeng memanfaatkan pengetahuan yang didapatkannya untuk

membantu kehidupan manusia lainnya menjadi lebih baik (Suseno F.M, 1993:39-40).

b) Cerita 5: La vie coûte cher

Kutipan di bawah menujukkan nilai bijak yang ingin disampaikan dalam cerita La vie

coûte cher. Dalam hal ini, nilai moral yang dimaksudkan adalah Prinsip keadilan.

Nilai moral dalam cerita La vie coûte cher. ditunjukkan melalui tokoh seorang

pemimpin yang adil. hal tersebut dapat dilihat dari awal cerita, seorang pemimpin berjanji

akan membagikan perak secara adil. Agar adil, dia saling memperhatikan, mengajukan

beberapa pertanyaan kepada tamunya. Berikut kutipannya :

À la fin du ramadan, un pacha magnanime fit un grand gueuleton où tous étaient


conviés. Il promit de donner á chacun de ses invités un sac d’argant. Pour être
juste, il se soucia desuns, des autres, posa quelques questions.
Di akhir bulan Ramadan, seorang pasha yang santun mengadakan pesta besar
dimana semua orang diundang. Dia berjanji untuk memberikan masing-masing
tamunya seikat perak. Agar adil, dia saling memperhatikan, mengajukan
beberapa pertanyaan.

Lebih lanjut, nilai moral yang berhubungan dengan prinsip kadilan dalam cerita ini

juga ditunjukkan pada bagian akhir cerita, setelah mengajukan beberapa pertanyaan kepada

orang beriman dan orang miskin, diapun mulai membagikan perak yang di janjikannya. Si

miskin mendapatkan lebih banyak perak dari orang beriman, sebab pasha melihat kebutuhan

si miskin lebih banyak di banding kebutuhan orang beriman. Berikut kutipannya :

À l’au-revoir et merci, le pacha donne un sac de dix pièces à l’imam, un sac de


cinquante à l’autre. Et l’imam se vexe.
<< Vous vous trompez sûrement. Je suis, moi, un homme pieux, sage et savant, et
vous donnez cinquante pièces à ce voyou mal fagoté.
- Vous êtes un homme pieux. Donc, vous ne fumez pas, vous ne buvez pas, vous ne vous
dépensez en aucune distraction de mauvais aloi. Vous n’avez pas de besoin! Alors que
cet autre boit, fume, s’amuse, et ça coûte de l’argant. Donc il en a plus besoin que
vous.>>
Sambil mengucapkan selamat tinggal dan terima kasih, Pasha memberikan sekantong
sepuluh keping ke Imam, sekantong lima puluh satu ke yang lain. Dan imam itu
jengkel.
"Kamu salah, pasti. Saya adalah orang yang saleh, bijak dan terpelajar, dan Anda
memberi lima puluh talenta untuk preman bajingan ini.
- Anda adalah orang yang saleh Jadi, Anda tidak merokok, Anda tidak minum, Anda
tidak menghabiskan banyak gangguan dengan kualitas buruk. Anda tidak perlu!
Sementara yang satu ini minum, merokok, bersenang-senang, dan harganya mahal.
Jadi dia membutuhkannya lebih dari kamu >>

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan nilai bijak dalam cerita La vie coûte cher

merujuk pada prinsip keadilan. Prinsip keadilan mengandung kewajiban untuk memberikan

perlakuan yang sama kepada semua orang dalam pembagian dari pada yang baik dan yang

buruk, dalam pemberian bantuan, dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan

mereka. (Suseno F.M, 1987: 132)


c) Vivre sa vie

Kutipan di bawah menujukkan nilai bijak yang ingin disampaikan dalam cerita Vivre sa

vie. Dalam hal ini, nilai bijak yang dimaksudkan adalah hubungan manusia dengan dirinya

sendiri, berhubungan dengan masalah-masalah seperti eksistensi diri, rasa percaya diri, takut,

maut, rindu, dendam, kesepian, keterombang-ambingan antara beberapa pilihan, dan lain-

lain yang melibatkan ke dalam diri dan kejiwaan seorang individu (Nurgiyantoro, 2010:324).

Nilai moral dalam cerita Vivre sa vie ditunjukkan melalui tokoh petani.

Dikisahkan dalam cerita ini bagaimana tokoh petani hidup dengan semangat

menjalani kegiatannya bertani. Peristiwa bijak ini dibungkus dengan konflik batin tokoh

petani yang mendapatkan mimpi dirinya dihampiri oleh malaikat berambut putih. Setelah

dihampiri tokoh petani membatin dan berada dalam kondisi gundah antara bekerja dan

beribadah. Petani itupun memfokuskan diriya hanya untuk beribadah kepada Tuhan dan

meninggalkan pekerjaanya. Kemudian mimpi, tujuan dan cahayapun lenyap. Dia sedih,

kecewa, hingga hari dimana dia mendengar suara yang menjauhkan air matanya. Setelah

kejadian tersebut petani itupun kembali bekerja membajak kebunnya. Berikut kutipannya:

Un brave paysan occupé de sa terre, de sa charrue, de ses champs, de ses vignes, et


puis aussi de sa famille, de sa maison, enfin, de tout ce qui faisait sa vie, priant Dieu
quand il le pouvait, avait.
la nuit, des visions et des rêves où l’Éternel aux cheveux blancs venait le visiter. Il en
était tout remué, et décida au bout de quelque temps qu’il lui fallait consacrer sa vie à
la priére.
Et les rêves, les visions, la lumière disparurent. Il en fut triste, bouleveré, jusqu’au
jour où il entendit une voix qui traversait ses pleurs :
<< Si j’avais voulu que tu changes d’état pour avoir ces visions, je ne te les aurais
pas données.>> Alors l’homme reprit sa charrue.
Nilai bijak dalam cerita ini berkaitan dengan kondisi soisokultural dari masyarakat

menengah ke bawah, seperti yang dijelaskan di atas. Kelas menengah ke bawah bekerja untuk

mendapatkan kehidupan yang lebih baik sembari terus berdoa untuk menikmati hal yang

didapatkan dari pekerjaannya. Penjelasan ini berkitan dengan judul dari cerita ini yang

menekankan sifat bijaksana, menghidupi kehidupan.

d) La soupe a la farine

Kutipan di bawah menujukkan nilai bijak yang ingin disampaikan dalam cerita La

soupe a la farine. Dalam hal ini, nilai bijak yang dimaksudkan merujuk pada prinsip sikap

baik pada dasarnya manusia harus bersikap baik terhadap siapa saja. Bersikap baik dalam arti

memandang seseorang atau sesuatu tidak hanya sejauh bagi dirinya sendiri. Menghendaki,

menyetujui, membenarkan, mendukung, membela, membiarkan seseorang atau sesuatu demi

dia itu sendiri (Suseno, 1987:129).

Dikisahkan dalam cerita La soupe a la farine seorang pria bernama Rabbi Eléazar

pergi untuk menemukan sebuah penginapan di tepi sungai Dniester. Setelah melakukan

perjalanan akhirnya ia menemukan penginapan tersebut, diapun masuk meminta sebuah

kamar dan meminta makan. Seorang wanita tua keluar dan berkata rumah saya miskin, saya

tidak punya banyak hal untuk ditawarkan kepada anda, jika anda ingin memakan sup tepung,

dengan senang hati saya akan menyiapkannya untuk anda. Wanita tua menyiapkan

semangkuk sup tepung dan memberikannya kepada Rabbi. Rabbipun memakannya dengan

lahap dan meminta lebih banyak. Kemudian Rabbi berkata, apa yang anda masukkan

kedalam sup ini, kenapa sup ini sangat enak. Kemudian wanita itu berkata, Saya tidak punya

yang lain, seperti malam ini tepung, garam dan air. Saya berdoa kepada tuhan. Saya berkata
kepada-Nya, “Tuhan anda memiliki taman yang indah, dengan semua yang anda butuhkan di

dalamnya, ketika saya tidak memiliki apapun untuk sup anak-anak yang baik ini, saya

mohon, mereka sangat lapar, tunjukkan belas kasihan dan masukkan ke dalam magkuk

mereka beberapa ramuan yang baik dari surga anda. Jadi untuk anda malam ini, sekali lagi

saya berdoa, sama. Berikut kutipannya:

Data: “Alors Rabbi Eléazar se mit en route pour retrouver cette auberge, au bord du
Dniestr. Il finit par la voir un soir, attiré par la même lumière. Il y entra, y demanda
une chambre, et souhaita dîner. Le plafond était bas, les cuivres éclairaient la salle
vide. Il s’installa au bout de l’unique table. Une bonne femme, une grand-mère ronde
à la bouille fendue d’un sourire bienheureux, s’excusa :
<< Notre maison est pauvre, mon mari est allé échanger quelques pois chiches
contre un peu d’eau-de-vie et je n’ai pas grand-chose à vous offrir. Si vous voulez
bien vous contenter d’une soupe à la farine , je serais contente de vous la préparer.
Attendez-moi un peu.>>
Elle posa bientôt devant son hôte une écuelle fumante. Le Rabbi mangea sa soupe, il
en redemanda, et puis en redemanda encore.
<< Dites-moi ce que vous avez bien pu mettre dans cette soupe pour lui donner si bon
goût.
- Ma foi, je n’y ai rien mis du tout, mon bon monsieur.
- Mais enfin, ce n’est pas seulement de la farine à l’eau!
Je vous assure, rien de rien, je n’y ai rien mis.>>”

Data: “Puis elle finit par dire :


<< C’est que, il y a bien des années, un soir, deux hommes de Dieu sont arrivés bien
tard. Ils étaient fatigués, ils avaient l’air d’être pris d’une de ces fringales d’enfants
qui ont bien joué, je n’avais rien d’autre, comme ce soir, que de la farine, du sel et de
l’eau. Alors pendant que je touillais sur le feu, j’ai prié Dieu. Je Lui ai dit :
“Seigneur, Toi qui as un si beau jardin, avec tout ce qu’il faut dedans alors que je
n’ai rien pour la soupe de ces bons garçons, je T’en supplie, ils ont si faim, montre-
Toi miséricordieux et mets dans leur écuelle quelques-unes des bonnes herbes de Ton
paradis qui redonnent des forces et gardent en bonne santé. “Et quand j’ai apporté
ma soupe, comme vous ils en ont vidé une écuelle, une autre, et puis encore une
jusqu’à la derniére goutte de la soupière. Et il y en a un qui m’a dit : “ Ta soupe à un
goût de Paradis.” Alors, pour vous ce soir, encore un coup j’ai prié, pareil.>>”
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan nilai bijak yang tercermin dalam cerita La

soupe a la farine merujuk pada prinsip sikap baik. Bersikap baik dalam arti memandang

seseorang atau sesuatu tidak hanya sejauh bagi dirinya sendiri. Ditunjukkan melalui tokoh

wanita yang menyiapkan sup untuk tamunya Rabbi, dia tidak punya bahan makanan lain

selain tepung, air dan garam. Ketika dia membuat sup, dia berdoa, meminta belas kasihan

dari Tuhan untuk membuat sup buatannya menjadi enak. terlihat nilai bijak yang tercermin

dalam cerita diatas yaitu kita harus berbuat baik kepada siapapun dan pentingnya bersyukur

atas apa yang dimiliki saat ini.

e) l’ânesse plus clairvoyante que le devin

Kutipan di bawah menujukkan nilai bijak yang ingin disampaikan dalam cerita

l’ânesse plus clairvoyante que le devin. Dalam hal ini, nilai moral yang dimaksudkan adalah

norma moral mengenai aturan sikap dan perilaku manusia sebagai manusia. Hal ini

menyangkut aturan tentang baik buruknya, adil tidaknya tindakan dan perilaku manusia

sejauh ia dilihat sebagai manusia. Nilai moral dalam cerita l’ânesse plus clairvoyante que le

devin ditunjukkan melalui tokoh manusia bernama Bileam.

Dikisahkan seorang pria bernama Bileam sedang melakukan perjalanan bersama

tetutua-tetua negeri Moab yang membuat Tuhan murka dan mengutus malaikatnya untuk

mengawasi perjalanannya. Di tengah perjalanan Bileam marah dan memukuli keledainya

terus menerus karena keledai tersebut menghalangi jalannya. Kemudian malaikat muncul

dengan pedang terhunus ditangannya, malaikat itu membuat keledai berbicara dan keledai itu
berkata kepada bileam, mengapa engkau memukuli ku terus-menerus? Apa yang ku perbuat

kepada mu sampai engkau berbuat seperti itu kepadaku? Kemudian malaikat membuka mata

bileam agar bileam bisa melihat malaikat. Berfirmanlah malaikat tuhan kepada bileam

kemudian bileam membungkuk dan bersujud di hadapan malaikat. Berikut kutipannya:

Le devin Balaam se leva de bon matin, sella son ânesse et prit la route avec les
dignitaires de Moab. Mais l’éternel se mit en colère en le voyant partir ainsi. Il posta
son ange sur son chemin pour le lui barrer.
L’ânesse vit l’ange, l’épée nue à la main. Alors, quittant la route, elle prit á travers
champs. Balaam la battit pour la ramener sur la bonne voie. L’ange alla se placer sur
un sentier qui traversait les vignes entre deux murettes. L’ânesse le vit et se serra.
Elle bouscula le pied de Balaam qui buta contre le mur. Alors il se remit à la battre.
L’ange le dépassa encore une fois pour barrer leur passage étroit où il ne fut plus
possible d’avancer. L’ânesse à nouveau le vit et se coucha sous Balaam qui, fou de
rage, la battit de nouveau.
L’Èternel ouvrit la bouche de l’ânesse et lui donna ainsi la parole:
<< Que t’ai-je fait, Balaam, pour que tu me battes par trois fois?
- C’est que tu en prends trop à ton aise. Et si j’avais une épée en main, je te tuerais là
tout de suite.
- Ne suis-je donc pas l’ânesse que tu montes depuis ton enfance? Est-ce mon habitude
d’agir ainsi avec toi?
- Non !>>
Alors l’Èternel ouvrit les yeux de Balaam, qui vit soudain l’ange posté sur le chemin,
l’épée nue à la main, et l’ange lui dit :
<<pourquoi as-tu battu ainsi ton ânesse? Tu le vois, c’est moi qui suis venu te barrer
la route, car tu as entrepris ce voyage à la légère et il te menait au précipice. Elle
s’en est détournée et bien lui en a pris. Si elle ne s’était pas écartée devant moi, je
t’aurais tué sur-le-champ tandis que je lui aurais laissé la vie sauve.>>
Balaam s’inclina et se prosterna face contre terre :
<<si ce voyage te déplaît, je m’en retournerai.

- Va lui dit l’ange, mais tu feras seulement ce que je te dirai de faire, tu diras
seulement ce que je te dirai de dire.>>
Et Balaam poursuivit sa route.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan nilai bijak dalam cerita l’ânesse plus
clairvoyante que le devin merujuk pada norma moral yang ditunjukkan melalui tokoh Bileam.
Bileam digambarkkan sebagai tokoh yang tidak bermoral. Dalam artian perilakunya sebagai
manusia tidak seperti manusia pada umumnya. Tidak patuh terhadap perintah Tuhan,
membuat murka Tuhan dan memperlakukan makhluk hidup seperti budak, mulai dari
menunggangi dan memukuli keledainya berkali–kali menggunkan tongkat. Dari tindakannya
tersebut Bileam mendapatkan peringatan langsung dari Tuhan melalui malaikat yang diutus
oleh tuhan dan keledai. Nilai bijak yang tercermin dalam cerita di atas menekankan
pentinganya nilai kepatuhan, saling menghargai sesama makhluk hidup dan tidak berbuat
kasar terhadap makhluk hidup.

f) Le roi fou

Kutipan di bawah menujukkan nilai bijak yang ingin disampaikan dalam cerita Le roi

fou. Dalam hal ini, nilai moral yang dimaksudkan adalah hubungan manusia dengan tuhan.

Dikisahkan seorang raja yang gila, kejam, bodoh dan penyembah berhala, raja akan

memilih tiga orang yang lewat dan memaksa mereka untuk menyembah berhalanya. Kemudia

terpilihlah tiga orang tersebut yaitu seorang ilmuan, pendeta dan pelacur. Pengawal

menyuruh mereka masuk untuk menghadap kepada raja. Kemudian raja memberitahu apa

yang akan mereka lakukan. Pertama dia menyuruh seorang ilmuan untuk berlutut dan

menyembah berhalanya jika tidak berlutut raja akan memotong kakinya, dengan segera dia

berlutut dan membungkuk dihadapan raja dan berhalanya. Setelah itu raja menyuruh pendeta

untuk melakukan hal yang sama, pendeta dengan segera membungkuk dan berlutut. Setelah

menyuruh seorang ilmuan dan pendeta raja kemudian menyuruh pelacur untuk berlutut dan

menyembah berhalanya tapi pelacur itu menolak untuk berlutut dan berkata bahwa dia tidak

punya alasan untuk melakukan itu. Pelacur tu menolak menyembah berhala karena tidak

pantas dan tidak sesuai dengan keyakinannya. Setelah mendengarkan ucapan pelacur tersebut

raja membebaskannya dari hukuman sementara itu tokoh ilmuan dan pendeta dihukum dan
dipenggal kepalanya walaupun telah memenuhi perintah raja untuk menyembah berhalanya.

berikut kutipannya :

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan nilai bijak dalam cerita le roi fou berkaitan
dengan persoalan keyakinan. Nilai bijak tersebut terdapat pada bagian ketika pelacur disuruh
untuk berlutut dan menyembah berhala. Pelacur itu berkata walaupun saya tidak pernah
belajar maupun membaca surat-surat kecil tentang Tuhan. Saya tidak bisa menyembah
berhala anda, apalagi harus berpura-pura, itu tidak akan menjadi alasan saya untuk berlutut.
Berbeda dengan tokoh ilmuan dan pendeta yang membungkuk dan berlutut dihadapan raja
dan berhalanya karena diancam akan dipenggal kakinya.

g) Encore une histoire d’âne

Kutipan di bawah menujukkan nilai bijak yang ingin disampaikan dalam cerita Encore

une histoire d’âne. Dalam hal ini, nilai moral yang dimaksudkan adalah hubungan manusia

dengan dirinya sendiri. Nilai moral dalam cerita Encore une histoire d’âne ditunjukkan

melalui tokoh keledai.

dikisahkan seekor keledai kurus, tidak pernah makan dengan kenyang karena majikannya

miskin. Suatu hari seorang permaisuri dan pengawalnya berjalan-jalan disebuah

perkampungan dan melihat seekor keledai yang kurus. Permaisuri itu lalu menanyakan

kepada pemilik keledai mengapa keledainya begitu kurus dan dijawab oleh peemiliknya
karena kekurangan makanan.permaisuri meminta agar keledai itu ikut dengannya agar

keledai itu bisa menikmati kandang yang indah. Akhirnya keledai itu pergi bersama

permaisuri dan keledai itu ditempatkan dikandang yang indah. Kemudian keledai kurus iri

dngan kuda-kuda kekar yang gagah dan difungsikn pada medan pertempuran. Namun ketika

kuda-kuda tersebut kembali dari medan perang, tubuh mereka dipenuhi luka, bahkan lumpuh.

Kemudian keledai mereflesikan kejadian tersebut dan berkata kepada dirinya sendiri lebih

baik menjadi kurus dan apa adanya dari pada kekar, namun luka dan lumpuh. Berikut

kutipannya :

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan nilai bijak dalam cerita encore une histoire

d’âne berkaitan dengan persoalan hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Tokoh Manusia

disini di personifikasikan oleh tokoh hewan (Keledai). Nilai bijak tersebut terdapat pada akhir

cerita ketika kuda-kuda kembali dari medan perang, tubuh mereka dipenuhi luka-luka,

bahkan ada yang lumpuh. Kemudian keledai mereflesikan kejadian tersebut dan berkata

kepada dirinya sendiri, kelimpahan itu berbahaya, lebih baik menjadi kurus dan apa adanya

dari pada kekar, namun luka dan lumpuh. Dari pengandaian itu jelas terlihat nilai bijak yang

menekankan pentingnya bersyukur terhadap kehidupan masing-masing yang dimiliki saat ini.

Anda mungkin juga menyukai