Assalamu’alaikum wr.wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
makalah ini dengan baik.
Shalawat dan salam senantiasa dihaturkan kepada Nabi SAW. yang semua
perkataan-Nya adalah wahyu. Dan semua perkataan, perbuatan, pengakuan dan
sifat-Nya adalah panutan bagi semua umat-Nya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah “TAUHID DAN
ILMU KALAM" di jurusan Muamalah, Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram.
Makalah ini berjudul ”PERKEMBANGAN ALIRAN SYI’AH DAN
MU’TAZILAH” membahas tentang pengertian aliran Syi’ah serta Mu’tazilah,
tokoh-tokoh pada aliran Syi’ah dan Mu’tazilah dan terakhir tentang dalil dari
aliran Syi’ah dan Mu’tazilah.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Khususnya kepada
Dosen Pengampu Bapak Muh. Yusuf al-Hamdani, S.S.,M.Ag
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA………………………………………….…………..…..…26
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
saling menghujat antara satu dengan yang lain, saling membunuh demi
memperebutkan kekuasaan, dan demi membenarkan argumen masing-masing
dalam masalah akidah, pemikiran, serta keyakinan akan suatu ajaran dalam
peribadatan yang pada akhirnya memunculkan aliran-aliran yang mempunyai
faham yang berbeda bahkan berseberangan dan merupakan awal dari
munculnya ilmu kalam, ilmu tauhid dan filsafat dalam Islam yang membahas
tentang faham aliran-liran dalam islam, perdebatan dalam lingkup akidah
Islam dan bahkan perdebatan tentang ketuhidan Allah beserta sifat-sifatnya.1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah kemunculan dari aliran Syi’ah dan Mu’tazilah?
2. Siapa saja tokoh-tokoh dari aliran Mu’tazilah?
3. Apa saja ajaran-ajaran pokok dari aliran Syi’ah dan Mu’tazilah?
4. Apa saja dalil yang menjadi dasar aliran Syi’ah dan Mu’tazilah?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui sejarah dari kemunculan aliran Syi’ah dan Mu’tazilah.
2. Untuk mengetahui tokoh-tokoh dari aliran Syi’ah dan Mu’tazilah.
3. Untuk mengetahui ajaran-ajaran pokok dari aliran Syi’ah dan Mu’tazilah.
4. Untuk mengetahui dalil-dalil yang menjadi dasar dari aliran Syi’ah dan
Mu’tazilah.
D. MANFAAT
1. Agar mahasiswa dapat lebih mengenal aliran-aliran dalam Islam.
2. Agar mahasiswa tidak taklid dalam mengikuti aliran yang dipilihnya.
3. Agar mahasiswa memiliki sikap toleran dalam menyikapi keberagaman
pemikiran dalam tubuh Islam.
1
Abul Yazid Abu Zaid Al-‘Ajami, Akidah Islam Menurut Empat Madzhab, (Jakarta Timur: Pustaka
Al-Kautsar, 2012), hlm. 59.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2
M. Amin Nurdin dan Afifi Fauzi Abbas, Sejarah Pemikiran Islam.(Jakarta: Amzah, 2014), hlm. 177.
3
M. Amin Nurdin dan Afifi Fauzi Abbas, Sejarah Pemikiran Islam, hlm.178.
3
kekacauan di masa Usman yang berakhir dengan kematiannya. Ada pula
yang mengatakan setelah perang Shiffin dan setelah pembunuhan Husain.4
Bagi Syi’ah, pangkal kepercayaan tentang sahnya Ali sebagai
penerus Nabi adalah peristiwa Ghadir Khum, saat perjalanan haji terakhir
Nabi dari Mekah ke Madinah, memilih Ali sebagai pimpinan umum dari
umat Islam dan menjadikan Ali sebagai pelindung, seperti Nabi sendiri.
Hadis-hadis Ghadir Khum itu berbunyi, salah satu diantanya:
“Sesungguhnya Allah adalah mala’ ku (pemimpinku), dan aku
adalah maula bagi setiap mukmin.” Lalu beliau mengangkat tangan Ali
bin Abi Thalib sambil bersabda, “Siapa yang menganggap aku sebagai
pemimpinnya maka dia ini (Ali) adalah juga pemimpin baginya. Ya Allah
cintailah siapa yang mencintainya dan musuhilah siapa yang
memusuhinya.”
Terdapat empat dugaan mengenai timbulnya al-tasyayyu’
(dukungan) terhadap Ali. Kesemuanya dikaitkan dengan peristiwa politik,
yaitu:5
a. Wafatnya Nabi dan pertemuan di Bani Tsaqifah serta
keterlambatan Ali dalam membaiat Abu Bakar.
b. Fitnah pada masa Usman yang mencapai puncaknya dengan
terbunuhnya Usman.
c. Pertempuran Shiffin dan peristiwa tahkim (arbitrase).
d. Peristiwa terbunuhnya Husain bin Ali di Karbala.
e. Sejarah Perkembangan Aliran Mu'tazilah
2. Sejarah Perkembangan Mu’tazilah
Aliran Mu’taazilah ini muncul sebagai reaksi atas pertentangan
antara aliran Khawarij dan aliran Murjiah,mengenai orang mukmin yang
berdosa besar. Menurut kaum Khawarij, orang mukmin yang berdosa
4
M. Amin Nurdin dan Afifi Fauzi Abbas, Sejarah Pemikiran Islam(Jakarta: Amzah, 2014), hlm. 176.
5
M. Amin Nurdin dan Afifi Fauzi Abbas, Sejarah Pemikiran Islam, hlm. 163
4
besar sudah tidak dapat dikatakan mukmin lagi,melainkan kafir. Namun,
menurut kaum Murjiah tetap menganggap orang mukmin yang berdosa
besar itu sebagai mukmin, bukan kafir. Menghadapi pendapat yang
kontroversial ini, Wasil yang ketika itu menjadi murid Hasan al-Basri
mengatakan bahwa orang mukmin yang berdosa besar menempati posisi
antara mukmin dan kafir. Tegasnya, orang itu bukanlah mukmin atau kafir
malainkan diantara keduanya. Demikian pendapat Wasil sehingga menjadi
salah satu doktrin Mu’tazilah yaitu al Manzilah bin al Manzilatain (posisi
diantara dua posisi).6
6
Siradjudin Abbas, Itiqad Ahlu Sunnah Wal Jamaah, (Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 1988), hlm. 292.
7
Siradjudin Abbas, Itiqad Ahlu Sunnah Wal Jamaah, hlm. 295.
5
sulit memahami ajaran-ajaran Mu’tazilah yang bersifat rasional dan
filosofis. Alasan lain adalah kaum mu’tazilah dinilai tidak teguh
berpegang pada sunah Rasulullah dan para sahabat. Kelompok ini baru
memperoleh dukungan yang luas, terutama dikalangan Intelektual, yaitu
pada masa pemerintahan Khalifah al-Ma’mun, penguasa Abbasiyah (198-
218H/813-833M). kedudukan Mu’tazilah semakin kuat setelah al-Ma’mun
menyatakan sebagai mazhab resmi Negara. Hal ini disebabkan karena al-
Ma’mun sejak kecil dididik dalam tradisi Yunani yang gemar akan Ilmu
pengetahuan dan filsafat.8
8
Siradjudin Abbas, Itiqad Ahlu Sunnah Wal Jamaah, hlm. 300.
6
ini sangat menggoncang umat Islam dan baru berakhir setelah al
Mutawakkil (memerintah 232-247 H / 847-861 M).9
9
Siradjudin Abbas, Itiqad Ahlu Sunnah Wal Jamaah, hlm. 301.
10
Siradjudin Abbas, Itiqad Ahlu Sunnah Wal Jamaah, hlm. 303.
11
Tim Penulis MUI Pusat, Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia (Depok:
Gema Insani, 2013), hlm.29.
7
a. Syi’ah Itsna ‘Asyariah
1) Asal-usul Syiah Itsna ‘Asyariah
Sekte ini menamakan dirinya Itsna ‘Asyariah karena
mereka mempercayai kedua belas imam. Kedua belas imam itu
yaitu sebagai berikut. Ali bin Abi Thalib, Hasan bin Ali, Husain
bin Ali, Ali Zainal Abidin, Al-Baqir, Abdullah Ja’far Ash-Shadiq,
Musa Al-Kazhim, Ali Ar-Rida, Al-Jawwad, Ali Al-Hadi, Hasan
Al-Askari, dan terakhir adalah Al-Mahdi sebagai Imam kedua
belas. Akidah mereka yaitu meyakini kemutlakan imamah Ali bin
Abi Thalib dan beranggapan bahwa dialah yang diwasiati Nabi
untuk menjadi khalifah sesudah beliau wafat, untuk kemudian
diberikan kepada keturunannya.12
Nama dua belas (Itsna ‘Asyariah) ini mengandung pesan
penting dalam tinjauan sejarah, yaitu bahwa golongan ini terbentuk
setelah lahirnya semua imam yang berjumlah dua belas.
2) Ajaran Syi’ah Itsna ‘Asyariah
Kira-kira pada tahun 260 H / 878 M. imam kedua belas,
Imam Al-Mahdi dinyatakan gaibah (occultation) oleh para
pengikut sekte ini. Al-Mahdi bersembunyi dibawah ruang bawah
tanah rumah ayahnya setelah itu tidak kembali. Kembalinya Imam
Al-Mahdi ini selalu ditunggu-ditunggu oleh sekte Itsna ‘Asyariah
dan ciri khas kehadirannya adalah sebagai “ratu adil” yang akan
turun pada akhir zaman. Oleh karena itu, Al-Mahdi dijuluki
sebagai Imam Mahdi Al-Muntazhar (yang ditunggu)13.
Sekte ini juga menambahkan rukun Islam yang lima
menjadi enam, yaitu i’tiqad bil imamah (mempercayai imamah).
Mereka berkeyakinan bahwa imamah adalah martabat yang datang
12
Tim Penulis MUI Pusat, Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia, hlm. 31.
13
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam (Bandung: Pustaka Setia, 2014), hlm. 116.
8
dari Allah, sejajar dengan keNabian. Bedanya jika Nabi menerima
wahyu, sedangkan imamah tidak, hanya saja ia memiliki tanggung
jawab untuk meneruskan tugas yang dilakukan oleh seorang Nabi.
Jadi, Nabi menyampaikan apa yang diamanatkan oleh Allah
sedangkan imamah menyampaikan apa yang di ajarkan oleh Nabi.
Syi’ah Itsna ‘Asyariyah tidak mengakui kekhalifahan Abu Bakar,
Umar bin Khattab dan Usman bin Affan14.
b. Syi’ah Zaidiyyah
1) Asal-usul penamaan Syiah Zaidiyah
Kelompok ini dinamakan Syi’ah Zaidiyah karena mereka
adalah kelompok aliran Syi’ah yang menjadi pengikut imam Zaid,
atau yang nama lengkapnya Zaid bin Zainal Abidin. Kelompok ini,
seperti dilihat dari namanya, adalah pengikut Ali. Kelompok ini
meyakini 5 imam. Yaitu Ali bin abi Thalib, Hasan bin Ali, Husain
bin Ali, Ali bin Husain, Zaid bin Ali. Kelompok ini merupakan
kelompok Syi’ah imamiyyah yang jauh dari perbuatan berlebihan
dan tidak mengutuk Abu Bakar serta Umar bin Khattab. Mereka
bahkan mengatakan dengan tegas kebenaran dan andil kedua
khalifah itu, sekalipun mereka menyatakan bahwa Ali lebih afdhal
dibanding kedua khalifah tersebut15.
2) Ajaran Syi’ah Zaidiyah
Menurut keyakinan Syi’ah Zaidiyah, imamah bukanlah
karena ketetapan nash, namun siapapun boleh menjadi pemimpin
asalkan memenuhi persyaratan. Dengan demikian, makna imamah
menurut mereka bukanlah diwarisi tetapi berdasarkan bai’at.
14
Ris’an Rusli, Teologi Islam (Jakarta: Prenademedia, 2015), hlm. 218.
Mustofa Muhammad Asy Syak’ah, Islam Tidak Bermazhab ( Jakarta: Gema Insani Press, 1994), hlm.
15
187.
9
Pandangan semacam ini memperbolehkan adanya dua iman pada
dua negeri yang berlainan. Konsep ini bersebrangan dengan
konsep Itsna ‘Asy’ariyah.Mazhab Zaidiyyah pada dasarnya
condong kepada Mu’tazilah. Dan dari sekian banyak mazhab
Syi’ah, Zaidiyah merupakan mazhab yang paling dekat dengan
Ahlus Sunnah ajarannya. Kendatipun memiliki banyak kesamaan
namun tetap ada yang beda. Hal ini umum terjadi, misalnya
mereka mengucapkan hayya ‘alal khairil ‘amal ketika adzan
seperti umumnya kaum Syi’ah, dan juga mereka menganggap
bahwa sholat ‘ied adalah fardhu ‘ain yang boleh dilaksanakan
sendiri-sendiri ataupun berjama’ah.16
Pada mulanya, Zaid adalah murid dari pemimpin aliran
Mu’tazilah. Dari sinilah, tampak dengan jelas pengaruh pemikiran
mazhab tersebut. Ada sebagian ulama yang menganggap bahwa
Zaidiyyah merupakan mazhab Ahlus Sunnah kelima dari empat
mazhab Ahlus Sunnah yang dikenal.17
c. Syi’ah Ghulat
1) Asal-usul Penamaan Syiah Ghulat
Istilah Ghulat berasal dari kata ghala-yaghlu-ghuluw,
artinya “bertambah” dan “naik”. Ghala bi ad-din artinya
memperkuat dan menjadi ekstrem sehingga melampaui batas.
Syi’ah Ghulat berartikan kelompok pendukung Ali yang memiliki
sikap berlebihan atau ekstrim. Lebih jauh, Abu Zahrah
menjelaskan bahwa Syi’ah Ghulat adalah kelompok yang
menempatkan Ali pada derajat keTuhanan, dan ada yang
mengangkat pada derajat keNabian, bahkan lebih tinggi dari Nabi
sendiri . Berikut sekte-sekte Syi’ah Ghulat yang terkenal, antara
16
Ris’an Rusli, Teologi Islam (Jakarta: Prenademedia, 2015), hlm. 224
17
Ris’an Rusli, Teologi Islam, hlm. 226.
10
lain Sabahiyah, Kamaliyah, Albaiyah, Mughriyah, Mansuriyah,
Khattabiyah, Kayaliyah, Hisamiyah, Nu’miyah, Yunusiah, dan
Nasyisiah wa Ishaqiyah.18
Nama-nama sekte tersebut menggunakan nama tokoh yang
membawa atau pemimpinnya. Sekte-sekte ini awalnya hanya satu
sekte yaitu yang dibawa oleh Abdullah bin Saba’ yang
mengajarkan bahwa Ali adalah Tuhan. Kemudian Karena
perbedaan prinsip dan ajaran, Syi’ah Ghulat terpecah menjadi
beberapa sekte. Walaupun demikian, seluruh sekte ini pada intinya
mensepakati tentang hulul dan tanasukh.19
2) Ajaran Syiah Ghulat
Adapun ajaran-ajaran Syi’ah Ghulat adalah sebagai berikut:20
a) Tanasukh adalah keluarnya roh dari satu jasad dan mengambil
tempat pada jasad yang lain. Paham ini diambil dari falsafah
Hindu. Penganut agama Hindu berkeyakinan bahwa roh disiksa
dengan cara berpindah ke tubuh hewan yang lebih rendah dan
diberi pahala dengan cara berpindah dari satu kehidupan pada
satu kehidupan yang lebih tinggi. Syi’ah Ghulat menerapkan
konsep ini dalam konsep Imamiyahnya, sehingga ada yang
menyatakan bahwa roh Allah berpindah kepada Adam
kemudian keapda Imam-imam secara turun-temurun.
b) Bada’ adalah keyakinan bahwa Allah mengubah kehendak-
Nya sejalan dengan perubahan ilmunya, serta dapat
memerintahkan perbuatan kemudian memerintahkan yang
sebaliknya.
18
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam (Bandung: Pustaka Setia, 2014), hlm. 127.
19
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, hlm.127.
20
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, hlm. 128-129.
11
c) Raj’ah adalah keyakinan bahwa salah imam yang mereka yaini
akan kembali pada akhir zaman. Yang diyakini oleh Syi’ah
Ghulat akan turun adalah imam Mahdi Al-Mumtazhar.
d) Tasbih artinya mempersamakan. Syiah Ghulat menyerupakan
salah seorang imamnya dengan Tuhan atau menyerupakan
Tuhan dengan makhluk.
e) Hulul artinya Tuhan berada disetiap tempat, berbicara dengan
semua bahasa dan ada pada setiap individu manusia. Hulul
bagi Syi’ah Ghulat berarti bahwa Tuhan menjelma dalam diri
manusia sehingga imam harus disembah.
f) Ghayba artinya menghilangnya imam Mahdi. Ghayba
merupakan paham Syi’ah Ghulat bahwa imam Mahdi ada
didalam negeri ini namun tidak bisa dilihat dengan mata biasa.
21
Siradjudin Abbas, Itiqad Ahlusunnah Wal-Jama’ah, (Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 1988), hlm. 70.
12
Sekolah ini menekankan pengajaran tentang rasionalisme dalam aspek
pemikiran dan hukum Islam.22
Abu Huzail al-Allaf adalah seorang filosof Islam. Ia
mengetahui banyak falsafah Yunani dan itu memudahkannya untuk
menyusun ajaran-ajaran Mu’tazilah yang bercorak filsafat. Ia antara
lain membuat uraian mengenai pengertian nafy as-sifat. Ia
menjelaskan bahwa Tuhan Maha Mengetahui dengan pengetahuan-
Nya dan pengetahuan-Nya ini adalah Zat-Nya, bukan Sifat-Nya;
Tuhan Maha Kuasa dengan kekuasaan-Nya dan kekuasaan-Nya adalah
Zat-Nya dan seterusnya. Penjelasan dimaksudkan oleh Abu-Huzail
untuk menghindari adanya yang qadim selain Tuhan karena kalau
dikatakan ada sifat (dalam arti sesuatu yang melekat di luar zat
Tuhan), berarti sifat-Nya itu qadim. Ini akan membawa kepada
kemusyrikan. Ajarannya yang lain adalah bahwa Tuhan
menganugerahkan akal kepada manusia agar digunakan untuk
membedakan yang baik dan yang buruk, manusia wajib mengerjakan
perbuatan yang baik dan menjauhi perbuatan yang buruk. Dengan akal
itu pula manusia dapat sampai pada pengetahuan tentang adanya
Tuhan dan tentang kewajibannya berbuat baik kepada Tuhan. Selain
itu ia melahirkan dasar-dasar dari ajaran as-salah wa alaslah.23
c. Al-Jubba’i
Al-Jubba’i adalah guru Abu Hasan al-Asy’ari, pendiri aliran
Asy’ariah. Pendapatnya yang masyhur adalah mengenai kalam Allah
SWT, sifat Allah SWT, kewajiban manusia, dan daya akal. Mengenai
sifat Allah SWT, ia menerangkan bahwa Tuhan tidak mempunyai
sifat; kalau dikatakan Tuhan berkuasa, berkehendak, dan mengetahui,
berarti Ia berkuasa, berkehendak, dan mengetahui melalui esensi-Nya,
22
Siradjudin Abbas, Itiqad Ahlusunnah Wal-Jama’ah, hlm. 70.
23
Siradjudin Abbas, Itiqad Ahlusunnah Wal-Jama’ah, hlm. 71..
13
bukan dengan sifat-Nya. Lalu tentang kewajiban manusia, ia
membaginya ke dalam dua kelompok, yakni kewajiban-kewajiban
yang diketahui manusia melalui akalnya (wajibah ‘aqliah) dan
kewajiban-kewajiban yang diketahui melaui ajaran-ajaran yang
dibawa para rasul dan Nabi (wajibah syar’iah).24
d. An-Nazzam
Pendapatnya yang terpenting adalah mengenai keadilan Tuhan.
Karena Tuhan itu Maha Adil, Ia tidak berkuasa untuk berlaku zalim.
Dalam hal ini berpendapat lebih jauh dari gurunya, al-Allaf. Kalau Al-
Allaf mangatakan bahwa Tuhan mustahil berbuat zalim kepada
hamba-Nya, maka an-Nazzam menegaskan bahwa hal itu bukanlah
hal yang mustahil, bahkan Tuhan tidak mempunyai kemampuan untuk
berbuat zalim. Ia berpendapat bahwa pebuatan zalim hanya dikerjakan
oleh orang yang bodoh dan tidak sempurna, sedangkan Tuhan jauh
dari keadaan yang demikian. Ia juga mengeluarkan pendapat mengenai
mukjizat al-Qur’an. Menurutnya, mukjizat al-Qur’an terletak pada
kandungannya, bukan pada uslub (gaya bahasa) dan balagah
(retorika)-Nya. Ia juga memberi penjelasan tentang kalam Allah SWT.
Kalam adalah segalanya sesuatu yang tersusun dari huruf-huruf dan
dapat didengar. Karena itu, kalam adalah sesuatu yang bersifat baru
dan tidak qadim.25
C. Ajaran Pokok Syi’ah dan Mu’tazilah
1. Syi’ah
a. Al-Ishmah
Menurut keyakinan golongan Syi’ah, bahwa imam-imam
mereka itu sebagaimana para Nabi adalah bersifat al-ishmah atau
mash’um dalam segala tindak lakunya, tidak pernah berbuat dosa besar
24
Siradjudin Abbas, Itiqad Ahlusunnah Wal-Jama’ah, hlm. 71.
25
Siradjudin Abbas, Itiqad Ahlusunnah Wal-Jama’ah, hlm, 72.
14
maupun kecil, tidak ada tanda-tanda berlaku maksiat, tidak boleh
berbuat salah ataupun lupa.26
b. Imam Al-Mahdi/Mahdawiyah
Datangnya juru selamat yang akan menyelamatkan kehidupan
manusia pada akhir zaman. Dikalangan Syi’ah imam Mahdi itu imam
yang kedua belas, yang diyakini setelah dilahirkan kemudian
menghilang dalam waktu yang lama. Setelah menghilang dalam waktu
yang lama, ia akan datang untuk memperbaiki dunia dengan kadilan.
Yang telah dirusak penguasa-penguasa zalim.27
c. Imamah
Menurut keyakinan golongan Syi’ah, mereka meyakini adanya
imam. Mereka menyebut pemimpin itu imam, bukan khalifah. Oleh
sebab itu, bagi Syi’ah imam bukan hanya sebagai pemimpin dalam hal
urusan soal duniawi saja. Melainkan juga berfungsi sebagai pemimpin
agama. Imam mempunyai otoritas untuk menafsirkan kehendak Allah
SWT dalam bentuk hukum-hukum syariat, karena para imam
mendapat ilham dan petunjuk dari Allah SWT.28
d. Asyura
Memperingati hari kesepuluh bulan Muharram, sebagai hari
berkabung atas wafatnya imam Husain bin Ali yang terbunuh di
padang Karbala. Dikalangan Syi’ah disebut dengan upacaha raudhah-
khani, semacam ritual atau prosesi gabngan dari khutbah, pembacaan
sajak, ayat-ayat Al-Qur’an, dan pertunjukan drama yang melukiskan
kehidupan imam-imam yang menyedihkan.Dalam helatan tersebut,
terdapat pawai jalanan yang dilakukan dengan ritual nyanyian,
26
Sahilun A. Nasir. Pemikiran Kalam (Teologi Islam), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), hlm.
86.
27
Sahilun A. Nasir. Pemikiran Kalam (Teologi Islam), hlm.. 92.
28
Muhammad Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Alam Pikiran Kalam,(Jakarta: Prenamedia Group,
2014), hlm. 161.
15
tangisan, dan terkadang memukul-mukul diri mereka sendiri sampai
berdarah sebagai symbol dalam merasakan derita yang dialami oleh
imam dalam musibah besar di padang karbala. Kegiatan ini terbentuk
secara luas pada masa Dinasti Safawi.29
e. Al-Bada’
Keyakinan bahwa Allah dapat membatalkan ketentuan yang
telah Dia tetapkan.30
f. Taqiyah
Sikap berhati-hati dengan menyembunyikan identitas, karena
khawatir bahaya mengancam. Dalam keyakinan Syi’ah seseorang
boleh menyembunyikan keyakinan agamanya atau beberapa praktik
tertentu dari agamanya. Hal itu dapat dilakukan bila ia menghadapi
keadaan yang diperkirakan mungkin atau pasti akan menimbulkan
bahaya.31
2. Mu’tazilah
a. At-Tauhid
At-tauhid (pengesaan Tuhan), merupakan prinsip utama dan
intisari ajaran mu’tazilah. Sebenarnya, setiap mazhab teologis dalam
Islam memegang doktrin ini. Namun, bagi mu’tazilah, tauhid memiliki
arti yang spesifik. Tuhan harus disucikan dari segala sesuatu yang
dapat mengurangi arti kemahaesaan-Nya. Tuhanlah satusatunya yang
esa, yang unik dan tidak ada satupun yang menyamainya. Oleh karena
itu, hanya dialah yang qadim. Jika ada lebih dari satu yang qadim,
maka telah menjadi ta’addud al-qudama (berbilangnya dzat yang tak
berpermulaan). Untuk memurnikan keesaan Tuhan (tazih), mu’tazilah
menolak konsep Tuhan memiliki sifat-sifat, menggambarkan fisik
29
Muhammad Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Alam Pikiran Kalam, hlm. 164.
30
Muhammad Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Alam Pikiran Kalam, hlm. 95.
31
Muhammad Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Alam Pikiran Kalam, hlm. 166.
16
Tuhan (antromorfisme tajassum), dan Tuhan dapat dilihat dengan
mata kepala. Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan itu esa, tak ada
satupun yang menyamai-Nya. Dia maha melihat, mendengar, kuasa,
mengetahui dan sebagainya. Namun, itu semua bukanlah sifat Allah,
melainkan dzatnya.32
Menurut mereka, sifat adalah sesuatu yang melekat. Bila sifat
Tuhan itu qadim, maka yang qadim itu berarti ada dua, yaitu dzat dan
sifatnya. Wasil bin Atha’ seperti yang dikutip oleh Asy-Syahrastani
mengatakan “siapa yang mengatakan sifat yang qadim, berarti telah
menduakan Tuhan”. Ini tidak dapat diterima karena merupakan
perbuatan syirik. Apa yang disebut dengan sifat menurut mu’tazilah
adalah dzat Tuhan itu sendiri. Abu Hudzail, sebagaimana dikutip oleh
Musthafa , berkata “Tuhan mengetahui dengan ilmu, dan ilmu itu
adalah Tuhan itu sendiri. Tuhan berkuasa dengan kekuasaannya, dan
kekuasaan itu adalah Tuhan itu sendiri”.33
Mu’tazilah berpendapat bahwa Al-Qur’an itu baru (diciptakan),
Al-qur’an adalah manifestasi dari kalam Tuhan, Al-Qur’an terdiri atas
rangkaian huruf, kata, dan bahasa yang satunya mendahului yang
lainnya.34
b. Al-Adl
Ajaran dasar Mu’tazilah yang kedua adalah al-adl yang berarti
“Tuhan maha adil”. Tuhan dikatakan adil jika bertindak hanya yang
baik (ash-saleh) dan terbaik (al-ashlah), dan bukan yang tidak baik.
Begitu pula Tuhan itu dipandang adil jika tidak menyalahi/melanggar
32
Siradjudin Abbas, Itiqad Ahlu Sunnah Wal Jamaah, hlm. 296.
33
Siradjudin Abbas, Itiqad Ahlu Sunnah Wal Jamaah, hlm. 296.
34
Siradjudin Abbas, Itiqad Ahlu Sunnah Wal Jamaah, hlm. 297.
17
janjinya. Dengan demikian, Tuhan terikat oleh janjinya. Ajaran
tentang keadilan ini berkaitan erat dengan beberapa hal, antara lain:35
1) Perbuatan manusia
2) Berbuat baik dan terbaik
3) Mengutus rasul
c. Al-Wa’d Wa Al-Wa’id
Ajaran ketiga ini sangat erat hubungannya dengan ajaran kedua
di atas. Al-wa’d wa al-wa’id berarti janji dan ancaman. Tuhan yang
maha adil dan maha bijaksana tidak akan melanggar janjinya.
Perbuatan Tuhan terikat dan dibatasi oleh janjinya sendiri, yaitu
memberi pahala berupa surga bagi orang yang mau berbuat baik (al-
muthi) dan mengancam dengan siksa neraka bagi orang yang durhaka
(alashi). Begitu pula janji Tuhan untuk memberi pengampunan bagi
yang mau bertobat nashuha, pasti benar adanya. Ini sesuai dengan
prinsip keadilan.36
Jelasnya, siapapun yang berbuat baik akan dibalas dengan
kebaikan pula dan juga sebaliknya, siapa yang berbuat jahat akan
dibalas dengan siksa yang pedih. Ajaran ketiga ini tidak memberi
peluang bagi Tuhan, selain menuaikan janjinya. Yaitu memberi pahala
bagi orang yang taat dan menyiksa orang-orang yang berbuat maksiat,
kecuali bagi yang sudah bertobat nasuha. Tidak ada harapan bagi
pendurhaka, kecuali bila ia bertobat. Kejahatan dan kedurhakaan yang
menyebabkan pelakunya masuk ke dalam neraka, merupakan dosa
besar, sedangkan bagi dosa kecil, mungkin Allah mengampuninya.
Ajaran ini tampaknya bertujuan mendorong menusia berbuat baik dan
tidak melakukan perbuatan dosa.37
35
Siradjudin Abbas, Itiqad Ahlu Sunnah Wal Jamaah, hlm. 297.
36
Siradjudin Abbas, Itiqad Ahlu Sunnah Wal Jamaah, hlm. 298.
37
Siradjudin Abbas, Itiqad Ahlu Sunnah Wal Jamaah, hlm. 299.
18
d. Manzilah Bain Al-Manzilataini
Inilah ajaran yang mula-mula melahirkannya aliran Mu’tazilah.
Ajaran ini terkenal dengan status orang beriman (mukmin) yang
melakukan dosa besar. Seperti yang tercatat dalam sejarah, khawarij
menganggap orang tersebut sebagai orang musyrik, sedangkan
murji’ah berpendapat bahwa orang itu tetap mukmin dan dosanya
sepenuhnya diserahkan sepenuhnya pada Tuhan. Boleh jadi dosa itu
diampuni Tuhan.38
Pokok ajaran ini adalah bahwa muKmin yang melakukan dosa
besar dan belum tobat bukan lagi mukmin atau kafir, tetapi fasik.
Izutsu, dengan mengutip ibn hazm, menguraikan pandangan
mu’tazilah sebagia berikut “orang yang melakukan dosa besar disebut
fasiqin. Ia bukan mukmin bukan pula kafir, bukan pula munafik
(hipokrit)”. Mengomentari pendapat tersebut izutsu menjelaskan
bahwa sikap mu’tazilah adalah membolehkan hubungan perkawinan
dan warisan antara mukmin pelaku dosa besar dan mukmin lain dan
dihalalkannya binatang sembelihannya.39
e. Al- Amr Bi Al-Ma’ruf Wa An-Nahy An-Munkar
Ajaran dasar yang kelima adalah menyuruh pada kebajikan dan
melarang pada kemunkaran (Al-amr bi Al-ma’ruf wa An-nahy an-
Munkar). Ajaran ini menekankan keberpihakan kepada kebenaran dan
kebaikan. Ini merupakan konsekuensi logis dari keimanan seseorang.
Pengakuan keimanan harus dibuktikan dengan perbuatan baik,
diantaranya dengan mengajak pada kebajikan dan melarang pada
kemungkaran.40
38
Siradjudin Abbas, Itiqad Ahlu Sunnah Wal Jamaah, hlm. 299.
39
Siradjudin Abbas, Itiqad Ahlu Sunnah Wal Jamaah, hlm. 299.
40
Siradjudin Abbas, Itiqad Ahlu Sunnah Wal Jamaah, hlm. 230.
19
Perbedaan mazhab Mu’tazilah dengan mazhab yang lain mengenai
ajaran kelima ini terletak pada tatanan pelaksanaannya. Menurut
Mu’tazilah, jika memang diperlukan, kekerasan dapat ditempuh untuk
mewujudkan ajaran tersebut. Sejarahpun telah mencatat kekerasan
yang pernah dilakukannya ketika menyiarkan ajaran-ajarannya.41
D. DALIL
1. Syi’ah
a. Keimanan Ali dan arti pentingnya ahl al-bait42
Qs. Al-Ma’idah ayat 67. 43
“Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.
dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak
menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.”
(Q.S.Al-Ma’idah ayat 67).
b. Bukti atas keimanan Ali44
Qs. Al-Ma’idah ayat 3.45
41
Siradjudin Abbas, Itiqad Ahlu Sunnah Wal Jamaah, hlm. 230.
42
Ris’an Rusli, Teologi Islam (Jakarta: Prenademedia, 2015), hlm. 234.
43
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemah.
44
Muhammad Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Alam Pikiran Kalam,(Jakarta: Prenamedia Group,
2014), hlm. 165.
45
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemah.
20
“Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan)
agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku.
pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka
barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S.Al-Ma’idah ayat 3).
2. Mu’tazilah
a. Dalil tentang bahwa tidak ada yang menyamai Allah46
Q.S. Asy-Syura ayat 11.47
“ (Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu
sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan
(pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. tidak ada sesuatupun
yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat.” (Q.S.
Asy-Syura ayat 11)
b. Dalil alasan ketidakterlibatan mereka dalam perang Jamal dan
Shiffin48
Q.S. Al-Hujarat ayat 9.49
46
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam (Bandung: Pustaka Setia, 2014), hlm. 102.
47
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemah.
48
Mustofa Muhammad Asy Syak’ah, Islam Tidak Bermazhab ( Jakarta: Gema Insani Press, 1994), hlm.
310.
49
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemah.
21
“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah
kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian
terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai
surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara
keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang Berlaku adil.” (Q.S. Al-Hujarat ayat 9)
22
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
23
GLOSARIUM
Sekte : kelompok orang yang mempunyai kepercayaan atau pandangan agama yang
sama, yang berbeda dari pandagan agama yang lebih lazim diterima oleh para
penganut agama tersebut.
Mayoritas : jumlah orang terbanyak yang memperlihatkan ciri tertentu menurut suatu
patokan dibandngkan dengan jumlah yang lain yang tidak memperlihatkan ciri
itu.
Kafir : orang yang tidak percaya kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
24
Kalam : perkataan.
25
DAFTAR PUSTAKA
.
A. Nasir. Sahilun. 2012. Pemikiran Kalam (Teologi Islam), Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Abbas, Siradjudin. 1988. Itiqad Ahlu Sunnah Wal Jamaah. Jakarta: Pustaka Tarbiyah.
Abul Yazid Abu Zaid Al-’Ajami. 2012. Akidah Islam Menurut Empat Mazhab, Jakarta
Timur: Pustaka Al-Kautsar.
Amin, Nurdin dan Fauzi, Abbas Afifi. 2014. Sejarah Pemikiran Islam. Jakarta:
Amzah.
Kementerian Agama Republik Indonesia. 2013. Akidah Akhlak. Jakarta: Direktorat Pendiikan
Madrasah.
Asy Syak’ah Mustofa, 1994. Islam Tidak Bermazhab. Jakarta: Gema Insani Pers.
Rozak, Abdul dan Anwar, Rosihon. 2014. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia.
Tim Penulis MUI Pusat, 2013. Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di
Indonesia. Depok: Gema Insani.
Yunan Yusuf, Muhammad. 2014.Alam Pikiran Islam Alam Pikiran Kalam. Jakarta:
Prenamedia Group.
26