Anda di halaman 1dari 24

Bab 1.

Pembebanan Pada Struktur

1. 1. Pendahuluan
Dalam menjalankan fungsinya, setiap struktur Teknik Sipil akan menerima pengaruh
dari luar yang perlu dipikul. Selain pengaruh dari luar, sistem struktur yang terbuat dari
material bermassa, juga akan memikul beratnya sendiri akibat pengaruh gravitasi. Selain
pengaruh dari luar yang dapat diukur sebagai besaran gaya atau beban, seperti berat sendiri
struktur, beban akibat hunian atau penggunaan struktur, pengaruh angin atau getaran gempa,
tekanan tanah atau tekanan hidrostatik air, terdapat juga pengaruh luar yang tidak dapat
diukur sebagai gaya. Sebagai contoh adalah pengaruh penurunan pondasi pada struktur
bangunan, atau pengaruh temperatur / suhu pada elemen-elemen struktur.
Dalam melakukan analisis dan desain dari suatu struktur bangunan, perlu adanya
gambaran yang jelas mengenai perilaku dan besarnya beban yang bekerja pada struktur.
Gambar 1 mengilustrasikan diagram dari beban-beban yang dapat bekerja pada struktur
teknik sipil.
Hal penting yang berkaitan dengan karakteristik beban untuk keperluan analisis struktur
adalah pemisahan antara beban-beban yang bersifat statis dan dinamis. Secara umum, beban
luar yang bekerja pada struktur Teknik Sipil dapat dibedakan menjadi beban statis dan beban
dinamis.
Beban statis adalah beban yang bekerja secara terus-menerus pada suatu struktur.
Beban statis juga diasosiasikan dengan beban-beban yang secara perlahan-lahan timbul serta
mempunyai variabel besaran yang bersifat tetap (steady states). Dengan demikian, jika suatu
beban mempunyai perubahan intensitas yang berjalan cukup perlahan sedemikian rupa
sehingga pengaruh waktu tidak dominan, maka beban tersebut dapat dikelompokkan sebagai
beban statik (static load). Deformasi dari struktur akibat beban statik akan mencapai
puncaknya jika beban ini mencapai nilainya yang maksimum. Beban statis pada umumnya
dapat dibagi lagi menjadi beban mati, beban hidup, dan beban khusus, yaitu beban yang
diakibatkan oleh penurunan pondasi atau efek temperatur
Beban dinamis adalah beban yang bekerja secara tiba-tiba pada struktur. Pada umumya,
beban ini tidak bersifat tetap (unsteady-state) serta mempunyai karakterisitik besaran dan
arah yang berubah dengan cepat. Deformasi pada struktur akibat beban dinamik ini juga akan
berubah-ubah secara cepat.

Pembebanan Pada Struktur I-1


Beban Mati :
 Beban akibat berat sendiri struktur
 Beban akibat berat elemen struktur

Beban Hidup :
 Beban akibat hunian atau penggunaan
( peralatan, kendaraan )
Beban
Statik  Beban akibat air hujan
 Beban pelaksanaan / konstruksi

Beban Khusus :
Beban Pada  Pengaruh penurunan pondasi
Struktur  Pengaruh tekanan tanah / tekanan air
 Pengaruh temperatur / suhu

Beban Dinamik ( Bergetar ) :


 Beban akibat getaran gempa / angin
 Beban akibat getaran mesin
Beban
Dinamik
Beban Dinamik ( Impak ) :
 Beban akibat ledakan atau benturan
 Beban akibat getaran mesin
 Beban akibat pengereman kendaraan

Gambar I-1. Beban pada struktur Teknik Sipil

Dengan demikian, jika suatu beban mempunyai perubahan intensitas yang bervariasi
secara cepat terhadap waktu, maka beban tersebut disebut sebagai beban dinamis
(dynamic load). Beban dinamis dapat menyebabkan terjadinya osilasi sehingga deformasi
puncak dari struktur tidak terrjadi bersamaan dengan terjadinya beban yang maksimum.
Pengaruh beban statis dan beban dinamis pada struktur, dapat digambarkan pada Diagram
Beban (P) – Waktu (t), seperti pada Gambar 1.2.

Pembebanan Pada Struktur I-2


P(t) P(t) P(t)
P(t)

t t t 0 t
0 0 0
Beban Statik Beban Impak Getaran Mesin Getaran Gempa

Gambar I- 2. Diagram Beban ( P ) – Waktu ( t )

Beban statis dapat dianggap sebagai beban dinamis dengan intensitas beban yang tetap
dari waktu ke waktu. Getaran mesin merupakan beban dinamis yang bersifat periodik karena
mempunyai intensitas beban dan frekuensi getar yang berulang. Bentuk dari getaran yang
ditimbulkan mesin pada umumnya berbentuk sinusoidal. Getaran gempa merupakan beban
dinamik dengan intesitas dan frekuensi getar yang acak dari waktu ke waktu. Meskipun
terjadi dalam waktu yang singkat, tetapi getaran gempa dapat menimbulkan kerusakan pada
struktur bangunan.
Untuk memudahkan prosedur analisis struktur terhadap pengaruh beban yang
ditimbulkan oleh ledakan, getaran mesin, dan pengaruh pergerakan kendaraan, sering
dilakukan memperlakukan beban-beban tersebut sebagai beban statik. Pengaruh dinamik
yang ditimbulkan oleh beban, diperhitungkan dengan mengalikan intensitas beban dengan
suatu faktor pembesaran dinamik yang dinamakan faktor kejut.
Untuk keperluan analisis struktur bangunan, sampai dengan tingkat intensitas beban
tertentu serta batasan dari kondisi struktur bangunan tertentu, beban dinamik yang bekerja
pada struktur, dapat diasumsikan sebagai beban statik ekuivalen. Sebagai contoh, analisis
struktur bangunan gedung terhadap getaran gempa dapat dilakukan dengan metode analisis
statik yang sederhana, yaitu Analisis Beban Gempa Statik Ekuivalen. Metode analisis statik
ini dapat digunakan untuk menggantikan metode analisis dinamik yang cukup rumit. dengan
persyaratan struktur yang dianalisis mempunyai bentuk yang simetris dengan ketinggaan
bangunan gedung tidak lebih dari 40 m. Untuk bangunan gedung dengan bentuk yang tidak
beraturan atau bangunan dengan ketinggian lebih dari 40 m, analisis struktur harus dilakukan
secara dinamik.

1.2. Karakteristik Beban

Pembebanan Pada Struktur I-3


Tujuan utama dari rancang bangun struktur adalah untuk menyediakan ruang agar dapat
digunakan untuk berbagai macam fungsi, aktifitas atau keperluan. Contoh dari pemanfaatan
struktur antara lain adalah :
 Struktur bangunan gedung (building) yang digunakan untuk tempat hunian atau
beraktifitas,
 Struktur jembatan (bridge) atau terowongan (tunnel) yang digunakan untuk
menghubungkan suatu tempat dengan tempat lainnya.
 Struktur bendungan, yang digunakan untuk penampungan dan pengelolaan /
pemanfaatan air, dan masih banyak lagi bentuk struktur.

Karena struktur terbuat dari bahan yang bermassa, maka struktur akan dipengaruhi oleh
beratnya sendiri. Berat sendiri dari struktur dan elemen-elemen struktur disebut sebagai
beban mati (dead load) . Selain beban mati, struktur dipengaruhi juga oleh beban-beban yang
terjadi akibat penggunaan ruangan. Beban ini disebut sebagai beban hidup (live load). Selain
itu struktur dipengaruhi juga oleh pengaruh-pengaruh dari luar akibat kondisi-kondisi alam
seperti pengaruh angin, salju, gempa, atau dipengaruhi oleh perbedaan temperatur, serta
kondisi lingkungan yang merusak (misalnya pengaruh bahan kimia, kelembaban, atau
pengkaratan).
Dalam meninjau suatu beban, kita tidak boleh hanya menentukan besaran atau
intensitasnya saja, tetapi juga harus meninjau dalam kondisi bagaimana beban tersebut
diterapkan pada struktur.
Sehubungan dengan sifat elastisitas dari bahan-bahan struktur, setiap sistem atau
elemen struktur akan berdeformasi jika dibebani, dan akan kembali kebentuknya yang semula
jika beban yang bekerja dihilangkan. Oleh karena itu struktur mempunyai kecenderungan
untuk bergoyang kesamping (sidesway), atau melentur ke bawah (deflection ) jika dibebani.
Waktu yang diperlukan oleh struktur untuk melakukan suatu goyangan lengkap, disebut
periode getar atau waktu getar struktur. Suatu struktur biasanya mempunyai sejumlah periode
getar, dimana periode getar yang terpanjang disebut periode dasar atau periode alami
(fundamental period). Pada umumnya bangunan-bangunan Teknik Sipil mempunyai
kekakuan lateral yang beraneka ragam, sehingga mempunyai periode getar yang berlainan
juga. Periode getar dari struktur bangunan Teknik Sipil, pada umumnya berkisar antara 0,2
detik untuk bangunan yang rendah atau sangat kaku, sampai 9 detik untuk bangunan yang
sangat tinggi atau sangat fleksibel.

Pembebanan Pada Struktur I-4


Jika suatu beban diterapkan pada suatu struktur dalam jangka waktu yang lebih lama
dari pada periode dasarnya, maka beban tersebut dikatakan bekerja secara statis (statically)
pada struktur, dengan demikian beban tersebut harus ditentukan berdasarkan intensitas, arah
dan posisinya. Tekanan angin yang bekerja mulai dari nol sampai ke harga maksimumnya
dalam waktu 3 detik, merupakan suatu gaya statik untuk struktur yang kaku dengan periode
getar struktur lebih kecil dari 3 detik. Jika waktu bekerjanya beban adalah lebih pendek
dibandingkan dengan periode dasar struktur, maka beban ini dikatakan bekerja secara
dinamis (dynamically). Beban-beban dinamis harus dianalisis berdasarkan intensitasnya yang
maksimum dan variasi waktunya.
Suatu beban yang mencapai intensitas maksimumnya secara sangat cepat disebut
sebagai beban bentur (impact load), dan besarnya dapat dianggap sama dengan suatu beban
statis dengan intensitas yang lebih besar. Contoh dari beban bentur pada struktur adalah
pengaruh benturan/tumbukan atau pengaruh ledakan. Suatu beban yang yang intensitasnya
bertambah dan berkurang menurut waktu secara konstan, disebut beban bergetar (oscilatory
load). Contoh dari beban bergetar pada struktur adalah pengaruh getaran mesin atau pengaruh
getaran gempa.
Beban dinamis yang bergetar dapat sangat berbahaya apabila periode getarannya
berimpit dengan salah satu dari periode getar struktur. Jika periode getar beban berimpit
dengan periode getar struktur, hal ini dapat menyebabkan terjadinya resonansi pada struktur.
Resonansi pada struktur bangunan dapat menyebabkan terjadinya deformasi yang besar,
sehingga dapat menyebabkan kerusakan atau keruntuhan struktur. Sebagai contoh, mesin-
mesin seperti turbin, pompa, mesin tumbuk yang bergetar, dapat menyebabkan terjadinya
resonansi pada struktur pendukungnya. Pada prosedur desain dari struktur yang mendukung
mesin-mesin, perlu ditinjau pengaruh dari resonansi ini.
Berat dari sebuah elevator atau lift yang berhenti secara tiba-tiba, akan menyebabkan
beban bentur atau beban impak pada penyangganya, yang besarnya dapat sama dengan dua
kali dari berat elevator. Beban bentur yang bekerja ini mengalami pembesaran dua kali, atau
dikatakan beban ini mempunyai faktor pembesaran dinamik (dynamic magnification factor)
sebesar 2. Faktor pembesaran dinamik dapat digunakan untuk menyederhanakan perhitungan
desain struktur yang memikul beban-beban dinamik, misalnya getaran mesin. Untuk
keperluan analisis dan desain struktur, pada umumnya digunakan faktor pembesaran dinamik
antara 2 sampai 2,5.
Beban-beban dinamik pada struktur yang dihasilkan oleh gerakan-gerakan yang cepat
dari tanah seperti pengaruh gempa, sangat tergantung dari kekakuan dan berat struktur.

Pembebanan Pada Struktur I-5


Beban pada struktur bangunan yang diakibatkan oleh pengaruh gempa merupakan beban
yang paling sulit untuk diprediksi besar, arah, dan datangnya.
Perbedaan temperatur antar elemen-elemen struktur, dapat menyebabkan pemuaian atau
penyusutan relatif. Jika pemuaian ini dicegah sebagian atau seluruhnya, maka akan
menimbulkan beban atau pengaruh tambahan pada struktur (bertambahnya tegangan pada
bahan). Pengaruh temperatur yang tinggi, misalnya pada kasus terbakarnya bangunan, dapat
mengakibatkan berkurangnya kekuatan dan stabilitas dari struktur secara parsial atau
menyeluruh, disebabkan oleh berkurangnya kekuatan dan modulus elastisitas bahan.
Kuat tekan beton akan sangat berkurang pada temperatur di atas 3000 C. Secara umum
bahan beton merupakan material bangunan yang memiliki ketahanan yang baik terhadap
api/panas, dibandingkan dengan material lainnya. Hal ini disebabkan karena beton
merupakan penghantar panas yang lemah, sehingga dapat membatasi kedalaman penetrasi
panas.
Kekuatan dan stabilitas material baja dipengaruhi oleh temperatur. Pada temperatur
5500 C tegangan leleh baja menurun sampai 50%. Kondisi ini tentunya sangat berpengaruh
pada kekuatan struktur bangunan pada saat terjadi kebakaran. Akibat panas yang tinggi,
tulangan baja didalam beton dapat mengalami tekuk (buckling) akibat tegangan tekan pada
temperatur tinggi. Di dalam peraturan pembebanan yang berlaku di Indonesia dicantumkan
perlunya memperhitungkan pengaruh kemungkinan naik turunnya suhu sebesar 100 C pada
struktur bangunan gedung, yang diakibatkan oleh selisih suhu udara luar.

1.3. Beban Mati


Untuk keperluan analisis dan desain struktur bangunan, besarnya beban mati harus
ditaksir atau ditentukan terlebih dahulu. Beban mati adalah beban-beban yang bekerja
vertikal ke bawah pada struktur dan mempunyai karakteristik bangunan, seperti misalnya
penutup lantai, alat mekanis, dan partisi. Berat dari elemen-elemen ini pada umumnya dapat
diitentukan dengan mudah dengan derajat ketelitian cukup tinggi. Untuk menghitung
besarnya beban mati suatu elemen dilakukan dengan meninjau berat satuan material tersebut
berdasarkan volume elemen. Berat satuan (unit weight) material secara empiris telah
ditentukan dan telah banyak dicantumkan tabelnya pada sejumlah standar atau peraturan
pembebanan. Volume suatu material biasanya dapat dihitung dengan mudah, tetapi kadang
kala akan merupakan pekerjaan yang berulang dan membosankan.
Berat satuan atau berat sendiri dari beberapa material konstruksi dan komponen
bangunan gedung dapat ditentukan dari peraturan yang berlaku di Indonesia yaitu Peraturan

Pembebanan Pada Struktur I-6


Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1983 atau peraturan tahun 1987. Informasi mengenai
berat satuan dari berbagai material konstruksi yang sering digunakan perhitungan beban mati
dicantumkan berikut ini.

 Baja = 7850 kg/m3


 Beton = 2200 kg/m3
 Batu belah = 1500 kg/m3
 Beton bertulang = 2400 kg/m3
 Kayu = 1000 kg/m3
 Pasir kering = 1600 kg/m3
 Pasir basah = 1800 kg/m3
 Pasir kerikil = 1850 kg/m3
 Tanah = 1700 - 2000 kg/m3

Berat dari beberapa komponen bangunan dapat ditentukan sebagai berikut :


 Atap genting, usuk, dan reng = 50 kg/m2
 Plafon dan penggantung = 20 kg/m2
 Atap seng gelombang = 10 kg/m2
 Adukan/spesi lantai per cm tebal = 21 kg/m2
 Penutup lantai/ubin per cm tebal = 24 kg/m2
 Pasangan bata setengah batu = 250 kg/m2
 Pasangan batako berlubang = 200 kg/m2
 Aspal per cm tebal = 15 kg/m2

1.4. Beban Hidup


Fungsi dari elemen struktur khususnya pelat lantai, adalah untuk mendukung beban-
beban hidup yang dapat berupa berat dari orang-orang atau hunian, perabot, mesin-mesin,
peralatan, dan timbunan-timbunan barang.
Beban hidup adalah beban yang bisa ada atau tidak ada pada struktur untuk suatu waktu
yang diberikan. Meskipun dapat berpindah-pindah, beban hidup masih dapat dikatakan
bekerja secara perlahan-lahan pada struktur. Beban yang diakibatkan oleh hunian atau
penggunaan (occupancy loads) adalah beban hidup. Yang termasuk ke dalam beban
penggunaan adalah berat manusia, perabot, barang yang disimpan, dan sebagainya. Beban
yang diakibatkan oleh salju atau air hujan, juga temasuk ke dalam beban hidup. Semua beban

Pembebanan Pada Struktur I-7


hidup mempunyai karakteristik dapat berpindah atau, bergerak. Secara umum beban ini
bekerja dengan arah vertikal ke bawah, tetapi kadang-kadang dapat juga berarah horisontal.
Beban hidup yang bekerja pada struktur dapat sangat bervariasi, sebagai contoh
seseorang dapat berdiri di mana saja dalam suatu ruangan, dapat berpindah-pindah, dapat
berdiri dalam satu kelompok. Perabot atau barang dapat berpindah-pindah dan diletakkan
dimana saja di dalam ruangan. Dari penjelasan ini, jelas tidak mungkin untuk meninjau
secara terpisah semua kondisi pembebanan yang mungkin terjadi. Oleh karena itu dipakai
suatu pendekatan secara statistik untuk menetapkan beban hidup ini, sebagai suatu beban
statik terbagi merata yang secara aman akan ekuivalen dengan berat dari pemakaian terpusat
maksimum yang diharapkan untuk suatu pemakaian tertentu.
Beban hidup aktual sebenarnya yang bekerja pada struktur pada umumnya lebih kecil
dar ipada beban hidup yang direncanakan membebani struktur. Akan tetapi, ada
kemungkinan beban hidup yang bekerja sama besarnya dengan beban rencana pada struktur.
Jelaslah bahwa struktur bangunan yang sudah direncanakan untuk penggunaan, tertentu harus
diperiksa kembali kekuatannya apabila akan dipakai untuk penggunaan lain. Sebagai contoh,
bangunan gedung yang semula direncanakan untuk apartemen tidak akan cukup kuat apabila
digunakan untuk gudang atau kantor.
Besarnya beban hidup terbagi merata ekuivalen yang harus diperhitungkan pada
struktur bangunan gedung, pada umumnya dapat ditentukan berdasarkan standar yang
berlaku. Beban hidup untuk bangunan gedung adalah sebagai berikut :

 Beban hidup pada atap = 100 kg/m2


 Lantai rumah tinggal = 200 kg/m2
 Lantai sekolah, perkantoran, hotel, asrama, pasar, = 200 kg/m2
rumah sakit
 Panggung penonton = 500 kg/m2
 Lantai ruang olah raga, lantai pabrik, bengkel, gudang,
tempat orang berkumpul, perpustakaan, toko buku,
masjid, gereja, bioskop, ruang alat atau mesin = 400 kg/m2
 Balkon, tangga = 300 kg/m2
 Lantai gedung parkir : Lantai bawah = 800 kg/m2
Lantai atas = 400 kg/m2

Pembebanan Pada Struktur I-8


Pada suatu bangunan gedung bertingkat banyak, adalah kecil kemungkinannya semua
lantai tingkat akan dibebani secara penuh oleh beban hidup. Demikian juga kecil
kemungkinannya suatu struktur bangunan menahan beban maksimum akibat pengaruh angin
atau gempa yang bekerja secara bersamaan. Desain struktur dengan meninjau beban-beban
maksimum yang mungkin bekerja secara bersamaan, adalah tidak ekonomis. Berhubung
peluang untuk terjadinya beban hidup penuh yang membebani semua bagian dan semua
elemen struktur pemikul secara serempak selama umur rencana bangunan adalah sangat kecil,
maka pedoman-pedoman pembebanan mengijinkan untuk melakukan reduksi terhadap beban
hidup yang dipakai.
Reduksi beban dapat dilakukan dengan mengalikan beban hidup dengan suatu koefisien
reduksi yang nilainya tergantung pada penggunaan bangunan. Besarnya koefisien reduksi
beban hidup untuk perencanaan portal, ditentukan sebagai berikut :

 Perumahan : rumah tinggal, asrama hotel, rumah sakit = 0,75


 Gedung pendidikan : sekolah, ruang kuliah = 0,90
 Tempat pertemuan umum, tempat ibadah, bioskop,
restoran, ruang dansa, ruang pergelaran = 0,90
 Gedung perkantoran : kantor, bank = 0,60
 Gedung perdagangan dan ruang penyimpanan :
toko, toserba, pasar, gudang, ruang arsip, perpustakaan = 0,80
 Tempat kendaraan : garasi, gedung parkir = 0,90
 Bangunan industri : pabrik, bengkel = 1,00

1.5. Beban Angin


Besarnya beban angin yang bekerja pada struktur bangunan tergantung dari kecepatan
angin, rapat massa udara, letak geografis, bentuk dan ketinggian bangunan, serta kekakuan
struktur. Bangunan yang berada pada lintasan angin, akan menyebabkan angin berbelok atau
dapat berhenti. Sebagai akibatnya, energi kinetik dari angin akan berubah menjadi energi
potensial, yang berupa tekanan atau hisapan pada bangunan.

Pembebanan Pada Struktur I-9


Hisapan
Tekanan

Bangunan

Kecepatan angin

Denah Bangunan

Gambar I-3. Pengaruh angin pada bangunan gedung

Salah satu faktor penting yang mempengaruhi besarnya tekanan dan isapan pada
bangunan pada saat angin bergerak adalah kecepatan angin. Besarnya kecepatan angin
berbeda-beda untuk setiap lokasi geografi. Kecepatan angin rencana biasanya didasarkan
untuk periode ulang 50 tahun. Karena kecepatan angin akan semakin tinggi dengan
ketinggian di atas tanah, maka tinggi kecepatan rencana juga demikian. Selain itu perlu
juga diperhatikan apakah bangunan itu terletak di perkotaan atau di pedes aan.
Seandainya kecepatan angin telah diketahui, tekanan angin yang bekerja pada bagunan dapat
ditentukan dan dinyatakan dalam gaya statis ekuivalen.
Pola pergerakan angin yang sebenarnya di sekitar bangunan sangat rumit, tetapi
konfigurasinya telah banyak dipelajari serta ditabelkan. Karena untuk suatu bangunan, angin
menyebabkan tekanan maupun hisapan, maka ada koefisien khusus untuk tekanan dan
hisapan angin yang ditabelkan untuk berbagai lokasi pada bangunan.
Untuk memperhitungkan pengaruh dari angin pada struktur bangunan, pedoman yang berlaku
di Indonesia mensyaratkan beberapa hal sebagai berikut :
 Tekanan tiup angin harus diambil minimum 25 kg/m2
 Tekanan tiup angin di laut dan di tepi laut sampai sejauh 5 km dari pantai, harus
diambil minimum 40 kg/m2

Pembebanan Pada Struktur I-10


Untuk tempat-tempat dimana terdapat kecepatan angin yang mungkin mengakibatkan
tekanan tiup yang lebih besar. Tekanan tiup angin (p) dapat ditentukan berdasarkan rumus
empris :
p = V2/16 (kg/m2)

dimana V adalah kecepatan angin dalam satuan m/detik.


Berhubung beban angin akan menimbulkan tekanan dan hisapan, maka berdasarkan
percobaan-percobaan, telah ditentukan koefisien-koefisien bentuk tekanan dan hisapan untuk
berbagai tipe bangunan dan atap. Tujuan dari penggunaan koefisien-koefisien ini adalah
untuk menyederhanakan analisis. Sebagai contoh, pada bangunan gedung tertutup, selain
dinding bangunan, struktur atap bangunan juga akan mengalami tekanan dan hisapan angin,
dimana besarnya tergantung dari bentuk dan kemiringan atap (Gambar 1.4). Pada bangunan
gedung yang tertutup dan rumah tinggal dengan tinggi tidak lebih dari 16 m, dengan lantai-
lantai dan dinding-dinding yang memberikan kekakuan yang cukup, struktur utamanya (
portal ) tidak perlu diperhitungkan terhadap angin.

0,02+0,4
0,4

Kemiringan atap ()

0,9 0,4

Gambar I- 4. Koefisien angin untuk tekanan dan hisapan pada bangunan

Pada pembahasan di atas, pengaruh angin pada bangunan dianggap sebagai beban-
beban statis. Namun perilaku dinamis sebenarnya dari angin, merupakan hal yang sangat
penting. Efek dinamis dari angin dapat muncul dengan berbagai cara. Salah satunya adalah
bahwa angin sangat jarang dijumpai dalam keadaan tetap (steadystate). Dengan demikian,
bangunan gedung dapat mengalami beban yang berbalik arah. Hal ini khususnya terjadi jika
gedung berada di daerah perkotaan. Seperti diperlihatkan pada Gambar 3, pola aliran udara di
sekitar gedung tidak teratur. Jika gedung-gedung terletak pada lokasi yang berdekatan, pola angin
menjadi semakin kompleks karena dapat terjadi suatu aliran yang turbulen di antara gedung-
gedung tersebut.. Aksi angin tersebut dapat menyebabkan terjadinya goyangan pada gedung ke
berbagai arah.

Pembebanan Pada Struktur I-11


Angin dapat menyebabkan respons dinamis pada bangunan sekalipun angin dalam
keadaan mempunyai kecepatan yang konstan.. Hal ini dapat terjadi khususnya pada struktur-
struktur yang relatif fleksibel, seperti struktur atap yang menggunakan kabel. Angin dapat
menyebabkan berbagai distribusi gaya pada permukaan atap, yang pada gulirannya dapat
menyebabkan terjadinya perubahan bentuk, baik perubahan kecil maupun perubahan yang
besar. Bentuk baru tersebut dapat menyebabkan distribusi tekanan maupun tarikan yang
berbeda, yang juga dapat menyebabkan perubahan bentuk. Sebagai akibatnya, terjadi gerakan
konstan atau flutter (getaran) pada atap. Masalah flutter pada atap merupakan hal penting
dalam mendesain struktur fleksibel tersebut. Teknik mengontrol fenomena flutter pada atap
mempunyai implikasi yang cukup besar dalam desain. dengan Efek dinamis angin juga
merupakan masalah pada struktur bangunan gedung bertingkat banyak, karena adanya
fenomena resonansi yang dapat terjadi.

1.6. Beban Tanah Dan Air


Struktur bangunan yang terletak di bawah permukaan tanah seperti dinding penahan
tanah, terowongan, ruang bawah tanah (basement), perlu dirancang untuk menahan tekanan
tanah lateral. Jika struktur-struktur ini tenggelam sebagian atau seluruhnya di dalam air, maka
perlu juga diperhitungkan tekanan hidrostatis dari air pada struktur. Sebagai ilustrasi, di
bawah ini diberikan pembebanan yang bekerja pada dinding dan lantai dari suatu ruang
bawah tanah.

Beban

Ruang Bawah
Muka air
Tanah

Tekanan lateral Tekanan Tekanan


Tekanan air akibat beban tanah hidrostatis
ke atas
Gambar I-5. Gaya-gaya yang bekerja pada basement

Akibat tanah dan air, pada dinding basement akan mendapat tekanan lateral berupa
tekanan tanah dan tekanan hidrostatis. Sedangkan pada pelat lantai basement akan mendapat
pengaruh tekanan air ke atas (uplift pressure). Jika pada permukaan tanah di sekitar dinding

Pembebanan Pada Struktur I-12


basement tersebut dimuati, misalnya oleh kendaraan-kendaraan, maka akan terdapat
tambahan tekanan lateral akibat beban kendaraan pada dinding.

1.7. Beban Gempa


Gempa adalah fenomena getaran yang diakibatkan oleh benturan atau pergesekan
lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan (fault zone). Gempa
yang terjadi di daerah patahan ini pada umumnya merupakan gempa dangkal karena patahan
umumnya terjadi pada lapisan bumi dengan kedalaman antara 15 sampai 50 km. Gempa
terjadi jika tekanan pada lapis batuan yang disebabkan oleh pergerakan lempeng tektonik
bumi, melebihi kekuatan dari batuan tersebut. Lapisan batuan akan pecah di sepanjang
bidang-bidang patahan. Jika rekahan ini sampai ke permukaan bumi, maka akan terlihat
sebagai garis atau zona patahan. Jika terjadi pergerakan vertikal pada zona patahan di dasar
lautan, maka hal ini dapat menimbulkan gelombang pasang yang hebat yang sering disebut
sebagai tsunami.
Pada saat terjadi benturan antara lempeng-lempeng aktif tektonik bumi, akan terjadi
pelepasan energi gempa yang berupa gelombang-gelombang energi yang merambat di dalam
atau di permukaan bumi. Gelombang-gelombang gempa (seismic waves) ini dapat berupa
gelombang kompresi (compressional wave) atau disebut juga sebagai Gelombang Primer,
dan gelombang geser (shear wave) atau disebut sebagai Gelombang Sekunder. Selain kedua
gelombang tersebut ini, terdapat juga gelombang-gelombang yang merambat di permukaan
bumi, gelombang ini disebut gelombang Rayleigh-Love. Gelombang-gelombang gempa yang
diakibatkan oleh energi gempa ini merambat dari pusat gempa (epicenter) ke segala arah,
dan akan menyebabkan permukaan bumi bergetar. Permukaan bumi digetarkan dengan
frekuensi getar antara 0.1 sampai dengan 30 Hertz. Gelombang Primer akan menyebabkan
getaran dengan frekuensi lebih dari 1 Herzt, dan menyebabkan kerusakan pada bangunan-
bangunan rendah. Gelombang Sekunder, karena arah gerakannya horisontal, maka
gelombang ini dapat menyebabkan kerusakan pada bangunan-bangunan yang tinggi.
Gelombang Rayleigh dan Gelombang Love karena frekuensinya getarnya yang rendah,
menyebabkan gelombang ini dapat merambat lebih jauh sehingga dapat mengakibatkan
pengaruh kerusakan pada daerah yang sangat luas. Karena arah gerakannya yang berputar
maupun horisontal, menyebabkan gelombang permukaan ini sangat berbahaya bagi
bangunan-bangunan tinggi. Pada saat bangunan bergetar akibat pengaruh dari gelombang
gempa, maka akan timbul gaya-gaya pada bangunan, karena adanya kecenderungan dari

Pembebanan Pada Struktur I-13


massa bangunan untuk mempertahankan posisinya dari pengaruh gerakan tanah. Beban
gempa yang terjadi pada struktur bangunan merupakan gaya inersia.
Besarnya beban gempa yang terjadi pada struktur bangunan tergantung dari beberapa
faktor yaitu, massa dan kekakuan struktur, waktu getar alami dan pengaruh redaman dari
struktur, kondisi tanah, dan wilayah kegempaan dimana struktur bangunan tersebut didirikan.
Massa dari struktur bangunan merupakan faktor yang sangat penting, karena beban gempa
merupakan gaya inersia yang besarnya sangat tergantung dari besarnya massa dari struktur.
Beban gempa yang diperhitungkan pada perencanaan struktur, pada umumnya adalah
gaya-gaya inersia pada arah horisontal saja. Pengaruh dari gaya-gaya inersia pada arah
vertikal biasanya diabaikan, karena struktur sudah dirancang untuk menerima pembebanan
vertikal statik akibat pembebanan gravitasi, yang merupakan kombinasi antara beban mati
dan beban hidup. Kebiasaan di dalam mengabaikan pengaruh gaya-gaya inersia pada arah
vertikal akibat pengaruh beban gempa pada prosedur perencanaan struktur, akhir-akhir ini
sedang ditinjau kembali.
Pada kenyataannya, jarang dijumpai struktur bangunan yang mempunyai hubungan
yang sangat kaku antara struktur atas dengan pondasinya. Bangunan-bangunan Teknik Sipil
mempunyai kekakuan lateral yang beraneka ragam, sehingga akan mempunyai waktu getar
alami yang berbeda-beda pula. Dengan demikian respon percepatan maksimum dari struktur
tidak selalu sama dengan percepatan getaran gempa.
Sistem struktur bangunan yang tidak terlalu kaku, dapat menyerap sebagian dari
energi gempa yang masuk kedalam struktur, sehingga dengan demikian beban yang terjadi
pada struktur dapat berkurang. Akan tetapi struktur bangunan yang sangat fleksibel, yang
mempunyai waktu getar alami yang panjang yang mendekati waktu getar dari gelombang
gempa di permukaan, dapat mengalami gaya-gaya yang jauh lebih besar akibat pengaruh dari
gerakan gempa yang berulang-ulang. Besarnya beban gempa horisontal yang dapat terjadi
pada struktur bangunan akibat gempa, tidak hanya disebabkan oleh percepatan gempa saja,
tetapi juga tergantung dari respons sistem struktur bangunan dengan pondasinya.
Beberapa faktor lainnya yang berpengaruh terhadap besarnya beban gempa yang dapat
terjadi pada struktur adalah, bagaimana massa dari bangunan tersebut terdistribusi, kekakuan
dari struktur, mekanisme redaman pada struktur, jenis pondasi serta kondisi tanah dasar,
dan tentu saja perilaku serta besarnya getaran gempa itu sendiri. Faktor yang terakhir ini
sangat sulit ditentukan secara tepat karena sifatnya yang acak. Pada saat terjadi gempa,
gerakan tanah berperilaku tiga dimensi, ini berarti bahwa gaya inersia yang terjadi pada
struktur akan bekerja ke segala arah, baik arah horisontal maupun arah vertikal secara

Pembebanan Pada Struktur I-14


bersamaan.
Analisis dan perencanaan struktur bangunan tahan gempa, pada umumnya hanya
memperhitungkan pengaruh dari beban gempa horisontal yang bekerja pada kedua arah
sumbu utama dari struktur bangunan secara bersamaan. Sedangkan pengaruh gerakan gempa
pada arah vertikal tidak diperhitungkan, karena sampai saat ini perilaku dari respon struktur
terhadap pengaruh gerakan gempa yang berarah vertikal, belum banyak diketahui.
Massa dari struktur bangunan merupakan faktor yang sangat penting, karena beban
gempa merupakan gaya inersia yang bekerja pada pusat massa, yang menurut hukum gerak
dari Newton besarnya adalah : V = m.a = (W/g).a , dimana a adalah percepatan pergerakan
permukaan tanah akibat getaran gempa, dan m adalah massa bangunan yang besarnya adalah
berat bangunan (W) dibagi dengan percepatan gravitasi (g). Gaya gempa horisontal V =
W.(a/g) = W.C, dimana C=a/g disebut sebagai koefisien gempa. Dengan demikian gaya
gempa merupakan gaya yang didapat dari perkalian antara berat struktur bangunan dengan
suatu koefisien.
Pada bangunan gedung bertingkat, massa dari struktur dianggap terpusat pada lantai-
lantai dari bangunan, dengan demikian beban gempa akan terdistribusi pada setiap lantai
tingkat. Selain tergantung dari massa di setiap tingkat, besarnya gaya gempa pada suatu
tingkat tergantung juga pada ketinggian tingkat tersebut dari permukaan tanah. Berdasarkan
pedoman yang berlaku di Indonesia yaitu Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur
Rumah dan Gedung (SNI 03-1726-2003)., besarnya beban gempa horisontal V yang bekerja
pada struktur bangunan, dinyatakan sebagai berikut :

C .I
V = Wt
R

C : Koefisien gempa, yang besarnya tergantung wilayah gempa dan waktu getar
struktur
Harga C ditentukan dari Diagram Respon Spektrum, setelah terlebih dahulu
dihitung waktu getar dari struktur
I : Faktor keutamaan struktur
R : Faktor reduksi gempa
Wt : Kombinasi dari beban mati dan beban hidup yang direduksi

Pembebanan Pada Struktur I-15


V3

W3
V2
V
W2
V1

W W1

Gambar I- 6. Beban Gempa Pada Struktur Bangunan

Besarnya koefisien reduksi beban hidup untuk perhitungan Wt, ditentukan sebagai
berikut :
 Perumahan / penghunian : rumah tinggal, asrama, hotel, rumah sakit = 0,30
 Gedung pendidikan : sekolah, ruang kuliah = 0,50
 Tempat pertemuan umum, tempat ibadah, bioskop, = 0,50
restoran, ruang dansa, ruang pergelaran = 0,50
 Gedung perkantoran : kantor, bank = 0,30
 Gedung perdagangan dan ruang penyimpanan, toko,
toserba, pasar, gudang, ruang arsip, perpustakaan = 0,80
 Tempat kendaraan : garasi, gedung parkir = 0,50
 Bangunan industri : pabrik, bengkel = 0,90

Salah satu aspek penting dalam meninjau perilaku struktur bangunan yang bergetar
akibat gempa adalah waktu getar alami struktur. Perhatikanlah struktur sederhana yang
diilustrasikan pada Gambar 1.7. Jika pada puncak dari struktur diberikan perpindahan
horisontal dan kemudian dilepaskan, maka bagian atas dari struktur akan bergetar atau
berosilasi bolak-balik dengan amplitudo yang semakin mengecil sampai akhirnya struktur
kembali pada kondisi diam. Yang menarik adalah bahwa gerakan dari getaran struktur ini
tidak acak sama sekali, tetapi teratur. Getaran seperti ini disebut sebagai getaran harmonis,
karena pola getaran berubah secara sinusoidal terhadap waktu.
Waktu yang diperlukan getaran untuk melakukan satu siklus bolak-balik lengkap
disebut waktu getar alami (T), sedangkan frekuensi getaran (f) didefinisikan sebagai

Pembebanan Pada Struktur I-16


banyaknya siklus yang terjadi untuk satu satuan waktu. Hubungan antara waktu getar dan
frekuensi getar dinyatakan dalam bentuk persamaan : f = 1/T.

Gambar I-7. (a) Model dari struktur. (b) Getaran bebas dari struktur (c) Amplitudo getaran bebas

Besarnya frekuensi getaran yang terjadi pada struktur tergantung pada massa struktur
dan kekakuan kolom. Jika kolom pada struktur mempunyai kekakuan yang kecil, maka gaya
pemulihan yang diperlukan untuk mengembalikan struktur dari keadaan terdefleksi ke posisi
yang semula, juga relatif kecil. Dengan demikian, puncak dari struktur akan bergerak bolak-
balik secara relatif lebih lambat sampai getaran berhenti. Struktur dengan kekakuan kolom
yang kecil mempunyai waktu getar alami yang panjang. Sebaliknya struktur dengan kolom
yang kaku, akan memberikan gaya pemulihan yang besar sehingga getaran yang terjadi akan
berhenti dalam waktu yang relatif singkat. Struktur seperti ini mempunyai waktu getar alami
yang pendek.
Selain tergantung pada massa dan kekakuan kolom, panjang atau pendeknya waktu
getar dipengaruhi juga oleh mekanisme redaman pada struktur dalam hal menyerap energi
getaran. Sebagai contoh, gaya gesek dari sendi yang menghubungkan balok dan kolom dari
struktur pada Gambar 1-7 akan menyebabkan terjadinya redaman. Mekanisme redaman pada
struktur dapat juga terjadi, misalnya dengan adanya retakan dari elemen-elemen struktur .
Jika pondasi atau dasar dari struktur tiba-tiba bertranslasi kearah horisontal, maka
masa dari struktur mula-mula akan bereaksi menahan translasi tersebut karena adanya
kecenderungan inersia. Dengan demikian struktur akan bergetar. Apabila pondasi dari
struktur bergerak bolak-balik terus-menerus kearah horisontal seperti pada saat terjadi
gempa, maka struktur akan terus bergetar selama gerakan tanah terjadi. Getaran yang
terjadi pada struktur akan dipengaruhi oleh gerakan tanah yang tidak bergetar secara
bebas. Jika frekuensi gerakan tanah akibat gempa sangat berbeda dengan frekuensi

Pembebanan Pada Struktur I-17


getaran bebas dari struktur, maka tidak akan terjadi resonansi. Sebaliknya, jika
frekuensi gerakan tanah cukup dekat dengan frekuensi getaran bebas struktur, dapat
terjadi efek resonansi yang dapat mengakibatkan bertambah besarnya amplitudo getaran
dari struktur.
Resonansi yang terjadi pada bangunan yang bergetar merupakan masalah di dalam
desain, karena dapat menyebabkan kerusakan atau keruntuhan dari struktur bangunan. Untuk
mempelajari fenomena resonansi, akan ditinjau suatu benda yang digantung dengan pegas
(sistem benda-pegas)dan diberi gangguan pada tumpuannya, seperti terlihat pada Gambar 1.8.
Jika benda tersebut ditarik sehingga terjadi simpangan kemudian dilepaskan, maka akan
terjadi getaran bebas pada benda tersebut. Waktu getar alami dari getaran ini dapat dihitung

dari rumus umum T  2π W/gk , dimana W adalah berat benda, g adalah percepatan
gravitasi, dan k adalah konstanta pegas yang merupakan karakterisitik deformasi dari pegas.
Jika tumpuan dari benda tersebut digerakkan ke atas dan ke bawah, maka akan tetjadi
salah satu dari fenomena berikut ini. Apabila gerakan osilasi yang diberikan sangat lambat
(yaitu waktu getarnya panjang), benda tersebut akan bertanslasi mengikuti gerakan
tumpuannya. Sebaliknya, apabila gerakan osilasi yang diberikan sangat cepat, maka benda
tersebut akan relatif diam, karena adanya gaya inersia sebagai akibat adanya gerakan cepat
dari tumpuan.
Suatu keadaan kritis dapat terjadi jika waktu getar osilasi yang diberikan, sama besar
dengan waktu getar sistem benda-pegas. Dalam hal ini osilasi yang diberikan akan
menyebabkan benda mulai bergetar ke atas dan ke bawah. Jika osilasi ini terus terjadi,
amplitudo gerak getaran akan terus-menerus bertambah. Dengan demikian, perpanjangan dan
perpendekkan yang relatif datar ini dapat sangat jauh lebih besar daripada osilasi semula yang
diberikan. Sebagai akibatnya, osilasi yang terjadi akan menjadi sangat besar.

(a) Jika mula-mula pada sistem diberi


peralihan kemudian dilepaskan, maka
massa akan bergetar bebas dengan
frekuensi tertentu.

Pembebanan Pada Struktur I-18


(b) Jika sistem diberi gerakan osilasi dengan
frekuensi jauh lebih kecil daripada
frekuensi alaminya, massa akan
bertranslasi ke atas dan ke bawah
mengikuti gerakan tumpuan (tanpa ada
perpanjangan atau perpendekan pegas).

(c) Jika sistem diberi gerakan osilasi dengan


frekuensi jauh lebih besar daripada
frekuensi alami sistem, aksi inersia
mempunyai kecenderungan
mempertahankan keadaan semula
sehingga massa dapat dikatakan tetap
diam. Terjadi deformasi pegas yang
cukup besar dibandingkan dengan
amplitudo osilasi yang diberikan.

(d) Jika frekuensi osilasi yang diberikan


sama dengan frekuensi alami sistem,
timbul kondisi resonansi, dimana
amplitudo getaran massa akan melampaui
amplitudo osilasi yang diberikan. Dengan
demikian akan ada gaya yang sangat
besar pada pegas.

Gambar I- 8. Fenomena resonansi pada sistem massa-pegas

Struktur bangunan nyata dapat mempunyai perilaku seperti pada sistem-pegas yang
telah dibahas di atas. Apabila frekuensi alami dari gerakan yang diberikan sama dengan
frekuensi alami getaran sistem struktur itu sendiri, maka fenomena resonansi akan terjadi.
Pengaruh dari resonansi dapat sangat besar seperti yang terjadi pada kehancuran Tacoma
Narrows Bridge di Luashington pada tahun 1940. Angin menyebabkan terjadinya gerakan
berputar pada struktur jembatan. Struktur jembatan kemudian mulai berosilasi dengan

Pembebanan Pada Struktur I-19


amplitudo yang membesar, sehingga menyebakan pelat lantai jembatan tersebut miring pada
posisi 45° dari horisontal, dan akhirnya strukturnya runtuh.
Jika tidak diperhitungkan dengan baik, struktur bangunan gedung dapat juga
mengalami resonansi akibat pengaruh getaran gempa. Resonansi pada bangunan gedung akan
mengakibatkan deformasi yang berlebihan, serta meningkatnya tegangan pada elemen-
elemen struktur. Oleh karena itu aksi dinamis akibat gempa perlu diperhatikan, karena
berpotensi menyebabkan terjadinya keruntuhan yang tak diinginkan.
Analisis dinamis suatu struktur bangunan gedung bertingkat cukup rumit karena
banyaknya ragam getaran yang mungkin terjadi pada bangunan. Bangunan gedung bertingkat
banyak dapat bergetar dengan berbagai ragam getaran yang dapat menyebabkan lantai pada
berbagai tingkat bangunan mempunyai percepatan dalam arah-arah yang berbeda pada saat
yang sama. Sekalipun demikian, prediksi analitis mungkin saja dilakukan dengan
memodelkan struktur bangunan gedung bertingkat sebagai sistem kompleks yang terdiri atas
massa-massa terpusat (yang menunjukkan berat dari setiap lantai gedung), sistem pegas
(menunjukkan kekakuan kolom-kolom struktur), dan sistem peredam (menunjukkan
mekanisme penyerapan energi yang ada pada gedung).

1.8 Kombinasi Pembebanan


Ada berbagai jenis beban yang dapat bekerja pada setiap struktur bangunan. Hal
penting dalam menentukan beban desain pada struktur adalah dengan pertanyaan, apakah
semua beban tersebut bekerja secara simultan atau tidak. Beban mati akibat berat sendiri dari
struktur harus selalu diperhitungkan. Sedangkan beban hidup besarnya selalu berubah-ubah
tergantung dari penggunaan dan kombinasi beban hidup. Sebagai contoh, adalah tidak wajar
merancang struktur bangunan untuk mampu menahan beban maksimum yang diakibatkan
oleh gempa dan beban angin maksimum, serta sekaligus memikul beban hidup dalam
keadaan penuh. Kemungkinan bekerjanya beban-beban maksimum pada struktur pada saat
yang bersamaan adalah sangat kecil. Struktur bangunan dapat dirancang untuk memikul
semua beban maksimum yang bekerja secara simultan. Tetapi struktur yang dirancang
demikian akan mempunyai kekuatan yang sangat berlebihan untuk memikul kombinasi
pembebanan yang secara nyata mungkin terjadi selama umur rencana struktur. Dari sudut
pandang rekayasa struktur, desain struktur dengan pembebanan seperti ini adalah tidak
realistis dan sangat mahal. Berkenaan dengan hal ini, maka banyak peraturan yang
merekomendasikan untuk mereduksi beban desain pada kombinasi pembebanan tertentu.
Untuk pembebanan pada bangunan gedung bertingkat banyak, sangat tidak mungkin

Pembebanan Pada Struktur I-20


pada saat yang sama semua lantai memikul beban hidup yang maksimum secara simultan.
Oleh karena itu diijinkan untuk mereduksi beban hidup untuk keperluan perencanaan
elemen-elemen struktur dengan memperhatikan pengaruh dari kombinasi pembebanan dan
penempatan beban hidup.
Untuk kombinasi pembebanan tertentu sering kali diizinkan untuk mereduksi gaya
desain total dengan faktor tertentu. Sebagai contoh, bukan kombinasi 1,0 (beban mati + beban
hidup + beban gempa atau angin) yang digunakan untuk perhitungan, melainkan 0,75 (beban
mati + beban hidup + beban gempa atau angin) sebagaimana yang disyaratkan oleh banyak
peraturan. Yang dimaksudkan dengan ekspresi ini adalah bahwa tidak semua beban akan
bekerja pada struktur pada harga maksimumnya secara simultan, mengingat beban gempa
atau beban angin adalah beban yang bersifat sementara. Sebaliknya struktur harus
direncanakan untuk memikul kombinasi beban mati dan hidup penuh yang bekerja secara
simultan, atau diekspresikan sebagai 1,0 (beban mati + beban hidup). Untuk perencanaan
struktur bangunan, pada umumnya banyak kombinasi pembebanan yang harus ditinjau di
dalam analisis. Elemen-elemen struktur harus direncanakan untuk memikul kombinasi
pembebanan terburuk yang mungkin terjadi.

1.8.1 Kombinasi Pembebanan Pada Struktur Portal


Di Indonesia, pada umumnya umur rencana dari struktur bangunan rata-rata adalah 50
tahun. Oleh karena itu selama umur rencananya, struktur bangunan harus mampu untuk
menerima atau memikul berbagai macam kombinasi pembebanan (load combination) yang
mungkin terjadi. Beban-beban yang bekerja pada struktur bangunan, dapat berupa kombinasi
dari beberapa kasus beban (load case) yang terjadi secara bersamaan. Untuk memastikan
bahwa suatu struktur bangunan dapat bertahan selama umur rencananya, maka pada proses
perancangan dari struktur, perlu ditinjau beberapa kombinasi pembebanan yang mungkin
terjadi pada struktur.
Sebagai contoh, pada buku Tatacara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan
Gedung – SNI 03-2847-2002, disebutkan bahwa kombinasi pembebanan yang harus
diperhitungkan pada perancangan struktur bangunan gedung adalah :

 Kombinasi Pembebanan Tetap


Pada kombinasi Pembebanan Tetap ini, beban yang harus diperhitungkan bekerja pada
struktur adalah :
U = 1,4 D

Pembebanan Pada Struktur I-21


U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R)

 Kombinasi Pembebanan Sementara


Pada kombinasi Pembebanan Sementara ini, beban yang harus diperhitungkan bekerja
pada struktur adalah :
U = 1,2 D + 1,0 L  1,6 W + 0,5 (A atau R)
U = 0,9 D  1,6 W
U = 1,2 D + 1,0 L  1,0 E
U = 0,9.D  1,0 W
U = 1,4 (D + F)
U = 1,2 (D + T) + 1,6 L + 0,5 (A atau R)

dimana D = Beban mati, L = Beban hidup, A = Beban atap, R = Beban hujan, W = Beban
angin, E = Beban gempa, F = tekanan fluida, T = Perbedaan penurunan pondasi, perbedaan
suhu, rangkak dan susut beton. Koefisien 1,0, 1,2, 1,6, 1,4, merupakan faktor pengali dari
beban-beban tersebut, yang disebut faktor beban (load factor). Sedangkan faktor 0,5 dan 0,9
merupakan faktor reduksi.
Sistem struktur dan elemen struktur harus diperhitungkan terhadap dua kombinasi
pembebanan, yaitu Pembebanan Tetap dan Pembebanan Sementara. Momen lentur (Mu),
momen torsi atau puntir (Tu), gaya geser (Vu), dan gaya normal (Pu) yang terjadi pada
elemen-elemen struktur akibat kedua kombinasi pembebanan yang ditinjau, dipilih yang
paling besar harganya, untuk selanjutnya digunakan pada proses desain.
Untuk keperluan analisis dan desain dari suatu struktur bangunan gedung, perlu
dilakukan perhitungan mekanika rekayasa dari portal beton dengan dua kombinasi
pembebanan yaitu Pembebanan Tetap dan Pembebanan Sementara. Kombinasi pembebanan
untuk perencanaan struktur bangunan gedung yang sering digunakan di Indonesia adalah U =
1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R) dan U = 1,2 D + 1,0.L  1,0 E. Pada umumnya, sebagai gaya
horisontal yang ditinjau bekerja pada sistem struktur portal adalah beban gempa, karena di
Indonesia beban gempa lebih besar dibandingkan dengan beban angin. Beban gempa yang
bekerja pada sistem struktur dapat berarah bolak-balik, oleh karena itu pengaruh ini perlu
ditinjau di dalam perhitungan. Beban mati dan beban hidup selalu berarah ke bawah karena
merupakan beban gravitasi, sedangkan beban angin atau beban gempa merupakan beban yang
berarah horisontal. Kombinasi pembebanan dan momen lentur yang terjadi pada struktur
portal diperlihatkan pada Gambar 1.9.

Pembebanan Pada Struktur I-22


Gambar 1-9.a. Bidang momen pada struktur portal akibat pembebanan tetap, U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5
(A atau R)

Gambar 1-9.b. Bidang momen pada struktur portal akibat pembebanan sementara, U = 1,2 D + 1,0.L
 1,0 E (arah gempa dari kiri)

Pembebanan Pada Struktur I-23


Gambar 1-9.c. Bidang momen pada struktur portal akibat pembebanan sementara, U = 1,2 D + 1,0.L
 1,0 E (arah gempa dari kanan)

Akibat kombinasi pembebanan, pada elemen balok akan bekerja momen lentur yang
berarah bolak-balik. Penampang balok harus dirancang agar kuat menahan momen-momen
ini. Akibat beban gempa atau beban angin yang berarah horisontal, pada elemen-elemen
kolom dari struktur, akan bekerja momen lentur yang berarah bolak-balik. Penampang kolom
harus dirancang agar kuat menahan momen-momen ini. Untuk memikul momen lentur yang
berubah arah ini, pada umumnya untuk elemen kolom dipasang tulangan simetris.

Pembebanan Pada Struktur I-24

Anda mungkin juga menyukai