Anda di halaman 1dari 11

BAB II

PEMBAHASAN
A. Proses Penyusunan UUD 1945 dalam Sidang BPUPKI
Dalam persepektif historis, perumusan Undang-Undang Dasar 1945 tidak
terlepas dari proses perumusan dasar Negara Indonesia yang diawali dengan
pembentukan Badan Penyelidik Usaha Persiapakan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) / Dokuritsu Zyunbi Tyosakai pada tanggal 29 April 1945 dan
diresmikan pada 28 Mei 1945 di Jakarta oleh Saiko Sikikan atau Gunseikan.
BPUPKI beranggotakan 62 orang yang diketuai oleh Dr. Radjiman
Widyodiningrat dan wakil ketua oleh R.P. Soeroso dan Yashio Ichibangase.
Kewajiban badan penyelidik ini adalah untuk; (1) Menetapkan dasar-dasar
Indonesia merdeka, dan (2) Menetapkan Undang-Undang Dasar (Hady, 2016).
Kewajiban badan penyelidik tersebut dilaksanakan dalam dua masa sidang 29 Mei
– 1 Juni 1945 dan 10 – 16 Juli 1945. Pembicaraan diawali dengan pembahasan
mengenai dasar-dasar negara. Sebagian besar anggota BPUPKI memberikan
pandangannya tentang dasar-dasar negara yang akan dibentuk. Anggota yang
berlatar belakang gerakan keislaman menghendaki agar dasar-dasar negara digali
dari nilai-nilai ajaran agama islam, sedangkan anggota yang berlatar belakang
gerakan kebangsaan menghendaki agar dasar-dasar negara digali dari nilai-nilai
budaya bangsa dan teori-teori ketatanegaraan yang sedang berkembang. Salah
satu pandangan yang mendapat sambutan paling hangat dari para peserta ialah
pandangan Soekarno yang memperkenalkan Pancasila sebagai dasar negara.
Menjelang akhir masa sidang pertama, Ketua BPUPKI membentuk sebuah
Panitia Kecil yang beranggotakan delapan orang. Panitia kecil yang dipimpin oleh
Soekarno itu bertugas meneliti serta mempelajari usul-usul yang telah
disampaikan para anggota BPUPKI, melakukan inventarisasi, dan kemudian
menyusunnya sebagai sebuah naskah yang akan dibahas pada masa sidang kedua
yang direncanakan berlangsung bulan Juli 1945. Akhirnya, ketika hendak
merumuskan mukaddimah UUD, Soekarno mengubah panitia kecil menjadi
panitia yang berisi sembilan orang, yang disebut dengan Panitia Sembilan.
Panitia Sembilan berhasil merumuskan naskah Mukaddimah UUD yang
juga dikenal dengan istilah Piagam Jakarta pada masa reses. Pada sidang kedua,
anggota BPUPKI ditambah enam orang anggota baru, yaitu Abdul Fatah Hasan,

3
4

Asikin Natanegara, Soerio Hamidjojo, Mohammad Noor, Tuan Besar, dan Abdul
Kaffar. Sidang dimulai dengan penyampaian laporan hasil kerja Panitia Kecil dan
penyampaian pandangan-pandangan dari beberapa anggota.
Setelah melaksanakan tugas-tugasnya, Panitia Kecil memberikan laporan
hasil kerjanya dalam rapat Panitia Hukum Dasar. Laporan itu kemudian
disampaikan ke hadapan sidang pleno BPUPK dalam bentuk Rancangan Undang-
Undang Dasar. Pembahasan rancangan UUD itu diwarnai perdebatan antara
golongan Islam yang menghendaki agar agama (Islam) tidak dipisahkan dengan
negara dan golongan kebangsaan yang menghendaki sebaliknya. Akan tetapi,
pada akhirnya pendirian golongan Islam dapat diterima oleh golongan
Kebangsaan sehingga pada 16 Juli 1945, naskah rancangan UUD tersebut
diterima oleh rapat BPUPKI. Dengan terumuskannya naskah rancangan UUD,
tugas-tugas BPUPKI dinilai telah selesai oleh pemerintah pendudukan Jepang.
Selanjutnya, pemerintah pendudukan Jepang merencanakan pembentukan Panitia
Persiapan Kemerdekaan yang dalam bahasa Jepang disebut Dokuritu Zyunbi
Iinkai.
B. Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia
Universal Declaration of Human Rights (selanjutnya disebut Dekiarasi
Universal HAM) merupakan pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia.
Deklarasi tersebut memberikan pengakuan hak-hak dasar manusia. Di dalarnnya,
dijelaskan bahwa pengakuan atas hak - hak dasar manusia rnenjadi dasar dan
kemerdekaan, keadilan dan perdarnaian dunia. Dalam piagam ini juga dijabarkan
bahwa hak - hak asasi manusia perlu dilindungi oleh hukum guna menciptakan
kebebasan untuk berbicara, beragama, kebebasan dari ketakutan, dan kekurangan
bagi umat manusia.
Latar belakang terbentuknya Deklarasi Universal HAM sejak
terungkapnya kekejaman yang dilakukan oleh NAZI pada Perang Dunia II, dan
pada sat itu, piagam PBB sebagai kesepakatan masyarakat internasional tidak
secara rinci menyebutkan hak-hak yang dilindungi, maka masyarakat
internasional perlu adanya Deklarasi yang menyatakan bahwa hak-hak asasi
manusia yang bersifat universal. Berdasarkan Pasal 68 Piagam PBB, ECOSOC
memiliki kewajiban untuk membentuk komisi dalam bidang ekonomi dan sosial
5

serta mendukung masalah hak asasi manusia. Oleh karena itu, pada tahun 1947
dibentuklah United Nations Comissions on Human Rights (UNCHR) yang
dilanjutkan dengan pertemuan pertama UNCHR. Pertemuan tersebut dihadiri oleh
John Peters Humphrey (Kanada), yang pada saat itu inenjabat sebagai Director of
the Human Rights Division PBB, Eleanor Roosevelt (USA), Rene Cassin dari
(Perancis), Charles Malik (Lebanon), dan P.C Chang (China). Deklarasi Universal
HAM terbentuk pada tahun 10 Desember 1948.
Dalam deklarasi HAM terdapat prinsip-prinsip, antara lain;
1. Pengakuan terhadap mattabat dasar (inherent dignify) dan hak-hak yang sama
dan sejajar (equal and inalienable rights) sebagai dasar dari kernerdekaan,
keadilan dan perdamaian dunia;
2. Membangun hubungan yang baik antarbangsa;
3. Periindungan HAM dengan rule of law;
4. Persamaan antara laki-laki dan perempuan
5. Kerjasama antara Negara dengan PBB untuk mencapai pengakuan universal
terhadap HAM dan kebebasan dasar.
Deklarasi Universal HAM ini terdiri dari 30 Pasal, yang mengatur
rnengenai hak-hak asasi yang dimiliki oieh setiap manusia tanpa kecuali. Selain
itu, ditentukan juga larangan-larangan demi menjamin perlindungan terhadap hak-
hak asasi manusia. Berikut penjabaran mengenai isi Deklarasi Universal HAM:
1. Setiap orang, sejak dilahirkan, memiliki kebebasan dan memiliki persamaan
martabat dan hak (Pasal 1).
2. Setiap orang memiliki hak dan kebebasan yang diatur dalam Deklarasi HAM
ini tanpa dibedakan berdasarkan ras, warna, jenis kelamin, bahasa, agama,
pendapat politik atau perbedaan pendapat lainnya, kebangsaan atau asalasal,
kekayaan, kelahiran rnaupun hal lainnya. Lebih lanjut, tidak boleh dilakukan
suatu pembedaan yang dilakukan atas dasar politik, status yurisdiksi atau
status internasional suatu negara atau berdasarkan wilayah dimana seseorang
berada, baik secara mandiri, berdasarkan kepercayaan, non-self-governing,
atau berdasarkan pembatasan kedaulatan (Pasal 2).
3. Setiap orang inemiliki hak hidup, hak atas kebebasan, dan keselamatan
individu (Pasal 3).
6

4. Setiap orang tidak boleb diperbudak dalam bentuk apapun dan perdagangan
budak, dalam segaia bentuk, dilarang (Pasal 4).
5. Setiap orang tidak boleh disiksa atau mendapatkan perlakuan dan
pengbukuman yang tidak manusiawi (Pasal 5).
6. Setiap orang memiliki hak pengakuan yang saroa, sebagai pribadi, di badapan
hukum (Pasal 6).
7. Setiap orang memiliki hak yang sama di faadapan hukum dan berhak atas
perlindungan hukum tanpa adanya diskrirninasi (Pasal 7).
8. Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan bantuan dan pengadilan
nasional, yang kompeten dan secara efektif, terbadap setiap pelanggaran bak-
hak dasarnya yang dijarnin oleb undang-undang (Pasal 8).
9. Tidak seorang pun dapat ditangkap, ditabanan, atau dibuang secara sewenang-
wenang (Pasal 9).
10. Setiap orang memiliki hak yang sama untuk rnelakukan suatu public hearing
dalam suatu pengadilan mandiri dan terpisab, dalam penentuan hak dan
kewajibanaya yang didasarkan pada tuntutan pidana yang ditujukan padanya
(Pasai 10).
11. Setiap orang yang dituntut secara hukum, memiliki hak untuk dianggap tidak
bersalah hingga terbukti bersalah berdasarkan hukum di hadapan pengadilan
umum, dimana ia telah mendapatkan hak untuk rnelakukan pembelaan.
Seseorang tidak dapat dianggap bersalah atau dituntut bila rnelakukan suatu
perbuatan, yang berdasarkan hukum nasional dan hukurn internasional, bukao
merupakan suatu tindak pidana dan tidak dapat dipidana iebih berat daripada
hukmnan yang telah dijatuhkan padanya saat perbuatan itu dilakukan (Pasal
11 ayat 1 dan 2).
12. Seseorang tidak dapat, tanpa suatu dasar yang jelas, mendapat interfensi
terhadap hal-hal pribadinya, keluarga, nunah maupun korespondensinya, dan
juga interfensi terhadap kehormatan dan reputasinya. Setiap orang berhak
untuk mendapat perlindungan hukuni terhadap setiap interfensi yang terjadi
atas dirinya (Pasal 12).
7

13. Setiap orang berhak untuk bergerak bebas dan bertempat tinggal di dalam
negaranya. Setiap orang berhak meninggalkan negaranya serta berhak untuk
kembali ke negerinya (Pasal 13 ayat dan 2).
14. Setiap orang berhak untuk rnencari dan menikmati suaka di negera lain. Akan
tetapi, hak ini tidak dapat dirninta bila tirnbui dari suatu tindak pidana non-
politik atau tinibul dari tindakan yang bertentangan dengan tujuan serta prinsip
PBB (Pasal 14 ayat 1 dan 2).
15. Setiap orang rnerniliki hak atas kewarganegaraan dan hak tersebut tidak dapat
dicabut tanpa suatu alasan yang jelas, serta tidak dapat dilakukan penolakan
bila akan dilakukan penggantian kewarganegaraan (Pasal 15 ayat 1 dan 2).
16. Setiap laki-laki dan perempuan dengan usia cukup berhak untuk rnenikah dan
membentuk keluarga tanpa adanya hambatan yang rnenyangkut ras,
kewarganegaraan, atau agarna. Masing-rnasing memiliki hak yang sama
dalam perkawinan, selama perkawinan dan pada saat pengakhiran suatu
perkawinan. Perkawinan hanya dapat dilaksanakan atas dasar suatu keinginan
dan kesepakatan dari para pihaknya. Lebih lanjut, keluarga merupakan suatu
kelompok sosial yang alami dan fundamental dan hams rnendapatkan
perlindungan sosial dari Negara (Pasal 16 ayat 1,2 dan 3).
17. Setiap orang memiliki hak untuk memiliki harta baik sendiri niaupun bersama
seorangpun yang dapat dicabut kepemilikan harta secara sewenang-wenang
(Pasa! I7 ayat l dan 2).
18. Setiap orang memiliki hak kebebasan berpikir, hati nurani dan agama. Hak ini
juga meliputi hak untuk mengganti agarna atau kepercayaan, serta untuk
rnengiinplementasikan agarna atau kepercayaannya pada pengajaran, praktek
dan beribadah, baik secara sendiri maupun didalarn komunitas dengan orang
lain (Pasal 18).
19. Setiap orang berhak untuk memiliki dan mengeluarkan pendapat secara bebas.
Hak ini juga meliputi kebebasan untuk memiliki pendapat tanpa campur
tangan, serta hak untuk mencari, rnenerirna, dan mengarnbil infonnasi maupun
ide-ide dari media (Pasal 19).
8

20. Setiap orang berhak dan bebas untuk berkumpul dan berserikat secara damai.
Tidak seorang pun yang dapat dipaksa untuk memasuki suatu perkumpulan
(Pasal 20 ayat Idan2).
21. Setiap orang berhak untuk turut serta dalam pemerintahan di negaranya, baik
secara langsung rnaupun rnelalui wakil wakil yang dipilih dengan bebas.
Setiap orang juga berhak untuk rnenggunakan pelayanan publik di negaranya.
Lebih lanjut, kehendak masyarakat harus rnenjadi dasar dari kewenangan
suatu pernerintah, yang diwujudkan rnelalui pemilu secara berkala, yang
diselenggarakan secara urnurn, bebas, dan rahasia, atau rnelalui suatu prosedur
voting yang seirnbang (Pasal 21 ayat 1,2 dan 3).
22. Setiap orang memiliki hak atas jarninan sosial guna rnenjamin hak-hak
ekonorni dan sosial bagi kesejahteraannya. Hal tersebut dapat diwujudkan
rnelalui usaha nasional dan kerja sarna intemasional (Pasal 22).
23. Setiap orang berhak atas suatu pekerjaan, rnernilih pekerjaan, dan
mendapatkan jaminan untuk tidak menjadi pengangguran. Selanjutnya,
seseorang juga berhak untuk mendapatkan penghasilan sesuai dengan
pekerjaanaya, niendapatkan jaminan jumlah upah yang dapat menjamin
kebidupannya dan keluarganya, dan berhak untuk ikut serta dalam suatu
serikat pekerja guna rnelindungi kepentingannya (Pasal 23 ayat 1,2,3 dan 4).
24. Setiap orang berhak untuk beristirahai, berlibur dan memiliki penibatasan jam
kerja, sertamendapatkan Hbur secara berkala dengan upah tertentu (Pasal 24).
25. Setiap orang berhak untuk hidup dengan standar hidup yang layak bagi dirinya
maupun bagi keluarganya, inencakup juga pernenuhan kebutuhan niakanan
dan minuman, pakaian, peruinahan, pelayanan kesehatan serta pelayanan
sosial lainnya. Selain itu, adanya jaminan btla dalani keadaan tidak bekerja,
sakit, cacat, bercerai, lanjut usia dan Iain-Iain diluar baias kemainpuannya.
Baik ibu maupun anak, berhak untuk mendapatkan perlindungan tertentu.
Sernua anak baik yang lahir di dalam maupun di luar perkawinan, hams
mendapatkan perlindungan sosial yang saina (Pasal 25 ayat 1 dan 2).
26. Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan. Bagi pendidikan
tingkat dasar, harus dibebaskan dari biaya pendidikan. Bagi pendidikan
profesional dan teknis, harus tersedia dan dapat ditempuh oleh setiap orang
9

tanpa terkecuali. Disamping itu, pendidikan harus secara langsung dapat


meinbantu pengembangan diri, niemperkuat martabat, dan menjadi dasar
fundamental kebebasan seseorang. Pendidikan juga harus dapat menjadi
sarana peniahaman, toleransi, dan hubungan persahabatan diantara bangsa-
bangsa, dan mernbantu kegiatan PBB dalam pemeliharaan perdaniaian dunia
(Pasal 26 ayat 1, 2, dan 3).
27. Setiap orang berhak turut serta dalam kehidupan kebudayaan dalam
komunitasnya, menikmati seni, dan membagikan perkembangan ilmu
pengetahuan. Selain itu, setiap orang berhak mendapatkan perlindungan
kepentingan moral dan material dari basil penelitian, faasil kesusateraan,
niaupun hasil produksi seni yang dihasilkannya (Pasal 27 ayat 1 dan 2).
28. Setiap orang berhak atas ketertiban sosial dan internasional dengan
pemenuhan bak-bak dan kebebasan-kebebasan yang diatur dalam Deklarasi
HAM (Pasal 28).
29. Setiap orang memiliki kewajiban terhadap niasyarakat tempat dimana ia
memperoleh kesempatan untuk mengembangkan pribadinya dengan leluasa.
Dalam menjalankan bak-hak dan kebebasan-kebebasannya, setiap orang banya
tunduk pada batasan-batasan yang ditetapkan oleh undang-undang yang
menjamin pengakuan serta pengbonnatan yang layak terhadap hak-hak dan
kebebasan-kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi syarat-syarat yang adil
dalam hal kesusilaan, ketertiban, dan kesejabteraan umum dalam suatu
rnasyarakat yang demokratis. Hak-hak dan kebebasan-kebebasan ini tidak
boleh dilaksanakan secara bertentangan dengan tujuan dan dasar PBB (Pasal
29 ayat 1,2, dan 3).
30. Tidak satu pun ketentuan dalam Deklarasi HAM ini dapat memberikan hak
untuk terlibat di dalam kegiatan apa pun atau melakukan perbuatan yang
bertujuan untuk merusak hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang terdapat
didalam Deklarasi ini kepada suatu Negara, kelompok, ataupun seseorang.
Sejak diumumkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Universal
Declaration of Human Rights pada tahun 1948 telah terjadi perubahan arus global
di dunia internasional untuk mengubah cara pandang dan kesadarannya terhadap
pentingnya suatu perlindungan Hak Asasi Manusia. Meningkatnya kesadaran
10

masyarakat internasional mengenai isu Hak Asasi Manusia ini dalam tempo yang
relatif singkat merupakan pula suatu langkah maju dalam kehidupan bernegara
secara demokratis menuju sistem kenegaraan yang menjunjung tinggi nilai-nilai
Hak Asasi Manusia.
Dituangkannya nilai-nilai Hak Asasi Manusia yang terkandung di dalam
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia tersebut telah membawa konsep tatanan
dalam peraturan-peraturan baru yang terlibat dalam pembangunan institusi
maupun konstruksi demokrasi berpandangan bahwa pendidikan Hak Asasi
Manusia merupakan sarana pencegahan yang tepat untuk mencegah munculnya
kembali kecenderungan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Hal ini juga telah
membawa perubahan dalam konteks mekanisme sistem pemerintahan di belahan
dunia dalam membentuk masyarakat yang menaruh penghormatan terhadap nilai-
nilai Hak Asasi Manusia dalam kerangka konstitusi sebagai landasan yuridis yang
tertinggi dalam kehidupan bernegara. Demikian pula halnya dengan Indonesia,
dimana penyusunan muatan Hak Asasi Manusia yang lebih demokratis dalam
Konstitusi Republik Indonesia mulai dilakukan dan dimuat ketika pembentukan
amandemen kedua Undang-undang Dasar (UUD) 1945.
C. Pergantian Konstitusi Negara
Keinginan Belanda untuk menjajah kembali Indonesia dan belum
optimalnya pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 saat itu karena bangsa Indonesia sedang dihadapkan pada masa revolusi fisik
untuk mempertahankan negara dari rongrongan penjajah yang tudak mau
mengakui kemerdekaan Indonesia. Dalam situasi tersebut, Indonesia sebagai
bangsa yang baru merdeka dan masih belajar mempraktekan penyelenggaraan
ketatanegaraan.
Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia, sehingga menciba
memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan mendirikan negara-
negara bagian seperti Negara Sumatra Timur, Negara Jawa Timur, Negara
pasundan, dan yang lainnya. Taktik dan strategi ini menjadikan negara-negara
tersebut sebagai negara boneka yang bertujuan meruntuhkan kedaulatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
11

Setelah Negara Republik Indonesia Serikat ditetapkan, maka Republik


Indonesia hanya menjadi salah satu negara bagian dari Negara Republik Indonesia
Serikat. Konstitusi Republik Indonesia Serikat berlaku sejak 27 Desember 1949 -
17 Agustus 1950.
Karena setiap daerah mulai menyadari pentingnya menyatukan perbedaan
ada pada setiap daerah, sehingga kemudian disepakati untuk kembali membentuk
sebua negara kesatuan. Sehingga dari 16 negara bagian menjadi hanya 3 negara,
yaitu Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara
Sumatera Timur, maka dibuatlah kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian
pada 19 Mei 1950 untuk mendirikan kembali negara kesatuan.
Peristiwa tersebut menunjukan bahwa secara formal UUDS 1950
merupakan perubahan dari Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949.
Meskipunn telah bersidang selama kurang lebih dua setengah tahun namun
konstituante belum bisa menyelesaikan tugasnya, situasi d tanah air dalam
keadaan genting, sehingga dikhawatirkan bisa timbul perpecahan bangsa dan
negara. Maka lresiden mengeluarkan dekrit presiden yang salah satu isinya
adalah kembali menggunakan Undang-Undang Dasar Negara Relublik Indonesia
tahun 1945 sebagai Undang-Undang Dasar yang berlaku di Indonesia. Dasar
hukum yang dilakukan rujukan untuk mengekuarkan dekrit ini adalah
Staatsnoodrecht (hukum tatanegara darurat).
Melalui dekrit presiden nomor 150 tanggal 5 Juli 1959, berlakulah kembali
Undang-Undang Dasar 1945 di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.
UUD RIS 1949 ditetapkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat sebagai
Dewan Oerwakilan Rakyat Indonesia. Sedangkan UUDS 1950 disahkan oleh
Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat pada tanggal 12 Agustus 1950
dan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat Republik Indonesia pada 14
Agustus 1950.
D. Badan yang Menetapkan Berlakunya UUD 1945
Pada saat kemerdekaan Indonesia tepatnya tanggal 17 Agustus 1945,
Indonesia belum memiliki konstitusi atau Undang-Undang Dasar. Kemudian,
tanggal 18 Agustus 1945 pada sidang pertamanya Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) menetapkan dan mengesahkan Undang-Undang Dasar (UUD)
12

1945. Pada saat itu MPR belum terbentuk sehingga yang menetapkan dan
mengesahkan UUD 1945 adalah PPKI. UUD 1945 ini merupakan salah satu
konstitusi yang paling singkat dan sederhana di dunia karena hanya terdiri dari 16
Bab, 37 Pasal, 4 Pasal aturan Peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan (Hady,
2016).
Sejak PPKI menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 pada tanggal 18
Agustus 1945, penyelenggaraan negara didasarkan pada ketentuan-ketentuan
menurut Undang-Undang Dasar 1945. Namun mengingat saat itu masih masa
peralihan, pelaksanaan sistem pemerintahan negara dan kelembagaan negara yang
ditentukan Undang-Undang Dasar 1945 belum dapat dilaksanakan seluruhnya.
Hal ini dikarenakan bangsa Indonesia sedang dihadapkan pada masa revolusi fisik
untuk mempertahankan negara dari rongrongan penjajah yang tidak mau
mengakui kemerdekaan Indonesia (Materi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI)
Pada saat Ir. Soekarno sambutan pemberlakuan Undang-Undang Dasar
1945 pada tanggal 18 Agustus 1945, mengatakan “Undang-Undang Dasar yang
telah dibuat sekarang adalah Undang-Undang Dasar Sementara. Kalau boleh saya
memakai perkataan, ini adalah Undang-Undang Dasar Kilat. Nanti kalau kita telah
bernegara, di dalam suasana yang lebih tenteram kita tentu akan mengumpulan
kembali Majelis Permusyawaratan Rakyat yang membuat Undang-Undang Dasar
yang lebih lengkap dan sempurna “ (Hady, 2016).
Setelah tidak lebih dari dua bulan berlakunya Undang-Undang Dasar
1945, terjadilah perubahan ketatanegaraan dengan keluarnya Maklumat Wakil
Presiden No. X tahun 1945 tanggal 16 Agustus 1945 yang berisi bahwa Komite
Nasional Indonesia Pusat sebelum terbentuknya MPR dan DPR diserahi tugas-
tugas legislatif dan ikut serta dalam menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara
(GBHN). Dengan maklumat tersebut, berarti kekuasaan Komite Nasional Pusat
yang semula sebagai pembantu Presiden, berdasarkan pasal 4 Aturan Peralihan
UUD 1945, berubah menjadi MPR dan DPR sekaligus.
Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) adalah sebagai lembaga
tertinggi negara yang diatur dalam Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan “kedaulatan
adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusywaratan
Rakyat”. MPR adalah penjelmaan seluruh rakyat Indonesia dan merupakan lembaga
tertinggi negara, pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat.
13

E. Amandemen Terhadap Undang-Undang Dasar 1945


Amandemen dilakukan Karena desakan ditengah masyarakat yang menjadi
tuntutan reformasi dari berbagai komponen bangsa, termasuk mahasiswa dan
pemuda. Tuntutan terhadap perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 yang digulirkan oleh berbagai elemen masyarakat dan kekuatan
sosial politik didasarkan pada pandangan bahwa Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indinesia tahun 1945 dianggap belum cukup memuat landasan bagi
kehidupan yang demokratis, pemberdayaan rakyat, dan penghormatan HAM.
Selain itu didalamnya terdapat pasal-pasal yang menimbulkan multitafsir dan
membuka peluang bagi penyelenggaraan negara yang otoriter, sentralistik,
tertutup, dan KKN yang menimbulkan merosotnya kehidupan nasional di
berbagai bidang kehidupan.
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
pertama kali dilakukan pada sidang umum MPR tahun 1999 dan dilanjutkan
dengan perubahan kedua pada sidang tahunan MPR tahun 2000, perubahan ketiga
pada tahun 2001, dan perubahan keempat pada sidang tahuan MPR tahun 2002.
Sistem ketatanegaraan dengan MPR sebagai lemegang kekuasaan tertinggi
dan merupakan penjelmaan seluruh rakyat yang memiliki kewenangan sakah
satunya memilih presiden dan wakil presiden telah diganti dengan sistem politik
check and balance, dimana presiden dipilih langsung oleh rakyat untuk masa
jabatan 5 tahun. Seseorang hanya boleh menjadi presiden berturut-turut untuk 2
masa jabatan

Anda mungkin juga menyukai