Anda di halaman 1dari 10

Pengaruh Penerapan Teknik Relaksasi dengan

Pangurangan Rasa Nyeri Pada Pasien Post SC


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi. Tak luput juga kemajuan
ilmu dibidang kesehatan dan semakin canggihnya teknologi banyak pula ditemukan
berbagai macam teori baru, penyakit baru dan bagaimana pengobatannya. Manajemen
nyeri merupakan salah satu cara yang digunakan dibidang kesehatan untuk mengatasi nyeri
yang dialami oleh pasien.
Pemberian analgesik biasanya dilakukan untuk mengurangi nyeri. Teknik relaksasi
merupakan salah satu metode manajemen nyeri non farmakologi dalam strategi
penanggulangan nyeri. Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan
dan stress, karena dapat mengubah 2 persepsi kognitif dan motivasi afektif pasien. Teknik
relaksasi membuat pasien dapat mengontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri,
stress fisik dan emosi pada nyeri (Potter & Perry, 2005).
Perawat berperan dalam mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan pasien dan
membantu serta menolong pasien dalam memenuhi kebutuhan tersebut termasuk dalam
manejemen nyeri (Lawrence, 2002). Secara garis besar ada dua manajemen untuk
mengatasi nyeri yaitu manajemen farmakologi dan manajemen non farmakologi.
Manajemen nyeri dengan melakukan teknik 3 relaksasi merupakan tindakan eksternal
yang mempengaruhi respon internal individu terhadap nyeri. Manajemen nyeri dengan
tindakan relaksasi mencakup latihan pernafasan diafragma, teknik relaksasi progresif,
guided imagery, dan meditasi, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa relaksasi
nafas dalam sangat efektif dalam menurunkan nyeri pasca operasi (Brunner & Suddart,
2001).
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang
pengaruh penerapan teknik relaksasi dengan pengurangan rasa nyeri pada pasien post SC.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian nyeri ?
2. Bagaimana fisiologi nyeri ?
3. Bagaimana respon psikologis pasien terhadap nyeri ?
4. Bagaimana fase pengalaman nyeri ?
5. Apa saja faktor yang mempengaruhi respon nyeri ?
6. Bagaimana intensitas nyeri ?
7. Bagaimana penanganan nyeri dengan teknik relaksasi ?

C. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang pengaruh penerapan teknik
relaksasi terhadap pengurangan nyeri pada pasien post sc.
2. Bagi Rumah Sakit
Sebagai referensi dan masukan dalam pelaksanaan pemberian asuhan
keperawatan pada pasien post sc.
3. Bagi Klien
Agar klien dapat mengatasi rasa nyeri yang di dapat pasca operasi sectio secarea
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Nyeri
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan
ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori
subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan
kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan.
Nyeri adalah sensasi yang tidak menyenangkan dan sangat idiviual yang
tidakdapat dibagi kepada orang lain. Nyeri dapat memenuhi seluruh pikiran seseorang,
mengatur aktivitasnya, dan mengubah kehidupan orang tersebut (Berman & Kozier
2009).
2. Fisiologi Nyeri
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang
nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas
dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial
merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri
(nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf
perifer.
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagaian
tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah
viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki
sensasi yang berbeda.

3. Respon Psikologis Pasien terhadap Nyeri


Respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien terhadap nyeri yang
terjadi atau arti nyeri bagi klien. Arti nyeri bagi setiap individu berbeda-beda antara
lain :
a. Bahaya atau merusak
b. Komplikasi seperti infeksi
c. Penyakit yang berulang
d. Penyakit baru
e. Penyakit yang fatal
f. Peningkatan ketidakmampuan
g. Kehilangan mobilitas
h. Menjadi tua
i. Sembuh
j. Perlu untuk penyembuhan
k. Tantangan
l. Sesuatu yang harus ditoleransi
m. Bebas dari tanggung jawab yang tidak dikehendaki
Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat
berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis.
Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk
merintih atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat
tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan
perhatian terhadap nyeri.
4. Fase Pengalaman Nyeri
Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:
a. Fase antisipasi (terjadi sebelum nyeri diterima)
Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena fase ini
bisa mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar
tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam
fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan informasi pada klien.
b. Fase sensasi (terjadi saat nyeri terasa)
Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat
subyektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleraransi
terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. orang yang
mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri
dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah
akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat
toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya
orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari upaya mencegah
nyeri, sebelum nyeri datang.
Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari
ekspresi wajah, vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien
itulah yang digunakan perawat untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan
nyeri. Perawat harus melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit
mengekspresikan nyerinya, karena belum tentu orang yang tidak mengekspresikan
nyeri itu tidak mengalami nyeri. Kasus-kasus seperti itu tentunya membutuhkan
bantuan perawat untuk membantu klien mengkomunikasikan nyeri secara efektif.
c. Fase akibat (terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti)
Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien
masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga
dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami
episode nyeri berulang, maka respon akibat (aftermath) dapat menjadi masalah
kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri
untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.
5. Faktor yang Mempengaruhi Respon Nyeri
a. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji
respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah
patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam
nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang
harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal
jika nyeri diperiksakan.
b. Jenis Kelamin
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji
respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah
patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam
nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang
harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal
jika nyeri diperiksakan.
c. Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon
terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri
adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi
mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.

d. Makna Nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan
dan bagaimana mengatasinya.
e. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat
dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi
dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun.
f. Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan
seseorang cemas.
g. Pengalaman Masa Lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini
nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah
tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam
mengatasi nyeri.
h. Support Keluarga dan Sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota
keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan.
6. Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh
individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan
nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang
berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif
yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu
sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran
pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).

Keterangan :
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan (secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik)
4-6 :Nyeri sedang (Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti
perintah dengan baik)
7-9 :Nyeri berat (secara obyektif klien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat
diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi)
10 : Nyeri sangat berat (Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,
memukul)
7. Penangan Nyeri dengan Teknik Relaksasi
Relaksasi merupakan metode yang efektif terutama pada pasien yang mengalami
nyeri kronis. Latihan pernafasan dan teknik relaksasi menurunkan konsumsi oksigen,
frekuensi pernafasan, frekuensi jantung, dan ketegangan otot, yang menghentikan
siklus nyeri-ansietas-ketegangan otot (McCaffery, 1989).
Ada 3 hal utama yang harus diperhatikan dalam tehnik relaksasi, yaitu:

1. Posisi pasien yang tepat


2. Pikiran beristirahat
3. Lingkungan yang tenang

Teknik relaksasi terutama efektif untuk nyeri kronik dan memberikan beberapa
keuntungan, antara lain :
1. Relaksasi akan menurunkan ansietas yang berhubungan dengan nyeri atau stress
2. Menurunkan nyeri otot
3. Menolong individu untuk melupakan nyeri
4. Meningkatkan periode istirahat dan tidur
5. Meningkatkan keefektifan terapi nyeri lain
6. Menurunkan perasaan tak berdaya dan depresi yang timbul akibat nyeri

Tata Cara Pelaksanaan :

1. Tahap prainteraksi
2. Menbaca status pasien
3. Mencuci tangan
4. Meyiapkan alat
5. Tahap orientasi
6. Memberikan salam teraupetik
7. Validasi kondisi pasien
8. Menjaga perivacy pasien
9. Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan kepada pasien dan keluarga
10. Tahap kerja
11. Berikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya jika ada ynag kurang jelas
12. Atur posisi pasien agar rileks tanpa beban fisik
13. Instruksikan pasien untuk tarik nafas dalam sehingga rongga paru berisi udara
14. Intruksikan pasien secara perlahan dan menghembuskan udara membiarkanya keluar
dari setiap bagian anggota tubuh, pada waktu bersamaan minta pasien untuk
memusatkan perhatian betapa nikmatnya rasanya
15. Instruksikan pasien untuk bernafas dengan irama normal beberapa saat ( 1-2 menit )
16. Instruksikan pasien untuk bernafas dalam, kemudian menghembuskan secara perlahan
dan merasakan saat ini udara mengalir dari tangan, kaki, menuju keparu-paru
kemudian udara dan rasakan udara mengalir keseluruh tubuh
17. Minta pasien untuk memusatkan perhatian pada kaki dan tangan, udara yang mengalir
dan merasakan keluar dari ujung-ujung jari tangan dan kai dan rasakan kehangatanya
18. Instruksiakan pasien untuk mengulani teknik-teknik ini apa bial ras nyeri kembali lagi
19. Setelah pasien merasakan ketenangan, minta pasien untuk melakukan secara mandiri
20. Tahap terminasi
21. Evaluasi hasil kegiatan
22. Lakukan kontrak untuk kegistsn selanjutnya
23. Akhiri kegiatan dengan baik
24. Cuci tangan
25. Dokumentasi
26. Catat waktu pelaksanaan tindakan
27. Catat respons pasien
28. Paraf dan nama perawat jaga

Anda mungkin juga menyukai