Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN Ny.

S DENGAN
DIAGNOSA STROKE NON HEMORAGIK DI RUANG CAMELIA 2
RSJD dr. RM. SOEDJARWADI PROVINSI JAWA TENGAH

Disusun Oleh :

Etik Sefti Fadilah 2720162901

2B

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO

YOGYAKARTA

2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan ini dibuat untuk memenuhi tugas Praktik Klinik


Keperawatan (PKK KMB 1) pada Tn.S dengan Sroke Non Hemoragik di Bangsal
Camelia 2 RSJD dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah

Klaten, Juni 2018

Praktikan

(Etik Sefti Fadilah)

Mengetahui,

Pembimbing Klinik Rumah Sakit Pembimbing Klinik Akademik

( ) (Apri Nur Wulandari, M.Kep.)


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat
modern saat ini. Dewasa ini, stroke semakin menjadi masalah serius yang
dihadapi hampir diseluruh dunia. Hal tersebut dikarenakan serangan stroke
yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan
mental baik pada usia produktif maupun usia lanjut (Junaidi, 2011).
Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2012, kematian
akibat stroke sebesar 51% di seluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah
tinggi. Selain itu, diperkirakan sebesar 16% kematian stroke disebabkan
tingginya kadar glukosa darah dalam tubuh. Tingginya kadar gula darah
dalam tubuh secara patologis berperan dalam peningkatan konsentrasi
glikoprotein, yang merupakan pencetus beberapa penyakit vaskuler. Kadar
glukosa darah yang tinggi pada saat stroke akan memperbesar
kemungkinan meluasnya area infark karena terbentuknya asam laktat
akibat metabolisme glukosa secara anaerobik yang merusak jaringan otak
(Rico dkk, 2008).
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi penyakit
stroke di Indonesia meningkat seiring bertambahnya umur. Kasus stroke
tertinggi yang terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia 75 tahun keatas
(43,1%) dan terendah pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar 0,2%.
Prevalensi stroke berdasarkan jenis kelamin lebih banyak laki-laki (7,1%)
dibandingkan dengan perempuan (6,8%). Berdasarkan tempat tinggal,
prevalensi stroke di perkotaan lebih tinggi (8,2%) dibandingkan dengan
daerah pedesaan (5,7%). Berdasarkan data 10 besar penyakit terbanyak di
Indonesia tahun 2013, prevalensi kasus stroke di Indonesia berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7,0 per mill dan 12,1 per mill untuk
yang terdiagnosis memiliki gejala stroke. Prevalensi kasus stroke tertinggi
terdapat di Provinsi Sulawesi Utara (10,8%) dan terendah di Provinsi
Papua (2,3%), sedangkan Provinsi Jawa Tengah sebesar 7,7%. Prevalensi
stroke antara laki-laki dengan perempuan hampir sama (Kemenkes, 2013).
Menurut Dinkes Provinsi Jawa Tengah (2012), stroke dibedakan
menjadi stroke hemoragik dan stroke non hemoragik. Prevalensi stroke
hemoragik di Jawa Tengah tahun 2012 adalah 0,07 lebih tinggi dari tahun
2011 (0,03%). Prevalensi tertinggi tahun 2012 adalah Kabupaten Kudus
sebesar 1,84%. Prevalensi stroke non hemoragik pada tahun 2012 sebesar
0,07% lebih rendah dibanding tahun 2011 (0,09%). Pada tahun 2012,
kasus stroke di Kota Surakarta cukup tinggi. Kasus stroke hemoragik
sebanyak 1.044 kasus dan 135 kasus untuk stroke non hemoragi

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Penulis mampu menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien
Ny.S dengan stroke non hemoragik dengan menggunakan pendekatan
proses keperawatan.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah menggambarkan :
a. Pengkajian status kesehatan pada pasien Tn.S dengan stroke non
hemoragik.
b. Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Tn.S dengan
stroke non hemoragik.
c. Intervensi keperawatan sesuai dengan diagnosa yang muncul pada
pasien Tn.S dengan stroke non hemoragik.
d. Pelaksanaan iimplementasi keperawatan pada pasien Tn.S dengan
stroke non hemoragik.
e. Evaluasi asuhan keperawatan yang benar pada pasien Tn.S dengan
stroke non hemoragik.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer C.
Suzanne, 2012).
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah
melalui system suplai arteri otak (Sylvia A Price, 2012)
Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul
mendadak, progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang
berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbul kematian yang
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik (Arif
Mansjoer, 2013)

B. Etiologi
Menurut Smeltzer, 2002 penyebab stroke non hemoragik yaitu:

a. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)


Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah,
menghentikan aliran darah ke jaringan otak yang disediakan oleh
pembuluh dan menyebabkan kongesti dan radang. Trombosis ini terjadi
pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan
iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di
sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur
atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas
simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia
serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam
setelah trombosis.
b. Embolisme cerebral
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke
otak dari bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh
darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli
berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem
arteri serebral.Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang
dari 10-30 detik
c. Iskemia
Suplai darah ke jaringan tubuh berkurang karena penyempitan atau
penyumbatan pembuluh darah.

C. Klasifikasi
Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi
klinik dan proses patologik (kausal):
1. Berdasarkan manifestasi klinis
a. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
akan menghilang dalam waktu 24 jam.
b. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic
Neurological Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih
lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
c. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
d. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
2. Berdasarkan kausal
a. Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada
pembuluh darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah
yang besar dan pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar
trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya
gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh
tingginya kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein(LDL).
Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran
darah ke pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan
hipertensi dan merupakan indikator penyakit aterosklerosis.
b. Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau
lapisan lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh
darah yang mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan
nutrisi ke otak.

D. Patofisiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering
disebabkan oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu,
stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral.
Pada tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju
otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya
kematian neuron dan infark serebri.
1. Emboli
a) Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat
berasal dari “plaque athersclerotique” yang berulserasi atau dari
trombus yang melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada
daerah leher.
b) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
1) Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian
kanan dan bagian kiri atrium atau ventrikel.
2) Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang
meninggalkan gangguan pada katup mitralis.
3) Fibrilasi atrium.
4) Infarksio kordis akut.
5) Embolus yang berasal dari vena pulmonalis.
6) Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial,
jantung miksomatosus sistemik
c) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
1) Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis
2) Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
3) Embolisasilemak dan udara atau gas N (seperti
penyakit “caisson”).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun
dari right-sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya
emboli kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis,
endokarditis, katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial
fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma.
Sebanyak 2-3 persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan
85 persen di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya
infark miokard.
2. Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah
besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk
sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang
paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada
daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat
menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan
resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan
perlengketan platelet.
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia
sickle sel, defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral,
dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap
proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan
terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik,
arteritis).
E. Pathway

F. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari stroke adalah (Baughman, C Diane.dkk,2007):
1. Kehilangan motorik
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfagia .
2. Kehilangan komunikasi
Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan
berbicara) atau afasia (kehilangan berbicara).
3. Gangguan persepsi
Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau
kehilangan penglihatan perifer dan diplopia, gangguan hubungan visual,
spesial dan kehilangan sensori.
4. Kerusakan fungsi kognitif parestesia (terjadi pada sisi yang berlawanan).
5. Disfungsi kandung kemih meliputi: inkontinensiaurinarius transier,
inkontinensia urinarius peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik
dari kerusakan otak bilateral), Inkontinensia urinarius dan defekasi yang
berlanjut (dapat mencerminkan kerusakan neurologi ekstensif).
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang
terkena:
a. Penngaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh
sebelah.
b. Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan
sensasi, gangguan penglihatan.
c. Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan bahasa.

Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:
Hemisfer kiri Hemisfer kanan
1. Mengalami hemiparese kanan. 1. Hemiparese sebelah kiri tubuh.
2. Perilaku lambat dan hati-hati. 2. Penilaian buruk.
3. Kelainan lapan pandang kanan. 3. Mempunyai kerentanan terhadap
4. Disfagia global. sisi kontralateral sehingga
5. Afasia. memungkinkan terjatuh ke sisi
6. Mudah frustasi. yang berlawanan tersebut.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau
obstruksi arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga
mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh
pemindaian CT).
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan
bsar terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik
dalam jaringan otak.
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin).
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
d. gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.

H. Komplikasi
1. Immobilisasi
2. Paralisis.
3. Kerusakan otak.
4. Hidrocephalus.

I. Penaktalaksanaan
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:
1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu
pernafasan.
2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk
usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-
latihan gerak pasif.
5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK. Dengan meninggikan
kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan.
Pengobatan Konservatif:
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan,
tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra
arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
4. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya
trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
Pengobatan pembedahan:
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Fokus Pengkajian
1. Pengkajian primer
a) Airway
1) Adanya secret atau benda asing di jalan nafas
2) Bunyi nafas ronchi atau wheezing
b) Breathing
1) Distress pernapasan: pernapasan cuping hidung, takipneu,
bradipneu, retraksi dada.
2) Menggunakan otot aksesoris pernapasan
3) Kesulitan bernafas: sianosis
c) Circulation
1) Penurunan curah jantung : gelisah, takikardi
2) Sakit kepala.
3) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
4) Urin output menurun
d) Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum
dan neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.
2. Pemeriksaan sekunder
a. Anamnesa
1) Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan,
pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan sanitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan
pernah punya riwayat hipertensi.
2) Riwayat penyakit sekarang
Sesak napas, terjadi kelemahan pada anggota ekstremitas bawah
dan atas terutama pada bagian kaki kiri dan tangan kiri, nafsu
makan menurun, mual muntah dan suhu badan meningkat
mendorong penderita untuk mencari pengobatan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit–penyakit yang pernah diderita oleh
penderita yang mungkin sehubungan dengan stroke antara lain
hipertensi, hiperkolostreroid,
4) Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga hipertensi.
5) Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan
sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya
penduduk dan pernah punya riwayat dengan padatnya penduduk
dan pernah punya riwayat stroke.
b. Kepala: mesocephal, simetris, tersebar merata, kotor, massa dan nyeri
tekan (+), ada nyeri tekan
c. Mata: konjungtiva anemis
d. Hidung: simetris kanan-kiri, pernapasan abnormal, massa dan nyeri
tekan (-), fungsi penciuman baik.
e. Mulut & Tenggorokan: bibir tampak pucat, mukosa membran
lembab, kesulitan menelan (+), caries (-).
f. Dada & Paru-paru: bunyi napas bronkovesikuler, bunyi tambahan(+),
ronchi (+), sesak napas (+), sekret(+), dada simetris kanan/kiri, massa
dan nyeri tekan (+)
g. Jantung & Sirkulasi:takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 yang
mengeras, acral hangat.
h. Abdomen : Peristaltik (+) frekwensi 15 x/detik. Massa (-), Nyeri tekan
(-) H/L tidak teraba, Tympani.
i. Genetalia dan reproduksi : tidak ada mengalami kelainan pada genetalia.
j. Status neurologis: kesadaran CM,GCS 10 ( E:3 M:4 V4).
k. Extremitas: kekuatan lemah, edema(+).
B. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b/d gangguan aliran arteri atau
vena (aliran darak ke otak terhambat)
2. Ketidakefektifan jalan nafas b/d obstruksi jalan nafas
3. Hambatan komunikasi verbal b/d gangguan fisiologis
C. Intervensi
1. Dx. 1. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b/d gangguan aliran
arteri atau vena (aliran darak ke otak terhambat)
a) Tujuan dan kriteria hasil: Tekanan darah dalam rentang normal, tidak
mengalami nyeri kepala, dan tidak mengalami sianosis.
b) Intervensi
1) Kaji TTV.
2) Berikan O2 (4-5 l/m).
3) Jelaskan kepada keluarga pentingnya pemberian oksigen pada
klien.
4) Berkolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan radiologi
sehingga bisa melakukan tindakan keperawatan selanjutnya.
2. Dx. 2. Ketidakefektifan jalan nafas b/d obstruksi jalan nafas
a) Tujuan dan kriteria hasil: jalan nafas paten, pola nafas teratur
b) Intervensi:
1) Kaji TTV.
2) Bebas jalan nafas dari secret atau benda asing.
3) Memasang O2 (4-5 l/m).
4) Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
bronkodilator.
3. Dx. 3. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan umum
a) Tujuan dan kriteria hasil: klien mampu menggerakan anggota
tubuhnya yang mengalami paralisis tanpa alat bantu atau pun
keluaraga,
b) Intervensi
1) Kaji kekuatan ektremitas klien
2) Berikan aktivitas ringan sesuai keadaan klien, jika sudah
memungkinkan.
3) Berikan alat bantu aktivitas kepada klien sambil di pantau keadaan
umum klien.
4) Berkolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk menentukan aktivitas
lanjutan untuk klien.
DAFTAR PUSTAKA
Arif Muttaqin. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
EGC, Jakarta.

Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C.2013. Rencana Asuhan


Keperawatan, Edisi 3. EGC; Jakarta.

Mansjoer, A., dkk. 2013, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Aesculapius,
Jakarta.

Price, 2012. Patologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, EGC, Jakarta.

Smeltzer, S.C., Bare G.B. 2012, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai