Anda di halaman 1dari 18

Pengaruh Kelebihan CO2 dalam tubuh menyebabkan Alkadosis Respiratorik

Maria Adventin Vasuliana

102017096

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510

Email : maria.2017fk096@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Respirasi melibatkan sejumlah proses yang melakukan pergerakan pasif oksigen dari
atmosfer ke jaringan untuk mendukung metabolisme sel dan pergerakan pasif
berkesinambungan CO2 yang dihasilkan secara metabolik dari jaringan ke atmosfer. Sistem
respirasi berperan dalam hemostasis dengan mempertahankan O2 dan CO2 antara atmosfer
dan darah. Darah mentraspor O2 dan CO2 antara sistem respirasi dan jaringan. Sistem
respirasi mencakup dua proses yaitu respirasi dalam (internal respiration/celluler respiration)
dan respirasi luar (external respiration).
Kata Kunci: Respirasi, O2, CO2
Abstrac
Respiration involves a number of processes that carry out the passive movement of oxygen
from the atmosphere to the tissues to support cell metabolism and passive movement of
metabolically generated CO2 from tissue to the atmosphere. The respiratory system plays a
role in hemostasis by maintaining O2 and CO2 between the atmosphere and blood. The blood
of O2 and CO2 between the respiratory and tissue systems. The respiratory system includes
two processes namely respiration in (internal respiration / Cellular respiration) and external
respiration.
Keywords: Respiration, O2, CO2
Pendahuluan
Respirasi (pernapasan) melibatkan keseluruhan proses yang menyebabkan pergerakan
pasif O2 dari atmosfer ke jaringan untuk menujang metabolisme sel, serta pergerakan pasif
CO2 selanjutnya yang merupakan produk sisa metabolisme jaringan ke atmosfer. Tujuan
proses pernapasan yaitu untuk memperoleh energi. Pada peristiwa bernapas terjadi pelepasan
energi.
Sistem pernafasan mencakup seluruh pernafasan yang berjalan ke paru, paru itu
sendiri, dan struktur- struktur toraks (dada) yang terlibat menimbulkan gerakan udara masuk
– keluar paru melalui saluran pernafasan. Saluran pernapasan adalah saluran yang
mengangkut udara antara atmosfer dan alveolus, tempat terakhir yang merupakan satu-
satunya tempat pertukaran gas- gas antara udara dan darah dapat berlangsung. Suatu buffer
asam-basa merupakan suatu larutan dari dua atau lebih zat kimia yang mencegah perubahan
jelas dalam konsentrasi ion hydrogen.
Skenario
Ani seorang mahasiswi FK semester 2 ingin berpartisipasi dalam lomba marathon yang akan
diadakan bulan depan. Ani mulai merencakan latihan fisik menghadapi perlombaan tersebut.
Dimulai pagi ini, Ani berlari sejauh 2 km. Setelahnya, Ani merasa sangat kelelahan (fatigue)
dan berkeringat sangat banyak. Pemeriksaan pH darah Ani memperlihatkan pH 7.28 dan
pengukuran kadar gas CO2 pembuluh darah arteri sebesar 1.32 mmol/L.

Identifikasi Istilah

Rumusan Masalah
Ani merasa kelelahan dan berkeringat banyak setelah berlari sejauh 2 km.

Mind Map

Rumusan Keseimbangan Sistem buffer


Masalah asam dan basa
Sistem pernapasan

Sistem renal
respirasi

Inspirasi dan ekspirasi


Mekanisme
pernapasan
Transport 02 dan C02

Proses pertukaran 02
dan C02
Hipotesis
Ani menderita asidosis respiratorik

Sasaran Pembelajaran
1.Mampu memahami keseimbangan asam basa, sistem buffer, sistem pernapasan, dan sistem
renal
2.Mampu memahami fungsi respirasi
3.Mampu memaham mekanisme pernapasan
4.Mampu memahami mekanisme inspirasi dan ekspirasi
5.Mampu memahami transport 02 dan C02
6.Mampu memahami proses pertukaran 02 dan CO2
Pembahasan
Sistem Buffer1
Buffer Bikarbonat
Sistem buffer bikarbonat merupakan pasangan asam karbonat H2CO3 dan basa
konjungasinya bikarbonat MHCO3 atau HCO3-.
Dalam sistem buffer ini apabila kemasukan sedikit:
- Asam kuat (misalnya HCL), ion hidrogen atau ion H+ dari asam kuat yang berpotensi
menurunkan pH ditangkap oleh basa kojugat HCO3- membentuk asam lemah H2CO3
sehingga pH kembali ke pH semula dan hanya sedikit bergeser ke sisi asam.
- Basa kuat (misalnya NaOH), ion hidoksil atau ion OH- yang berasal dari basa kuat
dan berpotensi menaikkan pH ditangkap oleh asam karbonat (H2CO3) membentuk
basa lemah HCO3- dan air sehingga pH kembali ke semula dan hanya sedikit bergeser
ke sisi biasa.

Sistem buffer fosfat


Sistem buffer fosfat tersusun atas pasangan dihidrogen fosfat MH2PO4 atau H2PO4-
dan basa konjugasinya monohidrogen fosfat M2HPO4 atau HPO4-. Pada sistem buffer fosfat
ini jika dikontak dengan sedikit:
- Asam kuat (misalnya HCL), ion H+ dari asam kuat yang berpotensi menurunkan harga
pH ditangkap oleh basa kojugat HPO4- membentuk asam yang sangat lemah H2PO4-
karena penangkapan H+ ini, perubahan atau penurunan pH-nya relatif kecil.
- Basa kuat (misalnya NaOH), ion OH- hasil ionisasi NaOH, yang berpotensi
menaikkan pH, diikat oleh H2PO4- membentuk basa yang sangat lemah HPO4-
sehingga hanya terjadi sedikit perubahan pH.

Sistem Buffer Protein


Protein (Hpr) dan garam natriumnya yaitu natrium proteinant (NaPr) dapat membentuk
pasangan sistem buffer, yang dapat menahan kelebihan asam atau kelebihan basa. Seperti
halnya sistem buffer bikarbonat dan sistem buffer fosfat, apabila ada sistem buffe ini di
masukkan:
- Asam kuat (misalnya HCL), ion H+ hasil ionisasi asam kuat ditangkap oleh gara,
natrium proteinant, sehingga menahan perubahan PH
- Basa kata (misalnya NaOH), ion OH- hasil ionisasi NaOH yang berpotensi menaikka
PH diikat oleh HPr membentuk NaPR sehingga hanya terjadi sedikit perubahan pH.

Sistem Buffer Plasma Darah


Lebih dari sembilan puluh persen karbondioksida yang masuk plasma darah berdifusi
menuju eritrosit, sedangkan sisanya mungkin (a) larut dalam plasma (b) bereaksi dengan air
dalam plasma atau (c) diikat oleh potein plasma. Karbon dioksida dalam plasma yang
bereaksi dengan air membentuk asam karbonat dalam jumlah yang sedikit terurai menjadi ion
hydrogen dan ion bikarbonat. Protein plasma dapat juga mengikat karbondiosida sehingga
terbentuk protein karbamat yang segera melepaskan ion hidrogennya. Ion hydrogen yang
diperoleh dari peruraian asam karbonat atau peruraian protein karbamat, ditangkap buffer
protein dan buffer fosfat, dengan ditangkapnya ion hydrogen oleh kedua sistem buffer ini,
plasma darah praktis tetap.
Sistem Buffer dalam Eritrosit
Dalam eritrosit, sebagian karbondioksida yang berasal dari plasma, cepat bereaksi
dengan air oleh pengaruh enzim karbonat anhidrase, membentuk asam karbonat. Asam
karbonat tersebut segera terionisasi menjadi ion hydrogen dan ion bikarbonat. Sebagian dari
karbon dioksida beraksi dengan protein hemoglobin membentuk karbamino hemoglobin yang
segara melepaskan ion hidrogennya. Oleh karena itu, karbon dioksida yang masuk ke akan
dalam eritrosit terjadi penambahan ion hydrogen yang dapat menurunkan ph. Sitem buffer
fosfat dan system buffer hemoglobin dapar mengembalikan pH menjadi normal, bahwa
dalam eritrosit, ion hydrogen dapat juga diikat oleh HBO2- menghasilkan HHb dan oksigen.
Selanjutnya, oksigen yang terbentuk masuk ke jaringan.7 Tekanan oksigen di atmosfer saat
kita hirup 20,96% dan setelah dikeluarkan menjadi 15 %, oksigen ini berkurang 5 % karena
dipakai oleh tubuh untuk proses metabolisme, sedangkan Tekanan karbondioksida ditmosfer
saat dihirup 0,045 san setelah dikeluarkan menjdi 5%, karbondioksida bertabah sekitar 5%
berasal dari hasil metabolisme dari dalam tubuh (modul). Begitu pula dengn gas nitrogen
diatmofer sebasar 79% setelah dikeluarkan tetap sebesar 79%.
Semakin tinggu suhu semakin mudah hemoglobin melepskan oksigen ke jaringan,
Pada saat kekurangan oksigen kadar 2,3 DPG akan meningkat agar hemoglibin segera
melepaskan oksigennya supaya jaringan dapat menerima oksigen. Molekul ini berasal dari
hasil metabolisme karbohidrat khususnya dieritrosit. 2,3 DPG ini mempunyai sifat yang
membuat afinitas hemoglobin menurun terhadap oksigen sehingga oksigen bisa dilepakan ke
jaringan. Selain itu hb F mempunyai afinitas yang besar teradap oksigen, tetapi hb F ini
hanya ada pada fetus,diplacenta tekanan oksigen itu rendah, sehingga banyak oksigen
dilepaskan keplasenta, tetapi keran hb f pada fetus mempunyai afinitas yang tinggi tehadap
oksigen sehingga fetus dengan sendirinya mudah menerima oksigen. Gangguan
keseimbangan asam basaGangguan keseimbangan asam basa disebabkan oleh factor-faktor
yang mempengaruh imekanisme pengaturan keseimbangan antara lain system buffer, system
respirasi, fungsi ginjal, gangguan system kardiovaskular maupun gangguan fungsi sususnan
saraf pusat. Gangguan keseimbangan asam basaserius biasanya menunjukkan fase akut
ditandai dengan pergeseran ph menjauhi batas nilai normal.
Secara umum, analisis keseimbangan asam basa ditujukan untuk
mengetahui jenis gangguan keseimbangan asam basa yang sedang terjadi pada pasien.
Gangguan keseimbangan asam basa dikelompokkan dalam 2 bagian utama yaitu respiratorik
dan metabolic. Kelainan respiratorik didasarkan pada nilai pCO2 yang terjadi karena
ketidakseimbangan antara pembentukan CO2 di jaringan perifer dengan ekskresinya di paru,
sedangkan metabolic berdasarkan nilai HCO3-, BE, SID (strong ions difference), yang terjadi
karena pembentukan CO2 oleh asam fixed dan asam organic yang menyebabkan peningkatan
ion bikarbonat di jaringan perifer atau cairan ekstraseluler.
Sistem Pernapasan
Peran sistem pernapasan adalah mempertahankan ph darah juga sebagai pengeluaran
co2 dari darah dan pasukan O2 pada jaringan.Sistem pernapasan dikendalikan oleh pusat
pernapasan di otak dan mekanisme pernapasan dirangsang oleh turunnya PH,turunnya
PO2,peningkatan suhu,dll.
Ion-ion hidrogen menimbulkan kerja langsung pada pusat pernapasan di otak.
Asidemia meningkatkan ventilasi alveolar sampai 4-5 kali kadar normal, sedangkan
alkalemia menurunkan ventilasi alveolar sampai 50%-75% dari tingkat normal. Respon
terjadi dengan cepat dalam 1-2 menit, selama masa di mana paru-paru mengeluarkan atau
menahan karbondioksida dalam hubungan langsung pada pH arteri. Meskipun sistem
pernapasan tidak dapat memperbaiki ketidakseimbangan dengan sempurna, namun efektif
50%-75%.
Sistem Renalis
Sistem ini mengatur keseimbangan asam-basa dengan meningkatkan atau
menurunkan konsentrasi bikarbonat dalam cairan tubuh. Pengarturan ini dilakukan melalui
serangkaian reaksi kompleks yang melibatkan H+ , ion natrium (Na+), dan sekresi HCO3- ,
reabsorbsi, dan pengubahan, serta sintesis amonia untuk diekskresi dalam urine. Sekresi H+
diatur oleh jumlah karbon dioksida di dalam cairan ekstraselular: makin besar konsentrasi
karbondioksida, makin besar jumlah sekresi H+ , mengakibatkan urine asam. Bila H+
diekskresikan, maka dihasilkan bikarbonat oleh ginjal, membantu mempertahankan
keseimbangan asam basa 1:20. Bila cairan ekstraselular alkalotik, ginjal menyimpan H + dan
mengeluarkan natrium bikarbonat, mengakibatkan urine basa.
Fungsi sistem renal adalah sbb:
1.Pengaturan ekskresi asam
2.Sel tubulus ginjal membentuk amonia dari asam amino intrasel terutama glutamin
3.Mengimbangi Na+ dari filtralt glomeruli masuk ke sel tubulus
4.Menaikkan reabsorbsi HCO3-
Gangguan Sistem Asam Basa2
Asidosis Respiratorik
Terjadi apabila terdapat gangguan ventilasi alveolar yang mengganggu eliminasi CO2
sehingga akhirnya terjadi peningkatan PCO2 (hiperkapnia). Beberapa factor yang
menimbulkan asidosis respiratorik: Inhibisi pusat pernafasan, obat yang mendepresi pusat
pernafasan (sedative, anastetik), kelebihan O2 pada hiperkapnia. Penyakit neuromuscular,
neurologis (poliomyelitis, SGB), muskular (hipokalemia, muscular dystrophy). Obstruksi
jalan nafas : asma bronchial, PPOK, aspirasi, spasme laring. Kelainan restriktif : penyakit
pleura (efusi pleura, empiema, pneumotoraks), kelainan dinding dada (kifoskoliosis,
obesitas), kelainan restriktif paru (pneumonia, edema) dam Overfeeding.
Prinsip dasar terapi asidosis respiratorik adalah mengobati penyakit dasarnya dan
dukungan ventilasi . hiperkapnia akut merupakan keadaan kegawatan medis karena respon
ginjal berlangsung lambat dan biasanya disertai dengan hipoksemia, sehingga bila terapi yang
ditujukan untuk penyakit dasar maupun terapi oksigen sebagai suplemen tidak memberi
respon baik maka mungkin diperlukan bantuan ventilasi mekanik baik invasive maupun non
invasive.
Alkalosis Respiratorik
Terjadi hiperventilasi alveolar sehingga terjadi penurunan PCO2 (hipokapnia) yang
dapat menyebabkan peningkatan pH. Hiperventilasi alveolar timbul karena adanya stimulus
baik langsung maupun tidak langsung pada pusat pernafasan, penyakit paru akut dan kronik,
overventilasi iatrogenic (penggunaan ventilasi mekanik). Beberapa etiologi alkalosis
respiratorik:
 Rangsangan hipoksemik: penyakit jantung dengan edema paru, penyakit jantung dengan
reight to left shunt, anemia gravis
 Stimulasi pusat pernafasan di medulla, kelainan neurologis, psikogenik (panik,nyeri),
gagal hati dengan ensefaltopi, kehamilan
 Mecahnical overventilation
 Pengaruh obat: salisilat, hormone prigesterone

Asidosis Metabolik
Ditandai dengan turunnya kadar ion HCO3 diikuti dengan penurunan tekanan parsial
CO2 di dalam arteri. Kompensasi umumnya terdiri dari kombinasi mekanisme respiratorik
dan ginjal, ion hydrogen berinteraksi dengan ion bikarbonat membentuk molekul CO2 yang
dieliminasi di paru sementara itu ginjal mengupayakan ekskresi ion hydrogen ke urin dan
memproduksi ion bikarbonat yang dilepaskan ke cairan ekstraseluler.
Beberapa penyebab asidosis metabolik:
 Pembentukan asam yang berlebihan di dalam tbuuh, asidosis laktat, ketoasidosis,
intoksikasi salisilat, intoksikasi etanol
 Berkurangnya kadar ion HCO3 di dalam tubuh : diare, renal tubular acidosis
 Adanya retensi ion H di dalam tubuh : penyakit ginjal kronik

Dari persamaan Henderson-Hasselbalch pH dipengaruhi oleh rasio kadar bikarbonat


(HCO3-) dan asam karbonat darah (H2CO3) sedangkan kadar asam karbonat darah
dipengaruhi oleh tekanan CO2 darah (PCO2). Bila rasio ini berubah, pH akan naik atau turun.
Penurunan pH darah di bawah normal yang disebabkan penurunan kadar bikarbonat darah
disebut asidosis metabolik. Sebagai kompensasi penurunan bikarbonat darah akan dijumpai
pernafasan cepat dan dalam (pernafasan Kussmaul) sehingga tekanan CO2 darah menurun
(hipokarbia).
Alkolosis Metabolik
Suatu proses terjadinya peningkatan primer bikarbonat dalam arteri. Akibat
peningkatan ini, rasio PCO2 dan kadar HCO2 dalam arteri berubah. Usaha tubuh untuk
memperbaiki rasio ini dilakukan oleh paru dengan menurunkan ventilasi (hipoventilasi)
sehingga PCO2 meningkat dalam arteri dan meningkatnya konsentrasi HCO3 dalam urin.
Penyebab alkalosis metabolik:
 Terbuangnya ion H- melalui saluran cerna atau melalui ginjal dan berpindahnya ion H
masuk ke dalam sel
 Terbuangnya cairan bebas biakrbonat dari dalam tubuh
 Pemberian biakrbonat berlebihan.

Mekanisme Pernapasan3
Sistem respirasi terdiri atas saluran pernapasan yang menuju ke paru-paru, paru-paru
itu sendiri, dan struktur thoraks yang ikut membantu pergerakan udara melewati saluran
pernapasan baik masuk maupun keluar dari paru-paru. Saluran pernapasan membawa udara
dari atmosfer ke alveolus. Saluran ini bermula dari rongga hidung. Kemudian saluran ini
berlanjut ke faring, yang adalah saluran untuk respirasi dan pencernaan. Dua saluran yang
berasal dari faring yaitu trakea, dimana udara akan dilanjutkan ke paru-paru, dan oseophagus,
saluran yang dilewati makanan untuk sampai ke perut. Setelah laring, udara masuk ke dalam
trakea yang kemudian bercabang dua menjadi bronkus kiri dan kanan. Di dalam paru-paru,
bronkus kemudian bercabang-cabang lagi menjadi bronchioles. Di ujung bronkus terdapat
alveolus, yaitu kantong udara kecil dimana terjadi pertukaran gas antara alveolus dan
darahUdara cenderung mengalir dari daerah yang dengan tekanan tinggi ke daerah dengan
tekanan rendah, yaitu menuruni gradien tekanan. Udara mengalir masuk dan keluar paru
selama tindakan bernapas karena berpindah mengikuti gradien tekanan antara alveolus dan
atmosfer yang berbalik arah secara bergantian dan ditimbulkan oleh aktivitas siklik otot
pernapasan.Terdapat tiga tekanan yang berperan penting dalam ventilasi, yaitu atmosfer,
intra-alveolus, dan intrapleura.

Tekanan atmosfer (barometrik) adalah tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di
atmosfer pada benda di permukaan bumi. Pada ketinggian permukaan laut tekanan ini sama
dengan 760 mm Hg. Tekanan atmosfer berkurang seiring dengan penambahan ketinggian di
atas permukaan laut karena lapisan-lapisan udara di atas permukaan bumi juga semakin
menipis. Pada setiap ketinggian terjadi perubahan minor tekanan atmosfer karena perubahan
kondisi cuaca (yaitu, tekanan barometrik naik atau turun). Tekanan intra-alveolus, yang juga
dikenal sebagai tekanan intraparu adalah tekanan di dalam alveolus. Karena alveolus
berhubungan dengan atmosfer melalui saluran napas penghantar, udara cepat mengalir
menuruni gradien tekanannya setiap tekanan intra-alveolus berbeda dari tekanan atmosfer,
udara terus mengalir sampai kedua tekanan seimbang. Tekanan intrapleura adalah tekanan di
dalam kantung pleura. Tekanan ini, yang juga dikenal sebagai tekanan intrathoraks, tekanan
yang ditimbulkan di luar paru di dalam rongga thoraks. Tekanan intrapleura biasanya lebih
rendah daripada tekanan atmosfer, rerata 756 mm Hg saat istirahat. Takanan intrapleura tidak
menyeimbangkan diri dengan tekanan atmosfer atau intra-alveolus karena tidak ada
komunikasi langsung antara rongga pleura dengan atmosfer atau paru. Karena kantung pleura
adalah suatu kantung tertutup tanpa lubang, maka udara tidak dapat masuk atau keluar
meskipun mungkin terdapat gradien tekanan antara kantung pleura dan daerah sekitar.
Inspirasi4
Inspirasi merupakan suatu proses aktif berupa kontraksi otot-otot inspirasi. Sebelum
inspirasi dimulai, otot-otot pernapasan berada dalam keadaan lemas, tidak ada udara yang
mengalir dan tekanan intra-alveolus setara dengan tekanan atmosfer. Otot inspirasi utama,
otot yang berkontraksi untuk melakukan inspirasi sewaktu bernapas tenang adalah diafragma
dan otot interkostal eksternal.
Pada awal inspirasi, otot-otot ini dirangsang untuk berkontraksi sehingga rongga thoraks
membesar. Otot inspirasi utama adalah diafragma, suatu lembaran otot rangka yang
membentuk lantai rongga thoraks dan disarafi oleh N.Phrenicus. Diafragma dalam keadaan
melemas membentuk kubah yang menonjol ke atas ke dalam rongga thoraks. Ketika
berkontraksi, diafragma turun dan memperbesar volume rongga thoraks dengan
meningkatkan ukuran vertikal (atas ke bawah). Dinding abdomen, jika melemas, menonjol
keluar sewaktu inspirasi karena diafragma yang tutun menekan isi abdomen ke bawah dan ke
depan. 75% pembesaran rongga thoraks sewaktu bernapas tenang dilakukan oleh kontraksi
diafragma.
Otot interkostal terletak antara iga-iga (inter artinya ”di antara”, kosta artinya ”iga”). Otot
intercostal eksternal terletak di atas otot interkostal internal. Kontraksi otot interkostal
eksternal yang serat-sertanya berjalan ke bawah dan depan antara dua iga yang berdekatan,
memperbesar rongga thoraks dalam dimensi lateral (sisi ke sisi) dan antero-posterior (depan
ke belakang). Ketika berkontraksi otot interkostal eksternal mengangkat iga dan selanjutnya
sternum ke atas dan ke depan. Saraf interkostal mengaktifkan otot-otot interkostal ini.
Sebelum inspirasi, pada akhir ekspirasi sebelumnya, tekanan intra-alveolus sama dengan
tekanan atmosfer, sehingga tidak ada udara mengalir masuk atau keluar paru. Sewaktu rongga
thoraks membesar, paru juga dipaksa mengembang untuk mengisi rongga thoraks yang lebih
besar. Sewaktu paru membesar, tekanan intra-alveolus turun karena jumlah molekul udara
yang sama kini menempati volume paru yang lebih besar.
Pada gerakan inspirasi biasa. Tekanan intra-alveolus akan lebih rendah daripada tekanan
atmosfer maka udara mengalir ke dalam paru mengikuti penurunan gradien tekanan dari
tekanan tinggi ke tekanan rendah. Udara terus masuk ke paru sampai tidak ada lagi gradien,
yaitu sampai tekanan intra-alveolus sama dengan tekanan atmosfer. Oleh sebab itu, ekspansi
paru tidak disebakan oleh udara masuk ke dalam paru, melainkan udara mengalir ke dalam
paru karena turunnya tekanan intra-alveolus yang ditimbulkan oleh ekspansi paru. Saat
inspirasi, tekanan intrapleura turun menjadi 754 mmHg akibat ekspansi thoraks. Peningkatan
gradien transmural yang terjadi sewaktu inspirasi memastikan bahwa paru teregang untuk
mengisi rongga thoraks yang mengembang.
Inspirasi dalam (lebih banyak udara dihirup) dapat dilakukan dengan mengontraksikan
diafragma dan otot interkostal eksternal secara lebih kuat dan dengan mengaktifkan Otot
inspirasi tambahan (aksesorius) untuk semakin memperbesar rongga thoraks, diantaranya
muskulus strenokleidomastoideus, muskulus scalenus anterior, muskulus scalenus medius,
dan muskulus skalenus posterior. Kontraksi otot-otot tambahan ini, yang terletak di leher,
mengangkat sternum dan dua iga pertama, memperbesar bagian atas rongga thoraks. Dengan
pembesaran volume rongga thoraks dibandingkan dengan kedaan istirahat, maka paru juga
semakin mengembang menyebabkan tekanan intra-alveolus semakin turun. Akibatnya, terjadi
peningkatan aliran masuk udara sebelum tercapai keseimbangan dengan tekanan atmosfer;
yaitu tercapai pernapasan yang lebih dalam.
Pada akhir inspirasi, otot inspirasi melemas. Diafragma mengambil posisi aslinya yang
seperti kubah ketika melemas. Krtika otot interkostal eksternal melemas, sangkar iga
sebelumnya terangkat turun karena gravitasi. Tanpa gaya-gaya yang menyebabkan ekspirasi
dinding dada, maka dinding dada dan paru yang semula teregang mengalami recoil ke ukuran
prainspirasinya karena sifat-sifat elastiknya. Sewaktu paru kembali mengecil, tekanan intra-
alveolus meningkat karena jumlah molekul udara yang lebih banyak yang semula terkandung
dalam volume paru yang besar pada akhir inspirasi kini termampatkan ke dalam volume yang
lebih kecil. Pada akhir ekspirasi biasa, tekanan intra-alveolus meningkat sekitar 1 mmHg di
atas tekanan atmosfer menjadi 761 mmHg. Udara kini meninggalkan paru menuruni gradien
tekanannya dari tekanan intra-alveolus yang lebih tinggi ke tekanan atmosfer yang lebih
rendah. Aliran keluar udara berhenti ketika tekanan intra-alveolus menjadi sama dengan
tekanan atmosfer dan gradien tekanan tidak ada lagi.

Ekspirasi
Selama pernapasan tenang, ekpsirasi normalnya merupakan suatu proses pasif. Hal ini
disebabkan karena dicapai oleh recoil elastik paru ketika otot-otot inspirasi melemas tanpa
memerlukan kontraksi otot atau pengeluaran energi. Sebaliknya, inspirasi selalu aktif karena
ditimbulkan hanya oleh kontraksi otot inspirasi dengan menggunakan energi. Ekspirasi dapat
menjadi aktif untuk mengosongkan paru secara tuntas dan lebih cepat daripada yang dicapai
selama pernapasan tenang, misalnya sewaktu pernapasan dalam ketika olahraga. Tekanan
intra-alveolus harus lebih ditingkatkan di atas tekanan atmosfer daripada yang dicapai
relaksasi biasa otot inspirasi dan recoil elastik paru.
Untuk menghasilkan ekspirasi paksa atau aktif tersebut, otot-otot ekspirasi harus
lebih berkontraksi untuk mengurangi volume rongga thoraks dan paru. Otot ekspirasi yang
paling penting adalah otot dinding abdomen. Sewaktu otot abdomen berkontraksi, terjadi
peningkatan tekanan intra-abdomen yang menimbulkan gaya ke atas pada diafragma,
mendorongnya semakin ke atas ke dalam rongga thoraks daripada posisi lemasnya sehingga
ukuran vertikal rongga thoraks menjadi semakin kecil. Otot ekspirasi lain adalah otot
interkostal internal, yang kontaksinya menarik iga turun dan masuk, mendatarkan dinding
dada dan semakin mengurangi ukuran rongga thoraks; tindakan ini berlawanan dengan otot
interkostal eksternal.Sewaktu kontraksi aktif, otot ekspirasi semakin mengurangi volume
rongga thoraks, volume paru juga menjadi semakin berkurang karena paru tidak harus
tergang lebih banyak untuk mengisi rongga thoraks yang lebih kecil, yaitu paru
diperbolehkan mengempis ke volume yang lebih kecil. Tekanan intra-alveolus lebih
meningkat sewaktu udara di paru tertampung di dalam volume yang lebih kecil. Perbedaan
antara tekanan intra-alveolus dan atmosfer kini menjadi lebih besar daripada ketika ekspirasi
pasif sehingga lebih banyak udara keluar menuruni gradien tekanan sebelum tercapai
keseimbangan. Dengan cara ini, selama ekspirasi paksa aktif, pengosongan paru menjadi
lebih tuntas dibandingkan ketika ekpirasi tenang pasif.
Selama ekspirasi paksa, tekanan intrapleura melebihi tekanan atmosfer tetapi paru
tidak kolaps. Karena tekanan intra-alveolus juga meningkat setara maka tetap terdapat
gradien tekanan transmural menembus dinding paru sehingga paru tetap teregang dan
mengisi rongga thoraks.
Transportasi Pengangkutan O25
Sangat sedikit oksigen yang diangkut dalam darah dalam bentuk O2 terlarut. Hal ini
adalah karena oksigen sangat tidak larut dalam air. Menurut Hukum Henry, O2 yang larut
adalah bersamaan dengan 0.393 per 100 ml sedang pada kondisi sebenarnya adalah 20 ml per
100 ml. Selisih yang besar ini adalah karena kemampuan hemoglobin (Hb) dalam
pengangkutan O2.
Hb + O2 ↔ HbO2
Reduced Hb oksihemoglobin
Pada hampir semua vertebra, pigmen respirasi adalah Hb yang terkandung dalam sel
darah merah. Oksigen terikat secara kimiawi dengan hemoglobin. Pigmen ini terdiri atas
empat subunit masing-masing dengan satu kofaktor yang disebut heme yang mempunyai
sebuah atom besi (Fe) di pusatnya. Tiap atom Fe dalam heme mampu mengikat satu molekul
O2. Hal ini bermaksud satu molekul Hb dapat mengikat empat molekul O2 membentuk
oksihemoglobin (HbO2) yang berwarna merah tua. Ikatan ini adalah ikatan fisik, tidak kuat
dan reversibel. Sedang reduced Hb atau hemoglobin tereduksi (HHb) berwarna merah
kebiruan. Bila seluruh Hb dalam tubuh berikatan secara maksimal dengan O2, Hb akan
tersaturasi penuh dengan O2. Bila saturasi Hb dengan O2 adalah 75% tidak berarti ¾ bagian
dari jumlah molekul Hb dalam mengalami oksigenesasi 100%. Tapi hal ini terjadi bermaksud
rata-rata 3 dari 4 atom Fe dalam tiap molekul berikatan dengan O2.
Terdapat 4 tahap dalam pengikatan O2 oleh Hb di mana ikatan O2 dengan satu atom
Fe akan membantu reaksi pengikatan seterusnya. Heme yang lain dengan cepat menangkap
O2 jika satu heme mengikat O2, maka. Efek ini disebut heme-heme effect di mana ianya
menyebabkan effisiensi transportasi dalam alveoli. Pengikatan O2 oleh Hb ini berlaku satu
per satu walaupun terdapat banyak oksigen. Afinitas Hb terhadap O2 meningkat dan berada
pada afinitas tertinggi pada reaksi terakhir. Proses oksigenisasi adalah seperti berikut :6
Hb4 + O2 = Hb4O2
Hb4O2 + O2 = Hb4(O2)2
Hb4(O2)2 + O2 = Hb4(O2)3
Hb4(O2)3 + O2 = Hb4(O2)4
Tekanan parsial oksigen (PO2) di medium sekeliling Hb merupakan faktor terpenting
untuk menentukan disosiasi oksihemoglobin (saturasi HbO2). Hal ini dapat dilihat dari kurva
disosiasi oksihemoglobin (HbO2) yang menentukan pengangkutan oksigen dari hemoglobin
di sel darah merah jaringan tempat zat ini diperlukan. Khususnya ia berkaitan dengan saturasi
persen oksigen (SO2) dan PO2. Kurva yang juga dikenali sebagai dissociation curve ini
mempunyai ciri khas yaitu berbentuk sigmoid (S). Ia terdiri atas 2 kurva; kurva curam dan
datar. Kurva pertama berkisar antara 0-60 mmHg di mana perubahan kecil PO2 dapat
memberi efek yang besar terhadap kejenuhan HbO2. Sedang kurva datar atau plateu berkisar
sekitar 60-100 mmHg di mana kemampuan Hb untuk mengikat O2 tidak dipengaruhi oleh
peningkatan dan penurunan PO2 darah. Dalam arteri sistemik, Hb dikatakan jenuh dengan
97% dengan PO2 100 mmHg. Ia tidak mencegah 100% karena terdapat kondisi yang disebut
Shunting Physiologist. Hal ini karena hubungan pulmonari arteri-vena pada paru yang
menyebabkan aliran darah melalui paru dari kanan ke kiri oleh perfusi dari bagian paru tanpa
ventilasi.
Pada saat ini, darah arteri mengandung 19.8 ml O2 per 100 ml darah dan
meninggalkan paru-paru dengan tekanan dikapiler darah paru-paru adalah 100 mmHg.
Sedang darah yang kembali dari jaringan masuk kapiler paru-paru PO2 nya adalah 40 mmHg
dengan saturasi Hb 70% dengan 15.2 ml O2 per 100 ml darah yang terkandung dalam vena
sistemik. Di sini, 20% vol O2 akan dilepaskan oleh Hb dan diserahkan ke sel-sel jaringan.
Jika sewaktu pernapasan terganggu atau kebutuhan oksigen jaringan meningkat, perlepasan
O2 yang sedikit ini memberikan rentang keamanan yang tinggi terhadap tubuh. Dalam kata
lain, ia adalah sebagai cadangan yang dapat dipakai apabila oksigenisasi di paru mengalami
gangguan. Secara standar, kurva disosiasi ini adalah pada suhu tubuh 37○C dan pH 7.4.
Keadaan di mana tekanan parsial oksigen dengan kejenuhan Hb 50% adalah disebut titik
referensi oksigen atau unloading tension, P50. Pelepasan O2 terjadi dengan cepat dan kurva
kelihatan lebih tegak.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi afinitas Hb terhadap O2 dan juga dapat
menggeser keseluruhan kurva disosiasi ke kanan atau ke kiri. Antara faktornya adalah; PO2,
PCO2, pH, suhu, konsentrasi 2,3-disfosfogliserat (2,3-DPG), dan elektrolit. Pada saat
olahraga, jaringan membutuhkan banyak O2 dan banyak dipakai oleh jaringan sehingga PO2
jaringan menurun dan menyebabkan lebih banyak O2 terdisosiasi dari HbO2. Pembentukan
CO2 yang berasal dari oksidasi bahan bakar glukosa dengan cepat dalam jaringan. Kondisi ini
meyebabkan peningkatan konsentrasi peningkatan ion hidrogen yang akan menurunkan pH
darah dan seterusnya akan melemahkan ikatan antara O2 dan Hb sehingga kurva bergerak ke
kanan.
H2O + CO2 ↔ HCO-3 + H+
Afinitas deoksihemoglobin terhadap proton adalah lebih besar dibandingkan dengan
oksihemoglobin. Hal ini akan meyebabkan persaingan pengikatan proton dengan pengikatan
O2 meskipun pada tapak yang berbeda. Keadaan di mana peningkatan PCO2 dan penurunan
pH darah mempengaruhi pelepasan O2 dari Hb disebut Efek Bohr. Pada tingkat PO2 rendah,
efek ini menjadi semakin besar untuk meningkatkan disosiasi O2 dari Hb untuk penggunaan
jaringan yang kebutuhan oksigen tadi.5
Reaksi metabolisme kontraksi otot tidak saja menghasilkan H+ dan CO2 sebagai
byproduct, tapi juga mengelurkan panas. Afinitas Hb terhadap O2 menurun bila suhu
meningkat oleh karena pengikatan O2 kepada heme adalah satu proses yang eksotermik
akibatnya kurva bergeser ke kanan. Sebaliknya kurva bergeser ke kiri bila hipotermia yang
menyebabkan sel termetabolis dengan lambat sehingga O2 yang dibutuhkan jaringan sedikit
serta pelepasan O2 dari Hb juga lambat. Peningkatan 2,3-disfosfogliserat (BPG) yang
dihasikan dari metabolisme glikolisis yang berikatan dengan Hb dapat mengurangi afinitas
Hb terhadap O2 menggeserkan kurva ke kanan. Pembentukan BPG dapat ditingkatkan oleh
hormon tiroksin, GH, epinefrin, norepi & testosteron dan kadarnya meningkat pada orang yg
tinggal di dataran tinggi. Sebaliknya, kurva disosiasi bergeser ke kiri bila penurunan BPG di
darah menyebabkan ikatan Hb terhadap O2 semakin kuat karena Hb tidak diikat oleh BPG
afinitas Hb terhadap O2 bertambah.
Gangguan tekanan O2 di arteri hipoksi merujuk kepada kondisi kurangnya O2
ditingkat sel, terdapat kategori umum hipoksi.
 Hipoksia hipoksik ditandai oleh rendahnya PO2 darah arteri disertai oleh kurang adekuatnya
saturasi Hb. Hal ini disebabkan oleh, malfungsi pernapasan yang menyebabkan kurang
memadainya pertukaran gas, dicirikan oleh alveolus yang nornal tetapi PO2 arteri berkurang,
atau berada di ketinggian atau lingkungan yang menyesakan dimana PO2 atmosfer yang
berkurang sehingga PO2 alveolus dan arteri juga berkurang.
 Hipoksia anemik adalah berkurangnya kapasitas darah mengangkut O2. Hal ini dapat
terjadi karena penurunan jumlah sel darah merah, berkurangnya jumlah Hb didalam sel darah
merah, atau keracunan CO. Pada semua kasus hipoksia anemik, PO2 arteri normal tetapi
kandungan O2 darah arteri lebih rendah dari pada normal karena berkurangnya ketersediaan
Hb.
 Hipoksia sirkulasi terjadi jika darah beroksigen yang dialirkan jaringan terlalu sedikit.
Hipoksia sirkulasi mungkin terbatas didaerah tertentu karena spasme atau sumbatan
pembuluh darah. Atau tubuh dapat mengalami hipoksia sirkulasi secara umum, akibat gagal
jantung kongestif atau syok sirkulasi. PO2 dan kandungan O2 arteri biasanya normal tetapi
darah beroksigen yang mencapai sel terlalu sedikit.
 Pada hipoksia histotoksik, penyalur O2 ke jaringan normal tetapi sek tidak dapat
menggunakan O2 yang tersedia. Contoh klasik adalah keracunan sianida. Sianida
menghambat enzim-enzim sel yang esesial bagi respirasi internal.

Transportasi Pengangkutan CO27


Karbon dioksida (CO2) diangkut dalam sel darah merah dan plasma sedang transportasinya
berlaku dalam toga cara:
 CO2 larut dalam plasma- meliputi sekitar 6-7%. Deoksihemoglobin dari keseluruhan CO2.
Daya larut CO2 lebih besar dari O2 di mana tiap 100 ml darah hanya dapat membebaskan 0.3
CO2 dalam bentuk terlarut. Meskipun hanya sekitar 7% dari total CO2, tapi penting karena
memberi dampak kepada reaksi;
CO2 + H2O = H2CO3- = H+ + HCO3-
 CO2 terikat pada hemoglobin dalam bentuk karbominohemoglobin - meliputi sekitar
23% dari seluruh CO2. Afinitas deoksihemoglobin terhadap CO2 adalah lebih besar
dibandingkan dengan oksihemoglobin. HbCO2 dan karbominohemoglobin adalah
merupakan ikatan longgar dan reversibel. Meskipun hanya menduduki 20% secara fisis, tapi
juga merupakan cara transportasi CO2 yang penting.
 CO2 terikat dalam gugus ion bikarbonat(HCO3) melalui proses berantai pertukaran ion
klorida. Pertukaran ion klorida yang masuk ke dalam eritrosit yang mengimbangi
pengeluaran ion bikarbonat dari sel adalah dikenali sebagai pergeseran klorida atau Chloride
Shift. Cara pengangkutan ini adalah cara yang terpenting meliputi 70% dari keseluruhan
CO2.6
CO2 + H2O = H2CO3- = H+ + HCO3-
Reaksi di atas berlaku dengan lambat di plasma sedang di eritrosit terjadi dengan
sangat cepat karena difalisitasi oleh enzim anihdrase karbonat.
Peningkatan kadar oksigen menurunkan pengikatan karbon dioksida dikenal sebagai
efek Haldane. Pelepasan O2 dari Hb akan melepaskan CO2 dari ikatannya sebagai
karbaminohemoglobin dan dikeluarkan dari darah ke alveoli. Hal ini seterusnya akan
meningkatkan kemampuan Hb untuk mengikat pada CO2 dan H+.
Keadaan ini berlaku karena HbO2 lebih asam dari HHb yang akan meningkatkan pelepasan
proton (H+) dari Hb akibat oksigenisasi Hb menjadi HbO2. H+ selanjutnya akan berikatan
dengan ion bikarbonat untuk membentuk asam bikarbonat yang akan berdisosiasi menjadi
CO2 dan H2O. Efek Haldane berperan penting dalam transportasi CO2 dari jaringan ke paru-
paru.7
Tabel.1 Nasib CO2 Dalam Darah (Sumber: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ganong)
Dalam Darah Dalam Sel Darah Merah
1. Terlarut 1. Terlarut
2. Membentuk senyawa karbamino 2 Membentuk karbaminno-Hb
dengan protein plasma
3 Hidrasi, H+ mengalami 3. Hidrasi, H+ mengalami
pendaparan, 70% HCO3- di dalam pendaparan, 70% HCO3- memasuki
plasma plasma
4. Pergesaran Cl- ke dalam sel

Perhatikan bahwa pada tiap penambahan molekul CO2 ke dalam sel darah merah,
terjadi peningkatan satu partikel aktif osmotik – baik HCO3-3 maupun Cl-
dalam sel darah merah. Akibatnya, sel darah merah akan mengambil sejumlah air dan
ukurannya meningkat. Oleh sebab itu, ditambah lagi dengan kenyataan bahwa sejumlah kecil
cairan dalam darah arteri akan mengalir balik melalui sistem limfe dan bukan melalui vena,
nilai hematokrit darah arteri pada keadaan normal. Di dalam paru, Cl- keluar dari sel darah
merah sehingga sel mengerut.
Pertukaran Gas di jaringan8
CO2 terlarut dalam jumlah kecil dalam plasma (1) namun sebagian besar berdifusi ke dalam
SDM (2) bereaksi dg air membentuk H2CO3 (3) atau berikatan dengan Hb membentuk
carbamino Hb(11). Reaksi dikatalisis oleh carbonate anhidrase. H2CO3 terdisosiasi jd H+
dan HCO3- (4)
Selama pergeseran klorida, ion HCO3- (5) berdifusi keluar dari SDM digantikan oleh Cl- (6).
Selanjutnya HCO3- bertindak sbg buffer mengontrol pH darah.
Dalam SDM, ion H+ (7) dibuffer oleh Hb (8). Pada keadaan dimana Hb berikatan dg H+ Hb
punya afinitas yang rendah thd O2(9).
Sejumlah kecil O2 diangkut dalam keadaan terlarut secara fisik (10) berdifusi keluar dari
plasma masuk ke dalam sel jaringan

Gambar 1.Pertukaran gas di jaringan.sumber


https://www.google.com/search?q=pertukaran+gas+di+jaring&safe.Diunduh pada tanggal 20
Mei 2018

Pertukaran Gas di Paru-paru


O2 larut secara fisik dalam plasma (1), namun sebagian besar berdifusi dalam SDM (2)
bereaksi dengan deoksiHb (3) membentuk oksiHb (4) sambil melepaskan H+ (5).
Pd saat Hb jenuh dengan O2, afinitas thd CO2 ↓ shg CO2 yg terikat pd Hb (6) akan
terdisosiasi dan berdifusi keluar dari
SDM (7) melalui plasma menuju alveoli.
Ion H+ yang dilepaskan Hemoglobin berikatan dengan ion HCO3- (8) yang berdifusi ke dalam
SDM dari plasma dan saling bertukar tempat dengan Cl- (9). Reaksi antara H+ dan HCO3-
mnghasilkan H2CO3(10).
As. Karbonat pecah menjadi H2O & CO2 (11) dengan bantuan enzim karbonat anhidrase.
CO2 berdifusi keluar dari SDM (12) menuju plasma lalu ke alveoli (13)
Gambar 2.Pertukaran gas di paru-paru.Sumber
https://www.google.com/search?q=pertukaran+gas+di+jaringan Diunduh tanggal 20 Mei
2018

Kesimpulan
Ani megalami asidosis respiratorik dikarenakan kelebihan co2 dan depresi pada pusat
pernapasan akibat melakukan aktivitas yang berat atau melakukan latihan dan olahraga lebih
daripada kemampuan maksimal tubuh.Hal ini dapat dikompensasi dengan cara di buffer oleh
Hb dan buffer protein serta menaikkan laju pernapasan sehingga co2 dapat keluar lewat paru.
Daftar Pustaka
1. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem edisi 8. Jakarta: EGC; 2014.h.492
2. Djojodoboroto D. Respirologi (respiratory medicine). Jakarta: EGC; 2009.h.5
3. Muttakin A. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan pernapasan. Jakarta:
Salemba medika;2010
4. Wibowo D. Anatomi tubuh manusia. jakarta: Grasindo; 2011.h.68-73
5. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem edisi 2. Jakarta: EGC; 2001
6. Junquiera LC, Carneiro J, Kelley RO. Histologi dasar. Edisi 8. Jakarta: EGC; 2006.
7. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: EGC; 2008.h.672-9
8. Sardy LI. Fisika tubuh manusia. jakarta: Sagung seto; 2006.h.171

Anda mungkin juga menyukai