KELOMPOK 2
Khonsa’ B04150014
Falih Prenata Saukhan B04150015
Irda Khaeriyah B04150017
Inggita Anindita B04150018
Siti Rabi’ah B04150019
Dwi Oktaviyanti B04150020
Panji Andhika Maharta B04150021
SM Leluala B04150022
PEMBAHASAN
2.1 Etiologi Penyakit
Penyakit melioidosis disebabkan oleh bakteri Burkholderia
pseudomallei. Burkholderia pseudomallei adalah bakteri gram negatif
berbentuk batang, berperan sebagai saprofit, patogen opurtunistik, hidup di
bawah permukaan tanah pada musim kering tetapi setelah curah hujan yang
deras ditemukan dalam permukaan air dan lumpur serta juga dapat naik di
udara.
Genom B. pseudomallei mengandung banyak gen dengan karakteristik
yang berbeda, yang dapat dilihat pada pola lingkungan hidup, patogenisitas
dan interaksi antara sel-host. Analisis komparatif B. pseudomallei dan B.
mallei telah mengidentifikasi banyak nya Coding Sequence (CDS) yang dapat
berkontribusi pada perbedaan fenotipik antara dua spesies. Fenotip ini
meliputi faktor-faktor penentu virulensi yang dikenal, seperti flagela dan tipe
III sistem sekresi protein. Penentu resistensi antibiotik dan potensi fungsi
kelangsungan hidup lingkungan, termasuk berbagai jalur metabolit sekunder,
jalur katabolik, sistem transportasi, dan protein stres-respon (Howard dan
Inglis 2003).
Salah satu keistimewaan dari bakteri B. pseudomallei adalah memiliki
keragaman genetik yang menimbulkan variasi sifat fenotip dan genotip.
Adanya variasi genetik pada salah satu gen dari B. pseudomallei
menimbulkan perbedaan sifat virulensi yang berbeda pada strain yang hidup
pada lingkungan yang berbeda (Gibney et al. 2008).
Perbedaan dari substrain B. pseudomallei terutama ditentukan oleh
kemampuannya untuk mengasimilasi arabinose. Burkholderia pseudomallei
mempunyai dua substrain yaitu strain yang mampu mengasimilasi L-
arabinose +(Ara) dan tidak mampu mengasimilasi L-arabinose (Ara-). Sifat
ini berhubungan dengan faktor virulensi kuman (Gibney et al. 2008). Laporan
oleh Inglis et al., (2006) menunjukan bahwa Strain Ara- atau B. pseudomallei
yang tidak mampu mengesimilasi L-arabinosa lebih virulen dari pada strain
Ara+ yang dapat mengasimilasi L-arabinosa.
Selain itu dilaporkan oleh Inglis et al. (2006) dalam penelitiannya
bahwa keberadaan dari gen Ara ternyata berhubungan erat sifat virulensi dari
kuman ini. Burkholderia pseudomallei yang mempunyai gen Ara+ ternyata
bersifat avirulen sedangkan kuman yang mempunyai gen Ara- ternyata sangat
virulen. Dan memperlihatkan ada hubungan yang signifikan antara gen Ara
dengan kemampuan virulensi sehingga menimbulkan penyakit melioidosis.
2.2 Epidemiologi Penyakit
Penyakit melioidosis dapat ditemukan di daerah tropis di seluruh dunia
terutama di Asia Tenggara dan Australia sebelah utara. Setiap tahunnya
dilaporkan terjadi peningkatan jumlah penderita meliodosis di beberapa
negara seperti Thailand, Malaysia, dan Amerika Selatan. Menurut Currie
(2003) kasus melioidosis di Australia biasanya terjadi di daerah Top End di
Northern Territory (NT), di Queensland bagian ujung utara dan di daerah
Kimberley di Australia bagian barat. Kadang-kadang kasus dapat ditemukan
di bagian NT yang lebih ke selatan sampai daerah Tennant. Kejadian
meliodosis juga dilaporkan di Malaysia dan Singapura sejak tahun 1913 serta
di Vietnam tahun 1925. Kasus yang sama juga ditemukan pada beberapa
daerah tropis seperti India, Afrika, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan.
Jumlah kasus yang dilaporkan di Thailand sekitar 2000-3000 kasus setiap
tahunnya (Chierakul 2005). Pada tahun 1975, Balai Pendidikan Penyakit
Hewan Wilayah VII Maros mengisolasi penyebab penyakit melioidosis di
salah satu ranch peternakan di Mahwa kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan
(Dwyana 2010). Strain yang ditemukan memiliki perbedaan dengan isolat
yang ditemukan di Australia. Kasus pada manusia dilaporkan di Makasar
sekitar tahun 1954.
2.3 Patogenesa dan Gejala Klinis
B. Pseudomallei sering ditemukan dalam air dan tanah di daerah
endemik. Manusia dan hewan terinfeksi melalui kontak kulit dengan tanah
yang terkontaminasi B. pseudomallei terutama pada kulit yang mengalami
abrasi, juga dapat melalui inhalasi, maupun tertelan. Infeksi yang didapat dari
laboratorium pernah ditemukan sedangkan penyebaran dari manusia ke
manusia dan infeksi dari hewan ke manusia sangat jarang terjadi (Currie et al.
2015) Masa inkubasi meliodosis berkisar antara 1-21 hari dengan rata-rata
sembilan hari (Dance 2014).
Pembentukan penyakit ini secara alami sama dengan Malleus, yaitu
dengan diawali septisemia atau bakterimia dan lokalisasi pada berbagai
organ. Secara eksperimen, meliodosis pada hewan ditandai oleh adanya
septisemia dengan mikroabses yang menyebar luas setelah disuntik secara
intra-peritoneal dan bila secara subkutan maka terbentuk penyakit yang kronis
disertai abses pada paru-paru dan limpa.
Banyak abses di sebagian besar organ, terutama di sistem pernapasan,
termasuk ke dalam paru-paru, limpa, dan hati. Abses juga terjadi di bagian
subkutan dna limfonodus yang merupakan ciri dari penyakit ini. Pada domba,
abses ini mengandung nanah berwarna hijau yang kental atau mengeju. Lesi-
lesi pada mukosa hidung bisa menjadi robek dengan pembentukan ulser yang
kasar polyarthritis akut dengan pembengkakan kapsul persendian oleh cairan
yang mengandung nanah kehijauan dalam jumlah banyak dan
meningocephalitis akut juga dapat ditemukan (Efendi 2014).
Gambar 1. Patogenesa Meliodosis (Currie et al. 2015)
SIMPULAN
Melioidosis merupakan penyakit infeksius yang disebabkan oleh bakteri
Burkholderia pseudomallei dan bersifat zoonosis. Melioidosis dapat
ditransmisikan secara perkutan dan peroral. Penyakit ini dicirikan dengan
terbentuknya lesio perkejuan pada hati, limpa, dan limfonodus. Diagnosa penyakit
dilakukan dengan mengidentifikasi mikroorganisme yang terdapat dalam darah,
pus, swab tenggorokan, sputum, mapun urin. Uji serologis dapat dilakukan untuk
mendeteksi keberadaan antigen maupun antibodi terhadap bakteri B.
pseudomallei. Pengobatan terhadap penderita dilakukan dengan memberikan
terapi antibiotik yang bertujuan mengurangi angka kematian dan mengurangi
risiko kambuhnya penyakit tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Currie BJ. 2003. Intensitify of rainfall and severity of meliodosis. Emerg Infect
Disc. 9: 1538.
Currie BJ. 2015. Burkholderia pseudomallei dan Burkholderia mallei:
Melioidosis and Glanders. Dalam: Bennet JE, Dolin R, Blaser MJ. (Ed.).
Mandell, Douglas, and Bennet’s Principles and Practice of Infectious
Disease Edisi VIII. Philadelphia(US): Elsevier.
Chierakul W, Winothai W, Wattanawaaaaaitunechal C. 2005. Meliodosis in 6
tsunami survivors in Southerh Thailand. Thailand. Clin Ifect Disc. 41:
982-990.
Currie BJ, Mandel, Douglas. 2015. Principles and Practice of Infection Disease.
London (UK): Elsevies Saunders.
Dance DAB. 2014. Meliodiosis. London (UK): Elsevies Saunders.
Dharmawan A dan Monica CA. 2017. Diagnosis dan penatalaksanaan melioidosis.
Jurnal Kedokteran Meditek. https://ejournal.ukrida.ac.id/
ojs/index.php/Ked/article/view/1258. Diakses 4 Maret 2018.
Dwyana. 2010. Distribusi Burkolderoa Pseudomallei Isolat Tanah di Makasar
dan Deteksi Strain Virulen Gen AraPenyebab Penyakit Meliodosis.
Makassar(ID): Universitas Hasanudin Press.
Efendi N. Hidayah, Kartika, Lubis A, Pudjiatmoko A, Syafrison, Saudah,
Yohana, Yulianti. 2014. Manual Penyakit Hewan Mamalia. Jakarta(ID):
Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Gibney KB, Cheng AC, Currie BJ. 2008. Cutaneous melioidosis in the tropical top
end of Australia: a prospective study and review of the literature. Clinical
Infectious Diseases. 47(1): 603–609.
Howard K, Inglis TJJ. Novel selective medium for isolation of Burkholderia
pseudomallei. Journal Of Clinical Microbiology. 23(1): 3312–3316.
Inglis TJJ, Rolim DB, Rodriguez JLN. 2006. Clinical guideline for diagnosis and
management of melioidosis. Rev. Inst. Med. trop. S. Paulo. 48(1): 1-4.
Peacock SJ dan Dance DAB. 2011. Melioidosis. Tropical Infectious Disease:
Principles, Pathogens and Practice, Third Edition. Amsterdam(NL):
Elsevier.
Princess I, Ebenezer R, Ramakrishnan N, Daniel AK, Nandini S, Thirunarayan
MA. 2017. Melioidosis: an emerging infection with fatal outcomes. Indian
Journal of Critical Care Medicine. 21(6): 397-400.
Subronto dan Tjahajati. 2008. Ilmu Penyakit Ternak III (Mamalia) Farmakologi
Veteriner: Farmakodinami dan Farmakokines Farmakologi Klinis.
Yogyakarta(ID): UGM Press.
Subronto. 2008. Ilmu Penyakit Ternak I-b (Mamalia) Penyakit Kulit
(Integumentum) Penyakit-penyakit Bakterial, Viral, Klamidial, dan Prion.
Yogyakarta(ID): UGM Press.
Tauran PM, Sennang N, Rusli B, Wiersinga WJ, Dance D, Arif M,
Limmathurotsakul D. 2015. Emergence of melioidosis in Indonesia. The
American Journal of Tropical Medicine and Hygiene. 93(6): 1160-1163.
White NJ. 2013. Melioidosis and Glanders. Hunter’s Tropical Medicine and
Emerging Infectious Disease. Ninth Edition. Elseviers.