Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN EPILEPSI PADA ANAK


DI POLI ANAK RSUD SLEMAN

Laporan ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Asuhan Keperawatan Individu


PKK Keperawatan Anak Semester V
Dosen pembimbing : Wiwi Kustio,A.Kep.,S.Pd.,MPH

Disusun oleh :
Kiki Paramita 2720162963

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO


YOGYAKARTA
2019

1
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan pendahuluan “Epilepsi” pada anak di Poliklinik Anak RSUD


SLEMAN ini disusun untuk memenuhi tugas mandiri PKK Keperawatran
Anak pada:

Hari :

Tanggal :

Tempat : Poliklinik Anak RSUD Sleman

Praktikan

( Kiki Paramita )

Pembimbing Lahan (CI) Pembimbing Akademik

(……………………… ) (Wiwi Kustio,A.Kep.,S.Pd.,MPH )

2
BAB II

KONSEP DASAR MEDIS

A. Pengertian Epilepsi
Epilepsy adalah kejang yang menyerang seseorang yang tampak
sehat atau sebagai suatu ekserbasi dalam kondisi sakit kronis sebagai
akibat oleh disfungsi otak sesaat dimanifestasikan sebagai fenomena
motorik , sensorik, otonomik atau psikis yang abnormal.
(Satyanegara,2010)
Epilepsy adalah gejala komplek dari gangguan fungsi otak berat
yang dikarakteristikan oleh kejang berulang. Sehingga epilepsy bukan
penyakit tetapi suatu gejala. (Brunner&Sudarth2009)
Definisi fisiologis epilepsy masih beul berubah dari definisi yang
diberikan oleh Hughlings Jackson pada abad ke-19 ; ‘epilepsi adalah
istilah untuk cetusan listrik local pada substansia grisea otak yang terjadi
sewaktu-waktu, mendadak, dan cepat’
Secara klinis, epilepsy merupakan gangguan paroksimal dimana
cetusan neuron kompleks serebri mengakibatkan serangan penurunan
kesadaran, perubahan fungsi motoric atau sensorik, prilaku atau emosional
yang intermiten dan stereotipik. Harus dibedakan antara kejang yang
terjadi sendiri dan tendensi kejang berulang yang berupa epilepsy.

B. Klasifikasi Epilepsi
Epilepsy dikelompokan menjadi 2, yaitu Klasifikasi berdasarkan tipe
bangkitan epilepsy dan Klasifikasi Epilepsi dan sindrom epilepsy.
Penjabaran lengkapnya adalah sebagai berikut :

1. Klasifikasi berdasarkan tipe bangkitan epilepsy


a. Kejang Parsial

3
Kejang parsial merupakan tipe epilepsi paling umum. Perubahan
klinis dan elektroensefalogram pertama menunjukan aktivasi awal
dari sel-sel saraf pada satu bagian hemisfer serebral. Ada 4 tipe
kejang :
1) Kejang dengan gejala motoric
2) Gejala Somatosensoris
3) Gejala Otonom
4) Gejala Psikis
b. Kejang Parsial Kompleks
Ciri paling khas pada parsial kompleks adalah adanya automatisme :
a) Perilaku automatisme dapat berupa gerakan berulag tanpa tujuan
seperti memukul bibir, mengunyah,menepuk bagian tubuh
tertentu, memilih pakaian saat sedang tidur mimpi.
b) Dapat ditemukan perilaku menyimpang dan antisosial.
c) Berlangsung 2-3 mnt tetapi dapat berlangsung hinggan 15 mnt
d) Klien tidak sadar akan aktivitas selama kejang dan dapat
menjadi kebingungan atau mengantuk.
e) Yang berlanjut menjadi kejang umum
f) Berasal dari fokus tertentu dan kemudian pelepasan listrik akan
menyebar diseluruh otak.
g) Klien pertama menunjukan gejala fokal, misalnya satu sisi
wajah bergerak dan kemudian seluruh tubuh akan ikut terlibat.
h) Kesadaran akan hilang jika sinyal listrik menyebar keseluruh
otak.
c. Kejang Umum
Menyebabkan hilangnya kesadaran. Kejang umum melibatkan kedua
hemisfer. Sekitar sepertiga dari kejang adalah kejang umum. Tipe
dari kejang umum :
1) Absens

4
Adalah suatu periode tak tertentu dari sadar dan tidak sadar.
Berlangsung beberapa detik hingga beberapa menit. Terjadi
pada anak anak dan remaja awal.

2) Mioklonik
Melibatkan gerakan menyentak yang tiba-tiba dan tidak dapat di
control, dapat menyebabkan klien terjatuh, kehilangan
kesadaran beberapa saat dan kemudian merasa kebingungan
setelah kejang, sering terjadi pagi hari, sering melaporkan
bahwa mereka menumpahkan kopi saat terjadi kejang ini.
3) Klonik
Gejala klnis meliputi kontraksi dan relaksasi otot ritmik,
berlangsung beberapa menit
4) Tonik
Meliputi peningkatan mendadak dari tonus dan kontraksi otot,
terdapat kehilangan kesadaran dan adanya gejala otonom,
berlangsung 30 detik hingga beberapa menit.
5) Tonik-klonik
Kejang “grand mal”, kejang yang paling berhubungan dengan
epilepsy. Biasa terjadi sebagai berikut : Terjadi kehilangan
kesadaran secara tiba-tiba, pada fase tonik, badan jadi kaku,
klien akan jatuh dengan kaku ke lantai, dapat terdengar tangisan,
pernapasan terganggu sementara dan klien menjadi sianotik,
rahang kaku dan tangan mengepal, rata terbuka lebar,b
erlangsung 30-60 detik, akhir fase ini klien akan bernapas dalam
6) Atonik
Jarang terjadi. Biasanya penderita akan kehilangan kekuatan
otot dan terjatuh secara tiba-tiba
2. Klasifikasi Epilepsi dan sindrom epilepsy
a. Sindrom epilepsi umum
1) Idiopatik
5
2) Simtomatik
b. Sindrom Khusus

C. Etiologi Epilepsi
Epilepsi dapat disebabkan oleh proses apapun yg mengganggu
stabilitas membran sel neuronal. Suatu cedera dapat mengakibatkan
perubahan patologik yang berlangsung lama pada sistem saraf pusat (SSP)
yang mengubah jaringan saraf yang sebelumnya normal menjadi jaringan
hipereksitabel yang abnormal. Epilepsi banyak terjadi saat bayi, dibawah
usia 20 tahun, dan usia diatas 65 tahun. Kejang yang dipalsukan dapat
terjadi pada klien gangguan psikiatris. Disebut sebagai “kejang-semu”
1. Sebagian besar pada anak. Tidak memiliki sebab yang jelas
2. Faktor herediter. Beberapa penyaki yang bersifat heriditer disertai
bangkitan kejang
3. Faktor genetic
4. Kelainan kongenital otak : Atropi, Porensefali, agenesis korpus
kaalosum
5. Gangguan metabolic : Hipiglikemia, Hipikalsemia, Hiponatremia
6. Infeksi. Radang yang disebebkan bakteri atau virus pada otak &
selaputnya
7. Cedera otak Traumatik: Kontusio serebri, Hematoma subaraknoid,
Hematoma subdural
8. Kelainan pembuluh darah: Malformasi/ penyakit kolagen
9. Keracunan: timbal (Pb), kapur barus, fenotiazin

D. Patofisiologi Epilepsi
Otak merupakan pusat penerima pesan (implus sensorik) dan
sekaligus merupakan pusat pengirim pesan (implus motoric). Otak ialah
rangkaian berjuta-juta neuron. Pada hakikatnya tugas neuron ialah
menyalurkan mengolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu
6
dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang
dinamakan neurotransmitter. Acetylcholin dan noreprinefrin adalah
neurotransmitter eksitaktif, sedangkan zat lain yakni GABA (Gama-
amino-butiric-acid) bersifat inhibitor terhadap penyaluran aktivitas listrik
saraf dalam sinaps. Bangkitan epilepsy dicetuskan dalam suatu sumber
daya listrik saran di otak dinamakan focus epileptogenic. Dari focus ini
aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neuron-
neuron di sekitarnya dan demikian selanjutnya samapai seluruh belahan
hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada
keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat
selanjutnya akan menyebar ke bagian tubuh atau anggota gerak tubuh yang
lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan
hemisfer yang mengalami depolarisasi aktivitas listrik dapat merangsang
substansia retikularis dan inti pada thalamus yang selanjutnya akan
menyebarkan implus-implus ke bagian otak yang lain dan dengan
demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yangdisertai penurunan
kesadaran.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksimal yang berlebihan dari
sebuah focus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu
keadan patologis. Aktifitas kejang sebagian bergantung pada lokasi
muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tangah, thalamus dan
korteks sesbrum kemungkinan besar bersifat epileptogenic, sedangkan lesi
di serebrum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang.
Di tingkat membrane sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa
fenomena biokimkiawi, termasuk yang berikut :
1. Instabilitas membrane sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami
pengaktivan.
2. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan
menurun dan apabila terpicu akan melepaskan kekuatan menurun secara
berlebihan.

7
3. Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipolarisasi, atau selang
waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin
atau defisiensi asam GAMA aminobutirat (GABA)
4. Ketidak seimbangan ion yang merubah keseimbangan asam – basa atau
erektolit yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga
terjadi kelainan depolarisasi menurun. Gangguan keseimbangan ini
menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau
depresi neurotransmitter inhibitor.

Perubahan-perubahan metabolic yang terjadi selama dan segera


setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan energy
akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolic secara
drastic meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motoric dapat
meningkat menjadi 1000/detik. Aliran darah otak meningkat, demikian
juga respirasi dan glikolisis jaringan. Atetilcolin muncul di cairan
serebrospinal (CSS) selama dan setelah kejang. Asam glutamate mungkin
mengalami depresi selama aktivitas kejang.

Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsy.


Bukti histopatologi menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat
neurokimiawi bukan structural. Belum ada faktor patologis yang secara
konsisten ditemukan. Kelainan fokal pada metabolisme kalium dan
asetilcolin dijumpai diantara kejang. Focus kejang tampaknya sangat peka
terhadap asetilcolin, suatu neurotransmitter fasilitarorik, focus-fokus
tersebut lambat meningkat dan menyingkirkan asetilcolin.

E. Manifestasi Klinis Epilepsi


1. Kejang Parsial Sederhana
a. satu tangan yang bergetar
b. Mulut terhentak-hentak secara tidak terkontrol
c. Berbicara kacau

8
d. Pening
e. Mengalami penglihatan, suara, bau atau pengecapan yang tidak biasa
tanpa kehilangan kesadaran

2. Kejang parsial Kompleks


a. Tidak dapat bergerak/bergerak secara otomatis tetapi tidak sesuai
waktu dan tempat
b. Mengalami emosi ketakutan
c. Kemarahan
d. Elasi/kesenangan
e. Iritabilitas yang berlebihan
f. Tidak mengingat episode kapan kejang tersebut berakhir
3. Kejang Umum (Kejang Grand Mall)
a. Mengenai kedua hemisfer otak
b. Kekakuan yang intens di seluruh tubuh diikuti dengan perubahan
relaksasi dan kontraksi otot (kontraksi tonik-klonik umum)
c. Lidah terkunyah, pasien mengalami inkontinensia urine dan feses
d. Pergerakan konvulsif berlangsung selama 1 atau 2 menit
e. Pasien kemudian relaks dan terbaring dalam kondisi koma yang
dalam, bernapas dengan berisik

Berdasarkan tanda klinik dan data EEG, kejang pada epilepsi dibagi menjadi:

1. Kejang Umum (generalized seizure)


a. Tonic-clonic convulsion (grand mall)
Pasien tiba-tiba jatuh, kejang, nafas terengah-engah, keluar air liur,
sianosis, ngompol, menggigit lidah terjadi beberapa menit, lemah,
kebingungan, sakit kepala.
b. Abscense attack/lena (petit mal)
Tiba-tiba melotot, matang berkedip-kedip, kepala terkulai beberapa
detik, bahkan tidak disadari.

9
c. Myoclonic seizure
Terjadi pada pagi hari, setelah bangun tidur pasien mengalami
sentakan yang tiba-tiba.

d. Tonic seizure
Jarang terjadi pada pasien tiba-tiba kehilangan kekuatan otot jatuh,
tapi bisa segera recovered
2. Kejang Parsial/focal
a. Simple Partial Seizures
Pasien tidak kehilangan kesadaran terjadi sentakan-sentakan pada
bagian tertentu dari tubuh
b. Complex Partial Seizures
Pasien melakukan gerakan-gerakan tak terkendali, gerakan
mengunyah, meringis, dan lain-lain tanpa kesadaran.

F. Komplikasi Epilepsi
1. Kematian atau kematian mendadak
Kematian, terjadi apabila epilepsi kambuh pada saat penderita
melakukan aktivitas seperti menaiki/menuruni tangga atau
mengendarai kendaraan sehingga barakibart kematian. Kematian
mendadak, beberapa ahli mengemukakan kematian mendadak yang
dialami para penderita epilepsi berkaitan dengan dampak pada
jantung dan pernapasan akibat kejang
2. Keguguran atau kecacatan janin
Epilepsi pada ibu hamil beresiko menggugurkan bayi yang
sedang dikandung dan juga mengancam nyawa sang ibu. Beberapa
jenis obat anti epilepsi pun ada yang beresiko membuat janin
mengalami kecacatan
3. Defisit neurologis atau psikologis

10
Penderita epilepsi dapat merasakan depresi dengan kondisinya
tersebut, gangguan kognitif dan perubahan kepribdian.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah tepi rutin, kadar gula darah dan elektrolit
sesuai indikasi, pemeriksaan cairan serebrospinal. Pemeriksaan cairan
cerebrospinal pada anak dilakukan untuk mendeteksi adanya infeksi
yang merupakan salah satu penyebab dari epilepsi. Hitung darah
lengkap dilakukan pada klien dengan trauma kepala karena dapat terjadi
peningkatan atau penurunan yang mencolok pada jumlah hematokrit
dan trombosit. Elektrolit seperti Ca total, dan magnesium serum sering
kali diperiksa pada saat pertama kali terjadi serangan kejang karena
akan terdapat perubahan pada jumlah elektrolit tersebut., uji glukosa
biasa dilakukan pada bayi dan anak kecil yang mengalami epilepsi
untuk mendeteksi adanya hipoglikemia yang biasanya terjadi.
2. Pemeriksaan Elektroensefalografi (EEG)
Elektroensefalografi melengkapi bukti diagnostik dalam proporsi
substansial dari pasien epilepsy dan membantu dalam
mengklasifikasikan tipe kejang. Kelainan EEG yang sering dijumpai
pada penderita epilepsi disebut epileptiform discharge atau epileptiform
activity.
3. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologis, pada foto tengkorak diperhatikan
kesimetrisan tulang tengkorak, destruksi tulang, kalsifikasi
intrakranium yang abnormal, tanda peninggian tekanan intracranial
seperti pelebaran sutura, erosi sela tursika, pneumoensefalografi dan

11
ventrikulografi untuk melihat gambaran system ventrikel, rongga
subaraknoid, serta gambaran otak, arteriografi untuk melihat keadaan
pembuluh darah otak apakah ada peranjatan, sumbatan, peregangan,
anomali pembuluh darah.
4. Pemeriksaan CT-Scan
Digunakan untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal,
serebro vascular abnormal, dan perubahan degeneratif cerebral.
Pemindaian Ct-scan digunakan mendeteksi perbedaan kerapatan
jaringan yang sering terjadi pada klien dengan epilepsi.
5. Dilakukan pemeriksaan fisik dan neurologi, hematologi dan
pemeriksaan serologic
6. Pemeriksaan jasmani meliputi pemeriksaan pediatric dan neurologis
dan bisa dikonsulkan ke bagian mata, THT, hematologi, endokrinologi,
dan pemeriksaan jasmani lain spt; TTV, janbtung, paru, perut, hati,
limpa dan anggota gerak lainya.

H. Penatalaksanaan Epilepsi
1. Terapi medikamentosa
Merupakan terapi lini pertama yang dipilih dalam menangani
penderita epilepsi yang baru terdiagnosa. Jenis obat anti epilepsi (OAE)
baku yang biasa diberikan di Indonesia adalah obat golongan fenitoin,
karbamazepin, fenobarbital, dan asam valproat. Obat-obat tersebut
harus diminum secara teratur agar dapat mencegah serangan epilepsi
secara efektif. Walaupun serangan epilepsi sudah teratasi, penggunaan
OAE harus tetap diteruskan kecuali ditemukan tanda-tanda efek
samping yang berat maupun tanda-tanda keracunan obat. Prinsip
pemberian obat dimulai dengan obat tunggal dan menggunakan dosis
terendah yang dapat mengatasi kejang
2. Hidantoin
Fenitoin merupakan obat pilihan pertama untuk kejang umum,
kejang tonik-klonik, dan pencegahan kejang pada pasien trauma
12
kepala/bedah saraf. Mekanisme aksi fenitoin adalah dengan
menghambat kanal sodium (Na+) yang mengakibatkan influk
(pemasukan) ion Na+ kedalam membran sel berkurang, dan
menghambat terjadinya potensial aksi oleh depolarisasi terus-menerus
pada neuron.
Efek samping: pada penggunaan fenitoin adalah depresi pada
SSP,sehingga mengakibatkan lemah, kelelahan, gangguan penglihatan
(penglihatan berganda), disfungsi korteks dan mengantuk. Pemberian
fenitoin dosis tinggi = menyebabkan gangguan keseimbangan tubuh
dan nystagmus. Dosis : Dewasa : 300-600mg/hari , Anak : max
300mg/hari
3. Barbiturat
Fenobarbital merupakan obat yang efektif untuk kejang parsial
dan kejang tonik-klonik. Efikasi, toksisitas yang rendah, serta harga
yang murah menjadikan fenobarbital obat yang penting utnuk tipe-tipe
epilepsi ini. Namun, efek sedasinya serta kecenderungannya
menimbulkan gangguan perilaku pada anak-anak. Aksi utama
fenobarbital terletak pada kemampuannya untuk menurunkan
konduktan Na dan K. Fenobarbital menurunkan influks kalsium dan
mempunyai efek langsung terhadap reseptor GABA.
Dosis awal penggunaan fenobarbital 1-3 mg/kg/hari dan dosis
pemeliharaan 10-20 mg/kg 1kali sehari Efek samping SSP merupakan
hal yang umum terjadi pada penggunaan fenobarbital. Terjadi
kelelahan, mengantuk, sedasi, dan depresi. Penggunaan fenobarbital
pada anak-anak dapat menyebabkan hiperaktivitas
4. Deoksibarbiturat
Primidon digunakan untuk terapi kejang parsial dan kejang tonik-
klonik. Primidon mempunyai efek penurunan pada neuron eksitatori.
Efek anti kejang primidon hampir sama dengan fenobarbital, namun
kurang poten. Efek samping yang sering terjadi antara lain adalah

13
pusing, mengantuk, kehilangan keseimbangan, perubahan perilaku,
kemerahan dikulit, dan impotensi
5. Iminostilben
Karbamazepin secara kimia merupakan golongan antidepresan
trisiklik (4). Karbamazepin digunakan sebagai pilihan pertama pada
terapi kejang parsial dan tonik-klonik (11). Karbamazepin menghambat
kanal Na+ (7), yang mengakibatkan influk (pemasukan) ion Na+
kedalam membran sel berkurang (11) dan menghambat terjadinya
potensial aksi oleh depolarisasi terus-menerus pada neuron.
Dosis : <6 tahun 10-20 mg/kg 3 kali sehari, 6-12 tahun dosis awal
200 mg 2 kali sehari dan dosis pemeliharaan 400-800 mg. >12 tahun
dan dewasa 400 mg 2 kali sehari Efek samping yang sering terjadi pada
penggunaan karbamazepin : gangguan penglihatan (penglihatan
berganda), pusing, lemah, mengantuk, mual, goyah (tidak dapat berdiri
tegak) dan Hyponatremia. Resiko terjadinya efek samping tersebut akan
meningkat seiring dengan peningkatan usia
6. Suksinimid
Etosuksinimid digunakan pada terapi kejang absens (11). Kanal
kalsium merupakan target dari beberapa obat antiepilepsi. Etosuksimid
menghambat pada kanal Ca2+ tipe T. Talamus berperan dalam
pembentukan ritme sentakan yang diperantarai oleh ion Ca2+ tipe T
pada kejang absens, sehingga penghambatan pada kanal tersebut akan
mengurangi sentakan pada kejang absens.
Dosis usia 3-6 tahun 250 mg/hari untuk dosis awal dan 20
mg/kg/hari untuk dosis pemeliharaan. Sedangkan dosis pada anak
dengan usia lebih dari 6 tahun dan dewasa 500 mg/hari . Efek samping
penggunaan etosuksimid adalah mual dan muntah, efek samping
penggunaan etosuksimid yang lain adalah ketidakseimbangan tubuh,
mengantuk, gangguan pencernaan, goyah (tidak dapat berdiri tegak),
pusing dan cegukan.
7. Asam valproate
14
Asam valproat merupakan pilihan pertama untuk terapi kejang
parsial, kejang absens, kejang mioklonik, dan kejang tonik-klonik.
Asam valproat dapat meningkatkan GABA dengan menghambat
degradasi nya atau mengaktivasi sintesis GABA.MAsam valproat juga
berpotensi terhadap respon GABA post sinaptik yang langsung
menstabilkan membran serta mempengaruhi kanal kalium. Dosis
penggunaan asam valproat 10-15 mg/kg/hari .
Efek samping yang sering terjadi adalah gangguan pencernaan
(>20%), termasuk mual, muntah, anorexia, dan peningkatan berat
badan. Efek samping lain yang mungkin ditimbulkan adalah pusing,
gangguan keseimbangan tubuh, tremor, dan kebotakan. Asam valproat
mempunyai efek gangguan kognitif yang ringan. Penggunaan fenitoin
dan valproat secara bersamaan dapat meningkatkan kadar fenobarbital
dan dapat memperparah efek sedasi yang dihasilkan. Valproat sendiri
juga dapat menghambat metabolisme lamotrigin, fenitoin, dan
karbamazepin
8. Benzodiazepin
Benzodiazepin digunakan dalam terapi kejang. Benzodiazepin
merupakan agonis GABAA, sehingga aktivasi reseptor benzodiazepin
akan meningkatkan frekuensi pembukaan reseptor GABAA. Dosis
benzodiazepin untuk anak usia 2-5 tahun 0,5 mg/kg, anak usia 6-11
tahun 0,3 mg/kg, anak usia 12 tahun atau lebih 0,2 mg/kg, dan dewasa
4-40 mg/hari . Efek samping yang mungkin terjadi pada penggunaan
benzodiazepin adalah cemas, kehilangan kesadaran, pusing, depresi,
mengantuk, kemerahan dikulit, konstipasi, dan mual
9. Terapi Bedah
Pembedahan diindikasikan ketika epilepsy disebabkan oleh
tumor, abses, atau kista pengangkatan tons epileptolik secara bedah
dilakukan untuk kejang yang berasal dari dalam area otak yang dapat
dieksisi tanpa menimbulkan defek neurologis yang signifikan

15
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN
Anamnese
1. Identitas klien meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada bayi dan
neonatus), jenios kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam masuk RS, nomor register, asuransi
kesehatan, dan diagnosis medis.
2. Keluhan Utama: kejang, demam.
3. Riwayat kesehatan
4. Riwayat keluarga dengan kejang
5. Riwayat kejang demam
6. Tumor intracranial
7. Trauma kepal terbuka, stroke
8. Riwayat kejang
9. Berapa sering terjadi kejang
10. Gambaran kejang seperti apa
11. Apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal
12. Apa yang dilakuakn pasien setelah kejang
13. Riwayat penggunaan obat
14. Nama obat yang dipakai
15. Dosis obat
16. Berapa kali penggunaan obat

16
17. Kapan putus obat
Pemeriksaan fisik
1. B1 (BREATHING)
Inspeksi apakah klien batuk,produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas, dan penngkatan frekuensi
pernapasan yang sering didapatkan pada klien epilepsy disertai
dengan gangguan system pernapasan.
2. B2 (BLOOD)
Pengkajian pada system kardiovaskuler terutama dilakukan pada
klien epilepsy tahap lanjut apabila klien sudah mengalami syok
3. B3 (BRAIN)
Tingkat kesadaran
Tingkat kesedaran klien dan respons terhadap lingkungan adalah
indicator paling sensitive untuk menilai disfungsi system
persarafan. Beberapa system dogunakan untuk membuat peringkat
perubahan dalam kewaspadaan dan kesadaran.
Pemeriksaan fungsi serebral
Status mental: observasi penampilan dan tingkah laku klien, nloai
gaya bicara dan observasi ekspresi wajah, aktivitas motorik pada
klien eplepsi tahap lanjut biasanya mengalami perubahan status
mental seperti adanya gangguan prilaku, alam perasaan dan
persepsi
Pemeriksaan saraf cranial
Saraf I. Biasanya pada klien eplepsi tidak ada kelainan dan fungsi
penciuman
Saraf II. Tes ketajaman penglihatan dalam kondisi normal
Saraf III, IV, dan VI. Dengan alas an yang tidak diketahui, klien
epilepsy mengeluh mengalam fotofobia,( sensitive yang berlebihan
terhadap cahaya )
Saraf V. Biasanya tidak didapatkan paralysis otot wajah dan
reflex kornea biasanya tidak ada kelainan
17
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
simetris.
Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi
Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.
System motorik
Kekutan otot menurun, control keseimbangan dan koordinasi pada
eplepsi tahap lanjut mengalami perubahan

Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan reflex dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum,
dan periosteum, derajat reflex pada respons normal
System sensorik
Basanya didapatkan perasaan raba normal, perasaan suhu normal,
tidak ada perasaan abnormal dipermukaan tubuh, perasaan
propriosetif normal, dan perasaan diskriminatif normal. Pada
rangsang cahaya merupakan tanda khas dari epilepsy. Pascakejang
sering dkeluhkan adanya nyeri kepala yang bersifat akut.
4. B4 (BLADDER)
Pemeriksaan pada system kemih didapatkan berkurangnya volume
output urin, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan
penurunan curah jantung ke ginjal
5. B5 (BOWEL)
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi
asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien pada epilepsy
menurun karena anoreksia dan adanya kejang
6. B6 (BONE)
18
Pada fase akut setelah kejang biasanya ddapatkan adanya
penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik secara umum
sehingga mengganggu aktivitas perawatan diri.

Pemeriksaan Diagnostik
1. CT Scan
Untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal,
serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral
2. Elektroensefalogram(EEG)
Untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan
3. Magnetik resonance imaging (MRI)
4. Kimia darah : hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar
alkohol darah.
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut yang berhubungan dengan nyeri kepala skunder respons
pasca kejang
2. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan konfusi, malas
bangun sekunder respon pasca kejang
3. Ketakutan b/d terjadinya kejang berulang
4. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan depresi akibat
epilepsy
5. Resiko injury dengan aktivitas kejang berulang
K. INTERVENSI KEPERAWATAN

Nyeri akut yang berhubungan dengan nyeri kepala skunder respons


pascakejang

19
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam setelah diberikan intervensi keperawatan
keluhan nyeri berkurang/rasa sakit terkontrol

Kriteri hasil : klien dapat tidur dengan tenang, wajah rileks dank lien
memverbalisasikan penurunan rasa sakit

Intervensi Rasional

Usahakan membuat lingkungan yang Menurunkan reaksi terhadap


aman dan tenang rangsangan eksternal atau sensitivitas
terhadap cahaya dan menganjurkan
klien untuk beristirahat

Lakukan manajemen nyeri, dengan Membantu menurunkan stimulasi


metode distraksi dan relaksasi napas sensasi nyeri
dalam

Lakukan latihan gerak aktif atau pasif Dapat membantu relaksasi otot-otot
sesuai kondisi dengan lembut dan yang tegang dan dapat menurunkan
hati-hati rasa sakit/tidak nyaman

Kolaborasi pemberan analgetik Untuk menurunkan rasa sakit.

Catatan : narkotika merupakan


kontraindikasi karena berdampak
tehadap status neurologis sehingga
sukar untuk dikaji

Koping individu tidak efektf yang berhubungan dengan depresi akibat


epilepsy

Tujuan : dalam waktu 1x24 jam setelah intervensi harga diri klien meningkat

Criteria hasil : mampu mengkomunikasikan dengan orang-orang terdekat

20
tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi, mampu menyatakan
penerimaan diri terhadap situasi, mengakui dan menggabungkan perubahan ke
dalam konsep diri dengan cara akurat tanpa harga diri yang negative

Intervensi Rasional

Kaji perubahan dari gangguan persepsi Menentukan bantuan individual


dan hubungan dengan derajat dalam menyusun rencana perawatan
ketidakmampuan atau pemilihan intervensi

Identifikasi arti dari kehilangan atau Beberapa klien dapat menerima dan
disfungsi pada klien mengatur perubahan fungsi secara
efektif dengan sedikt penyesuaian
diri, sedangkan yangn lain
mempunya kesulitan
membandingkan, mengenal, dan
mengatur kekurangan

Anjurkan klien untuk Menunjukkan penerimaan,


mengekspresikanperasaan termasuk membantu klien untuk mengenal
hostlty dan kemarahan dan mula menyesuaikan dengan
perasaan tersebut

Catat ketika klien menyatakan Mendukung penolakan terhadap


terpengaruh seperti sekarat atau bagian tubuh atau perasaan negative
mengingkari dan menyatakan inilah terhadap gambaran tubuh dan
kematian kemampuan yang menunjukan
kebutuhan dan intervensi serta
dukungan emosional

Pernyataan pengakuan terhadap Membantu klien untuk melihat


penolakan tubuh, mengingatka kembali bahwa perawat menerima kedua
fakta kejadian tentang realitas bahwa bagian sebagai bagian dari seluruh

21
masih dapat menggunakan sisi yang tubuh. Mengizinkan klien untuk
sakit dan belajar mengontrol sisi yang merasakan adanya harapan dan
sehat. mulai menerima situasi yang baru

Bantu dan anjurkan perawatan yang Membantu meningkatkan perasaan


baik dan memperbaiki kebiasaan harga diri dan mengontrol lebih dari
satu area kehdupan

Anjurkan orang yang terdekat untuk Menghidupkan kembali perasaan


mengizinkan klien melakukan hal kemandirian dan membantu
untuk dirinya sebanyak-banyaknya perkembangan harga diri serta
mempengaruhi proses rehablitasi

Dukung perilaku atau usaha seperti Klien dapat beradaptasi tehadap


peningkatan minat atau partisipasi perubahan dan pengertian tentang
dalam aktivitas rehabilitasi peran individu masa mendatang

Monitor gangguan tidur peningkatan Dapat mengindikasikan terjadinya


kesulitan konsentrasi, letargi, dan depresi umumnya terjadi sebagai
withdrawal pengaruh dari stroke dimana
memerlukan intervensi dan evaluasi
lebih lanjut

Kolaborasi : rujuk pada ahli Dapat memfasilitasi perubahan


neuropsikologi dan konseling bila ada peran yang penting untuk
indikasi perkembangan perasaan

Resiko tinggi injuri yang berhubungan dengan kejang berulang

Tujuan : dalam waktu 1x24 jam perawatan klien bebas dari injuri yang
disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran

Criteria hasil : klien dan keluarga mengetahui pelaksanaan kejang,

22
menghindari stimulus kejang, melakukan pengobatan teratur untuk
menurunkan intensitas kejang

Intervensi Rasional

Kaji tngkat pengetahuan klien dan Data dasar untuk intervensi


keluarga cara penanganan saat kejang selanjutnya

Ajarkan klien dan keluarga metode Orang tua dengan anak yang pernah
mengontrol demam mengalami kejang demam harus
diintstrusikan tentang metode untuk
mengontrol demam ( kompres dingin,
obat antipiretik )

Anjurkan kontroling pasca cedera Cedera kepala merupakan salah satu


kepala penyebab utama yang dapat dicegah.
Malalui program yang memberikan
keamanan yang tinggi dan tindakan
pencegahan yang aman, tetapi juga
mengembangkan pencegahan
epilepsy akibat cedera kepala

Anjurkan keluarga agar Melindungi klien bla terjadi kejang


mempersiapkan lingkungan yang
aman sepert batasan ranjang, papan
pengaman, dan alat suction selalu
berada dekat klien

Anjurkan untuk menghndari rangsang Klien mengalami peka terhadap


cahaya yang berlebihan rangsang cahaya yang silau. Dengan
menggunakan kaca mata hitam atau
menutup salah satu mata dapat
membantu mengontrol masalah ini

23
Anjurkan mempertahankan bedrest Mengurang resiko jatuh, jika vertigo,
total selama fase akut sncope, dan ataksia terjadi

Kolaborasi pemberian terapi fenitoin Untuk mengontrol menurunkan


(dilantin) respons kejangb berulang

DAFTAR PUSTAKA

Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Nanda Nic-Noc. Jilid 1. Jakarta

Brooker. 2011. Kamus saku keperawatan, Edisi 31. Jakarta;EGC.

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume 3.
Jakarta : EGC

Catherino, Jeffrey M. 2003. Emergency Medicine Handbook. USA: Lippincott


Williams

Diakses pada tanggal 2 Juni 2018 http://www.aafp.org/afp/2003/0801/p469.pdf

Diakses pada tanggal 2 Juni 2018 https://books.google.co.id/books?id=-


8fn_73yc6cC&pg=PA79&dq=epilepsi&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjQh
JSb247UAhULvY8KHc9KAggQ6AEIPzAG#v=onepage&q=epilepsi&f=f
alse

Dorland. 2002 .Kamus Saku Kedokteran. Jakarta:EGC

Nurarif & Kusuma. 2015. Nanda Noc-nic, Edisi 1. Jogja;Mediaction.

Price, Sylvia A & Lorraine M. Wilson.1994.Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit.Jakarta:EGC

Scheets,Lynda J.2002.Panduan Belajar Keperawatan Emergency.Jakarta: EGC

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta:EGC
24
Wong. Dona, 2012. Pedoman Medis Keperawatan Pediatrik, EGC, Jakarta

25

Anda mungkin juga menyukai