Cleaning dan sanitizing merupakan aspek yang paling penting dari program sanitasi.
Prosedur tersebut harus dikembangkan untuk semua permukaan yang kontak dengan produk
pangan (peralatan dll.) serta untuk permukaan non pangan seperti pendingin, pemanas, dinding,
ventilasi. Dan hal-hal lain yang dapat mempengaruhi keamanan pangan.
Tujuan cleaning dan sanitizing adalah untuk menghilangkan bahan-bahan yang dapat
menumbuhkan bakteri dan juga untuk membunuh bakteri yang hadir. Peralatan harus dibersihkan,
dikeringkan dan disimpan ditempat yang kering sehingga mencegah pertumbuahn bakteri.
CLEANING EMBERSIHAN
Berdasarkan peralatan yang digunakan ada beberapa metode pembaersihan antara lain :
3. Clean in Place (CIP): pembersihan untuk permukaan bagian dalam tanki dan pipa.
Larutan kimia dimasukan ke dalam sirkut tanki untuk membersihkan bagian dalam.
Waktu, suhu dan tekanan kimia di ubah2 sesuai kebutuhan untuk mencapai
pembersihan yang maksimal.
4. Clean Out Of Place (COP): pembersihan yang dilakukanuntuk suku cadang mesin
yang dapat dilepas. Pembersihan dilakukan di wadah berisi cairan kimia yang
dipanaskan.
Tertulis harus mengatur : Area dan peralatan yang dibersihkan Prosedur pembersihan dan
sanitasi untuk setiap area dan peralatannya Frekuensi pembersihan dan sanitasi di antara lot,
penggantian produksi produk, saat pabrik tidak beroperasi atau saat peralatan baru masuk
Pencegahan untuk minimalisasi kontaminasi dan pencegahan mikroorganisme Personil yang
ditugaskan untuk membersihkan.
1. Cuci kering;
2. Pra-bilas;
4. Pasca-bilas; dan
5. Sanitasi
8. Berputar kotoran
2. Tegangan lebih rendah pada permukaan dan pada mesin yang sensitif
Ada 4 faktor terkait yang berefek pada proses pembersihan. Ketika menentukan prosedur
pembersihan harap mempertimbangkan:
1. Waktu pembersihan
2. Suhu
4. Tekanan mekanis
Kotoran bahan pangan diartikan sebagai hal yang tidak diinginkan pada permukaan yang
kontak dengan bahan pangan. Kotoran tersebut dapat nampak ataupun tak nampak. Mineral
dari residu air dan komponen bahan pembersih dapat menimbulkan lapisan pada permukaan
peralatan, lapisan mikroorganisme juga dapat menjadi kotoran di permukaan.
Deterjen dan bahan pembersih biasanya terdiri dari campuran bahan-bahan yang
berinteraksi dengan kotoran dengan beberapa cara, yakni :
1) Secara fisik, bahan aktif akan mengubah karakteristik fisik dari kotoran seperti
kelarutan dan kstabialan koloid.
2) Secara kimia, bahan aktif akan meodifikasi komponen kotoran untuk membuat
mereka lebih mudah larut dengan demikian akan mudah untuk menghilangkannnya. Ada
juga penambahan beberapa enzim yang dapat menurunkan komponen makanana tertentu.
a. Waktu kontak
Waktu kontak minimum 2 menit untuk peralatan dan perlengkapan, kemudian ada
waktu selang 1 menit setelah kontak tersebut, sebelum alat digunakan.
b. Suhu
Laju pertumbuhan mikroflora dan laju kematian disebabkan oleh bahan kimia akan
meningkat dengan naiknya suhu. Akan tetapi suhu yang lebih tinggi, umumnya akan
menurunkan tegangan permukaan, meningkatkan pH, menurunkan viskositas, dan
menimbulkan perubahan-perubahan lain yang dapat memperkuat daya bakterisidalnya.
Pada umumnya kecepatan sanitasi akan sangat melebihi laju pertumbuhan bakteri,
sehingga efek terakhir dari peningkatan suhu adalah untuk meningkatkan kecepatan
destruksi bakteri.
Suhu optimum praktis untuk sanitasi adalah 70 - 100°F (21,1 - 37,8°C). Kenaikan suhu
18°C umumnya akan mengubah efektivitas dua kali lipat. Yodium bersifat mudah
menguap dan hilang dengan cepat pada suhu di atas 120°F (48,9°C) atau khlorin
menjadi sangat korosif pada suhu lebih dari 120°F. Beberapa sanitaiser tidak efektif
pada suhu 40°F (4,4°C) atau di bawahnya.
c. Konsentrasi
d. pH
Merupakan faktor kunci dalam efisiensi sanitaiser. Perubahan pH yang kecil saja sudah
dapat mengubah aktivitas antimikroba dari sanitaiser. Senyawa-senyawa khlorin dan
yodium umumnya menurunkan efektivitasnya dengan kenaikan pH. Khlorin akan
kehilangan efektivitas dengan cepat pada pH lebih dari 10, sedangkan Yodium pada pH
lebih dari 5.0. Pada umumnya makin tinggi pH, sanitaiser makin kurang efektif, kecuali
quat (quaternary ammonium compounds) paling efektif pada pH agak basa (pH 7 - 9).
e. Kebersihan alat
Alat harus benar-benar bersih agar diperoleh kontak yang baik antara sanitaiser dengan
permukaan alat. Di samping itu senyawa hipoklorit, senyawa khlorin lain, senyawa
yodium, dan sanitaiser lain dapat bereaksi dengan bahan organik dari cemaran yang
belum dihilangkan dari peralatan dan menurunkan efektivitasnya.
f. Kesadahan air
Bila air terlalu sadah (lebih dari 200 ppm kalsium), jangan menggunakan senyawa quat
kecuali bila digunakan juga senyawa sequestering atau chelating. Pencampuran
senyawa quat mampu mengimbangi kesadahan hingga 500 ppm. Bila tidak ada senyawa
sequestering, air sadah akan membentuk lapisan pada permukaan alat. Sanitaiser
dengan efektivitas optimum pada pH rendah (2 - 3) seperti iodophores, juga kurang
efektif pada air sadah karena pH air akan naik. Efektivitas bakterisidal dari hipoklorit
tidak dipengaruhi oleh air sadah, tetapi dalam air yang sangat sadah (500 ppm) dapat
terbentuk endapan.
g. Incompatible agents
Kontaminasi khlorin atau yodium dengan deterjen alkali akan menurunkan efektivitas
dengan cepat, karena pH akan naik. Kontaminasi senyawa quart dengan
senyawa-senyawa asam (misal deterjen anionik dan beberapa fosfat), menyebabkan
quart tidak efektif.