Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN AKTIVITAS

AKIBAT PATOLOGIS SISTEM MUSKULOSKELETAL


“AMPUTASI”
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II yang diampu oleh Bapak
Achlish Abdillah, S.ST, M.Kes

Disusun Oleh :
RATIH WIDYAWATI EKA SAPUTRI NIM. 172303101017
RINA YULIA AYU ANDARI NIM. 172303101020
VIQI FAUZIATUL ROIFAH NIM. 172303101034

KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN TINGGI


PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keperawatan secara holistik akan memandang masalah yang di hadapi pasien melalui
berbagai aspek hidup yaitu biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Masalah yang di hadapi
oleh pasien yang mengalami amputasi tidak hanya pada upaya memenuhi kebutuhan fisik
semata, tetapi lebih dari itu, perawat berusaha untuk mempertahankan intregitas diri pasien
secara utuh, sehingga tidak menimbulkan komplikasi fisik selama kegiatan intraoperatif, tidak
mengakibatkan gangguan mental, pasien dapat menerima dirinya secara utuh dan diterima dalam
masyarakat.(Harnawatia, 2008)
Amputasi merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk menyelamatkan seluruh tubuh
dengan mengorbankan bagian tubuh yang lain. Terdapat berbagai sebab mengapa dilakukan
amputasi. 70% amputasi dilakukan karena penyumbatan arteri yang sebagian besar disebabkan
oleh diabetes militus, 3% amputasi dilakukan karena adanya trauma, 5% amputasi dilakukan
karena adanya tumor dan 5% lainnya karena cacat kongenital. Kehilangan ekstremitas atas
memberikan masalah yang berbeda bagi pasien dari pada kehilangan ekstemitas bawah karena
ekstremitas atas mempunyai fungsi yang sangat spesial . Amputansi dapat di anggap sebagai
jenis pembedahan rekonstruksi dratis dan di gunakan untuk menghilangkan gejala memperbaiki
fungsi dan menyelamatkan atau memperbaiki kualitas hidup pasien.
Bila tim perawat kesehatan mampu berkomunikai dengan gaya positif maka pasien akan
lebih mampu menyesuaikan diri terhadap amputasi dan berpatisipasi aktif dalam rencana
rehabilitas karena kehilangan ekstremitas memerlukan penyusuaian besar. Persepsi pasien
mengenai amputasi harus di pahami oleh tim perawat kesehatan. Pasien harus menyesuaikan diri
dengan adanya perubahan citra diri permanen, yang harus di selaraskan sedemikian rupa
sehingga tidak akan menimbulkan harga diri rendah pada pasien akibat perubahan citra tubuh.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana tinjauan penyakit dari amputasi?
b. Bagaimana tinjauan keperawatan dari amputasi?
1.3 Tujuan
a. Mengetahui tinjauan penyakit dari amputasi.
b. Mengetahui tinjauan keperawatan dari amputasi.

BAB II
TINJAUAN KEPERAWATAN

2.1 Definisi
Amputasi adalah tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau
seluruh bagian ekstremitas yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir ketika
masalah yang terjadi pada ekstremitas tidak dapat diperbaiki dengan teknik lain
atau kondisi organ dapat membahayakan tubuh pasien.
Amputasi merupakan pengangkatan kaki melalui pembedahan karena
trauma, penyakit, tumor, atau anomaly kongenital; terkelupasnya kulit secara
umum diperbaiki kembali untuk memudahkan penyembuhan dan penggunaan alat
prostetik.
Amputasi dapat juga disebut pembuangan/pengangkatan/pemotongan
sebagian anggota tubuh atau anggota gerak akibat trauma, gangguan peredaran
darah, osteomyelitis, dan kanker melalui proses pembedahan. Tindakan ini
melibatkan beberapa system tubuh, diantaranya system integument, system
persarafan, system musculoskeletal, dan system kardiovaskular.

2.2 Etiologi
Etiologi amputasi adalah sebagai berikut:
a) Iskemia : penyakit vascular perifer (sering terjadi sebagai gejala sisa
Diabetes Melitus), gangrene, tumor ganas, infeksi, dan arteriosclerosis.
b) Trauma : Perang, thermal injury seperti luka bakar, dan cedera.

2.3 Klasifikasi
Jenis amputasi terdiri atas:
a) Amputasi guillotine: amputasi ini dilakukan pada saat darurat jika
penyembuhan primer luka tidak mungkin berlangsung karena kontaminasi
atau infeksi berat.
b) Amputasi definitif: amputasi ini hanya dilakukan pada kasus anggota
tubuh yang hancur.

Berdasarkan pelaksanaannya, amputasi dibedakan menjadi:


a) Amputasi selektif/rencana: amputasi ini dilakukan pada penyakit yang
terdiagnosis dan mendapatkan penanganan yang baik serta terpantau
secara terus menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan
alternative terakhir.
b) Amputasi akibat trauma: amputasi ini terjadi akibat trauma dan tidak
direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi
amputasi dan memperbaiki kondisi umum klien.

Berdasarkan tempatnya, amputasi dibagi menjadi:


a) Amputasi pada ekstremitas superior: jari tangan, sekitar pergelangan
tangan (amputasi transkarpal), lengan bawah bagian distal atau 1/3
proksimal, lengan atau daerah suprakondilar atau proksimal suprakondilar
dan bahu.
b) Amputasi pada ekstremitas inferior: paha, lutut, dan kaki.
2.4 Patofisiologi
Amputasi disebabkan oleh beberapa factor, antara lain penyakit vascular
perifer (penyakit pada pembuluh darah), trauma karena kecelakaan, tumor ganas
seperti osteosarcoma (tumor tulang), dan kongenital (bawaan sejak lahir).
Amputasi sendiri berarti diskontinuitas jaringan tulang dan otot yang
dapat mengakibatkan putusnya pembuluh darah dan saraf serta kehilangan bgian
tubuh. Terputusnya pembuluh darah dan saraf ini menimbulkan rasa nyeri yang
sering kali menyebabkan resiko infeksi pada luka yang ada dan hambatan
mobilitas fisik yang dapat menimbulkan risiko kontraktur fleksi pinggul atau
sendi lainnya yang bagian tubuh di sekitar sendi tersebut diamputasi. Selain
disebabkan oleh nyeri, hambatan mobilitas fisik juga disebabkan oleh kehilangan
bagian tubuh, terutama pada ekstremitas bawah. Kehilangan bagian tubuh juga
dapat menimbulkan stress emosional karena gangguan psikologis yang
disebabkan oleh perubahan struktur tubuh yang berdampak pada timbulnya
gangguan citra tubuh dan penurunan asupan oral. Penurunan asupan oral ini
menyebabkan kurangnya pemenuhan nutrisi dan terjadi kelemahan fisik serta
resiko penyembuhan luka yang lambat. Pasien yang diamputasi mengalami
imobilisasi yang menyebabkan penekanan saraf simpatis dan penurunan
katekolamin dalam darah sehingga terjadi penurunan kecepatan metabolism basal,
suplai oksigen dan nutrisi pada jaringan menurun, pembuangan sisa metabolism
juga terganggu sehingga terjadi penurunan kekuatan otot. Tirah baring yang lama
mengakibatkan penekanan pada tubuh bagian bawah sehingga terjadi penutunan
suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini dibiarkan menyebabkan iskemia,
hyperemia, dan decubitus.

penyakit vascular perifer (penyakit pada pembuluh


darah), trauma karena kecelakaan, tumor ganas
seperti osteosarcoma (tumor tulang), dan kongenital
(bawaan sejak lahir).

Amputasi
Perubahan struktur Terputusnya Imobilisasi
tubuh kontinuitas jaringan

Gangguan citra tubuh Penekanan Penekanan saraf


Nyeri jaringan simpatis

Stress emosional
Penurunan suplai Penurunan
darah dan nutrisi katekolamin
Penurunan asupan oral ke jaringan

Iskemia jaringan Penurunan


kecepatan
Risiko gangguan
metabolism basal
nutrisi

Decubitus Imobilisasi

Kelemahan Risiko
fisik gangguan
penyembuhan
luka

2.5 Manifestasi Klinis

1. Kecepatan metabolism menurun


Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan
pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan
kecepatan metabolisme basal.
2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari
anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan
pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah
sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien
sehingga menyebabkan kecemasan yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus
posterior untuk menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.
3. Sistem respirasi
a. Penurunan kapasitas paru
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot
intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi
maksimal dan ekspirasi paksa.
b. Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio
ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi
peningkatan metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.
c. Mekanisme batuk tidak efektif
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga
sekresi mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu
gerakan siliaris normal.
4. Sistem Kardiovaskuler
a. Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan
mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien
dengan immobilisasi.
b. Penurunan cardiac reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan
waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.
c. Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana anterior
dan venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada
vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah
yang bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk
memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah menurun, akibatnya klien merasakan
pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan pingsan.
5. Sistem Muskuloskeletal
a. Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai
O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan
sisa metabolisme akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.
b. Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan
fungsi persarafan.Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.
c. Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya
keterbatasan gerak.
d. Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan
organik dan anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.
6. Sistem Pencernaan
a. Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi
kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan
kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu makan.
b. Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter
anus menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon,
menjadikan faeces lebih keras dan orang sulit buang air besar.
7. Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada
dalam keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal
banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan :
a. Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.
b. Banyaknya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman dan
dapat menyebabkan ISK.
8. Sistem integument
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong
akan tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke
jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali
jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.

2.6 Pemeriksaan Penunjang


a) Laboratorium
1) Tekanan oksigen transkutan membantu menentukan tingkat
terendah dilakukannya amputasi untuk pemeliharaan maksimal
kekuatan ekstremitas dan keberhasilan penyembuhan.
2) Protein C-kreatif , penting jika osteomielitis atau sepsis dicurigai
atau diketahui sebagai factor dalam mempertimbangkan amputasi.
Kadar lebih dari 8 mg/L (normal:0, positif>1:2titer)
mengindikasikan infeksi berat
3) Hitung/diferensial sel darah putih, peningkatan (normal: 4.500-
10.000 µL) dan “pergeseran ke kiri” menunjukkan proses infeksi.
b) Pencitraan
1) Sinar-X mengidentifikasi abnormalitas skeletal, trauma, atau massa
atau tumor
2) CT Scan mengidentifikasi jaringan lunakmdan dekstruksi tulang,
lesi neoplastic, osteomyelitis, dan pembentukan hematoma
3) Angiografi dan pemeriksaan aliran darah dapat membantu
memprediksi kemungkinan penyembuhan jaringan setelah
amputasi
4) Ultrasonografi Doppler, laser Doppler flowmetry menentukan
keadekuatan mikrosirkulasi kulit, dan membantu memprediksi
viabilitas jaringan atau otot dan penyembuhan luka primer
5) Termografi, semakin rendah perbedaan diantara dua hasil
pemeriksaan, semakin besar peluang untuk sembuh.
c) Prosedur diagnostic
Biopsy menegaskan diagnosis massa benigna atau maligna.

2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan dalam penangan pasien dengan amputasi
yaitu

1. Tingkatan amputasi
Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai
penyembuhan dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasarkan dua faktor :
peredaran darah pada bagian itu dan kegunaan fungsional misalnya (sesuai
kebutuhan protesis), status peredaran darah eksterimtas dievaluasi melalui
pemerikasaan fisik dan uji tertentu. Perfusi otot dan kulit sangat penting untuk
penyembuhan. Floemetri dopler penentuhan tekanan darah segmental dan tekanan
persial oksigen perkutan (pa02). Merupakan uji yang sangat berguna angiografi
dilakukan bila refaskulrisasi kemungkinan dapat dilakukan.
Tujuan pembedahan adalah memepertahankan sebanyak mungkin tujuan
ekstrmitas konsisten dengan pembasmian proses penyakit. Mempertahankan lutut
dan siku adalah pilihan yang diinginkan. Hampir pada semua tingkat amputasi
dapat dipasangi prostesis.
Kebutuhan energi dan kebutuhan kardovaskuler yang ditimbulkan akan
menigktkan dan mengunaka kursi roda ke prostesis maka pemantauan
kardivaskuler dan nutrisi yang kuat sangat penting sehingga batas fisiologis dan
kebutuhan dapat seimbang.

2. Penatalaksanaan sisa tungkai


Tujuan bedah utama adalah mencapai penyembuhan luka amputasi
menghasilkan sisa tungkai puntung yang tidak nyeri tekan dan kuli yang sehat
untuk pengunaan prostesis, lansia mungkin mengalami keterlambatan
penyembuhan luka karena nutrisi yang buruk dan masalah kesehatan lainnya.

Perawatan pasca amputasi yaitu :

1. Pasang balut steril tonjolan-tonjolan hilang dibalut tekan pemasangan


perban elastis harus hati-hati jangan sampai konstraksi putung di
proksimlnya sehingga distalnya iskemik.
2. Meningikan pungtung dengan mengangkat kaki jangan ditahn dengan bantal
sebab dapat menjadikan fleksi kontraktur pada paha dan lutut.
3. Luka ditutup drain diangkat setelah 48-72 jam sedangkan putung tetap
dibalut tekan, angkta jahitan hari ke 10 sampai 11.
4. Amputasi bawah lutut tidak boleh mengantung dipinggir tempat tidur atau
berbaring atau duduk lama dengan fleksi lutut.
5. Amputasi diatas lutut jangan dipadang bantal diantara paha atau
memberikan abdukasi putung, mengatungnya waktu jalan dengan kruk
untuk mencegah kostruktur lutut dan paha.

2.8 Komplikasi
Komplikasi dari amputasi meliputi perdarahan infeksi dan kerusakan kulit.
Karena adanya pembuluh darah besar yang dipotong dapat terjadi perdarahan
masif. Infeksi merupakan infeksi pada semua pembedahan dengan peredaran
darah buruk atau kontaminasi luka setelah amputasi traomatika resiko infeksi
meningkat peyembuhan luka yang buruk dan iritasi akibat protesis dapat
menyebabkan kerusakan kronik.
Komplikasi amputasi:

1. Perdaran, terjadi karena pemotongan pembuluh darah besar yang menyebabkan


perdarahan masif.
2. Infeksi, terjadi karena kontaminasi.
3. Kerusakan kulit, terjadi karena proses luka buruk dan terjadi iritasi.
BAB III
TINJAUAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

a. Identitas Diri Klien


Meliputi tanggal pengkajian, ruangan, nama (inisial), nomor MR, umur, pekerjaan,
agama, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk RS, alasan masuk RS, cara masuk RS,
penanggung jawab.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Biasanya pada klien dengan amputasi keluhan utamanya yaitu klien
mengatakan nyeri pada luka, mengalami gangguan pada sirkulasi dan
neurosensori, serta memiliki keterbatasan dalam beraktivitas.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
kaji kapan timbul masalah, riwayat trauma, penyebab, gejala (tiba-
tiba/perlahan), lokasi, obat yang diminum, dan cara penanggulangan
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji apakah ada kelainan muskuloskeletal (jatuh, infeksi, trauma dan fraktur),
kaji apakah ada riwayat penyakit Diabetes Mellitus, penyakit jantung,
penyakit gagal ginjal dan penyakit paru.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga yang pernah mengalami penyakit yang
sama, kaji apakah ada anggota keluarga yang merokok ataupun menggunakan
obat-obatan.

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik.


2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal :
kehilangan ekstremitas.
3. Ganguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur tubuh.
4. Resiko Infeksi berhubungan dengan penyakit kronis.
3.3 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC


1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Managemen Nyeri
berhubungan dengan keperawatan selama 2x 24 Independen
agens cedera fisik. jam nyeri berkurang dengan : - Dokumentasikan
lokasi dan intensitas
Kriteria Hasil : nzeri (skala 1-10,
 Mampu mengontrol atau skala yang
nyeri mirip)
 Mampu mengenali - Tinggikan bagian
nyeri yang diamputasi
 Mampu menggunakan dengan sedikit
teknik non meninggikan kaki
farmakologi untuk tempat tidur atau
mengurangi nyeri menggunakan bantal
 Melaporkan bahwa - Beri atau tingkatkan
nyeri berkurang tindakan
dengan menggunakan kenyamanan umum
manajemen nyeri - Investigasi laporan
 Menyatakan rasa nyeri progresif atau
nyaman setelah nyeri nyeri yang
berkurang terlokalisasi dengan
buruk zang tidak
mereda dengan
analgesik
- Akui realitas nyeri
dengan ekstremitas
residual dan nyeri
fantom dan bahwa
modalitas akan
dicoba untuk
meredakan nyeri
Kolaboratif
- Beri medikasi
sesuai indikasi
- Analgesik opioid
misalnya
morfin,sulfat.
- Antidepresan
misalnya
amitripitilin,
nortriptrilin,
duloksetin.
- Instruksikan dan
pantau penggunaan
analgesis dikontrol
pasien
2 Hambatan mobilitas Setelah dilakukan tindakan Perawatan Amputasi
independen
fisik berhubungan keperawatan selama 2x 24
hambatan mobilitas fisik - Beri perawatan
dengan gangguan teratasi dengan : ekstremitas residual
secara rutin
muskuloskeletal :
misalnya inspeksi
kehilangan Kriteria Hasil : area, bersihkan dan
 Klien meningkat keringkan area
ekstremitas. dalam aktivitas fisik secara menyeluruh
 Mengierti tujuan dari dan bungkus
peningkatan mobilitas kembali ekstremitas
 Bantu untuk residual dengan
mobilisasi (walker) balutan elastik
- Ukur lingkar
ekstremitas secara
berkala
- Bantu melakukan
latihan nrentang
pergerakan sendi
- Anjurkan latihan
aktif dan isometrik
untuk ekstremitas
yang tidak
diamputasi
- Demonstrasikan /
bantu teknik
pemindahan dan
penggunaan alat
bantu mobilitas
seperti rekstok
gantung, kruk, atau
walker.
- Bantu klien
melanjutkan latihan
otot praoperasi
sesuai kemampuan
atau ketika
diiyinkan turun dari
tempat tidur
- Minta klien untuk
melakukan latihan
penyesuaian
ekstremitas residual
Kolaboratif
- Rujuk ke tim
rehabilitasi misalnza
terapi fisik
- Okupasional serta
spesialis prostetik
- Beri matras busa
atau matras apung

3. Ganguan citra tubuh Setelah dilakukan asuhan Managemen Nutrisi


berhubungan dengan selama 2x24 gangguan citra - Kaji secara verbal
perubahan struktur tubuh teratasi dengan dan non verbal
tubuh Kriteria Hasil : respon klien
 Body image positif terhadap tubuhnya
 Mampu - Jelaskan tentang
mengidentifikasi pengobatan,
kekuatan personal perawatan,
 Tidak terjadi kemajuan dan
pengurangan berat prognosis penyakit
badan yang berarti - Dorong klien
mengungkapkan
perasaannya

4 Resiko Infeksi Setelah dilakukan asuhan Perawatan Luka


selama 2x24 risiko infeksi Independen
berhubungan dengan
tubuh teratasi dengan  Evaluasi risiko
penyakit kronis. Kriteria Hasil : infeksi klien
 Mencapai  Pertahankan
penyembuhan luka tindakan higiene
tepat waktu tangan zang ketat,
 Bebas dari dengan
drainase purulen menggunkana sabun
atau eritema dan dan air atau sabun
afebril antibakeri, sebelum
dan sesudah
perawatan klien
 Pertahankan teknik
aseptik ketika
mengganti balutan
dan merawat luka
 Inspeksi luka
dengan mencatat
kemerahan dan
hangat yang
berlebihan dan
balutan setiap hari
atau sesuai program
 Tutup balutan
dengan plastik
ketika menggunakan
pispot atau jika
inkontinensia
 Pajankan
ekstremitas residual
ke udara dan cuci
dengan sabun ringan
dan air stelah
balutan dilepas
 Pantau TTV
Kolaboratif
- Lakukan
pemeriksaan kultur
dan sensitivitas luka
dan drainase jika
tepat
- Beri antibiotik,
sesuai indikasi

3.4 Implementasi Keperawatan


Tanggal DIAGNOSA Jam Implementasi paraf
Nyeri akut  meninggikan dan dukung
berhubungan dengan ekstremitas yang terkena
agens cedera fisik.  mengevaluasi keluhan
nyeri/ketidak nyamanan
 mendorong klien untuk
mendiskusikan masalah dengan
cedera
 memberikan obat sesuai dengan
indikasi ; narkotik dan
analgesik non narkotik
(tramadol)

Hambatan mobilitas  memberi perawatan ekstremitas


residual secara rutin Ukur
fisik berhubungan
lingkar ekstremitas secara
dengan gangguan berkala
muskuloskeletal :  membantu melakukan latihan
nrentang pergerakan sendi
kehilangan
 menganjurkan latihan aktif dan
ekstremitas. isometrik untuk ekstremitas
yang tidak diamputasi
 mendemonstrasikan / bantu
teknik pemindahan dan
penggunaan alat bantu mobilitas
seperti rekstok gantung, kruk,
atau walker.
 membantu klien melanjutkan
latihan otot praoperasi sesuai
kemampuan atau ketika
diiyinkan turun dari tempat
tidur

Ganguan citra tubuh  mengkaji secara verbal dan non


berhubungan dengan verbal respon klien terhadap
perubahan struktur tubuhnya
tubuh  menjelaskan tentang
pengobatan, perawatan,
kemajuan dan prognosis
penyakit
 mendorong klien
mengungkapkan perasaannya

Resiko Infeksi  mengevaluasi risiko infeksi


klien
berhubungan dengan
 mempertahankan tindakan
penyakit kronis. higiene tangan
 Menginspeksi luka dengan
mencatat kemerahan dan hangat
yang berlebihan dan balutan
setiap hari atau sesuai program
 Menutup balutan dengan plastik
ketika menggunakan pispot atau
jika inkontinensia
 Memantau TTV

3.5 Evaluasi Keperawatan

DX.1 Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik.


S:Klien mengatakan badan terasa lemas.
O:Kondisi badan lemah dan tampak lesu.
Aktifitas klien di bantu oleh perawat
A:Masalah belum teratasi.
P:Rencana tindakan dilanjutkan
- Kaji derajat imobilitas yang di hasilkan oleh cedera/ pengobatan.
- Intruksikan klien untuk bantu dalam rentang gerak klien aktif dan pasif
- Bantu / dorong peran diri/ kebersihan klien
- Beri bantu dalam mobillitas klien
- Awasi TD dengan melakukan aktifitas

DX. 2 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal :


kehilangan ekstremitas.

S:Klien mengatakan hanya mampu sedikit menggerakkan puntungnya.


O:Kondisi baik dan mampu sedikit menggarakkan puntungnya.
A:Masalah sebagian teratasi.
P:Rencana tindakan dilanjutkan oleh perawat ruangan.

DX. 3 Ganguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur tubuh

S: klien mengatakan nyeri pada puntungnya sudah mulai berkurang setelah di


suntik anti nyeri
O: klien tampak meringis kesakitan, skala nyeri 5 (sedang)
- Injek yang di berikan (tramadol 50 mg) satu jam yang lalu
A: Masalah belum teratasi.
P: Rencana tindakan dilanjutkan
- Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena
- Evaluasi keluahan nyeri/ketidak nyamanan
Berikan obat sesuai dengan indikasi

DX. 4 Resiko Infeksi berhubungan dengan penyakit kronis.

S: klien mengatakan nyeri pada puntungnya sudah mulai berkurang setelah di


suntik
O: klien tampak sudah mulai tenang skala nyeri 5 (sedang)
A: Masalah sebagian teratasi.
P: Rencana tindakan dilanjutkan
- Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena
- Evaluasi keluahan nyeri/ketidak nyamanan
- Berikan obat sesuai dengan indikasi ; narkotik dan analgesik non narkotik
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Amputasi adalah pengangkatan melalui bedah atau traumatic.

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan post op amputasi


di perlukan proses perawatan yang komprehensif yang meliputi aspei bio, psiko, sosial,
spiritual dengan mengikutkan klien dan keluarga klien di dalamnya.

4.2 Saran
1.Bagi Rumah Sakit
Diharapkan makalah ini dapat menjadi pedoman bagi perawat dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan dengan post op amputasi.

2. Bagi Institusi

Diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan terutama di Akademi


Keperawatan, dan menjadi bahan tambahan bacaan dan pengetahuan bagi mahasiswa dan
mahasiswi Akademi Keperawatan.

3. Bagi Perawat

Seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya kebutuhan pelayanan


kesehatan menuntut perawat kontemporer saat ini memiliki pengetahuan dan
keterampilan di berbagai bidang.

Saat ini perawat memiliki peran yang lebih luas dengan penekanan pada
peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit, juga memandang klien secara
komprehensif.Perawat kontemporer menjalankan fungsi dalam kaitannya dengan
berbagai peran pemberi perawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E., dkk. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk


perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, ed 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Henry. (2009). Penatalaksanaan amputasi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Marya, R.K., & Hartono, A. (2013). Buku Ajar Patofisiologi:Mekanisme terjadinya


penyakit.Tangerang: Binarupa Aksara

Suratun,dkk. (2008). Seri Asuhan KEperawatan: Klien gangguan system


musculoskeletal. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Arifin,Z., Kirwanto, A., & Supiatin (2014). Spiritual Emotional Freedom Technique dan
Nyeri Pasien pasca operasi Fraktur Femur. Surakarta: Politeknik Kesehatan
Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai