Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak bisa lepas dari kegiatan
komunikasi. Komunikasi merupakan jalan utama untuk mengekspresikan
maksud dari pikiran seseorang. Salah satu bentuk komunikasi ialah
komunikasi terapeutik dalam bidang kesehatan yang merupakan
hubungan timbal balik antara tingkah laku manusia masa lalu dan masa
sekarang yang bertujuan memperbaiki derajat kesehatan melaui
pemahaman yang lebih besar tentang hubungan timbal balik melalui
perubahan tingkah laku sehat ke arah yang diyakini akan meningkatkan
kesehatan yang lebih baik.
Pada realita yang ada memang komunikasi menjadi bagian integral
dari kehidupan kita, tidak terkecuali perawat, yang tugas sehari-harinya
selalu berhubungan dengan orang lain. Entah itu dengan pasien, sesama
teman, dengan atasan, dokter dan sebagainya. Maka komunikasi
sangatlah penting sebagai sarana yang sangat efektif dalam memudahkan
perawat melaksanakan peran dan fungsinya dengan baik.
Selain berkomunikasi dengan pasien, perawat juga berkomunikasi
dengan anggota tim kesehatan lainnya. Sebagaimana kita ketahui tidak
jarang pasien selalu menuntut pelayanan perawatan yang lebih dan
membutuhkan informasi yang jelas. Sakit yang diderita bukan hanya sakit
secara fisik saja, namun psiko (jiwanya) juga terutama mengalami
gangguan emosi. Keadaan demikian menyebabkan komunikasi dengan
pasien akan membutuhkan metode atau standart khusus agar pada
pelaksanaannya tidak terjadi kesalahan dalam melakukan intervensi.
Namun yang tidak boleh dilupakan oleh perawat adalah melibatkan
keluarga terdekat dalam melakukan pengkajian sampai dengan
menentukan diagnosa yang sesuai. Tentunya yang demikian juga
membutuhkan sarana komunikasi yang efektif dan efisien mengingat
bahwa keluarga akan sangat berpengaruh dalam memberikan motivasi
kesembuhan kepada pasien. Apabila ada kesalahan komunikasi antara
perawat dengan keluarga pasien, maka tidak menutup kemungkinan akan
berpengaruh banyak terhadap segala macam intervensi yang dilakukan
oleh perawat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan komunikasi efektif ?
2. Apa yang dimaksud dengan komunikasi interpersonal ?
3. Bagaimana kominukasi interpersonal dalam keperawatan ?
4. Bagaimana efektivitas komunikasi interpersonal ?
5. Bagaimana komunikasi terapeutik antara perawat dengan keluarga
klien?
6. Apa saja faktor yang menghambat komunikasi tersebut?
7. Bagaimana solusi yang efektif untuk mengurangi hambatan
tersebut?
8. Apa saja manfaat dari komunikasi yang baik antara perawat
dengaan keluarga klien?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan komunikasi efektif
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan komunikasi interpersonal
3. Mengetahui bagaimana kominukasi interpersonal dalam
keperawatan
4. Mengetahui bagaimana efektivitas komunikasi interpersonal
5. Mengetahui bagaimana komunikasi terapeutik antara perawat
dengan keluarga klien
6. Mengetahui apa saja faktor yang menghambat komunikasi tersebut
7. Mengetahui bagaimana solusi yang efektif untuk mengurangi
hambatan tersebut
8. Mengetahui apa saja manfaat dari komunikasi yang baik antara
perawat dengaan keluarga klien
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Komunikasi Efektif


Berkomunikasi efektif berarti bahwa komunikator dan komunikan sama -
sama memiliki pengertian yang sama tentang suatu pesan. Oleh karena itu, dalam
bahasa asing orang menyebutnya “the communication is in tune”, yaitu kedua
belah pihak yang berkomunikasi sama-sama mengerti apa pesan yang
disampaikan.
Menurut Jalaluddin dalam buku Psikolog Komunikasi menyebutkan,
komunikasi yang efektif ditandai dengan adanya pengertian, dapat menimbulkan
kesenangan, mempengaruhi sikap, meningkatkan hubungan sosial yang baik, dan
pada akhirnya menimbulkan suatu tindakan.
Syarat-syarat untuk berkomunikasi secara efektif adalah antara lain :
1. Menciptakan suasana yang menguntungkan.
2. menggunakan bahasa yang mudah ditangkap dan dimengerti.
3. pesan yang disampaikan dapat menggugah perhatian atau minat di pihak
komunikan.
4. Pesan dapat menggugah kepentingan dipihak komunikan yang dapat
menguntungkannya.
5. Pesan dapat menumbuhkan sesuatu penghargaan atau reward di pihk
komunikan.

2.2 Pengertian Komunikasi Interpersonal


Komunikasi interpersonal atau disebut juga dengan komunikasi antar
personal atau komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi yang dilakukan
oleh individu untuk saling bertukar gagasan ataupun pemikiran kepada individu
lainnya. Atau dengan kata lain, komunikasi interpersonal adalah salah satu
konteks komunikasi dimana setiap individu mengkomunikasikan perasaan,
gagasan, emosi, serta informasi lainnya secara tatap muka kepada individu
lainnya.
Berikut adalah beberapa pengertian komunikasi interpersonal menurut
para ahli, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. G.R Miller dan M. Steinberg (1975): Komunikasi interpersonal dapat


dipandang sebagai komunikasi yang terjadi dalam suatu hubungan
interpersonal.
2. Judy C. Pearson, dkk (2011) : Komunikasi interpersonal sebagai proses
yang menggunakan pesan-pesan untuk mencapai kesamaan makna antara-
paling tidak-antara dua orang dalam sebuah situasi yang memungkinkan
adanya kesempatan yang sama bagi pembicara dan pendengar.
3. Joseph A. DeVito (2013) : Komunikasi interpersonal adalah interaksi
verbal dan nonverbal antara dua (atau kadang-kadang lebih dari dua) orang
yang saling tergantung satu sama lain.
4. Ronald B. Adler, dkk (2009) : Komunikasi interpersonal adalah semua
komunikasi antara dua orang atau secara kontekstual komunikasi
interpersonal.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi


interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan dalam suatu hubungan
interpersonal antara dua orang atau lebih, baik secara verbal maupun nonverbal,
dengan tujuan untuk mencapai kesamaan makna.
Komunikasi interpersonal efektif adalah komunikasi yang terkandung
dalam tatap muka dan saling mempengaruhi, mendengarkan, menyampaikan
pernyataan, keterbukaan, kepekaan yang merupakan cara paling efektif dalam
mengubah sikap, pendapat dan perilaku seseorang dengan efek umpan balik
secara langsung.
Adapun komunikasi interpersonal efektif dalam suatu organisasi
mencakup dua bagian yaitu componential dan situational.
1. Componential
Menjelaskan komunikasi antar pribadi dengan mengamati komponen-
komponen utamanya, dalam hal ini adalah penyampaian pesan oleh satu
orang dan penerimaan pesan oleh orang lain dengan berbagai dampaknya
dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik dengan segera.
2. Situasional
Interaksi tatap muka antara dua orang dengan potensi umpan balik
langsung dengan situasi yang mendukung disekitarnya.

2.3 Kominukasi interpersonal dalam keperawatan


1. Hubungan perawat-pasien
Ada tiga jenis komunikasi yaitu komunikasi verbal, tertulis, dan
non-verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik;
a. KOMUNIKASI VERBAL
Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan
keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal
terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya
lebih akurat dan tepat waktu. Katakata adalah alat atau simbol yang
dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon
emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan.
Komunikasi verbal yang efektif yang harus diperhatikan yaitu:
a) Jelas dan ringkas
Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung.
Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan
mengucapkannya dengan jelas. Penggunaan contoh bisa membuat
penjelasan lebih mudah untuk dipahami. Ulang bagian yang
penting dari pesan yang disampaikan.
b) Perbendaharaan kata
Banyak istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan
kedokteran, dan jika ini digunakan oleh perawat, klien dapat
menjadi bingung dan tidak mampu mengikuti petunjuk atau
mempelajari informasi penting. Ucapkan pesan dengan istilah yang
dimengerti klien.
c) Arti denotatif dan konotatif
Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata
yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran,
perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu kata. Ketika
berkomunikasi dengan klien, perawat harus hati-hati memilih kata-
kata sehingga tidak mudah untuk disalah tafsirkan, terutama sangat
penting ketika menjelaskan tujuan terapi, terapi dan kondisi klien.
d) Selaan dan kesempatan bicara
Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan
keberhasilan komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan
yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan
menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan
sesuatu terhadap klien. Selaan perlu digunakan untuk menekankan
pada hal tertentu, memberi waktu kepada pendengar untuk
mendengarkan dan memahami arti kata.. Perawat juga bisa
menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu lambat
atau terlalu cepat dan perlu untuk diulang.
e) Waktu dan relevansi
Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu
tidak tepat dapat menghalangi penerimaan pesan secara akurat.
Oleh karena itu, perawat harus peka terhadap ketepatan waktu
untuk berkomunikasi.

f) Humor
Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi
ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan
meningkatkan keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan
emosional terhadap klien.
b. KOMUNIKASI NON-VERBAL
Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa
menggunakan katakata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk
menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan
verbal dan non-verbal yang disampaikan klien mulai dari saat pengkajian
sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non-verbal menambah
arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan
menentukan kebutuhan asuhan keperawatan.
Sikap pada saat melakukan komunikasi interpersonal;
a) Metakomunikasi.
contoh : tersenyum ketika sedang marah.
b) Penampilan personal
c) Intonasi (nada suara).
Perawat harus menyadari emosinya ketika sedang berinteraksi dengan
klien
d) Ekspresi wajah.
Menjaga Kontak mata
Perawat sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika sedang berbicara
dengan klien.
Ketika berbicara sebaiknya duduk sehingga perawat tidak tampak dominan
jika kontak mata dengan klien dilakukan dalam keadaan sejajar.
e) Sikap tubuh dan ekspresi wajah.
f) Sentuhan.
Kasih sayang, dukungan emosional, dan perhatian disampaikan melalui
sentuhan.
Dalam melakukan proses komunikasi interpersonal dipengaruhi oleh
beberapa hal terhadap isi pesan dan sikap penyampaian pesan antara lain:
a) Perkembangan. Pada prinsipnya dalam berkomunikasi yang perlu
diperhatikan adalah siapa yang diajak berkomunikasi. Maka dalam
berkomunikasi isi pesan dan sikap menyampaikan pesan harus disesuaikan
apakah yang kita ajak bicara adalah anak-anak, remaja, dewasa atau usia
lanjut. Pasti akan berbeda dalam berkomunikasi
b) Persepsi. Persepsi adalah pandangan personal terhadap suatu kejadian.
Persepsi dibentuk oleh harapan dan pengalaman. Kadangkala persepsi
merupakan suatu hambatan kita dalam berkomunikasi. Karena apa yang
kita persepsikan belum tentu sama dengan yang dipersepsikan oleh
orang lain.Nilai. Nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku
sehingga sangat penting bagi pemberi pelayanan kesehatan untuk
menyadari nilai seseorang.
c) Latar belakang budaya. Gaya berkomunikasi sangat dipengaruhi oleh
faktor budaya. Budaya inilah yang akan membatasi cara bertindak dan
berkomunikasi.
d) Emosi. Emosi adalah perasaan subjektif tentang suatu peristiwa. Dalam
berkomunikasi kita harus tahu emosi dari orang yang akan kita ajak
berkomunikasi. Karena emosi ini dapat menyebabkan salah tafsir atau
pesan tidak sampai.
e) Pengetahuan. Komunikasi akan sulit dilakukan jika orang yang kitan ajak
berkomunikasi memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda. Untuk itu
maka kita harus bisa menempatkan diri sesuai dengan tingkat pengetahuan
yang kita ajak bicara
f) Peran. Gaya komunikasi harus di sesuaikan dengan peran yang sedang kita
lakukan. Misalnya ketika kita berperan membantu pasien akan berbeda
ketika kita berperan atau berkomunikasi dengan tenaga kesehatan yang
lain.
g) Tatanan interaksi. Komunikasi interpersonal akan lebih efektif jika
dilakukan dalam lingkungan yang menunjang. Kalau tempatnya bising,
ruangan sempti, tidak leluasa untuk berkomunikasi dapat mengakibatkan
ketegangan dan tidak nyaman.

2.4 Efektivitas komunikasi interpersonal


Efektivitas Komunikasi Interpersonal dimulai dengan lima kualitas
umum ( Devito, 1997, p.259-264 ) yang dipertimbangkan yaitu
1) keterbukaan (openness),
2) empati (empathy),
3) sikap mendukung (supportiveness),
4) sikap positif (positiveness), dan
5) kesetaraan (equality).

1. Keterbukaan (Openness)
Kualitas keterbukaan ini mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari
komunikasi interpersonal.
komunikator interpersonal yang efektif haruslah dapat terbuka kepada
orang yang diajaknya berinteraksi. hal Ini tidaklah berarti bahwa orang
harus membukakan semua riwayat hidupnya.
Aspek keterbukaan ini mengacu kepada kesediaan komunikator untuk
bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang.
Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan serta pikiran (Bochner
dan Kelly, 1974). Terbuka dalam arti iyalah mengakui bahwa perasaan
serta pikiran yang anda lontarkan adalah memang milik anda serta anda
bertanggung jawab atasnya.

2. Empati (empathy)
Henry Backrack (1976) mendefinisikan empati
iyalah sebagai ”kemampuan seseorang untuk dapat ‘mengetahui’ apa
yang sedang dialami orang lain pada saat tertentu.”berempati
iyalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya, berada di
kapal yang sama serta merasakan perasaan yang sama dengan cara yang
sama.

3. Sikap mendukung (supportiveness)


Hubungan interpersonal yang efektif merupakan hubungan dimana
terdapat sikap mendukung (supportiveness). Suatu konsep yang
perumusannya dilakukan berdasarkan karya Jack Gibb. Komunikasi yang
terbuka serta empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak
mendukung. Kita dapat memperlihatkan sikap mendukung dengan
bersikap
 deskriptif, bukan evaluatif,
 spontan, bukan strategic,
 provisional, bukan sangat yakin.

4. Sikap positif (positiveness)


Kita dapat mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi
interpersonal dengan dua cara:
menyatakan sikap positif secara secara positif dapat mendorong orang
yang menjadi teman kita berinteraksi. Sikap positif mengacu pada
sedikitnya dua aspek dari komunikasi interpersonal.
perasaan positif untuk situasi komunikasi ini pada umumnya sangat
penting untuk interaksi yang efektif.

5. Kesetaraan (Equality)
Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal.
Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi interpersonal ini akan lebih
efektif bila suasananya setara. dalam arti, harus adanya pengakuan secara
diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai serta berharga, dan
bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk dapat
disumbangkan.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Konsep Keluarga


Keluarga merupakan dua orang atau lebih yang disatukan oleh
kebersamaan dan kedekatan emosional serta yang mengidentifikasi dirinya
sebagai bagian dari keluarga (Friedman, 2010). Status sehat atau sakit
anggota keluarga akan saling mempengaruhi keseluruhan keluarga dan
interaksinya. Karena itu, pengaruh status sehat atau sakit terhadap
keluarga dan dampak status sehat atau sakit keluarga saling terkait.
Keluarga cenderung menjadi pemicu masalah kesehatan anggotanya dan
sekaligus menjadi pelaku dalam menentukan masalah kesehatannya.
Menurut Campbell (2000) cit Friedman (2010), keluarga bepengaruh besar
pada kesehatan fisik anggota keluarganya. Selain itu keluarga cenderung
terlibat dalam pengambilan keputusan dan proses terapi pada setiap
tahapan sehat dan sakit anggota keluarga.
Keluarga berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan kesehatan,
yaitu mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan/atau merawat anggota
keluarga yang sakit. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan
kesehatan mempengaruhi status kesehatan keluarga. Kesanggupan
keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas
kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Keluarga dapat melaksanakan
tugas kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan
keluarga.
Tugas kesehatan keluarga adalah sebagai berikut (Friedman, 1998)
1. Mengenal masalah
2. Membuat keputusan tindakan yang tepat
3. Memberikan perawatan pada anggota keluarga yang sakit
4. Mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat
5. Mempertahankan hubungan dengan fasilitas kesehatan masyarakat.
3.2 Fungsi komunikasi antara perawat dengan keluarga pasien
a. Meningkatkan interaksi antara perawat, pasien, dan keluarga pasien.
b. Mengurangi keraguan dan kecemasan keluarga pasien terhadap
kondisi pasien, proses parawatan untuk pasien, proses rawat inap
pasien (misal: di unit perawatan intensif), dll.
c. Misalkan jika ada berita buruk seperti pasien meninggal atau Pada
saat awal diagnosis buruk, perawat secara aktif berpartisipasi dalam
memberikan informasi, mengklarifikasi informasi medis, dan
mendengarkan tanggapan pasien dan keluarga mereka mengevaluasi
pilihan pengobatan. Selama perawatan aktif seperti kemoterapi,
perawat merupakan kunci dalam mendengarkan kekhawatiran pasien
dan gejala dan pasien pembinaan untuk berbagi keprihatinan ini. Pada
penyakit kambuhan atau stadium akhir atau bagi mereka mendekati
akhir hidup, berkomunikasi tentang keputusan dari keprihatinan yang
signifikan sangat penting.
d. Dapat memberikan pendidikan atau ilmu tambahan kepada keluarga
tentang kesehatan.
e. Mendukung pasien untuk segera sembuh dari sakitnya.

3.3 Tahapan Komunikasi Terapeutik dengan Keluarga Pasien


Dalam komunikasi terapeutik terdapat beberapa tahapan menurut
Nasir A dkk (2011) yaitu:
1. Prainteraksi
Tahap ini disebut juga tahap apersepsi dimana perawat menggali
lebih dahulu kemampuan yang dimiliki sebelum berhubungan dengan
keluarga pasien (Nasir A dkk, 2011). Proses ini membantu menghindari
terjadinya stereotip pada keluarga klien dan membantu perawat untuk
berpikir mengenai nilai atau perasaan pribadi (Potter & Perry, 2005).
2. Orientasi
Pada tahap orientasi perawat menggali keluhan-keluhan yang
dirasakan oleh keluarga pasien dan memvalidasinya. Sehingga perawat
dituntut memiliki keahlian yang tinggi dalam menstimulasi keluarga
pasien agar mampu mengungkapkan keluhan yang dirasakan secara
lengkap dan sistematis serta objektif (Nasir A dkk, 2011).
3. Kerja
Pada tahap ini, perawat berupaya untuk mencapai tujuan selama
fase orientasi. Perawat dan keluarga pasien bekerja bersama. Hubungan
berkembang dan menjadi lebih fleksibel ketika keluarga pasien dan
perawat memiliki keinginan untuk berbagi perasaan dan mendiskusikan
masalah. Jika fase bekerja berhasil, keluarga pasien dapat bertindak
berdasarkan ide dan perasaan (Potter & Perry, 2005). Pada tahap ini pula
perawat berperan untuk mengatasi kecemasan keluarga pasien (Nasir A
dkk, 2011).
4. Terminasi
Selama fase orientasi, perawat mengatakan pada keluarga klien
kapan ia memperkirakan berakhirnya hubungan. Ketika pemutusan terjadi,
keluarga pasien tidak seharusnya terkejut. Dengan tetap memperhitungkan
keberhasilan hubungan, keluarga pasien harus siap untuk berfungsi secara
efektif tanpa dukungan perawat (Potter & Perry, 2005).

3.4 Penerapan komunikasi terapeutik pada keluarga pasien

Dalam perawatan pasien di rumah sakit tidak hanya terbentuk


hubungan antara perawat dengan pasien saja tetapi juga terdapat hubungan
antara perawat dengan keluarga pasien karena keluarga juga berperan
dalam pemulihan kondisi pasien. Dengan demikian maka perlu adanya
komunikasi yang baik antara perawat dengan keluarga pasien yang
berhubungan dengan kondisi pasien.
Banyak jenis kondisi yang dialami pasien dan untuk
menyelesaikan kondisi tersebut sangat diperlukan adanya komunikasi
antara perawat, pasien dan keluarga pasien. Disini kami berikan dua
contoh kondisi yaitu untuk pasien jiwa dan pasien end-of-life. Berikut
adalah penjelasannya :
1. Pasien jiwa
Berikut ini adalah penjelasan tentang prinsip dan teknik komunikasi
pada saat perawat melakukan interaksi dengan keluarga. Interaksi dengan
keluarga atau pemberian pendidikan kesehatan kepada keluarga juga
dilakukan secara bertahap, meliputi tahap :
a. Permulaan hubungan perawat dengan keluarga
b. Pendidikan kesehatan tentang keterampilan keluarga dalam merawat
pasien
c. Penerapan cara merawat pasien
d. Peran keluarga merawat pasien di rumah – masyarakat (follow up care)

Uraian tentang tahap atau langkah – langkah pendidikan kesehatan


keluarga sebagai berikut :
a. Permulaan hubungan perawat - keluarga dirumah
Interaksi perawat – keluarga dimulai dengan perkenalan,
membina hubungan saling percaya, dan dilanjutkan dengan pengkajian
pengalaman keluarga dalam merawat pasien sehingga dapat ditetapkan
pendidikan kesehatan keluarga.
b. Keterampilan keluarga merawat pasien
Pada tahap ini pertemuan dilaksanakan dengan metode
ceramah, tanya jawab, simulasi tentang cara merawat anggota keluarga
yang sakit.
c. Penerapan cara merawat pasien
Pada pertemuan ini dilaksanakan dengan melibatkan keluarga
tentang cara merawat pasien dirumah. Metode yang paling banyak
digunakan adalah demonstrasi dan redemonstrasi.
d. Peran keluarga merawat pasien di rumah – masyarakat (follow up care)
Jika pasien dan keluarga telah memiliki kemampuan merawat
pasien secara mandiri maka perlu dibuat jadwal kunjungan rumah
secara periodik. Misalnya setiap bulan untuk mengevaluasi kondisi dan
kemampuan pasien serta keluarga.
2. Pasien end-of-life
a. Persiapan diskusi
 Persiapan awal:
 Pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakitnya
 Tujuan diskusi
 Perencanaan waktu, lokasi dan setting:
 Memberikan bimbingan kepada pasien/keluarga tentang
penyakit pasien sedini mungkin
 Ruangan yang pribadi dan tenang
 Orang-orang yang hadir:
 Keluarga, teman, staf, interpreter

Sangat penting mengadakan persiapan awal dalam diskusi


dan sangat penting juga memberikan bimbingan kepada
pasien/keluarga tentang penyakit pasien sedini mungkin karena hal
tersebut dapat membangun hubungan saling percaya antara
perawat dan pasien/keluarga, dan memberikan waktu kepada
pasien untuk mempertimbangkan kebutuhan dan nilai mereka.
Memahami pasien dan keluarga dengan cara mempunyai
informasi tentang proses penyakitnya. Pasien mungkin mempunyai
banyak pertanyaan mengenai terapi dan prognosis penyakitnya,
maka dari itu perawat harus mempunyai banyak informasi tentang
hal tersebut.
Memikirkan tindak lanjut penanganan dalam diskusi
tersebut, apakah dalam diskusi tersebut menghasilkan keputusan
dari pasien/keluarga untuk tindak lanjut perawatannya ataukah kita
sebagai perawat hanya menyampaikan berbagai informasi
mengenai penyakit pasien sehingga pasien/keluarga berpikir
dahulu dan belum memutuskan sesuatu.
b. Diskusi
 Memperoleh pemahaman dan nilai pasien/keluarga
 Menggunakan bahasa yang dimengerti pasien/keluarga
 Menyelaraskan sudut pandang antara perawat dengan
pasien/keluarga
 Melakukan pengulangan untuk menunjukkan bahwa kita (perawat)
mendengarkan apa yang telah disampaikan oleh pasien/keluarga
 Memahami emosi serta kesulitan pasien/keluarga
 Melakukan feedback untuk menunjukkan empati
 Bertoleransi

Diskusi dalam tahap ini bertujuan untuk menyelaraskan sudut


pandang antara perawat dengan pasien/keluarga. Jika terdapat
perbedaan antara pasien/keluarga dengan perawat, maka diskusi
ditujukan untuk berbagi pemahaman. Dengan menanyakan
pengalaman masa lalu merupakan cara yang baik untuk memulai
sebuah komunikasi.
c. Akhir diskusi
 Tercapai pemahaman umum
 Jangan meninggalkan pasien/keluarga ketika merasa sepi
 Menanyakan kepada pasien/keluarga jika pasien/keluarga tersebut
ada yang ingin ditanyakan
 Rencana tindak lanjut:
 Kapan Anda akan bertemu lagi?
 Bagaimana menghubungi Anda?

Memikirkan bagaimana untuk mengakhiri diskusi sehingga


dapat mencapai pemahaman umum merupakan hal yang penting
dalam berdiskusi antara perawat dengan pasien/keluarga. Selain
itu, hal yang penting lainnya adalah menanyakan kepada
pasien/keluarga apakah ada pertanyaan yang ingin ditanyakan dan
mengembangkan rencana untuk tindak lanjut (kapan dan
bagaimana jika akan bertemu kembali ketika ada hal yang ingin
didiskusikan lagi).
Dalam hal berkomunikasi dengan keluarga pasien pada
pasien yang sedang mengalami penarikan dukungan kehidupan
dalam kaitannya dengan end of life pasien, maka komunikasi
dengan keluarga pasien adalah fokus pada apa yang menjadi
keinginan pasien bukan apa yang diinginkan keluarga untuk pasien
sehingga kebutuhan pasien dapat terpenuhi secara tepat.

3.5 Tips untuk berkomunikasi dengan keluarga pasien


Ada beberapa tips untuk berkomunikasi dengan keluarga pasien. Tips-
tips tersebut antara lain :
a. Luangkan waktu anda
b. Jelaskan segala sesuatunya dengan jelas dan gunakan bahasa yang
mudah dimengerti
c. Minta keluarga pasien untuk mengulang informasi dan instruksi yang
telah kita berikan kepada mereka dengan menggunakan bahasa mereka
sendiri. Jika mereka tidak mengerti, temukan cara lain untuk
menjelaskan informasi dan instruksi sampai mereka memahami apa
yang kita sampaikan.
d. Bila perlu gunakan jasa penerjemah bahasa jika kita tidak mengerti
bahasa yang diucapkan keluarga pasien dan bahasa utama mereka
bukan bahasa inggris (tidak mengerti bahasa inggris).
e. Gunakan batasan ketika berkomunikasi (berdiskusi) dengan keluarga
pasien dengan menggunakan Ask Me Three TM , antara lain :
1. Apa masalah utama saya?
2. Apa yang harus saya lakukan?
3. Mengapa penting bagi saya untuk melakukan ini?
3.6 Kapan saja perawat berkomunikasi dengan keluarga pasien (menurut
HIPAA)

Jika pasien ada dan memiliki kapasitas untuk membuat keputusan


perawatan kesehatan, penyedia perawatan kesehatan dapat mendiskusikan
informasi kesehatan pasien dengan anggota keluarga, teman, atau orang
lain jika pasien setuju atau, ketika diberi kesempatan, tidak keberatan.
Sebagai contohnya, Seorang perawat dapat mendiskusikan status
kesehatan pasien dengan saudara pasien jika dia memberitahu pasien dia
akan melakukannya dan pasien tidak keberatan. Namun seorang perawat
tidak dapat mendiskusikan kondisi pasien dengan saudara pasien jika
pasien telah menyatakan dia tidak ingin keluarganya tahu tentang
kondisinya.
Jika pasien tidak hadir atau tidak mampu, penyedia perawatan
kesehatan dapat berbagi informasi pasien dengan keluarga, teman, atau
orang lain selama menentukan penyedia layanan kesehatan, berdasarkan
penilaian profesional, bahwa itu adalah demi kepentingan terbaik pasien.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
a. Tujuan dari komunikasi antara perawat dengan klien antara lain untuk
meningkatkan interaksi antara perawat, pasien, dan keluarga pasien,
mengurangi keraguan dan kecemasan keluarga pasien karena, dapat
memberikan pendidikan atau ilmu tambahan kepada keluarga tentang
kesehatan, mendukung pasien untuk segera sembuh dari sakitnya.
b. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti ketika berkomunikasi
dengan keluarga pasien, dan minta keluarga pasien untuk mengulangi
informasi atau arahan yang kita berikan dengan menggunakan bahasa
mereka sendiri untuk mengetahui apakah keluarga pasien sudah
memahami apa yang kita katakan.
c. Informasi tentang kesehatan pasien dapat kita beritahukan kepada
keluarga pasien atau orang terdekat pasien dengan syarat pasien telah
menyetujui untuk memberitahukan kondisinya pada orang tersebut.
4.2 Saran
a. Sebaiknya makalah ini dijelaskan dengan lebih detail sehingga
pembaca bisa lebih mudah untuk memahami materi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Machfoedz, Mahmud. 2009. Komunikasi keperawatan: komunikasi


terapeutik. Yogyakarta: Ganbika
2. Tamsuri, Anas. 2006. Komunikasi dalam keperawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai