PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak bisa lepas dari kegiatan
komunikasi. Komunikasi merupakan jalan utama untuk mengekspresikan
maksud dari pikiran seseorang. Salah satu bentuk komunikasi ialah
komunikasi terapeutik dalam bidang kesehatan yang merupakan
hubungan timbal balik antara tingkah laku manusia masa lalu dan masa
sekarang yang bertujuan memperbaiki derajat kesehatan melaui
pemahaman yang lebih besar tentang hubungan timbal balik melalui
perubahan tingkah laku sehat ke arah yang diyakini akan meningkatkan
kesehatan yang lebih baik.
Pada realita yang ada memang komunikasi menjadi bagian integral
dari kehidupan kita, tidak terkecuali perawat, yang tugas sehari-harinya
selalu berhubungan dengan orang lain. Entah itu dengan pasien, sesama
teman, dengan atasan, dokter dan sebagainya. Maka komunikasi
sangatlah penting sebagai sarana yang sangat efektif dalam memudahkan
perawat melaksanakan peran dan fungsinya dengan baik.
Selain berkomunikasi dengan pasien, perawat juga berkomunikasi
dengan anggota tim kesehatan lainnya. Sebagaimana kita ketahui tidak
jarang pasien selalu menuntut pelayanan perawatan yang lebih dan
membutuhkan informasi yang jelas. Sakit yang diderita bukan hanya sakit
secara fisik saja, namun psiko (jiwanya) juga terutama mengalami
gangguan emosi. Keadaan demikian menyebabkan komunikasi dengan
pasien akan membutuhkan metode atau standart khusus agar pada
pelaksanaannya tidak terjadi kesalahan dalam melakukan intervensi.
Namun yang tidak boleh dilupakan oleh perawat adalah melibatkan
keluarga terdekat dalam melakukan pengkajian sampai dengan
menentukan diagnosa yang sesuai. Tentunya yang demikian juga
membutuhkan sarana komunikasi yang efektif dan efisien mengingat
bahwa keluarga akan sangat berpengaruh dalam memberikan motivasi
kesembuhan kepada pasien. Apabila ada kesalahan komunikasi antara
perawat dengan keluarga pasien, maka tidak menutup kemungkinan akan
berpengaruh banyak terhadap segala macam intervensi yang dilakukan
oleh perawat.
f) Humor
Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi
ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan
meningkatkan keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan
emosional terhadap klien.
b. KOMUNIKASI NON-VERBAL
Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa
menggunakan katakata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk
menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan
verbal dan non-verbal yang disampaikan klien mulai dari saat pengkajian
sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non-verbal menambah
arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan
menentukan kebutuhan asuhan keperawatan.
Sikap pada saat melakukan komunikasi interpersonal;
a) Metakomunikasi.
contoh : tersenyum ketika sedang marah.
b) Penampilan personal
c) Intonasi (nada suara).
Perawat harus menyadari emosinya ketika sedang berinteraksi dengan
klien
d) Ekspresi wajah.
Menjaga Kontak mata
Perawat sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika sedang berbicara
dengan klien.
Ketika berbicara sebaiknya duduk sehingga perawat tidak tampak dominan
jika kontak mata dengan klien dilakukan dalam keadaan sejajar.
e) Sikap tubuh dan ekspresi wajah.
f) Sentuhan.
Kasih sayang, dukungan emosional, dan perhatian disampaikan melalui
sentuhan.
Dalam melakukan proses komunikasi interpersonal dipengaruhi oleh
beberapa hal terhadap isi pesan dan sikap penyampaian pesan antara lain:
a) Perkembangan. Pada prinsipnya dalam berkomunikasi yang perlu
diperhatikan adalah siapa yang diajak berkomunikasi. Maka dalam
berkomunikasi isi pesan dan sikap menyampaikan pesan harus disesuaikan
apakah yang kita ajak bicara adalah anak-anak, remaja, dewasa atau usia
lanjut. Pasti akan berbeda dalam berkomunikasi
b) Persepsi. Persepsi adalah pandangan personal terhadap suatu kejadian.
Persepsi dibentuk oleh harapan dan pengalaman. Kadangkala persepsi
merupakan suatu hambatan kita dalam berkomunikasi. Karena apa yang
kita persepsikan belum tentu sama dengan yang dipersepsikan oleh
orang lain.Nilai. Nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku
sehingga sangat penting bagi pemberi pelayanan kesehatan untuk
menyadari nilai seseorang.
c) Latar belakang budaya. Gaya berkomunikasi sangat dipengaruhi oleh
faktor budaya. Budaya inilah yang akan membatasi cara bertindak dan
berkomunikasi.
d) Emosi. Emosi adalah perasaan subjektif tentang suatu peristiwa. Dalam
berkomunikasi kita harus tahu emosi dari orang yang akan kita ajak
berkomunikasi. Karena emosi ini dapat menyebabkan salah tafsir atau
pesan tidak sampai.
e) Pengetahuan. Komunikasi akan sulit dilakukan jika orang yang kitan ajak
berkomunikasi memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda. Untuk itu
maka kita harus bisa menempatkan diri sesuai dengan tingkat pengetahuan
yang kita ajak bicara
f) Peran. Gaya komunikasi harus di sesuaikan dengan peran yang sedang kita
lakukan. Misalnya ketika kita berperan membantu pasien akan berbeda
ketika kita berperan atau berkomunikasi dengan tenaga kesehatan yang
lain.
g) Tatanan interaksi. Komunikasi interpersonal akan lebih efektif jika
dilakukan dalam lingkungan yang menunjang. Kalau tempatnya bising,
ruangan sempti, tidak leluasa untuk berkomunikasi dapat mengakibatkan
ketegangan dan tidak nyaman.
1. Keterbukaan (Openness)
Kualitas keterbukaan ini mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari
komunikasi interpersonal.
komunikator interpersonal yang efektif haruslah dapat terbuka kepada
orang yang diajaknya berinteraksi. hal Ini tidaklah berarti bahwa orang
harus membukakan semua riwayat hidupnya.
Aspek keterbukaan ini mengacu kepada kesediaan komunikator untuk
bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang.
Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan serta pikiran (Bochner
dan Kelly, 1974). Terbuka dalam arti iyalah mengakui bahwa perasaan
serta pikiran yang anda lontarkan adalah memang milik anda serta anda
bertanggung jawab atasnya.
2. Empati (empathy)
Henry Backrack (1976) mendefinisikan empati
iyalah sebagai ”kemampuan seseorang untuk dapat ‘mengetahui’ apa
yang sedang dialami orang lain pada saat tertentu.”berempati
iyalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya, berada di
kapal yang sama serta merasakan perasaan yang sama dengan cara yang
sama.
5. Kesetaraan (Equality)
Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal.
Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi interpersonal ini akan lebih
efektif bila suasananya setara. dalam arti, harus adanya pengakuan secara
diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai serta berharga, dan
bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk dapat
disumbangkan.
BAB III
PEMBAHASAN
4.1 Kesimpulan
a. Tujuan dari komunikasi antara perawat dengan klien antara lain untuk
meningkatkan interaksi antara perawat, pasien, dan keluarga pasien,
mengurangi keraguan dan kecemasan keluarga pasien karena, dapat
memberikan pendidikan atau ilmu tambahan kepada keluarga tentang
kesehatan, mendukung pasien untuk segera sembuh dari sakitnya.
b. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti ketika berkomunikasi
dengan keluarga pasien, dan minta keluarga pasien untuk mengulangi
informasi atau arahan yang kita berikan dengan menggunakan bahasa
mereka sendiri untuk mengetahui apakah keluarga pasien sudah
memahami apa yang kita katakan.
c. Informasi tentang kesehatan pasien dapat kita beritahukan kepada
keluarga pasien atau orang terdekat pasien dengan syarat pasien telah
menyetujui untuk memberitahukan kondisinya pada orang tersebut.
4.2 Saran
a. Sebaiknya makalah ini dijelaskan dengan lebih detail sehingga
pembaca bisa lebih mudah untuk memahami materi.
DAFTAR PUSTAKA