Anda di halaman 1dari 50

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KLIEN DENGAN


MASALAH KEPERAWATAN GANGGUAN
PERSEPSI SENSORIS : HALUSINASI

Disusun oleh:

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG


DINAS KESEHATAN
AKADEMI KEPERAWATAN
2016

LEMBARPENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA


DI RUANG KASUARI RUMAH SAKIT JIWA
Dr. RADJIMAN WEDIODININGRAT
LAWANG
Untuk Memenuhi Tugas Praktik
Keperawatan Jiwa

Telah Disahkan Dan Disetujui Oleh:

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

..................................... .....................................

Mengetahui,

Kepala Ruang

.....................................

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan
karuniaNya makalah ini bisa terselesaikan dengan baik. Makalah yang
berjudul Asuhan Keperawatan Jiwa Klien denga Masalah Keperawatan
Gangguan PersepsiSensoris : Halusinasi bisa terselesaikan.
Makalah ini tidak akan selesai tepat pada waktunya tanpa bantuan
dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini ucapan terima kasih
disampaikan kepada:
1. Ibuk NI WAYAN RUCI, S.Kep., Ners selaku dosen pembimbing lahan
dalam PraktikKeperawatan Jiwa.
2. Orang tua yang selalu mendoakan dan memberi inspirasi.
3. Petugas perpustakaan yang bersedia membantu dalam peminjaman buku
yang berguna untuk menyelesaikan makalah ini.
4. Rekan-rekan mahasiswa angkatan 18 yang telah memberi masukan
kepada penyusun dalam penyusunan makalah ini.
Makalah ini masih ada kekurangan baik dari segi penyusunan,
bahasa, maupun segi lainnya.Oleh karena itu, diharapkan saran dan kritik
yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.Semoga makalah
yang berjudul Asuhan Keperawatan Jiwa Klien denga Masalah
Keperawatan Gangguan PersepsiSensoris : Halusinasi dapat diambil
manfaatnya sehingga bisa memberikan inspirasi kepada pembaca.

Lawang, 30Mei 2017

Penyusun

iii
Daftar Isi

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i


Daftar Isi .......................................................................................................... iv
BAB 1 ............................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 1
1.3 Tujuan ..................................................................................................... 2
BAB 2 ............................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA .................................. Error! Bookmark not defined.
2.1 Definisi .................................................................................................... 3
2.2 Etiologi .................................................................................................... 4
2.5 Manifestasi Klinis ................................................................................. 17
2.6 Proses Terjadinya Halusinasi ................................................................ 19
2.7 Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang ................................................ 20
2.8 Penatalaksanaan .................................................................................... 21
2.10 Konsep Asuhan Keperawatan ............................................................. 21
BAB3PENGKAJIAN..........................................................................................
.......Error! Bookmark not defined.
BAB 4 ............................................................................................................. 70
PENUTUP ...................................................................................................... 70
3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 70
Etiologi: ....................................................................................................... 70
3.2 Saran ...................................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 71

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang percaya bahwa ia


mendapat rangsangan pada panca inderanya padahal dalam kenyataannya
rangsangan itu tidak ada. Penderita yang mengalami halusinasi tidak bisa
secara sukarela menolak atau mengatasi secara langsung halusinasi tersebut.
Sekitar 53% penderita skizofrenia mengalami halusinasi, 28% penderita
gangguan suasana hati mengalami halusinasi, dan 13% terjadi pada penderita
gangguan kepribadian (personality disorder). Sesuai dengan panca indera,
maka halusinasi bisa dibedakan dalam halusinasi suara (biasanya mendengar
suara orang yang berkata kata secara netral, mengejek, menghina,
mengancam, atau membuatnya tertawa), halusinasi raba (sering berupa
perasaan bahwa ada serangga yang merambat ditangannya), halusinasi
pengecap (merasa ada rasa yang tidak menyenangkan dimulutnya), halusinasi
penciuman (mencium bau tidak sedap atau aneh), dan halusinasi penglihatan
atau visual (melihat benda, warna , atau mahluk aneh, manusia atau binatang).
Menurut penelitian, sekitar 2-3% orang normal juga pernah mengalami
halusinasi.Hanya saja, halusinasi tersebut tidak sampai menganggu kehidupan
mereka sehari-hari. (Setiadi, 2014)

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
Bagaimana konsep Asuhan KeperawatanJiwa pada Klien dengan
Masalah Keperawatan Gangguan Fungsi Sensoris : Halusinasi?

1
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Diharapkan pembaca mengetahui dan memahami tentang halusinasi
dan asuhan keperawatannya
1.3.2 Tujuan Khusus
Diharapkan Mahasiswa mampu
1. Melakukan pengkajian keperawatan
2. Melakukan penegakan diagnosa keperawatan
3. Melakukan perencanaan keperawatan
4. Melakukan implementasi rencana keperawatan
5. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata (Kusumawati & Hartono, 2012).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien
mengalami perubahan sensori persepsi: merasakan sensori palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan (Direja, 2011).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami
suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu
(Prabowo, 2014).
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang merasakan sesuatu
lewat panca inderanya (pendengaran, penglihatan, perabaan, penciuman dan
indra pengecap) dimana dalam kenyataannya hal tersebut tidak ada. (Setiadi,
2014)

3
2.2 Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

- Pikiran logis - Kadang- - Waham


- Persepsi kadang proses - Halusinasi
akurat pikir terganggu kerusakan
- Emosi - Ilusi proses emosi
konsisten - Emosi - Perilaku tidak
dengan berlebihan terorganisasi
pengalaman - Perilaku yang - Isolasi sosial
- Perilaku cocok tidak biasa
- Hubungan - Menarik diri
social
harmonis

2.2 Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Menurut Yosep (2009) faktor predisposisi yang menyebabkan
halusinasi adalah :
1. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan pasien terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan pasien tidak
mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan
lebih rentan terhadap stres
2. Faktor sosiokultural
Seseorang yang mersa tidak diterima lingkungannya sejak bayi
akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkunganya.
3. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stres berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia.

4
Akibat sters berkepanjangan menyebabkan teraktifasinya
neurotransmitter otak.
4. Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus dalam penyalahgunaan zat akditif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan pasien dalam mengambil keputusan yang
tepat demi masa depannya. Pasien lebih memilih kesenangan
sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
5. Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang
tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia.Hasil studi
menunjukan bahwa faktor keluarga menunjukan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor Presipitasi
Menurut stuart dan sundeenyang dikutip oleh jallo (2008), faktor
presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah
1. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak,yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
2. Stres lingkungan
Ambang toleransi terhadap stres yang berinteraksi terhadap stresor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stress (Prabowo, 2014).
Hingga sekarang belum ada teori psikologis dari halusinasi yang
diterima semua pihak dan bisa dipakai sebagai dasar pemulihan atau
pengobatan.(Setiadi, 2014)

5
2.3 Pohon Masalah

Resiko perilaku kekerasan


Effect

Perubahan sensori persepsi: halusinasi Cor Problem

Isolasi sosial: menarik diri Causa

2.4 Klasifikasi

Sesuai dengan panca indera, maka halusinasi bisa dibedakan dalam


halusinasi suara (biasanya mendengar suara orang yang berkata kata secara
netral, mengejek, menghina, mengancam, atau membuatnya tertawa),
halusinasi raba (sering berupa perasaan bahwa ada serangga yang merambat
ditangannya), halusinasi pengecap (merasa ada rasa yang tidak menyenangkan
dimulutnya), halusinasi penciuman (mencium bau tidak sedap atau aneh), dan
halusinasi penglihatan atau visual (melihat benda, warna , atau mahluk aneh,
manusia atau binatang). Halusinasi suara dan halusinasi visual (penglihatan)
merupakan jenis halusinasi yang paling sering ditemui pada penderita
gangguan jiwa.Halusinasi suara bisa berupa suara orang berbisik hingga suara
orang berteriak, suara laki laki atau perempuan, suara satu atau beberapa
orang yang bicara bergantian atau bersamaan.Sering suara tersebut dikenali
oleh penderita sebagai suara seseorang yang pernah dikenalnya.Begitu pula
halusinasi visual, bisa berbentuk binatang atau orang yang dikenalnya, bisa
juga berbentuk setan atau mahluk menakutkan dan aneh lainnya. (Setiadi,
2014)
 JENIS-JENIS HALUSINASI

Stuart dan laraia (2005) membagi halusinasi menjadi 7 jenis


halusinasi yang meliputi : halusinasi pendengaran (auditory) ,halusinasi
penglihatan, halusinasi penghidu (olfactory), halusinasi pengecapan
(gustatory), halunisasi perabaan (tactile), halusinasi cenesthetic, halusinasi
kinesthetic.

6
Halusinasi yang paling banyak diderita adalah halusinasi pendengaran
yang mencapai lebih kurang 70%, sedangkan halusinasi penglihatan
menduduki peringkat kedua dengan rata-rata 20%.sementara jenis halusinasi
yang lain yaitu halusinasi pengecapan, penghidu, perabaan , kinesthetic, dan
ansthethic hanya meliputi 10%.tabel dibawah ini menjelaskan karakteristik
halusinasi.

Tabel karakteristik halusinasi (stuart dan lararia, 2005)

Jenis Halusinasi Karakteristik


Pendengaran Mendengar suara-suara atau kebisingan, paling sering
suara orang.suara berbentuk kebisingan yang kurang
keras sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang
klien, bahkan sampai percakapan lengkap antara dua
orang atau lebih.pikiran yang didengar klien dimana
pasien disuruh untuk melakukan sesuatu yang kadang-
kadang membahayakan.
Penglihatan Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambaran
geometris, gambaran kartun, bayangan yang rumit dan
kompleks.bayangan bias menyenangkan atau
menakutkan seperti melihat monster.
Penghidung Membau bau-bauan tertentu seperti bau darah, urine atau
feces, umumnya bau-bauan yang tidak
menyenangkan.halusinasi penghidu sering akibat stroke,
tumor, kejang atau demensia.
Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti darah, urine atau feces.
Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus
yang jelas.rasa tersetrum listrik yang dating dari tanah,
benda mati atau orang lain.
Cenesthetic Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau
arteri, pencernaan makanan atau pembentukan urine.
Jinesthetic Merasakan pergerakan saat berdiri tanpa gerak.

7
 FASE-FASE HALUSINASI

Halusinasi yang dialami klien bisa berbeda intensitas dan keparahannya.stuart


dan lararia (2005) membagi fase halusinasi dalam 4 fase berdasarkan tingkat
ansietas yang dialami dan kemampuan klien mengendalikan dirinya.semakin
berat fase halusinasinya, klien semakin berat mengalami ansietas dan makin
dikendalikan oleh halusinasinya.fase-fase lengkap tercantum dalam table
dibawah ini.

Fase halusinasi Karakteristik Perilaku klien


Fase .I Klien mengalami perasaan 1. Tersenyum atau
Comforting yang mendalam seperti tertawa yang tidak
Ansietas sedang ansietas, kesepian, rasa sesuai
Halusinasi bersalah, takut sehingga 2. Menggerakkan
menyenangkan mencoba untuk berfokus bibir tanpa suara
pada pikiran menyenangkan 3. Pergerakan mata
untuk meredakan yang cepat
ansietas.individu mengenali 4. Respon verbal
bahwa pikuran-pikiran dan yang lambat jika
pengalaman sensori berbeda sedang asyik
dalam kendali kesadaran sendiri
jika ansietas dapat ditangani
NONPSIKOTIK
Fase .II 1. Pengalaman sensori 1. Meningkatkan
Condeming yang menjijikkan tanda-tanda system
Ansietas berat dan menakutkan saraf otonom
Halusinasi 2. Klien mulai lepas akibat ansietas
menjadi kendali dan seperti peningkatan
menjijikkan mungkin mencoba denyut jantung,
untuk mengambil pernapasan, dan
jarak dirinya dengan tekanan darah
sumber yang 2. Rentang perhatian
dipersepsikan menyempit

8
3. Klien mungkin 3. Asyik dengan
mengalami pegalaman sensori
dipermalukan oleh dan kehilangan
pengalaman sensori kemampuan
dan menarik diri membedakan
dari orang lain halusinasi dan
4. Mulai merasa realita
kehilangan control 4. Menyalahkan
5. Tingkat kecemasan 5. Menarik diri dari
berat, secara umum orang lain
halusinasi 6. Konsentrasi
menyebabkan terhadap
perasaan antipasti pengalaman
PSIKOTIK RINGAN sensori kerja
Fase. III 1. Klien berhenti 1. Kemauan yang
Controlling melakukan dikendalikan
Ansietas berat perlawanan terhadap halusinasi akan
Pengalaman halusinasi dan lebih diikuti
sensori jadi menyerah pada 2. Kesukaran
berkuasa halusinasi tersebut berhubungan
2. Isi halusinasi dengan orang lain
menjadi menarik 3. Rentang perhatian
3. Klien mungkin hanya beberapa
mengalami detik atau menit
pengalaman 4. Adanya tanda-
kesepian jika sensori tanda fisik ansietas
halusinasi berhenti berat : berkeringat,
termor, dan tidak
mam[u mematuhi
perintah
5. Isi halusinasi
menjadi atraktif

9
6. Perintah halusinasi
ditaati
7. Tidak mampu
mengikuti perintah
dari perawat,
termor, dan
berkeringat

PSIKOTIK
Fase.IV 1. Pengalaman sensori 1. Perilaku error
Conquering menjadi mengancam akibat panic
Panik jika klien mengikuti 2. Potensi kuat
perintah suicide atau
Umumnya halusinasinya homicide
menjadi melebur 2. Halusinasinya 3. Aktivitas fisik
dalam berakhir dai merefleksikan isi
halusinasinya beberapa jam atau halusinasi seperti
hari jika tidak ada perilaku kekerasan
intervensi terapeutik agitasi, menarik
diri atau katatonik
4. Tidak mampu
merespon perintah
yang kompleks
5. Tidak mampu
merespon lebih dari
satu orang
6. Agitasi atau
kataton
AGITASI BERAT

 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA


HALUSINASI

10
Halusinasi merupakan salah satu gejala dalam menentukan diagnosis
klien yang mengalami psikotik, khususnya skizofrenia.halusinasi
dipengaruhi oleh faktor (Stuart dan Laria, 2005), dibawah ini antara
lain :
1.faktor predisposisi, adalah faktor risiko yang mempengaruhi jenis
dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk
mengatasi stress.diperoleh baik dari klien maupun dari keluarganya,
mengenai faktor perkembangan sosial cultural, biokimia, psikologis
dan genetic yaitu faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah
sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi
stress.beberapa faktor predisposisi yang berkonsentrasi pada
munculnya respon neurobiology seperti pada halusinasi antara lain :
a) Faktor genetik, telah diketahui bahwa secara genetik
skizhofrenia diturunkan melalui kromosom-kromosom
tertentu.namun demikian, kromosom yang keberapa yang
menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih
dalam tahap penelitian .anak kembar identik memiliki
kemungkinan skizhofrenia sebesar 50% jika salah satunya
mengalami skizofrenia , sementara jika dizygote peluangnya
sebesar 15% .seorang anak yang salah satu orang tuanya
mengalami skozofrenia berpeluang 15% mengalami
skizofrenia, sementara bila kedua orangtuanya skizofrenia
maka peluangnya menjadi 35%.
b) Faktor perkembangan, jika tugas perkembangan mengalami
hambatan dan hubungan interpersonal terganggu, maka
individu akan mengalami stress dan kecemasan
c) Faktor neurobiology, ditemukan bahwa kortex pre frontal dan
kortex limbic pada klien dengan skizofrenia tidak pernah
berkembang penuh.ditemukan juga pada klien skizofrenia
terjadi penurunan volume dan fungsi otak yang
abnormal.neurotransmiter juga tidak ditemukan tidak normal,
khususnya dopamine, serotonin dan glutamate

11
d) Study neurotransmitter, skozofrenia diduga juga disebabkan
oleh adanya ketidakseimbangan neurotransmitter serta
dopamine berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotin
e) Faktor biokimia, mempunyai pengaruh terhadap terjadinya
gangguan jiwa.dengan adanya stress yang berlebihan yang di-
(lanjutannya ndk nomer 3)

Alami seseorang, maka tubuh akan menghasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan Dimetytranferase (DMP)

f. teori virus, paparan virus influenza pada trimester ke-3 kehamilan dapat
menjadi faktor predosposisi schizofrenia

g. psikologis yang menjadi faktor predosposisi schizofrenia, antara lain anak


yang diperlakukan oleh ibu yang pencemas, terlalu melindungi, dingin dan
tidak berperasaan, sementara ayah mengambil jarak dengan anaknya.
Sementara itu hubungan intrapersonal yang tidak harmonis serta adanya peran
ganda yang bertentangan sering diterima oleh anak akan mengakibatkan stres
dan kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan gangguan orientasi realitas.

h. faktor sosiokulutural, berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan


seseorang merasa disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat
klien dibesarkan.

2. faktor prepitasi, yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai


tantangan, ancaman/tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping.
Adanya rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien dalam
kelompok, terlalu lama diajak komunikasi dan suasana sepi. Isolasi sering
sebagai pencetus terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat meningkatkan
stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat
halusinogenik. Disamping itu juga oleh karena proses penghambatan dalam
proses tranduksi dari suatu impuls yang menyebabkan terjadinya
penyimpangan dalam proses interpretasi dan interkoneksi sehingga dengan

12
demikian faktor-faktor pencetus respon neurobiologis dapat dijabarkan
sebagai berikut :

a. Berlebihnya proses informasi pada sistem syaraf yang yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak

b. Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu (mekanisme gatting


abnormal)

c. Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap, dan


perilaku seperti yang tercantum di tabel berikut ini.

Gejala-gejala pencetus respon neurobiologi (Stuart, Laraia, 2005)

KESEHATAN 1) Nutrisi kurang


2) Kurang tidur
3) Ketidakseimbangan sirkadian
4) Kelelahan
5) Infeksi
6) Obat-obatan system saraf pusat
7) Kurangnya latihan
8) Hambatan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan
LINGKUNGAN 1) Lingkungan memusuhi, krisis
2) Masalah di rumah tangga
3) Kehilangan kebebasan hidup
4) Perubahan kebiasaan hidup, pola
aktivitas sehari-hari
5) Kesukaran dalam hubungan
denagn orang lain
6) Isolasi sosial
7) Kurangnya dukungan sosial
8) Tekanan kerja (ketrampilan

13
dalam bekerja)
9) Kurangnya alat transpotasi
10) Ketidakmampuan dalam
mendapatkan pekerjaan
SIKAP/ PERILAKU 1) Merasa tidak mampu (harga diri
rendah)
2) Putus asa (tidak percaya diri )
3) Merasa gagal (kehilangan
motivasi dalam menggunakan
ketrampilan diri)
4) Kehilangan kendali diri
(demoralisasi)
5) Merasa punya kekuatan
berlebihan dengan gejala
tersebut
6) Merasa malang (tidak dapat
memenuhi kebutuhan spiritual)
7) Bertindak tidak seperti orang
lain dari segi usia maupun
kebudayaan
8) Rendahnya kemampuan
sosialisasi
9) Ketidakadekuatan pengobatan
10) Perilaku agresif
11) Perilaku kekerasan
12) Ketidakadekuatan penanganan
gejala

 Mekanisme koping

Mekanisme koping tang sering digunakan klien dengan halusinasi


(Stuart, Laraia, 2005) meliputi :

14
1. Regresi : menjadi malas beraktivitas sehari-hari
2. Proyeksi : mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda
3. Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal
4. Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien

 validasi informasi tentang halusinasi

Halusinasi benar-benar nyata dirasakan oleh klien yang


mengalaminya, seperti mimpi saat tidur. Klien mungkin tidak punya cara
untuk menentukan persepsi tersebut nyata. Sama halnya seperti seseorang
yang mendengarakan siaran ramalan cuaca tersebut.Ketidakmampuan untuk
memepersepsikan stimulus secara riil dapat menyulitkan kehidupan
klien.Karenanya halusinasi menjadi prioritas untuk segera diatasi.Sangat
penting untuk memberi kesempatan klien untuk menjelaskan halusinasi yang
dialaminya secara leluasa.Perawat membutuhkan kemampuan untuk berbicara
tentang halusinasi, karena dengan perbincangan halusinasi dapat menjadi
indikator sejauh mana gejala psikotik klien diatasi.Untuk memfasilitasinya
klien perlu di buat nyaman untuk menceritakann perihal halusinasinya. Klien
yang mengalami halusinasi sering kecewa karena mendapatkan respon negatif
ketika mereka menceritakan halusinasinya kepada orang lain. Karenanya
banyak klien kemudian enggan untuk menceritakan pengalaman-pengalaman
aneh halusinasinya.

Pengalaman halusinasi menjadi masalah untuk dibicarakan dengan


orang lain. Kemampuan untuk bercakap-cakap tentang halusinasi dialami oleh
klien sangat penting untuk memastikan dan memvalidasi pengalaman
halusinasi tersebut.Perawat harus memiliki ketulusan dan perhatian yang
penuh untuk dapat memfasilitasi percakapan tentang haluasinasi.Perilaku
klien yang mengalami halusinasi sangat bergantung pada jenis halusinasinya,
apakah halusinasinya merupakan halusinasi pendengaran, penglihatan,
penghidu, pengecapan perabahan, canesthetic, kinesthetic.Apakah perawata

15
mengidentifikasi adanya tanda-tanda dan perilaku halusiansi, maka pengkajian
selanjutanya harus dialkukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis
halusinasinya saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang diperluakn
meliputi :

1. Isi halusinasi yang dialami oleh klien. Ini dapat dikaji dengan
menanyakan suara siapa yang didengar dan apa yang dikatakan
berkata jika halusinasi yang dialami adalah halusinasi dengar. Bentuk
bayangan bagaiamana yang dilihat klien jelas bila jenis halusinasinya
adalah halusiansi penglihatan, bau apa yang dicium bila halusinasinya
adalah halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap untuk halusinasi
pengecapan, atau merasakan apa di permukaan tubuh bila mengalami
halusinasi perabaan
2. Waktu dan frekuensi halusinasi. Ini dapat dikaji dengan
menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul,
berapa kali sekali, seminggu atau bulan pengalaman halusinasi itu
muncul. Informasi ini penting untuk mengidentifikasi pencetus
halusinasi dan menentukan bilamana klien perlu diperhatikan saat
mengalami halusinasi.
3. Situasi pencetus halusinasi. Perawat perlu mengidentifikasi situasi
yang dialami klien sebelum mengalami halusiansi. Ini dapat dikaji
dengan menanyakan klien peristiwa atau kejadian yang dialami
sebelum halusinasi muncul. Selain itu perawat juga bisa
mengobservasi apa yang dialami klien menjelang muncul halusinasi
untuk memvalidasi pernyataan klien
4. Respon klien. Untuk menetukan sejauh mana halusinasi telah
mempengaruhi klien, bisa dikaji dengan menanyakan apa yang
dilakukan klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien
masih bisa mengontrol stimulus halusinasi atau sudah tidak berdaya
lagi terhadap halusinasi (Stuart, Laraia, 2005).

16
2.5Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala menurut Hamid yang dikutip oleh Jallo (2008), dan
menurut Keliat dikutip oleh Syahbana (2009) perilaku pasien yang berkaitan
dengan halusinasi adalah sebagai berikut:
1) Bicara, senyum, dan ketawa sendiri.
2) Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat,
dan respon verbal yang lambat.
3) Menarik diri dari orang lain, dan berusaha untuk menghindari
diri dari orang lain.
4) Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan
yang tidak nyata.
5) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan
darah.
6) Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa
detik dan berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya.
7) Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain,dan
lingkungannnya), dan takut.
8) Sulit berhubungan dengan orang lain.
9) Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah.
10) Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
11) Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitasi dan
kataton (Prabowo, 2014).
Dimensi Halusinasi

Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,


perasaan tidak aman, , gelisah, dan bingung, perilaku merusak diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan
keadaan nyata dan tidak nyata. Masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat
keberadaan seorang individu sebagai makhluk yang di bangun atas dasar
unsure-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat di lihat dari
lima dimensi hal ini di katakana oleh Stuart dan Laria pada tahun 2005 dalam
(Muhith, 2015) yaitu:

17
1. Dimensi Fisik, manusia dibangun oleh system indra untuk menanggapi
rangsang eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinansi
dapat ditimbulakn oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang
luarbiasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium,
intoksisasi alcohol, dan kesulitan untuk tidur dalam waktu ang lama.
2. Dimensi emosisonal, perasaan cemas yang berlebihan atas dasar
problem yang tidak dapat diatasi meruakan enebab halusinansi itu
terjadi. Isi dari halusinansi dapat berupa perintah memaksa dan
menankutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut
hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap
ketakutan tersebut.
3. Dimensi intelektual, dalam halusinansi intelektual ini menerangkan
bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya
penurunan fungsi ego. Ada awalnya, halusinasi merupakan usaha dari
ego sendiri untuk melawan impuls yang menenkan, namun merupakan
suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang data mengambil
seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku
klien.
4. Dimensi social, dimensisosial pada individu dengan halusinasiaakan
menunjukkan adanya kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik
dengan halusinasinya, seolah-olah ia meruppakan tempat untuk
memenuhi kebutuhan akan interaksi social, kontrl diri, dan harga diri
yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan
system control oleh individu tersebut sehingga jika perintah
halusinansi berupa ancaman, maka individu tersebut bisa
membahaakan orang lain. Oleh karenan itu, aspek penting dalam
melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan
suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman
interpersonalyang memuaskan, serta mengusakan klien tidak
menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya
dan halusinasi tidak berlangsung.

18
5. Dimensi spiritual, manusia dicitakan Tuhan sebagai makhluk social
sehingga interaksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang
mendasar. Individu yang mengalami halusinansi cenderung
menyendiri hingga prosesdi atas tidak terjadi, individu tidak sadar
dengan keberadaannya sehingga halusinasi menjadi system control
dalam individu tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya, individu
kehilangan control kehidupan menurut Stuart dan Laria tahun 2005
dalam (Muhith, 2015)

2.6 Proses Terjadinya Halusinasi


Halusinasi berkembang melalui empat fase, yaitu sebagai berikut:
1) Fase pertama
Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase
menyenangkan.Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.
Karakteristik: klien mengalami stress , cemas, perasaan perpisahan,
rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat
diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang
menyenangkan, cara ini hanya menooong sementara.
Perilaku klien: tersenyum atau ketawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon
verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya, dan
suka menyendiri.
2) Fase kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu
halusinasi menjadi menjijikkan. Termasuk dalam psikotik ringan.
Karakteristik: pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan,
kecemasan meningkat, melamun dan berpikir sendiri jadi dominan.
Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin
orang lain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya.
Perilaku klien: meningkatnya tanda-tanda system saraf otonom
seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik
dengan halusinasinya dan tidak bias membedakan realitas.

19
3) Fase ketiga
Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman
sensori menjadi berkuasa.Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik: bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien: kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian
beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien
berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.
4) Fase keempat
Adalah fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan
halusinasinya.Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik:
halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah dan
memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang control
dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di
lingkungan.
Perilaku klien: perilaku terror akibat panic, potensi bunuh diri,
perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak
mampu merespon terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu
berespon lebih dari satu orang (Kusumawati & Hartono, 2012).

2.7 Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium, seperti pemeriksaan darah dan skrining


ada tidaknya kecanduan obat bius yang sering memberikan gejala yang
sama dengan schizophrenia. Dokter juga bisa melakukan pemeriksaan
CT Scan dan MRI otak, untuk mengetahui ada tidaknya kelainan di
otak.
2. Pemeriksaan psikologis. Dokter akan menanyakan tentang pikiran,
perasaan, ada tidaknya waham (delusion), sikap/ perilaku, keinginan
untuk bunuh diri atau melakukan kekerasan.

20
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara medis pada halusinasi

Penatalaksanaan klien skizofrenia yang mengalami halusiansi adalah


dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lain, (Stuart, Laraia, 2005) yaitu :

1. Psikofarmakologis, obat yang lazim digunakan pada gejala halusinasi


pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada klien skizofrenia
adalah obat anti psikosis. Adapun kelompok yang umum adalah
Fenotiazin Asetofenazin (tindal), Klorpromazin (Thorazine),
Flufenazine (Prolixine, Permitil), Prokloperazin (Compazine),
Promazin (Sparine), Tioridazin (Mellaril), Trifluoperazin (Stelazine),
Trifluopromazin (Vesprin) 60-120 mg, Tioksanten klorprotiksen
(Taractan), Tiotiksen (Navane) 75-600 mg, Butirofenon Haloperidol
(Haldol) 1-100 mg, Dibenzodiazepn Klozapin (Clorazil) 300-900 mg,
Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg, Dihidroindolon
Molindone (Moban) 15-225 mg
2. Terapi kejang listrik / Electro Compulsive Therapy (ECT)
3. Terapi aktivitas kelompok (TAK)

2.10 Konsep Asuhan Keperawatan


.Asuahan Keperawatan Pada Klien Dengan Halusinasi:

Standar asuhan keperawatan praktik keperawatan mengacu pada standar


praktik profesional dab standar kinerja profesional. Standar praktik
profesional di Indonesia telah dijabarkan oleh PPNI (2009). Standar praktik
profesional tersebut juga mengacu pada proses keperawatan jiwa yang terdiri
dari lima tahap standar yaitu : 1) pengkajian, 2) diagnosis, 3) perencanaan, 4)
pelaksanaan (implementasi), dan 5) evaluasi (PPNI, 2009)

1. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awa; dan dasar utama dari proses
keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan
data dari bebagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status

21
kesehatan pasien (lyer et.al.,1996). Pengkajian pada klien dengan halusinasi
difokuskan pada :

Faktor Faktor 1. Usia bayi, tidak terpenuhi


predisposisi perkembangan kebutuhan makanan, minum,
terlambat dan rasa aman
2. Usia balita, tidak terpenuhi
kebutuhan otonomi
3. Usia sekolah mengalami
peristiwa yang tidak
terselesaikan
Faktor psikologis Mudah kecewa, mudah putus asa,
kecemasan tinggi, menutup diri, ideal
diri tinggi, harga diri rendah, identitas
diri tidak jelas, krisis peran, gambaran
diri negatif dan koping destruktif
Faktor sosial budaya Isoalsi sosial pada yang usia lanjut,
cacat, sakit kronis, tuntutan
lingkungan yang terlalu tinggi
Faktor biologis Adanya kejadian terhadap fisik,
berupa: atrofi otak, pembesaran
vertikel, perubahan besar da bentuk
sel korteks dan limbic
Faktor genetic Adanya pengaruh herediter
(keturunan) berupa anggota keluarga
terdahulu yang mengalami
schizofrenia dan kembar monozigot
Perilaku Perilaku yang sering Bibir komat kamit, tertawa sendiri,
tampak pada klien bicara sendiri, kepala mengangguk-
dengan halusinasi angguk, seperti mendengar sesuatu,
antara lain tiba-tiba menutup telinga, gelisah,
bergerak seperti mengambil atau

22
membuang sesuatu, tiba-tiba marah
dan menyerang, duduk terpaku,
memandang satu arah, menarik diri.
Fisik ADL Nutrisi tidak adekuat bila halusinasi
memerintahkan untu tidak makan,
tidur terganggu karena ketakutan,
kurang kebersihan diri atau tidak
mandi, tidak mampu berpatisipasi
dalam kegiatan aktivitas fisik yang
berlebihan, agitasi gerakan atau
kegiatan ganjil.
Kebiasaan Berhenti dari minuman keras,
penggunaan obat-obatan, zat
halusinogen, tingkah laku merusak
diri
Riwayat kesehatan Schizofrenia, delirium berhubungan
dengan riwayat demam dan
penyalahgunaan obat.
Fungsi 1. Perubahan berat badan,
sistem tubuh hipertermia (demam)
2. Neurologikal perubahan
mood, disorientasi
3. Ketidakefektifan endokrin
oleh peningkatan temperatur
Status emosi Afek tidak sesuai, perasaan bersalah
atau malu, sikap negatif dan
bermusuhan, kecemasan berat atau
panik, suka berkelahi
Status Gangguan persepsi, penglihatan,
intelektual pendengaran, penciuman dan kecap,
isi pikir tidak realistis, tdak logis dan
sukar diikuti atau kaku, kurang

23
motivasi, koping egresi dan denial
serta sedikit bicara.
Status sosial Putus asa, menurunnya kualitas
kehidupan, ketidakmampuan
mengatasi stres dan kecemasan
(Stuart, Laraia, 2005)

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya
sehingga bisa membahayan dirinya, orang lain maupun lingkungan. Hal ini
terjadi jika halusinasi sudah sampai fase IV, dimana klien mengalami panik
dan perilakunya dikendaliakn oleh isi halusinasinya.Klien benar-benar
kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan.Dalam situasi
ini, klien dapat melakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang ain
(homicide), dan bahkan merusak lingkungan.Selain masalah yang diakibatkan
oleh halusinasi, klien biasanya juga mengalami masalah-masalah keperawatan
yang menjadi penyebab (triger) munculnya halusinasi. Masalah-maslah itu
antara lain harga diri rendah dan isolasi sosial (Stuart, Laraia, 2005)

Akibat rendah diri dan kurangnya ketrampilan berhubungan sosial, klien


menjadi menarik diri dari lingkungan. Dampak selanjutnya klien akan
terfokus pada dirinya. Stimulus internal menjadi lebih dominan dibandingkan
dengan stimulus ekternal.Klien lama-kelamaam kehilangan kemampuan
mebedakan stimulus internal dan stimulus ekstrenal ini memicu terjadinya
halusinasi. Dari masalah tersebut ditemukan masalah keperawatan anatara
lain:

Masalah keperawatan a. Resiko perilakau kekerasan


b. Halusinasi
c. Harga diri rendah
d. Gangguan hubungan sosial
Tujuan asuhan keperawatan a. Klien dapay membina

24
hubungan saling percaya
b. Klien mengenal halusinasi
yang dialaminya
c. Klien dapat mengontrol
halusinasi
d. Klien dapat mendukung
keluarga untuk mengontrol
halusinasi
e. Klien dapat memanfaatkan
obat untuk mengatasi
halusinasi
(Stuart, Laraia,2005)

3. INTERVENSI KLIEN DENGAN HALUSINASI


Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Khusus
TUK 1. Ekspresi wajah Bina hubungan saling percaya
Klien tidak bersahabat, dengan mengungkapkan prinsip
mencederai menunjukkan rasa komunikasi terpeutik:
diri sendiri, senang, ada kontak 1) Sapa klien dengan ramah
orang lain dan mata, mau berjabat baik verbal maupun non
lingkungan tangan mau menyebut verbal
nama, mau menjawab 2) Perkenalkan diri dengan
salam, klien mau duduk sopan
berdampingan dengan 3) Tanyakan nama lengkap
perawat dan mau klien dan nama panggilan
mengutarakan masalah yang disukai
yang dihadapi. 4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menempati janji

25
6) Tunjukkan sikap empati
dan menerima klien apa
adanya
7) Beri perhatian kepada
klien dan perhatikan
kebutuhan klien.
TUK 2. 1. Klien dapat a. Adakan kontak sering dan
Klien dapat menyebutkan singkat secara bertahap
mengenal waktu, isi, b. Observasi tingkah laku
halusinasinya frekuensi klien terkait dengan
timbulnya halusinasinya: bicara dan
halusinasi. tertawa tanpa stimulus,
2. Klien dapat memandang ke kiri/ke
mengungkapkan kanan/ke depan seolah-
perasaan olah ada temen bicara
terhadap c. Bantu klien mengenal
halusinasinya halusinasi :
1) jika menemukan klien
yang sedang
halusinasi, tanyakan
apakah ada suara yang
di dengar
2) jika klien menjawab
ada, lanjutkan dengan
menanyakan apa yang
dikatakan
3) Katakan bahwa
perawat percaya klien
mendengar suara itu,
namun perawat sendiri
tidak mendengarnya
(dengan nada

26
bersahabat tanpa
menuduh dan
menghakimi)
4) katakan bahwa klien
lain juga ada yang
seperti klien
5) katakan bahwa
perawat akan
membantu klien

d. diskusikan dengan klien :


1) situasi yang
menimbulkan/ tidak
menimbulkan
halusinasi
2) waktu dan frekensi
terjadinya halusinasi
(pagi, siang, sore, dan
malam atau jika
sendiri, jengkel/sedih)
3) diskusikan dengan
klien apa yang
dirasakan jika terjadi
halusinasi
(marah/takut, sedih,
senang) beri
kesempatan untuk
mengungkapkan
perasaannya
TUK 3. 1. Klien dapat a. Identifikasi bersama klien
Klien dapat menyebutkan apa yang dirasakan jika

27
mengontrol tindakan yang terjadi halusinasi (tidur,
halusinasinya biasa dilakukan marah, menyibukkan diri
untuk dan lain-lain)
mengendalikan b. Diskusikan manfaat dan
halusinasinya cara yang digunakan klien,
2. Klien dapat jika bermanfaat beri pujian
menyebutkan c. Identifikasi bersama klien
tindakan yang apa yang dirasakan jika
biasa dilakukan terjadi halusinasi (tidur,
untuk marah, menyibukkan diri
mengendalikan dan lain-lain)
halusinasinya d. Diskusikan manfaat dan
3. Klien dapat cara yang digunakan klien,
menyebutkan jika bermanfaat beri pujian
cara baru dalam e. Diskusikan cara baru
mengontrol untuk
halusinasinya memutus/mengontrol
4. Klien dapat timbulnya halusinasi
memilih cara antara lain dengan :
mengatasi
halusinasina
seperti yang
telah
didiskusikan
dengan klien

5. Klien dapat melaksanakan 1. katakan : saya tidak


cara yang telah dipilih untuk mendengar kamu (pada
mengendalikan halusinasinya saat halusinasi terjadi)
6. Klien dapat mengikuti 2. Menemui orang lain

28
terapi aktivitas kelompok (perawat, teman, anggota
keluarga ) untuk
bercakap atau
mengatakan halusinasi
yang di dengar
3. membuat jadwal
kegiatan sehari-hari agar
halusinasi tidak muncul
4. meminta keluarga/
perawat/ teman menyapa
jika tampak bicara
sendiri.
f. bantu klien memilih
dan melatih cara
memutus halusinasi
secara bertahap
g. beri kesempatan untuk
melakukan cara yang
telah dipilih. Evaluasi
hasilnya dan beri pujian
bila berhasil
h. anjurkan klien untuk
mengikuti terapi
aktivitas kelompok,
orientasi realita,
stimulasi persepsi.

TUK 4 1. Keluarga dapat a. Anjurkan klien untuk


Klien dapat membina memberitahu
dukungan keluarga hubungan saling keluarga jika

29
dalam mengontrol percaya dengan mengalami halusinasi
halusinasinya perawat b. Diskusikan denan
2. Keluarga dapat keluarga (pada saat
menyebutkan keluarga
pengertian, tanda berkunjung/pada saat
dan tindakan kunjungan rumah):
untuk 1. Gejala halusinasi
mengendalikan yang dialami
halusinasinya klien
2. Cara yang dapat
dilakukan klien
dan keluarga
untuk memutus
halusinasi
3. Cara merawat
anggota keluarga
yang mengalami
halusinasi di
rumah : beri
kegiatan, jangan
biarkan sendiri,
makan bersama,
bepergian
bersama
4. Beri informasi
waktu follow up
atau kapan perlu
mendapat
bantuan:
halusinasi tidak
terkontrol dan
resiko

30
mencederai orang
lain.
TUK 5 1. Klien dan a. Diskusikan dengan
Klien dapat keluarga dapat klien dan keluarga
memanfaatkan menyebutkan tentang dosis,
obat dengan baik manfaat, dosis, frekuensi serta
dan efek samping manfaat obat.
obat b. Anjurka klien minta
2. Klien dapat sendiri obat pada
mendemonstrasik perawat dan
an penggunaan merasakan
obat manfaatnya.
3. Klien dapat c. Anjurkan klien bicara
informasi tentang dengan dokter
manfaat dan efek tentang manfaat dan
samping obat efek samping obat
4. Klien dan yang dirasakan
keluarga dapat d. Diskusikan dengan
menyebutkan klien dan keluarga
manfaat, dosis tentang dosis,
dan efek samping frekuensi serta
obat manfaat obat
5. Klien dapat e. Anjurkan klien minta
mendemonstrasik sendiri obat pada
an penggunaan perawat dan
obat merasakan
6. Klien memahami manfaatnya
tentang akibat f. Anjurkan klien bicara
berhentinya obat dengan dokter
tanpa konsultasi tentang manfaat dan
7. Klien dapat efek samping obat
menyebutkan yang dirasakan

31
prinsip benar g. Diskusikan akibat
penggunaan obat berhentinya obat-
obat tanpa konsultasi
h. Bantu klien
menggunakan obat
dengan prinsip 5
benar

Diagnosa Keperawatan 1:

Resiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi pendengaran

Tujuan umum : Klien dapat mengendalikan halusinasinya

TUK 1 Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan


perawat
Intervensi 1. Bina hubungan saling percay
a. Salam terapeutik
b. Perkenalkan diri
c. Jelaskan tujuan interaksi
d. Buat kontrak yang jelas
e. Menerima klien apa adanya
f. Kontak mata positif
g. Ciptakan lingkungan yang terapeutik
2. Dorong klien dan beri kesempatan untuk
mengungkapkan perasaanya
3. Dengarkan ungkapan klien dengan rasa empati
Rasional 1. Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi
yang terapeutik antara perawat dan klien
2. Ungkapkan perasaaan oleh klien sebagai bukti
bahwa klien mempercayai perawat
3. Empati perawat akan meningkatkan hubungan
terpeutik perawat-klien

32
Evaluasi Klien dapat mengungkapkan perasaannya dan
kondisinya secara verbal

TUK 2 Klien dapat mengenali halusinasinya

Intervensi 1. Adakan kontak secara sering dan singkat


2. Observasi tibgkah laku verbal dan non verbal
klien yang terkait dengan halusinasi (sikap
seperti mendengarkan sesuatu, bicar atau tertawa
sendiri, terdiam di tengah-tengah pembicaraan)
3. Terima halusinasi sebagai hal yang nyata bagi
klien dan tidak nyata bagi perawat
4. Identifikasi bersama klien tentang waktu
munculnya halusinasi, isi halusinasi, dan
frekuensi timbulnya halusinasi
5. Dorong klien untuk mengungkapkan
perasaannya ketika halusinasi muncul
6. Diskusikan dengan klien mengenai perasaannya
saat terjadi halusinasi.

Rasional 1. Mengurangi waktu kosong bagi klien untuk


menyendiri
2. Mengumpulkan data intervensi terkait dengan
halusinasi
3. Memperkenalkan hal yang merupakan realita
pada klien
4. Melibatkan klien dalam memperkenalkan
halusinasinya
5. Mengetahui koping klien sebagai data intervensi
keperawatan selanjutnya
6. Membantu klien mengenali tingkah lakunya saat
halusinasi

33
Evaluasi 1. Klien dapat membedakan hal yang nyata dan
yang tidak setelah 3-4 kali pertemuan dengan
menceritakan hal-hal yang nyata
2. Klien dapat menyebutkan situasi, isi dan waktu
timbulnya halusinasi setelah tiga kali pertemuan
3. Klien dapat mengungkapkan respon perilakunya
saat halusinasi terjadi setelah 2 kali pertemuan
TUK 3 Klien dapat mengendalikan halusinasinya
Intervensi 1. Identifikasi tindakan klien yang positif
2. Beri pujian atas tindakan klien yang positif
3. Bersama klien rencanakan kegiatan untuk
mencegah terjadinya halusinasi
4. Diskusikan dan ajarkan cara mengatasi
halusinasi
5. Dorong klien untuk memilih cara yang disukai
untuk mengontrol halusinasi
6. Beri pujian atas pilihan klien yang tepat
7. Dorong klien intuk melakukan tindakan yang
telah dipilih
8. Diskusikan dengan klien hasil atau upaya yang
telah dilakukan
9. Beri penguatan atas upaya yang telah berhasil
dilakukan dan beri solusi jika ada keluhan klien
tentang cara yang dipilih
Rasional 1. Mengetahui cara-cara klien mengatasi
halusinasi, baik yang positf maupun yang negatif
2. Menghargai respon atau upaya klien
3. Melibatkan klien dalam menentukan rencana
intervensi
4. Memberikan informasi dan alternatif cara
mengatasi halusinasi pada klien
5. Memberi kesempatan pada klien untuk

34
memilihkan cara sesuai kehendak dan
kemampuannya
6. Meningkatkan rasa percaya diri klien
7. Motivasi respon klien atas upaya yang telah
dilakukan
8. Melibatkan klien dalam menghadapi masalah
halusinasi lanjutan
Evaluasi 1. Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat
dilakukan dan saat halusinasi terjadi setelah dua
klai pertemuan
2. Klien dapat menyebutkan 2 dari 3 cara
mengatasi halusinasi

TUK 4 Klien dapat menggunakan obat untuk mengontrol


halusianasinya

Intervensi 1. Diskusikan dengan klien tentang obat untuk


mengontrol halusinasinya
2. Bantu klien untuk memutuskan bahwa klien
minum obat sesuai program dokter
3. Observasi tanda dan gejala yang terkait efek dan
efek samping
4. Diskusikan dengan dokter tentang efek dan efek
samping obat
Rasional 1. Memberikan informasi dan meningkatkan
pengetahuan klien tentang efek obat terhadap
halusinasinya
2. Memastikan klien meminum obat secara teratur
3. Mengobservasi efektivitas program pengobatan
4. Memastikan efek obat-obatan yang tidak
diharapkan terhadap klien
Evaluasi Klien meminum obat secara teratur sesuai instruksi

35
dokter

TUK 5 Klien mendapat dukungan keluarga dalam


mengendalikan halusinasi

Intervensi 1. Bina hubungan saling percaya dengan klien


2. Kaji pengetahuan keluarga tentang halusinasi
dan tindakan yang dilakukan keluarga dalam
merawata klien.
3. Beri penguatan positif atas upaya yang baik
dalam merawat klien
4. Diskusikan dan ajarkan keluarga tentang:
halusinasi, tanda-tanda, dan cara merawat
halusinasi.
5. Beri pujian atas upaya keluarga yang positf.
Rasional 1. Sebagai upaya membina hubungan terapeutik
dengan keluarga.
2. Mencari data awal untuk menentukan intervensi
selanjutnya.
3. Penguatan untuk menghargai upaya keluarga.
4. Memberikan informasi dan mengajarkan
kelaurga tentang halusinasi dan cara merawat
klien.
5. Pujian untuk menghargai keluarga
Evaluasi Keluarga dapat menyebutkan cara-cara merawat klien
halusinasi.

DIAGNOSA KEPERAWATAN 2:

Perubahan sensori persepsi halusinasi pendengaran berhubungan dengan


isolasi sosial: menarik diri.

36
Tujuan umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain dan lingkungan
sehingga halusinasi dapat dicegah.

TUK 1 Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan


perawatan.

Intervensi 1. Bina hubungan saling percaya


2. Menyapa klien dengan ramah
3. Mengingatkan kontrak
4. Terima klien apa adanya
5. Jelaskan tujuan pertemuan
6. Sikap terbuka dan empati

Rasional Kejujuran, kesediaan, dan penerimaan meningkatkan


kepercayaan hubungan antara klien dengan perawat.

Evaluasi Setelah 2 kali pertemuan klien dapat menerima


kehadiran perawat.

TUK 2 Klien dapat mengenal perasaan yang menyebabkan


perilaku menarik diri

Intervensi 1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik


diri.
2. Beri kesempatan pada klien untuk
mengungkapkan perasaan penyebab menarik
diri.
3. Diskusikan bersama klien tentang menarik
dirinya.
4. Beri pujian terhadap kemampuan klien
mengungkapkan perasaannya.

37
Rasional 1. Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien
tentang menarik diri sehingga perawat dapat
merencanakan tindakan yang selanjutnya.
2. Untuk mengetahui alasan klien menarik diri.
3. Meningkatkan harga diri klien sehingga berani
bergaul dengan lingkungan sosialnya.

Evaluasi Setelah 1 kali pertemuan klien dapat menyebutkan


penyebab atau alasan menarik diri.

TUK 3 Klien dapat mengetahui keuntungan berhubungan


dengan orang lain.

Intervensi 1. Diskusikan tentang manfaat berhubungan


dengan orang lain.
2. Dorong klien untuk menyebutkan kembali
manfaat berhungan dengan orang lain.
3. Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam
menyebutkan manfaat berhubungan dengan
orang lain.

Rasional 1. Meningkatkan pengetahuan klien tentang


perlunya berhubungan dengan orang lain.
2. Untuk mengetahui tingkat pemahaman klien
terhadap informasi yang telah diberikan.
3. Reinforcement positif dapat meningkatkan harga
diri klien.

Evaluasi Klien dapat menyebutkan 2 dari 3 manfaat berhungan


dengan orng lain
a. Mendapat teman
b. Dapat mengungkapkan perasaan

38
c. Membantu memecahkan masalah

TUK 4 Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara


bertahap.

Intervensi 1. Dorong klien untuk menyebutkan cara


berhubungan dengan orang lain.
2. Dorong dan bantu klien berhubungan dengan
orang lain secara bertahap anatar lain:
a. Klien-perawat
Klien-perawat-perawat lain
b. Klien-perawat-perawat lain-klien lain
c. Klien-kelompok kecil (TAK)
d. Klien-keluarga
3. Libatkan klien dalam kegiatan TAK dan ADL
ruangan.
4. Reinforcement positif atas keberhasilan yang
telah dicapai klien.

Rasional 1. Untuk mengetahui pemahaman klien terhadap


informasi yang telah diberikan.
2. Klien mungkin mengalami perasaan tidak
nyaman, malu dalam berhubungan sehingga
perlu dilatih secara bertahap dalam berhubungan
dengan orang lain.
3. Membantu klien dalam mempertahankan
hubungan interpersonal.
4. Reinforcement positif dapat meningkatkan
harga diri klien.

Evaluasi Klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan


orang lain, misalnya:

39
a. Membalas sapaan perawat
b. Kontak mata positif
c. Malu berinteraksi

TUK 5 Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam


berhubungan dengan orang lain.

Intervensi 1. Diskusikan tentang manfaat berhubungan


denagan orang lain.
2. Dorong klien untuk mengemukakan perasaan
keluarga.
3. Dorong klien untuk mengikuti kegiatan bersama
keluarga seperti: makan, ibadah, dan rekreasi.
4. Jelaskan kepada keluarga tentang kebutuhan
klien.
5. Bantu kelurga untuk tetap mempertahankan
hubungan dengan klien yaitu memperlihatkan
perhatian dengan kunjungan rumah sakit.
6. Beri klien penguatan misalnya: membawa
makanan kesukaan klien.

Rasional 1. Mengidentifikasi hambatan yang dirasakan


klien.
2. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan klien
dengan keluarga.
3. Membantu kilen dalam meningkatkan hubungan
interpersonal dengan keluarga.
4. Klien menarik diri membutuhkan perhatian yang
khusus.
5. Keterlibatan keluarga sangat membantu dalam
mengembangkan interaksi dengan
lingkungannya.

40
6. Meningkatkan rasa percaya diri klien kepada
keluarga dapat merasa diperhatikan.

Evaluasi 1. Setelah 2 kali pertemuan klien dapat membina


hubungan denagn keluarga.
2. Keluarga mengunjungi klien ke rumah sakit
setiap minggu secara bergantian.

Diagnosa Keperawatan 3

Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan gangguan konsep diri (harga
diri rendah)

Tujuan umum: klien mampu berhubungan dengan orang lain tanpa merasa
rendah diri.

TUK 1 Klien dapat memperluas kesadaran diri


Intervensi 1. Diskusikan dengan klien kelebihan yang
dimilikinya
2. Diskusikan kelemahan yang dimliki klien
3. Beritahu klien bahwa manusia tidak ada yang
sempurna, semua memiliki kelebihan dan
kekurangan
4. Beritahu klien bahwa kekurangan bisa ditutpi
dengan kelebihan yang dimiliki klien
5. Anjurkan klien untuk lebih meningkatkan
kelebihan yang dimiliki klien
6. Beritahu bahwa ada hikmah di balik kekurangan
yang dimiliki

Rasional 1. Mengidentifikasikan hal-hal positif yang masih


dimiliki klien

41
2. Mengingatkan klien bahwa ia manusia biasa
yang mempunyai kekurangan.
3. Menghairkn realita pada klien
4. Memberikan harapan pada klien
5. Memberikan kesempatan berhasil lebih tinggi
agar klien tidak merasa putus asa

Evaluasi 1. Klien dapat menyebutkan kemampuan yang ada


pada dirinya setelah 1 kali pertemuan
2. Klien dapat menyebutkan kelemahan yang
dimiliki dan tidak menjadi halangan untuk
mencapai keberhasilan.
DIAGNOSA KEPERAWATAN 4:
Perubahan proses pikir berhubungan dengan harga diri rendah kronis
Tujuan umum : klien mampu berhubungan dengan orang lain tanpa merasa
rendah diri.
TUK 1 Klien dapat memperluas kesadaran diri
Intervensi 1. Diskusikan dengan klien kelebihan yang dimilikinya
2. Diskusikan kelemahan yang dimiliki klien
3. Beritahu klien bahwa manusia tidak ada yang sempurna
semua memiliki kelebihan dan kekurangan
4. Beritahu klien bahwa kekurangan bisa ditutup dengan
kelebihan yang dimiliki
5. Beritahukan klien bahwa ada hikmah di balik kekurangan
yang dimiliki
Rasional 1. Mengidentifikasi hal-hal positif yang masih dimiliki klien
2. Mengingatkan klien bahwa klien manusia biasa yang
mempunyai kekurangan
3. Menghadirkan harapan pada klien agar klien tidak merasa
putus asa
Evaluasi 1. Klien dapat menyebutkan kemampuan yang ada pada
dirinya setelah 1x pertemuan

42
2. Klien dapat menyebutkan kelemahan yang dimiliki dan
tidak menjadi halangan untuk mencapai keberhasilan.

TUK 2 Klien dapat menyelidiki dirinya


Intervensi 1. Diskusikan dengan klien ideal dirinya, apa rencana selama
di RS, rencana klien setelah pulang dan apa cita-cita yang
ingin dicapai
2. Bantu klien mengembangkan antara keinginan dan
kemampuan yang dimilikinya
3. Beri kesempatan pada klien untuk berhasil
4. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah
dicapai
Rasional 1. Untuk mengetahui sampai dimana realistis dan harapan
pasien
2. Membantu klien untuk membentuk harapan yang realistis
3. Meningkatkan rasa percaya diri
4. Memberi penghargaan terhadap perilaku yang positif
Evaluasi Klien dapat menyebutkan cita-cita dan harapan yang sesuai
dengan kemampuan setelah 1x pertemuan

DIAGNOSA KEPERAWATAN 5 :
Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas
Tujuan umum : klien dapat melakukan perawatan diri
TUK 1 Klien dapat menyelidiki dirinya
Intervensi 1. Diskusikan tentang keuntungan melakukan perawatan diri
2. Dorong klien untuk menyebutkan kembali keuntungan
dalam melakukan perawatna diri
3. Beri puiian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan
keuntungan melakukan perawatan diri
Rasional 1. Untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang perawatan
diri
2. Untuk mengetahui tingkat pemahaman klien tentang

43
informasi yang telah diberikan
3. Reinforcement positif dapat menyenangkan hati pasien
Evaluasi 1. Klien dapat menyebutkan keuntungan dari melakukan
perawatan diri seperti memelihara kesehatan dan memberi
rasa nyaman dan segar.

TUK 2 Klien dapat menyelidiki dirinya


Intervensi 1. Diskusikan tentang kerugian tidak melakukan perawatan
diri
2. Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan
kerugian tidak melakukan perawatan diri
Rasional 1. Untuk meningkatkan kemampuan pengetahuan klien
tentang perlunya perawatan diri
2. Reinforcement positif dapat menyenangkan hati pasien
Evaluasi Klien dapat menyebutkan kerugian dari tidak melakukan
perawatan diri seperti terkena penyakit, sulit mendapatkan
teman

TUK 3 Klien dapat menyelidiki dirinya


Intervensi 1. Dorong dan bantu klien dalam melakukan perawatan diri
2. Beri pujian atas keberhasilan klien melakukan perawatan
diri
Rasional 1. Untuk meningkatkan minat klien dalam melakukan
perawatan diri
2. Reinforcement positif dapat menyenangkan hati klien dan
meningkatkan minat klien untuk melakukan perawatan diri
Evaluasi Klien melakukan perawatan diri seperti : mandi memakai
sabun 2x sehari, menggosok gigi dan mencuci rambut
memotong kuku

44
BAB 4

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata (Kusumawati & Hartono, 2012).
Etiologi:
a. Faktor Predisposisi
b. Faktor Presipitasi
Jenis-jenis halusinasi:

Stuart dan laraia (2005) membagi halusinasi menjadi 7 jenis halusinasi


yang meliputi : halusinasi pendengaran (auditory) ,halusinasi penglihatan,
halusinasi penghidu (olfactory), halusinasi pengecapan (gustatory), halunisasi
perabaan (tactile), halusinasi cenesthetic, halusinasi kinesthetic.

Halusinasi yang paling banyak diderita adalah halusinasi pendengaran


yang mencapai lebih kurang 70%, sedangkan halusinasi penglihatan
menduduki peringkat kedua dengan rata-rata 20%.sementara jenis halusinasi
yang lain yaitu halusinasi pengecapan, penghidu, perabaan , kinesthetic, dan
ansthethic hanya meliputi 10%.tabel dibawah ini menjelaskan karakteristik
halusinasi.

3.2 Saran
Semoga makalah tentang Halusinasi ini dapat berguna bagi semua
kalangan.Kita sebagai calon perawat mampu mengerti dan memahami tentang
Halusinasi terhadap pasien yang mengalami halusinasi.

70
DAFTAR PUSTAKA

Direja, A. H. (2011). Buku Asuhan Keperwatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Kusumawati, F., & Hartono, Y. (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.

Muhith, A. (2015). Pendidkan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: CV ANDI OFFSET.

Prabowo, E. (2014). Konsep Dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Setiadi, G. (2014). Pemulihan Gangguan Jiwa. Purworejo: Pusat Pemulihan dan


Pelatihan Gangguan Jiwa.

71

Anda mungkin juga menyukai