Anda di halaman 1dari 7

KASUS KECELAKAAN PEDSWAT DALAM DAN LUAR NEGERI DAN

KISAH HEROIKNYA.

Dua aksi pilot heroik yang hampir sama, namun lokasi dan waktunya berbeda,
mewarnai kisah penerbangan dunia. Mereka adalah Chesley Burnett "Sully" Sullenberger
III di Sungai Hudson, New York, Amerika Serikat dan Abdul Rozaq di sungai Bengawan
Solo, Jawa Tengah. Peristiwa yang menghebohkan dunia ini terjadi di tanggal yang
hampir mirip. Peristiwa pendaratan darurat pesawat US Airways 1549 di Sungai Hudson
terjadi pada 15 Januari 2009. Sementara Garuda Indonesia GA421 terjadi 13 tahun lalu,
yakni 16 Januari 2002.

A. ANALISIS KECELAKAAN PESAWAT ADAM AIR 737-400.


Tragedi jatuhnya pesawat Adam Air di perairan Majene, Sulawesi Barat, terjadi
lebih dari beberapa tahun lalu. Meski demikian kemirisannya masih terasa hingga
sekarang. Pesawat Boeing 737-400 dengan nomor penerbangan DHI 574 yang melayani
rute penerbangan Surabaya-Manado telah siap di Bandara Juanda Surabaya pada Senin 1
Januari 2007. Pukul 05.59 UTC atau 12.55 WIB pesawat tersebut lepas landas dengan
mengangkut 102 orang.
Diperkirakan pesawat tersebut mendarat di Bandara Sam Ratulangi Manado
pukul 08.14 UTC atau 16.14 Wita. Namun tiba-tiba pesawat tersebut hilang kontak.
Komunikasi terakhir adalah pada pukul 15.07 WITA atau 07.07 UTC. Saat itu, diduga
pesawat naas ini berada di sekitar Rantepao, Tator. "Pesawat PK-KKW ini hilang dari
pantauan radar pada ketinggian 35 ribu kaki," ujar Ketua KNKT Tatang Kurniadi dalam
keterangan pers di Gedung Dephub, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa
(25\/3\/2008).
Rekaman flight data recorder (FDR) dan cockpit voice recorder (CVR) baru
diketemukan dan diangkat pada 27 dan 28 Agustus 2007. Hasil analisa CVR
menunjukkan, pilot mengalami masalah navigasi, sehingga perhatiannya terfokus pada
permasalahan inertial reference system (IRS) setidaknya selama 13 menit terakhir
penerbangan. Akibatnya, pilot Kapten Revi Agustian Widodo dan kopilot Yoga hanya
memberi perhatian minimal pada flight requirement lainnya, termasuk identifikasi dan
usaha melakukan koreksi.
Saat terbang di ketinggian 35 ribu kaki, posisi autopilot adalah on. Untuk
mempertahankan sayap pesawat tidak miring, autopilot menahan posisi stir kemudi
aileron 5 derajat ke kiri.

Gambar 1. Ilustrasi ketika pesawat terbang dalam keadaan normal

Namun pilot melihat posisi IRS di kiri dan kanan tidak sama, alias menyimpang.
Lalu kru memutuskan memindahkan IRS kanan dari posisi NAV (navigation) ke posisi
ATT (attitude). Hal semacam ini biasa dilakukan saat di darat. Tetapi autopilot malah jadi
off atau disengaged. Pesawat pun perlahan miring ke kanan. Terdengar alarm peringatan
autopilot mati di ruang kokpit. Tapi tak lama bunyi itu menghilang, diduga tidak sengaja
dimatikan oleh pilot dan kopilotnya. Perhatian mereka berdua terfokus untuk mengoreksi
IRS.

Gambar 2. Sensor berbunyi menandakan pesawat tidak dalam kondisi stabil


"Karena autopilot mati, seharusnya dikemudikan secara manual oleh pilot.
Namun mereka tidak sadar kalau autopilot mati. Jadi pesawat terbang tanpa kendali," kata
investigator KNKT Mardjono.
"Bila IRS bermasalah, pesawat masih bisa terbang. Apabila alat ini bermasalah,
maka sebaiknya tidak usah diotak-atik dan menghubungi tower bandara," imbuh
Mardjono.
Tiba-tiba terdengar "bank angle" sebanyak 3 kali, yang merupakan peringatan
bahwa pesawat telah miring ke kanan melewati 35 derajat. Ketika bank angle 100 derajat
dengan pitch attitude mendekati 60 derajat nose down, pilot tidak berusaha memiringkan
pesawat ke sisi sebaliknya untuk menyeimbangkan.Tidak terdapat tanda-tanda kedua
pilot dapat mengendalikan pesawat secara tepat dan seksama sesudah peringatan bank
angle berbunyi. KNKT menyebut, kecelakaan terjadi sebagai kombinasi beberapa faktor
termasuk kegagalan kedua pilot dalam intensitas memonitor instrumen penerbangan,
khususnya dalam 2 menit terakhir penerbangan.

Gambar 3. Ilustrasi ketika pesawat dalam keadaan bank angle

Burung besi itu pun meluncur ke bawah dengan kecepatan 330 meter per detik
atau sekitar 1.050 km per jam. Saat itu, pilot baru berusaha memegang kendali pesawat
secara manual. Mereka belum menyadari kemiringan pesawat lantaran kemiringan terjadi
sangat perlahan, yakni 1 derajat per detik. Kepanikan pun menyergap kedua pilot itu
ketika menyadari pesawat miring. "Jangan dimiringin, jangan dimiringan," teriakan
terdengar dari ruang kokpit. Keduanya sempat membuka quick reference hand book yang
tersedia pada chapter 11. Sayangnya mereka hanya membaca judul tanpa melakukan
prosedur yang tertera dalam buku tersebut.

Gambar 4. Pilot terlambat menyadari kondisi pesawat yang tidak stabil

Upaya mengendalikan pesawat terlambat dilakukan. Bahkan salah satu bagian


pesawat patah. Burung besi itu pun menghunjam ke perairan Majene dengan kecepatan
sangat tinggi. Di dalam air, pesawat itu pecah. Karena berat jenisnya lebih besar daripada
berat jenis air, serpihan pesawat banyak yang tidak mengambang. Saat itulah nyawa 85
orang dewasa, 7 anak-anak, 5 balita, 4 awak kabin serta pilot dan kopilotnya melayang.
Jasad mereka terkubur dalam laut.

Gambar 5. Pendaratan Pesawat Garuda Indonesia GA421 di Sungai Bengawan Solo


Maka dapat diambil simpulan bahwa kasus kecelakaan pesawatGaruda Indonesia
GA421 disebabkan oleh fakator cuaca, seharusnya pesawat tidak diperbolehkan terbang
ketika cuaca buruk.
B. KASUS KECELAKAAN PESAWAT US AIRWAYS DI SUNGAI
HUDSON.

Kronologi dan Analisis Pendaratan Pesawat US Airways 1549 di Sungai Hudson

Gambar 6. Pendaratan Pesawat US Airways 1549 di Sungai Hudson


Sullenberger merupakan mantan pilot jet tempur. Dia berhasil menyelamatkan
lebih dari 150 orang setelah mendaratkan dengan selamat pesawat Airbus A320 di atas
sungai dingin Hudson. Sullenberger mengarahkan pesawatnya ke sungai setelah dua
mesin pesawat mati usai tabrakan dengan sekelompok burung.Pesawat tersebut bertolak
dari Bandara LaGuardia pada Kamis, 15 Januari 2009 pukul 15.26 waktu setempat
menuju Charlotte, North Carolina. Pesawat baru saja mengudara selama tiga menit
seketika ada sekelompok burung yang sedang berimigrasi menghantam pesawat dengan
keras sehingga merusak kedua mesin pesawat.
Sang kapten telah meminta bantuan dengan ATC untuk meminta pendaratan
darurat di Bandara terdekat. Namun pesawat sudah terbang terlalu rendah, maka sang
pilot mengambil keputusan untuk mendaratkan pesawatnya di sungai Hudson. Apa yang
dilakukan sang pilot disebut-sebut sebagai keberhasilan 'pendaratan di atas air sesuai
buku panduan'. Ketika mesin pesawat mengalami masalah, pilot dengan tenang
menurunkan pesawat ke sungai dengan ekor pesawat lebih dulu menyentuh air.
Kemudian dengan pesawat mengapung di atas air, 150 penumpang dan 4 kru
serta sang pilot keluar dari pesawat dan berdiri di atas sayap. Kapal-kapal bantuan datang
dengan cepat sehingga seluruh penumpang dan kru berhasil dievakuasi dengan selamat
sebelum pesawat akhirnya benar-benar tenggelam.
Pendaratan di atas air (ditching) merupakan pendaratan darurat di perairan. Ini
kadang-kadang terjadi pada pesawat militer dan pesawat yang lebih kecil. Namun sangat
jarang terjadi pada pesawat penumpang komersial. Suhu udara di Sungai Hudson saat
kejadian itu di bawah 6 derajat Celcius.
Maka dapat diambil simpulan bahwa kasus kecelakaan pesawat US Airways
1549 diakibatkan serangan burung secara tiba-tiba mengakibatkan mesin pesawat rusak
dan mati ketika pesawat masih berada diketinggian beribu kaki. Lalu pesawat sudah
terbang terlalu rendah sehingga dipastikan pesawat tidak bisa mendarat di Bandara
terdekat. Sehingga hal yang begitu mengesankan ketika pilot berani mengambil
keputusan untuk mendaratkan pesawatnya di sungai Hudson untuk menyelamatkan
penumpang dan awak pesawatnya.

C. UPAYA AGAR TIDAK TERJADI KECELAKAAN PESAWAT


1. Melakukan pemeriksaan secara berkala tentang kelayakan kondisi pesawat
2. Pembinaan aspek manusia, khususnya awak pesawat terbang
3. Pemerintah dapat menetapkan aturan untuk mengharuskan perusahaan
peenrbangan menjalankan pemeriksaan secara rutin dan menyeluruh atas
armada penerbangannya.
4. Uji kemampuan terbang awak pesawat terbang secara periodik terutama
untuk pilot.

D. KESIMPULAN
1. Potensi kecelakaan memang tidak dapat dihilangkan sama sekali, tetapi
melalui upaya yang sungguh-sungguh potensi tersebut dapat ditekan untuk
mengurangi jumlah korban kecelakaan.
2. Keselamatan peerbangan merupakan faktor utama dalam pengoperasian
pesawat terbang.
3. Secara umum ada dua pemicu utama terjadinya kecelakaan pesawat terbang.
Pertama, “Human error” dan yang kedua adanya “kondisi” yang
membahayakan penerbangan, atau kombinasi keduanya.

Anda mungkin juga menyukai