Anda di halaman 1dari 34

Grand Case

BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA (BPH)

Oleh

Fadhilla Annisa Efendi


1840312436

Pembimbing:
dr. Etriyel, MYH, Sp.U

BAGIAN ILMU BEDAH RUMAH SAKIT DR. M. DJAMIL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering


ditemukan pada pria yang memasuki usia lanjut. Istilah BPH atau Benign
Prostatic Hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat
hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat.1,2,3
Penelitian menyebutkan bahwa prevalensi Benigna Prostat Hiperplasia
(BPH) yang bergejala pada pria berusia 40–49 tahun mencapai hampir 15%.
Angka ini meningkat dengan bertambahnya usia, sehingga pada usia 50–59 tahun
prevalensinya mencapai hampir 25% dan pada usia 60 tahun mencapai angka
sekitar 43%. Angka kejadian BPH di Indonesia sebagai gambaran prevalensi di
dua Rumah Sakit besar di Jakarta yaitu RSCM selama 3 tahun (1994–1999)
terdapat 1040 kasus.1,4
Meskipun jarang mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan yang
menjengkelkan dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini akibat dari
pembesaran kelenjar prostat yang menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher
buli-buli dan uretra atau dikenal sebagai Bladder Outlet Obstruction (BOO).
Obstruksi yang khusus disebabkan oleh pembesaran kelenjar prostat disebut
sebagai Benign Prostate Obstruction (BPO)1,5. Obstruksi ini lama kelamaan dapat
menimbulkan perubahan struktur buli-buli maupun ginjal sehingga menyebabkan
komplikasi pada saluran kemih atas maupun bawah.
Adanya BPH ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih
dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai
dari tindakan yang paling ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai
tindakan yang paling berat yaitu pembedahan.1

Colok dubur atau digital rectal examina-tion (DRE) merupakan


pemeriksaan yang penting pada pasien BPH, disamping pemeriksaan fisik pada
regio suprapubik untuk mencari kemungkinan adanya distensi buli-buli. Dari
pemeriksaan colok dubur ini dapat diperkirakan adanya pembesaran prostat,

2
konsistensi prostat, dan adanya nodul yang merupakan salah satu tanda dari
keganasan prostat5. Kecurigaan suatu keganasan pada pemeriksaan colok dubur,
ternyata hanya 26-34% yang positif kanker prostat pada pemeriksaan biopsi.
Sensitifitas pemeriksaan ini dalam menentukan adanya karsinoma prostat sebesar
33%.

1.2.Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk memahami serta menambah pengetahuan
mengenai BPH.
1.3 Batasan Penulisan
Batasan penulisan case ini membahas mengenai anatomi, definisi,
epidemiologi, etiologi, faktor risiko, patofisiologi, diagnosis, dan
penatalaksanaan BPH.
1.4 Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini berupa tinjauan pustaka yang merujuk pada
beberapa literatur.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi BPH

BPH merupakan suatu keadaan dimana kelenjar periuretral prostat


mengalami hiperplasia yang akan mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer.
Pembesaran ini akan menyebabkan obstruksi leher vesica urinaria dan uretra pars
prostatika, yang mengakibatkan kurangnya aliran kemih dari vesica urinaria.
Selain itu, BPH merupakan pembesaran kelenjar prostat yang bersifat jinak yang
hanya timbul pada laki-laki yang biasanya pada usia pertengahan atau lanjut.2,3,7

Gambar 1 Benign Prostate Hyperplasia (BPH)

2.2 Anatomi Prostat

Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh


kapsul fibromuskuler, yang terletak di sebelah inferior vesika urinaria,
mengelilingi bagian proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada disebelah
anterior rektum. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang
dewasa kurang lebih 20 gram, dengan jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm, lebar
yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm.1

4
Gambar 2 Anatomi Alat Reproduksi Pria1

Kelenjar prostat terbagi menjadi 3 lobus :1


1. Lobus medius
2. Lobus lateralis (2 lobus)
3. Lobus posterior

Gambar 3 Anatomi Prostat 7

Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain:1,7
a. Zona Anterior atau Ventral
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma
fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.

5
b. Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat.
Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma
terbanyak.
c. Zona Sentralis.
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah
meliputi 25% massa glandular prostat.Zona ini resisten terhadap inflamasi.
d. Zona Transisional.
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai
kelenjar preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang
lebih 5% tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior
menjadi benign prostatic hyperpiasia (BPH).
e. Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dari duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif
tersebar sepanjang segmen uretra proksimal.

Vaskularisasi kelenjar prostat yanng utama berasal dari a. vesikalis inferior


(cabang dari a. iliaca interna), a. hemoroidalis media (cabang dari a. mesenterium
inferior), dan a. pudenda interna (cabang dari a. iliaca interna). Cabang-cabang
dari arteri tersebut masuk lewat basis prostat di Vesico Prostatic Junction. Aliran
limfe dari kelenjar prostat membentuk plexus di peri prostat yang kemudian
bersatu untuk membentuk beberapa pembuluh utama, yang menuju ke kelenjar
limfe iliaca interna , iliaca eksterna, obturatoria dan sakral. Sekresi kelenjar pada
epitel prostat berasal dari plexus sakralis medula sakral II-IV dan persarafan
simpatis berasal dari plexus hipogastric inferior T X -L II.1
Prostat adalah kelenjar sex sekunder pada laki-laki yang menghasilkan
cairan dan plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan
cairan vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah
pengaruh Androgen Bodies dan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol.

2.3 Epidemiologi BPH

6
Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang
ditemukan sebelum usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami
peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai pubertas, kemudian terjadi
peningkatan cepat dalam ukuran yang kontinyu sampai akhir 30-an. Pertengahan
dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami hiperplasia. Pada usia lanjut beberapa pria
mengalami pembesaran prostat jinak. Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang
berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun.2,3

2.4 Etiologi dan Faktor Risiko BPH

Penyebab dari pembesaran prostat adalah tidak diketahui secara pasti


namun diduga berhubungan dengan faktor hormonal. BPH merupakan proliferasi
sel stroma dan sel epitel pada gland prostate yang bisa menyebabkan beberapa
gejala.. BPH yang utama terjadi pada zona transisi. Pada otopsi, bukti secara
histology dari BPH jarang pada laki-laki berumur <40 tahun. Androgen
memainkan peranan penting terjadinya BPH. Beberapa yang diduga sebagai
penyebab timbulnya hyperplasia prostat adalah:
a) Adanya perubahan keseimbangan antara hormone testosterone dan
estrogen pada usia lanjut.
b) Peranan dari growth factor sebagai pemacu pertumbuhan stromakelenjar
prostat.
c) Meningkatnya lama hidup sel-sel prostate karena berkurangnya sel yang
mati.
d) Teori stem sel yang menerangkan terjadinya proliferasi abnormal sel stem
sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat
menjadi berlebihan.
Faktor risiko umum untuk BPH antara lain berhubungan dengan
peningkatan usia, fungsi testis, riwayat keluarga BPH, sindroma metabolik,
obesitas, riwayat diabetes, dan ras kulit hitam. Faktor diet, merokok, dan aktivitas
fisik mempengaruhi progresivitas BPH. Seseorang yang menjalani diet tinggi
sayur mempunyai gejala BPH yang lebih ringan. Diet tinggi lemak akan

7
meningkatkan risiko BPH. Berdasarkan penelitian, gaya hidup yang salah akan
meningkatkan risiko BPH atau intesitas beratnya gejala traktus urinarius bawah. 6

2.5 Patofisiologi BPH


Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga
perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan. Pada tahap awal
setelah terjadi pembesaran prostat, terjadi penyempitan lumen uretra pars
prostatika dan menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan
tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, vesika urinaria harus
berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus
ini menyebabkan peruabahan anatomi vesika urinaria berupa hipertrofi otot
detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli.
Perubahan ini dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih bawah
atau lower urinary tract symptoms (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala
prostatismus.2,3,4,5

Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian vesika


urinaria termasuk pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari vesika urinaria ke ureter (refluks vesico-
ureter). Keadaan ini jika terus berlangsung akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke gagal ginjal.2,4,5,6
2.6 Diagnosis BPH
Diagnosis BPH ditegakkan berdasarkan anamnesis, dan pemeriksaan fisik.
Dari anamnesis biasanya ditemukan keluhan sebagai berikut:

2.6.1 Keluhan pada saluran kemih bawah (LUTS)


Keluhan ini terdiri atas gejala obstruksi dan gejala iritatif seperti yang
terlihat pada tabel 2.1. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan
uretra pars prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan
otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sehingga
kontraksi terputus-putus. Sementara itu, gejala itritatif disebabkan oleh karena
pengosongan vesika urinaria yang tidak sempurna pada saat miksi atau
disebabkan oleh hipersensitivitas otot detrusor karena pembesaran prostat

8
menyebabkan rangsangan pada vesiika, sehingga vesika sering berkontraksi
meskipun belum penuh.
Tabel 2.1: Keluhan pada saluran kemih bawah (LUTS)2,3,4,7

Obstruktif Iritatif
Hesitancy:perlu waktu bila mau miksi Frekuensi (miksi > 8x/ hari) karena
pengosongan vesika urinaria tidak
sempurna, pembesaran prostat ke
vesika urinaria, hipertrofi m.detrusor.
Straining:miksi mengejan Urgency: non koordinasi antara
kontraksi m. detrusor dengan relaksasi
m.sfingter.
Weak stream:pancaran miksi lemah Nokturia (miksi > 2x pada malam hari)
Prolonges micturition:miksi perlu Urge incontinence: tidak bisa menahan
waktu lama miksi
Emptying incomplete:miksi tidak puas Disuria
Inkontinensia paradoks

Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah
bawah, WHO menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi
yang disebut Skor Internasional Gejala Prostat atau International Prostatic
Symptom Score (I-PSS). Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang
berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang
berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan yang berhubungan
dengan keluhan miksi diberi nilai 0 sampai dengan 5, sedangkan keluhan yang
menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1 hingga 7. 2,3,4
Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu:
- Ringan : skor 1-7
- Sedang : skor 8-19
- Berat : skor 20-35
Tabel 2.2: Skor IPSS WHO2,3
International Prostatic Symptom Score

Pertanyaan Jawaban dan skor

Keluhan pada bulan Tidak Hampir


<20% <50% 50% >50%
terakhir sekali selalu

9
a. Adakah anda merasa
buli-buli tidak kosong 0 1 2 3 4 5
setelah berkemih

b. Berapa kali anda


berkemih lagi dalam 0 1 2 3 4 5
waktu 2 menit

c. Berapa kali terjadi arus


urin berhenti sewaktu 0 1 2 3 4 5
berkemih

d. Berapa kali anda tidak


dapat menahan untuk 0 1 2 3 4 5
berkemih

e. Berapa kali terjadi arus


lemah sewaktu memulai 0 1 2 3 4 5
kencing

f. Berapa keli terjadi


bangun tidur anda
0 1 2 3 4 5
kesulitan memulai untuk
berkemih

g. Berapa kali anda


bangun untuk berkemih di 0 1 2 3 4 5
malam hari

Jumlah nilai :
0 = baik sekali 3 = kurang
1 = baik 4 = buruk
2 = kurang baik 5 = buruk sekali

2.6.2 Keluhan pada saluran kemih atas

Keluhan akibat penyulit hiperplasi prostat pada saluran kemih bagian atas
berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang

10
merupakan tanda dari hidronefrosis)., atau demam yang merupakan tanda dari
infeksi atau urosepsis.

2.6.3 Keluhan di luar saluran kemih

Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia


inguinalis atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan
pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang terisi penuh
dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat retensi urine. Kadang-
kadang didapatkan urine yang selalu menetes tanpa disadari oleh pasien yang
merupakan tanda dari inkontinensia paradoks. Pada pemeriksaan colok dubur atau
digital rectal examination (DRE) dapat memberikan gambaran tentang keadaan
tonus spingter ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain
seperti benjolan di dalam rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan
prostat harus diperhatikan :
1. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)
2. Adakah asimetris/simteris
3. Adakah nodul pada prostat
4. Apakah batas atas dapat diraba
5. Sulcus medianus prostat
6. Adakah krepitasi
Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan prostat teraba
membesar (tetapi pool atas teraba), konsistensi prostat kenyal seperti meraba
ujung hidung, permukaan rata, lobus kanan dan kiri simetris, tidak didapatkan
nodul, dan menonjol ke dalam rektum dengan ukurannya. Semakin berat derajat
hiperplasia prostat, batas atas semakin sulit untuk diraba. Sedangkan pada
karsinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara
lobus prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi.

11
Gambar 4 Pemeriksaan colok dubur

Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kemih yang terisi penuh


dan teraba masa kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin dan kadang
terdapat nyeri tekan supra simfisis.2,3

2.7 Pemeriksaan Penunjang BPH

2.7.1 Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium berperan dalam menentukan ada tidaknya


komplikasi. Pemeriksaan yang dilakukan diantaranya sedimen urin untuk mencari
kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi saluran kemih, kultur urine
untuk uji sensitivitas antibiotik, faal ginjal untuk mencari kemungkinan adanya
penyulit yang mengenai saluran kemih atas, gula darah untuk mencari
kemungkinan adanya penyakit diabetes mellitus yang dapat menimbulkan
kelainan persarafan vesika urinaria. Jika dicurigai adanya keganasan prostat
diperiksa penanda tumor Prostate Spesific Antigen (PSA).2
Selain itu, residual urine umumnya meningkat (<50cc) dan rata-rata
aliran urine menurun (<10-15cc/s). kreatinin serum dapat meningkat pda kasus
obstruksi lama.

12
2.7.2 Pemeriksaan Pencitraan2,3

2.7.2.1 Foto polos abdomen (Blass Nier Overzicht/ BNO)

BNO berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya
batu/ kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan vesica
urinaria yang penuh terisi urin, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine.
Selain itu juga bisa menunjukkan adanya hidronefrosis, divertikel kandung kemih
atau adanya metastasis ke tulang dari karsinoma prostat.

2.7.2.2 Pielografi Intravena (IVP)


Pemeriksaan IVP dapat menerangkan kemungkinan adanya:
1. Kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis.
2. Memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh adanya
indentasi prostat (pendesakan vesica urinaria oleh kelenjar prostat) atau ureter
di sebelah distal yang berbentuk seperti mata kail atau hooked fish.
3. Penyulit yang terjadi pada vesica urinaria yaitu adanya trabekulasi, divertikel,
atau sakulasi vesica urinaria.
4. Foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu
2.7.2.3 Sistogram Retrograd
Apabila penderita sudah dipasang kateter oleh karena retensi urin, maka
sistogram retrograd dapat pula memberi gambaran indentasi.

2.7.2.4 USG transrektal (Transrectal Ultrasonography = TURS)

Untuk mengetahui besar atau volume kelenjar prostat, adanya


kemungkinan pembesaran prostat maligna, sebagai petunjuk untuk melakukan
biopsi aspirasi prostat, menentukan volume vesica urinaria dan jumlah residual
urine, serta mencari kelainan lain yang mungkin ada di dalam vesica urinaria
seperti batu, tumor, dan divertikel.

2.7.2.7 Pemeriksaan Lain

13
a. Uroflowmetri
Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran urin ditentukan
oleh :
 Daya kontraksi otot detrusor
 Tekanan intravesica
 Resistensi uretra

Angka normal laju pancaran urin ialah 10-12 ml/detik dengan


puncak laju pancaran mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju
pancaran melemah menjadi 6 – 8 ml/detik dengan puncaknya sekitar 11 –
15 ml/detik. Semakin berat derajat obstruksi semakin lemah pancaran urin
yang dihasilkan.
b. Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)
Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan
uroflowmetri tidak dapat membedakan apakah penyebabnya adalah
obstruksi atau daya kontraksi otot detrusor yang melemah. Untuk
membedakan kedua hal tersebut dilakukan pemeriksaan tekanan pancaran
dengan menggunakan Abrams-Griffiths Nomogram. Dengan cara ini maka
sekaligus tekanan intravesica dan laju pancaran urin dapat diukur.
c. Pemeriksaan Volume Residu Urin
Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan
cara sangat sederhana dengan memasang kateter uretra dan mengukur
berapa volume urin yang masih tinggal atau ditentukan dengan
pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi, dapat pula dilakukan dengan
membuat foto post voiding pada waktu membuat IVP. Pada orang normal
sisa urin biasanya kosong, sedang pada retensi urin total sisa urin dapat
melebihi kapasitas normal vesika. Sisa urin lebih dari 100 cc biasanya
dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada penderita
prostat hipertrofi.

2.8 Diagnosis Banding BPH

14
Pada pasien dengan keluhan obstruksi saluran kemih di antaranya:
1. Striktur uretra – terjadi penyempitan pada saluran kemih sehingga
menyebabkan urine flow tidak lancar dan menurunkan pancaran urine.
Biasanya ada riwayat gonorrhea atau trauma lokal. Uretrogram retrograde
akan memperlihatkan area yang stenosis dan striktur menghalangi jalur
instrumen atau kateter.
2. Batu buli-buli kecil – batu di buli-buli bisa menyumbat saluran kemih
sehingga pasien mengedan merasakan buang air kecil tidak puas.
3. Kanker prostat – dapat menyebabkan gejala obstruksi leher vesika
urinaria. PSA dapat meningkat pada pasien BPH, tetapi jika > 10mg/ml
diindikasikan untuk melakukan biopsy prostat melalui perirektal.
4. Neurogenic bladder – dapat menghasilkan gejala yang sama dengan
hiperplasia prostat. Riwayat dengan penyulit neurologis seperti DM, stroke
atau cedera MS/ kompresi MS dapat ditemukan. Defisit neurologis
melibatkan S2-S4 umunya signifikan.
5. Prostatitis akut – menimbulkan gejala obstruksi tapi pasiennya sepsis dan
infeksi urine serta prostate teraba dengan jelas lunak.

Pada pasien dengan keluhan iritatif saluran kemih, dapat disebabkan oleh :
1. Instabilitas detrusor
2. Infeksi saluran kemih
3. Prostatitis
4. Batu ureter distal
5. Batu vesika kecil.

2.9 Penatalaksanaan BPH2,3,4,5

Terapi sedini mungkin sangat dianjurkan untuk mengurangi gejala,


meningkatkan kualitas hidup dan menghindari komplikasi akibat obstruksi yang
berkepanjangan. Tindakan bedah masih merupakan terapi utama untuk hiperplasia
prostat (lebih dari 90% kasus). Meskipun demikian pada dekade terakhir
dikembangkan pula beberapa terapi non-bedah yang mempunyai keunggulan

15
kurang invasif dibandingkan dengan terapi bedah. Mengingat gejala klinik
hiperplasia prostat disebabkan oleh 3 faktor yaitu pembesaran kelenjar periuretral,
menurunnya elastisitas leher vesika, dan berkurangnya kekuatan detrusor, maka
pengobatan gejala klinik ditujukan untuk :
1. Menghilangkan atau mengurangi volume prostat
2. Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3. Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusor
Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah menghilangkan
obstruksi pada leher vesica urinaria. Hal ini dapat dicapai dengan cara
medikamentosa, pembedahan, atau tindakan endourologi yang kurang invasif.

Tabel 2.3: Pilihan Terapi pada BPH

Observasi Medikamentosa Operasi Invasif Minimal

Penghambat TUMT
Watchfull waiting Prostatektomi terbuka
adrenergik α TUBD

Penghambat Endourologi Strent uretra dengan


reduktase α 1. TURP prostacath
Fitoterapi 2. TUIP TUNA
Hormonal 3. TULP (laser)

2.9.1 Observasi (watchfull waiting)


Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan (skor IPSS < 7).
Pada penatalaksanaan ini pasien hanya diberikan penjelasan mengenai sesuatu hal
yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya:
a. Jangan banyak minum dan minum kopi atau alkohol setelah makan malam
b. Kurangi konsumsi makanan atau minuman yang menyebabkan iritasi buli-
buli (kopi atau coklat)
c. Membatasi penggunaan obat-obatan influenza yang mengandung
dekongestan

16
d. Jangan menahan kencing terlalu lama
e. Setiap 6 bulan, kontrol dan periksa kembali skor IPSS, perubahan keluhan,
laju pancaran kencing, dan residual urin.

2.9.2 Medikamentosa

Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk:


1. Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan
golongan penghambat alfa adrenergik
2. Menurunkan volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon
testosteron/dehidrotestosteron (DHT)
2.9.2.1 Obat Penghambat adrenergik
Dasar pengobatan ini adalah mengusahakan agar tonus otot polos
di dalam prostat dan leher vesica berkurang dengan menghambat
rangsangan alpha adrenergik. Seperti diketahui di dalam otot polos prostat
dan leher vesica banyak terdapat reseptor alpha adrenergik. Obat-obatan
yang sering digunakan prazosin, terazosin, doksazosin, dan alfuzosin. Obat
penghambat alpha adrenergik yang lebih selektif terhadap otot polos
prostat yaitu α1a (tamsulosin), sehingga efek sistemik yang tak diinginkan
dari pemakai obat ini dapat dikurangi. Dosis dimulai 1 mg/hari sedangkan
dosis tamzulosin 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaan antagonis alpha 1
adrenergik untuk mengurangi obstruksi pada vesica tanpa merusak
kontraktilitas detrusor.
Obat-obatan golongan ini memberikan perbaikan laju pancaran
urine, menurunkan sisa urine dan mengurangi keluhan. Obat-obat ini juga
memberi penyulit hipotensi, pusing, mual, lemas, dan meskipun sangat
jarang bisa terjadi ejakulasi retrograd, biasanya pasien mulai merasakan
berkurangnya keluhan dalam waktu 1-2 minggu setelah pemakaian obat.

2.9.2.2 Obat Penghambat Enzim 5 Alpha Reduktase


Obat yang dipakai adalah finasterid (proskar) dengan dosis 1x5
mg/hari. Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan

17
dehidrotestosteron sehingga prostat yang membesar dapat mengecil.
Namun obat ini bekerja lebih lambat daripada golongan alpha blocker dan
manfaatnya hanya jelas pada prostat yang sangat besar. Salah satu efek
samping obat ini adalah melemahkan libido dan ginekomastia.
2.9.3 Terapi Operatif
Tindakan operasi ditujukan pada hiperplasi prostat yang sudah
menimbulkan penyulit tertentu, antara lain: retensi urin, batu saluran
kemih, hematuri, infeksi saluran kemih, kelainan pada saluran kemih
bagian atas, atau keluhan LUTS yang tidak menunjukkan perbaikan setelah
menjalani pengobatan medikamentosa. Tindakan operasi yang dilakukan
adalah operasi terbuka atau operasi endourologi transuretra.
2.9.3.1 Prostatektomi terbuka
1. Retropubic infravesica (Terence Millin)
Keuntungan :
 Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar
pada subservikal
 Mortaliti rate rendah
 Langsung melihat fossa prostat
 Dapat untuk memperbaiki segala jenis obstruksi leher buli
 Perdarahan lebih mudah dirawat
 Tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak
perlu selama bila membuka vesika
Kerugian :
 Dapat memotong pleksus santorini
 Mudah berdarah
 Dapat terjadi osteitis pubis
 Tidak bisa untuk BPH dengan penyulit intravesikal
 Tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus
dikerjakan dari dalam vesika
Komplikasi : perdarahan, infeksi, osteitis pubis, trombosis

18
2. Suprapubic Transvesica/TVP (Freeyer)
Keuntungan :
 Baik untuk kelenjar besar
 Mudah dikerjakan
 Banyak dikerjakan untuk semua jenis pembesaran prostat
 Operasi banyak dipergunakan pada hiperplasia prostat dengan
penyulit : batu buli, batu ureter distal, divertikel, uretrokel,
adanya sistostomi, retropubik sulit karena kelainan os pubis,
kerusakan sphingter eksterna minimal.
Kerugian :
 Memotong vesika urinaria dan memerlukan pemakain kateter
lebih lama sampai luka pada dinding vesica sembuh
 Sulit pada orang gemuk
 Sulit untuk kontrol perdarahan
 Merusak mukosa kulit
 Mortality rate 1 -5 %
Komplikasi :
 Striktura post operasi
 Inkontinensia
 Perdarahan
 Recurent
 Carcinoma
 Ejakulasi retrograde
 Impotensi
 Fimosis
3. Transperineal
Keuntungan :
 Dapat langssung pada fossa prostat
 Pembuluh darah tampak lebih jelas
 Mudah untuk pinggul sempit
 Langsung biopsi untuk karsinoma

19
Kerugian :
 Impotensi
 Inkontinensia
 Bisa terkena rektum
 Perdarahan hebat
 Merusak diagframa urogenital
2.9.3.2 Prostatektomi Endourologi

1. Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)


Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir
seluruhnya terdiri dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan perifer ditinggalkan
bersama kapsulnya. Metode ini cukup aman, efektif dan berhasil guna, bisa terjadi
ejakulasi retrograd dan pada sebagaian kecil dapat mengalami impotensi. Hasil
terbaik diperoleh pasien yang sungguh membutuhkan tindakan bedah. Untuk
keperluan tersebut, evaluasi urodinamik sangat berguna untuk membedakan
pasien dengan obstruksi dari pasien non-obstruksi. Evaluasi ini berperan selektif
dalam penentuan perlu tidaknya dilakukan TUR.
Saat ini tindakan TUR P merupakan tindakan operasi paling banyak
dikerjakan di seluruh dunia. Reseksi kelenjar prostat dilakukan trans-uretra
dengan mempergunakan cairan irigan (pembilas) agar supaya daerah yang akan
direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan
adalah berupa larutan non ionik, yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran
listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya cukup murah
adalah H2O steril (aquades).
Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga
cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang
terbuka pada saat reseksi. Kelebihan air dapat menyebabkan terjadinya
hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma TUR
P. Sindroma ini ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran somnolen,
tekanan darah meningkat, dan terdapat bradikardi.
Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang
akhirnya jatuh dalam keadaan koma dan meninggal. Angka mortalitas sindroma
TURP ini adalah sebesar 0,99%. Karena itu untuk mengurangi timbulnya

20
sindroma TURP dipakai cairan non ionik yang lain tetapi harganya lebih mahal
daripada aquades, antara lain adalah cairan glisin, membatasi jangka waktu
operasi tidak melebihi 1 jam, dan memasang sistostomi suprapubik untuk
mengurangi tekanan air pada buli-buli selama reseksi prostat.

Gambar 2.7: TURP


Keuntungan :
 Luka incisi tidak ada
 Lama perawatan lebih pendek
 Morbiditas dan mortalitas rendah
 Prostat fibrous mudah diangkat
 Perdarahan mudah dilihat dan dikontrol
Kerugian :
 Teknik sulit
 Resiko merusak uretra
 Intoksikasi cairan
 Trauma sphingter eksterna dan trigonum
 Tidak dianjurkan untuk BPH yang besar
 Alat mahal
 Ketrampilan khusus

Komplikasi:
 Selama operasi: perdarahan, sindrom TURP, dan perforasi

21
 Pasca bedah dini: perdarahan, infeksi lokal atau sistemik
 Pasca bedah lanjut: inkontinensia, disfungsi ereksi, ejakulasi
retrograd, dan striktura uretra.
2. Trans Urethral Incision of Prostate (TUIP)
Metode ini di indikasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif, tetapi
ukuran prostatnya mendekati normal.Pada hiperplasia prostat yang tidak begitu
besar dan pada pasien yang umurnya masih muda umumnya dilakukan metode
tersebut atau incisi leher buli-buli atau bladder neck incision (BNI) pada jam 5
dan 7. Terapi ini juga dilakukan secara endoskopik yaitu dengan menyayat
memakai alat seperti yangg dipakai pada TURP tetapi memakai alat pemotong
yang menyerupai alat penggaruk, sayatan dimulai dari dekat muara ureter sampai
dekat ke verumontanum dan harus cukup dalam sampai tampak kapsul prostat.
Kelebihan dari metode ini adalah lebih cepat daripada TUR dan
menurunnya kejadian ejakulasi retrograde dibandingkan dengan cara TUR.
3. Trans Urethral Laser of the Prostate (Laser prostatectomy)
Oleh karena cara operatif (operasi terbuka atau TURP) untuk mengangkat
prostat yang membesar merupakan operasi yang berdarah, sedang pengobatan
dengan TUMT dan TURF belum dapat memberikan hasil yang sebaik dengan
operasi maka dicoba cara operasi yang dapat dilakukan hampir tanpa perdarahan.
Waktu yang diperlukan untuk melaser prostat biasanya sekitar 2-4 menit
untuk masing-masing lobus prostat (lobus lateralis kanan, kiri dan medius). Pada
waktu ablasi akan ditemukan pop corn effect sehingga tampak melalui sistoskop
terjadi ablasi pada permukaan prostat, sehingga uretra pars prostatika akan segera
menjadi lebih lebar, yang kemudian masih akan diikuti efek ablasi ikutan yang
akan menyebabkan “laser nekrosis” lebih dalam setelah 4-24 minggu sehingga
hasil akhir nanti akan terjadi rongga didalam prostat menyerupai rongga yang
terjadi sehabis TUR.
Keuntungan bedah laser ialah :
 Tidak menyebabkan perdarahan sehingga tidak mungkin terjadi
retensi akibat bekuan darah dan tidak memerlukan transfusi
 Teknik lebih sederhana
 Waktu operasi lebih cepat

22
 Lama tinggal di rumah sakit lebih singkat
 Tidak memerlukan terapi antikoagulan
 Resiko impotensi tidak ada
 Resiko ejakulasi retrograd minimal
Kerugian :
Penggunaan laser ini masih memerlukan anestesi (regional).

2.9.3.3 Invasif Minimal

1. Trans Urethral Microwave Thermotherapy (TUMT)


Cara memanaskan prostat sampai 44,5°C – 47°C ini mulai diperkenalkan
dalam tiga tahun terakhir ini. Dikatakan dengan memanaskan kelenjar periuretral
yang membesar ini dengan gelombang mikro (microwave) yaitu dengan
gelombang ultarasonik atau gelombang radio kapasitif akan terjadi vakuolisasi
dan nekrosis jaringan prostat, selain itu juga akan menurunkan tonus otot polos
dan kapsul prostat sehingga tekanan uretra menurun sehingga obstruksi
berkurang. lanjut mengenai cara kerja dasar klinikal, efektifitasnya serta side efek
yang mungkin timbul.
Cara kerja TUMT ialah antene yang berada pada kateter dapat
memancarkan microwave kedalam jaringan prostat. Oleh karena temperatur pada
antene akan tinggi maka perlu dilengkapi dengan surface costing agar tidak
merusak mucosa ureter. Dengan proses pendindingan ini memang mucosa tidak
rusak tetapi penetrasi juga berkurang.
Cara TURF (trans Uretral Radio Capacitive Frequency) memancarkan
gelombang “radio frequency” yang panjang gelombangnya lebih besar daripada
tebalnya prostat juga arah dari gelombang radio frequency dapat diarahkan oleh
elektrode yang ditempel diluar (pada pangkal paha) sehingga efek panasnya dapat
menetrasi sampai lapisan yang dalam. Keuntungan lain oleh karena kateter yang
ada alat pemanasnya mempunyai lumen sehingga pemanasan bisa lebih lama, dan
selama pemanasan urine tetap dapat mengalir keluar.

23
Gambar 2.8: TUMT

2. Trans Urethral Ballon Dilatation (TUBD)


Dilatasi uretra pars prostatika dengan balon ini mula-mula
dikerjakan dengan jalan melakukan commisurotomi prostat pada jam 12.00
dengan jalan melalui operasi terbuka (transvesikal).
Prostat di tekan menjadi dehidrasi sehingga lumen uretra
melebar. Mekanismenya :
1. Kapsul prostat diregangkan
2. Tonus otot polos prostat dihilangkan dengan penekanan tersebut
3. Reseptor alpha adrenergic pada leher vesika dan uretra pars
prostatika dirusak
3. Trans Urethral Needle Ablation (TUNA)
Yaitu dengan menggunakan gelombang radio frekuensi tinggi untuk
menghasilkan ablasi termal pada prostat. Cara ini mempunyai prospek yang baik
guna mencapai tujuan untuk menghasilkan prosedur dengan perdarahan minimal,
tidak invasif dan mekanisme ejakulasi dapat dipertahankan.

Gambar 2.8: TUNA


3. Stent Urethra
Pada hakekatnya cara ini sama dengan memasang kateter uretra, hanya
saja kateter tersebut dipasang pada uretra pars prostatika. Bentuk stent ada yang

24
spiral dibuat dari logam bercampur emas yang dipasang diujung kateter
(Prostacath). Stents ini digunakan sebagai protesis indwelling permanen yang
ditempatkan dengan bantuan endoskopi atau bimbingan pencitraan. Untuk
memasangnya, panjang uretra pars prostatika diukur dengan USG dan kemudian
dipilih alat yang panjangnya sesuai, lalu alat tersebut dimasukkan dengan kateter
pendorong dan bila letak sudah benar di uretra pars prostatika maka spiral tersebut
dapat dilepas dari kateter pendorong. Pemasangan stent ini merupakan cara
mengatasi obstruksi infravesikal yang juga kurang invasif, yang merupakan
alternatif sementara apabila kondisi penderita belum memungkinkan untuk
mendapatkan terapi yang lebih invasif.
2.10 Komplikasi BPH

Hiperplasia prostat dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut :


a. Inkontinensia Paradoks
b. Batu Kandung Kemih
c. Hematuria
d. Sistitis
e. Pielonefritis
f. Retensi Urin Akut Atau Kronik
g. Hidroureter
h. Hidronefrosis
i. Gagal Ginjal

BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. AS
Umur : 69 tahun
Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Tidak bekerja
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam

25
Alamat : Marapalam, Padang

3.2 Anamnesis

Keluhan Utama :
Buang air kecil tidak lancar sejak 2 tahun yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang:


 Awalnya, pasien mengeluhkan buang air kecil tidak lancar sejak 2 tahun
terakhir. Pasien merasakan tidak puas ketika BAK. pasien harus mengedan
agar air kencingnya keluar. Pasien merasa BAK menjadi lebih sering terutama
waktu malam dan terbangun lebih dari 6 kali dan pasien juga merasakan
pancaran BAK menjadi lebih lemah dari biasanya.
 Riwayat BAK berdarah (-), berpasir (-)
 Demam (-)
 Riwayat nyeri pinggang (-)
 Penurunan nafsu makan (-), penurunan BB (-)
 Mual dan muntah (-)

Riwayat Penyakit Dahulu


 Pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya
 Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak tahun 2015 dan jarang kontrol
 Pasien memiliki riwayat Diabetes mellitus sejak tahun 2014
 Riwayat keganasan (-)
Riwayat Pengobatan
 Pasien pernah mengkonsumsi obat anti hipertensi namun tidak teratur
 Pasien pernah mengkonsumsi obat diabetes mellitus namun tidak teratur

Riwayat Penyakit Keluarga


 Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama dengan
pasien.

26
 Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan
pasien.

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, Kejiwaan, dan Kebiasaan

 Pasien tidak bekerja

 Pasien merokok selama 40 tahun sebanyak 1-2 bungkus per hari

Riwayat alergi

 Tidak ada

Riwayat seksual

 Tidak ada kelainan

Pemeriksaan IPSS

Dalam 1 bulan akhir ini berapa seringkah anda :

1. Incomplete emptying
How often have you had a sensation of not emptying your bladder completely
after you finish urinating? Score 3
2. Frequency
How often have you had to urinate again less than two hours after you finished
urinating? Score 4
3. Intermittency
How often have you found you stopped and started again several times when
you urinate? Score 4
4. Urgency
How difficult have you found it to postpone urination? Score 5
5. Weak stream
How often have you had a weak urinary stream? Score 4
6. Straining
How often you had to push or strain to begin urination? Score 5
7. Nocturia

27
How many times you did most typically get up to urinate at night? Score 3
8. If you were to spend the rest of your life with your urinary condition just the
way it is now, how would you feel about that? Score 5
Kesimpulan: Skor IPSS = 28 ( kategori berat ), QoL = 5

3.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Vital sign
Tekanan darah : 140/75 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5 º C
TB : 170 cm
BB : 65 kg

Status Generalisata
Kepala : Normocephal, rambut tidak mudah rontok
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
bulat isokor (2mm/2 mm), reflek cahaya (+/+)
Hidung : Tidak ada pernafasan cuping hidung, mukosa tidak
hiperemis, sekret tidak ada, tidak ada deviasi
septum
Telinga : Simetris, tidak ada kelainan, otore (-/-)
Mulut : Sianosis, perdarahan gusi (-), lidah tidak
kotor, faring tidak hiperemis
Leher : Tidak ada deviasi trakhea, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid dan getah bening, JVP tidak
meningkat
Thorax
Paru:
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis

28
Palpasi : Taktil fremitus simetris kanan-kiri
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler pada seluruh lapangan paru,
wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V.
Perkusi : Batas atas sela iga II LMCS
Batas kanan sela iga V garis sternal kanan
Batas kiri 1 jari medial LMCS RIC V
Auskultasi : Bunyi jantung I – II murni, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : Perut tidak nampak membuncit
Palpasi : Hepar dan Lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium (-),
nyeri lepas (-), defans muskuler (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas
Superior : Sianosis (-), oedem (-), ikterik (-)
Inferior : Sianosis (-), oedem (-), ikterik (-)

Status Lokalis
Pemeriksaan Flank
Inspeksi : inflamasi (-), massa (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), tidak teraba massa
Perkusi : nyeri ketok pada sudut costovertebrae (-)
Pemeriksaan Supra simfisis
Inspeksi : datar, massa (-), tanda inflamasi (-)
Palpasi : tidak teraba massa, tidak ada distensi

29
Perkusi : timpani
Pemeriksaan genitalia eksterna
Inspeksi : tidak ada bekas luka
Palpasi : tidak ada indurasi pada urethra

Regio Anal
Inspeksi : Benjolan (-), laserasi (-)
Rectal Toucher
 Anus : Tenang
 Sfingter : Menjepit
 Mukosa : licin
 Ampula : lapang
 Nyeri tekan : tidak ada
 sulkus mediana tidak teraba, pul atas tidak teraba, nodul (-), nyeri
tekan (-).
 Handscoon : feses (-), darah (-), lendir (-)

Pemeriksaan penunjang

Laboratorium ( tanggal 2 Februari 2019)


Darah Rutin

Hb : 15,1 gr/dl

Leukosit : 8,340/mm3

Trombosit : 271.000 /mm

Hematokrit : 48%

PSA : 9,84 mg/dl

Diagnosis Kerja
Non retensio urin ec Benign Prostate Hyperplasia (BPH)

Diagnosis Banding
- Striktur urethra
- Karsinoma prostat
- Prostatitis

30
Terapi
Pemberian obat-obatan:

-Harnal Ocas 1x1 mg

-Avodart 1x1 mg

Rencana Pemeriksaan Penunjang


USG urologi
Pembesaran prostat ukuran 6,75x4,74x5,78, volume 9,68 cm3, permukaan reguler,
echostruktur normal, tidak tampak massa, tidak tampak kalsifikasi.

Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam

BAB IV
DISKUSI
Seorang laki—laki, 69 tahun datang ke poli bedah RSUP Dr. M.Djamil

Padang dengan keluhan utama pasien mengeluhkan buang air kecil tidak lancar

31
sejak 2 tahun yang lalu. BAK harus mengedan agar air kencingnya keluar, selain

itu pasien merasakan BAK tidak tuntas atau tidak puas. Pasien merasakan gejala

yang dirasakan menjadi bertambah, pasien merasa BAK menjadi lebih sering

terutama waktu malam dan terbangun lebih dari 6 kali dan pernah kencing setiap

10 menit sekali dan sakit untuk memulai berkemih. Selain itu, keluar kencing

menetes – netes, terputus dan melemah pancarannya. Riwayat BAK berdarah

dan berpasir tidak ada. Dari anamnesis di atas tergambar kemungkinan ada

masalah pada saluran kemih dimana terjadi sumbatan pada saluran tersebut.

Kebanyakan pada usia lanjut yang diatas 50 tahun, gejala ini biasanya diakibatkan

oleh adanya pembesaran prostat.1,2,3 Pada kasus ini dapat ditemukan gejala Lower

Urinary Tract Syndrom (LUTS). Gejalanya meliputi gejala obstruktif dan gejala

iritatif yang sering disebut sebagai sindroma prostatismus dimana pasien

mengeluhkan harus miksi dengan mengedan, pancarannya lemah dan menetes

keluarnya dan merasakan tidak puas berkemih. Menurut IPSS (International

Prostate Symptoms Score), pasien ini mempunyai skor 28 yaitu severely

symptomatic. Infeksi saluran kemih, maupun batu saluran kemih bisa disingkirkan

karena keluhan yang megarah ke sana disangkal pasien.

Terdapat alat diagnostic yang luas digunakan untuk menilai gejala pada pasien

BPH yaitu system skor yang dikeluarkan oleh WHO dengan IPSS (International

prostate Symptom Score), disertai pertanyaan tentang kualitas hidup akibat

keluhan berkemih. Pada Tn.B dapat dinilai IPSS adalah 28 dengan kualitas tidak

bahagia (5). Skor diklasifikasikan menjadi 0-7 ringan, 8-19 sedang dan 20-35

berat. Jadi pasien ini termasuk dalam kategori simtomatis berat.

32
Dari pemeriksaan fisik status lokalis didapatkan regio anal, pada inspeksi

anus didapatkan benjolan (-), laserasi (-), dari pemeriksaan RT didapatkan sfingter

ani menjepit, mukosa licin dan ampulla rekti normal, pool atas tidak teraba.

Konsistensinya kenyal, permukaan rata dan tidak ada nodul, sulcus medianus

tidak teraba , handschoon: darah, lendir dan feses tidak ada. Jika pada RT

ditemukan konsistensi yang keras dan noduler, permukaan berbenjol-benjol maka

dapat dicurigai suatu keganasan prostat. Jika konsistensinya keras padat curiga

bladder neck contracture, jika konsistensi seperti teraba pasir dalam kantong

curiga calculi prostate.

Dari pemeriksaan laboratorium dan urinalisa ditemukan dalam batas normal.

Hasil ini menyingkirkan kemungkinan lain seperti infeksi saluran kemih, dan

batu saluran kemih.

Jadi dari anamnesis, pemerikaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,


mendukung diagnosis kerja kearah suspek BPH. Pasien tidak dilakukan operasi
dan tetap mengkonsumsi obat-obatan harnal Ocas 1x1 mg, dan avodart 1x1 mg.

DAFTAR PUSTAKA

1. Snell, R.S. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC. 2011.

33
2. Purnomo, B.B. Dasar-Dasar Urologi Edisi Kedua. Jakarta: Sagung Seto.

2009.

3. Mansjoer, A., Suprohaita, Wahyu, I.W., Wiwiek, S. Kapita Selekta

Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua. Jakarta: Media Aesculapius. 2000.

4. Sjamsuhidajat, R., Warko K. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC.

2010.

5. Price, S.A., Lorraine, M.W. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC. 2005.

6. Skinder, D., Ilana, Z., Jillian, S., Jean, C. Benign Prostatic Hyperplasia: A

Clinical Review. Journal of the American of Physician Assistants. 2016

August; 29 (8): 19-23.

7. William N.S, Bulstrode J.K.C.,O’connell R.P. The prostate and The prostate

and seminal vesicle. Chapter 77. Bailey and Love’s Short practice for general

surgery. 26th edition. Hal 1340-55.

34

Anda mungkin juga menyukai