Oleh
Pembimbing:
dr. Etriyel, MYH, Sp.U
2
konsistensi prostat, dan adanya nodul yang merupakan salah satu tanda dari
keganasan prostat5. Kecurigaan suatu keganasan pada pemeriksaan colok dubur,
ternyata hanya 26-34% yang positif kanker prostat pada pemeriksaan biopsi.
Sensitifitas pemeriksaan ini dalam menentukan adanya karsinoma prostat sebesar
33%.
1.2.Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk memahami serta menambah pengetahuan
mengenai BPH.
1.3 Batasan Penulisan
Batasan penulisan case ini membahas mengenai anatomi, definisi,
epidemiologi, etiologi, faktor risiko, patofisiologi, diagnosis, dan
penatalaksanaan BPH.
1.4 Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini berupa tinjauan pustaka yang merujuk pada
beberapa literatur.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
Gambar 2 Anatomi Alat Reproduksi Pria1
Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain:1,7
a. Zona Anterior atau Ventral
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma
fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
5
b. Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat.
Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma
terbanyak.
c. Zona Sentralis.
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah
meliputi 25% massa glandular prostat.Zona ini resisten terhadap inflamasi.
d. Zona Transisional.
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai
kelenjar preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang
lebih 5% tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior
menjadi benign prostatic hyperpiasia (BPH).
e. Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dari duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif
tersebar sepanjang segmen uretra proksimal.
6
Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang
ditemukan sebelum usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami
peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai pubertas, kemudian terjadi
peningkatan cepat dalam ukuran yang kontinyu sampai akhir 30-an. Pertengahan
dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami hiperplasia. Pada usia lanjut beberapa pria
mengalami pembesaran prostat jinak. Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang
berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun.2,3
7
meningkatkan risiko BPH. Berdasarkan penelitian, gaya hidup yang salah akan
meningkatkan risiko BPH atau intesitas beratnya gejala traktus urinarius bawah. 6
8
menyebabkan rangsangan pada vesiika, sehingga vesika sering berkontraksi
meskipun belum penuh.
Tabel 2.1: Keluhan pada saluran kemih bawah (LUTS)2,3,4,7
Obstruktif Iritatif
Hesitancy:perlu waktu bila mau miksi Frekuensi (miksi > 8x/ hari) karena
pengosongan vesika urinaria tidak
sempurna, pembesaran prostat ke
vesika urinaria, hipertrofi m.detrusor.
Straining:miksi mengejan Urgency: non koordinasi antara
kontraksi m. detrusor dengan relaksasi
m.sfingter.
Weak stream:pancaran miksi lemah Nokturia (miksi > 2x pada malam hari)
Prolonges micturition:miksi perlu Urge incontinence: tidak bisa menahan
waktu lama miksi
Emptying incomplete:miksi tidak puas Disuria
Inkontinensia paradoks
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah
bawah, WHO menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi
yang disebut Skor Internasional Gejala Prostat atau International Prostatic
Symptom Score (I-PSS). Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang
berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang
berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan yang berhubungan
dengan keluhan miksi diberi nilai 0 sampai dengan 5, sedangkan keluhan yang
menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1 hingga 7. 2,3,4
Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu:
- Ringan : skor 1-7
- Sedang : skor 8-19
- Berat : skor 20-35
Tabel 2.2: Skor IPSS WHO2,3
International Prostatic Symptom Score
9
a. Adakah anda merasa
buli-buli tidak kosong 0 1 2 3 4 5
setelah berkemih
Jumlah nilai :
0 = baik sekali 3 = kurang
1 = baik 4 = buruk
2 = kurang baik 5 = buruk sekali
Keluhan akibat penyulit hiperplasi prostat pada saluran kemih bagian atas
berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang
10
merupakan tanda dari hidronefrosis)., atau demam yang merupakan tanda dari
infeksi atau urosepsis.
11
Gambar 4 Pemeriksaan colok dubur
2.7.1 Laboratorium
12
2.7.2 Pemeriksaan Pencitraan2,3
BNO berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya
batu/ kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan vesica
urinaria yang penuh terisi urin, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine.
Selain itu juga bisa menunjukkan adanya hidronefrosis, divertikel kandung kemih
atau adanya metastasis ke tulang dari karsinoma prostat.
13
a. Uroflowmetri
Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran urin ditentukan
oleh :
Daya kontraksi otot detrusor
Tekanan intravesica
Resistensi uretra
14
Pada pasien dengan keluhan obstruksi saluran kemih di antaranya:
1. Striktur uretra – terjadi penyempitan pada saluran kemih sehingga
menyebabkan urine flow tidak lancar dan menurunkan pancaran urine.
Biasanya ada riwayat gonorrhea atau trauma lokal. Uretrogram retrograde
akan memperlihatkan area yang stenosis dan striktur menghalangi jalur
instrumen atau kateter.
2. Batu buli-buli kecil – batu di buli-buli bisa menyumbat saluran kemih
sehingga pasien mengedan merasakan buang air kecil tidak puas.
3. Kanker prostat – dapat menyebabkan gejala obstruksi leher vesika
urinaria. PSA dapat meningkat pada pasien BPH, tetapi jika > 10mg/ml
diindikasikan untuk melakukan biopsy prostat melalui perirektal.
4. Neurogenic bladder – dapat menghasilkan gejala yang sama dengan
hiperplasia prostat. Riwayat dengan penyulit neurologis seperti DM, stroke
atau cedera MS/ kompresi MS dapat ditemukan. Defisit neurologis
melibatkan S2-S4 umunya signifikan.
5. Prostatitis akut – menimbulkan gejala obstruksi tapi pasiennya sepsis dan
infeksi urine serta prostate teraba dengan jelas lunak.
Pada pasien dengan keluhan iritatif saluran kemih, dapat disebabkan oleh :
1. Instabilitas detrusor
2. Infeksi saluran kemih
3. Prostatitis
4. Batu ureter distal
5. Batu vesika kecil.
15
kurang invasif dibandingkan dengan terapi bedah. Mengingat gejala klinik
hiperplasia prostat disebabkan oleh 3 faktor yaitu pembesaran kelenjar periuretral,
menurunnya elastisitas leher vesika, dan berkurangnya kekuatan detrusor, maka
pengobatan gejala klinik ditujukan untuk :
1. Menghilangkan atau mengurangi volume prostat
2. Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3. Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusor
Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah menghilangkan
obstruksi pada leher vesica urinaria. Hal ini dapat dicapai dengan cara
medikamentosa, pembedahan, atau tindakan endourologi yang kurang invasif.
Penghambat TUMT
Watchfull waiting Prostatektomi terbuka
adrenergik α TUBD
16
d. Jangan menahan kencing terlalu lama
e. Setiap 6 bulan, kontrol dan periksa kembali skor IPSS, perubahan keluhan,
laju pancaran kencing, dan residual urin.
2.9.2 Medikamentosa
17
dehidrotestosteron sehingga prostat yang membesar dapat mengecil.
Namun obat ini bekerja lebih lambat daripada golongan alpha blocker dan
manfaatnya hanya jelas pada prostat yang sangat besar. Salah satu efek
samping obat ini adalah melemahkan libido dan ginekomastia.
2.9.3 Terapi Operatif
Tindakan operasi ditujukan pada hiperplasi prostat yang sudah
menimbulkan penyulit tertentu, antara lain: retensi urin, batu saluran
kemih, hematuri, infeksi saluran kemih, kelainan pada saluran kemih
bagian atas, atau keluhan LUTS yang tidak menunjukkan perbaikan setelah
menjalani pengobatan medikamentosa. Tindakan operasi yang dilakukan
adalah operasi terbuka atau operasi endourologi transuretra.
2.9.3.1 Prostatektomi terbuka
1. Retropubic infravesica (Terence Millin)
Keuntungan :
Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar
pada subservikal
Mortaliti rate rendah
Langsung melihat fossa prostat
Dapat untuk memperbaiki segala jenis obstruksi leher buli
Perdarahan lebih mudah dirawat
Tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak
perlu selama bila membuka vesika
Kerugian :
Dapat memotong pleksus santorini
Mudah berdarah
Dapat terjadi osteitis pubis
Tidak bisa untuk BPH dengan penyulit intravesikal
Tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus
dikerjakan dari dalam vesika
Komplikasi : perdarahan, infeksi, osteitis pubis, trombosis
18
2. Suprapubic Transvesica/TVP (Freeyer)
Keuntungan :
Baik untuk kelenjar besar
Mudah dikerjakan
Banyak dikerjakan untuk semua jenis pembesaran prostat
Operasi banyak dipergunakan pada hiperplasia prostat dengan
penyulit : batu buli, batu ureter distal, divertikel, uretrokel,
adanya sistostomi, retropubik sulit karena kelainan os pubis,
kerusakan sphingter eksterna minimal.
Kerugian :
Memotong vesika urinaria dan memerlukan pemakain kateter
lebih lama sampai luka pada dinding vesica sembuh
Sulit pada orang gemuk
Sulit untuk kontrol perdarahan
Merusak mukosa kulit
Mortality rate 1 -5 %
Komplikasi :
Striktura post operasi
Inkontinensia
Perdarahan
Recurent
Carcinoma
Ejakulasi retrograde
Impotensi
Fimosis
3. Transperineal
Keuntungan :
Dapat langssung pada fossa prostat
Pembuluh darah tampak lebih jelas
Mudah untuk pinggul sempit
Langsung biopsi untuk karsinoma
19
Kerugian :
Impotensi
Inkontinensia
Bisa terkena rektum
Perdarahan hebat
Merusak diagframa urogenital
2.9.3.2 Prostatektomi Endourologi
20
sindroma TURP dipakai cairan non ionik yang lain tetapi harganya lebih mahal
daripada aquades, antara lain adalah cairan glisin, membatasi jangka waktu
operasi tidak melebihi 1 jam, dan memasang sistostomi suprapubik untuk
mengurangi tekanan air pada buli-buli selama reseksi prostat.
Komplikasi:
Selama operasi: perdarahan, sindrom TURP, dan perforasi
21
Pasca bedah dini: perdarahan, infeksi lokal atau sistemik
Pasca bedah lanjut: inkontinensia, disfungsi ereksi, ejakulasi
retrograd, dan striktura uretra.
2. Trans Urethral Incision of Prostate (TUIP)
Metode ini di indikasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif, tetapi
ukuran prostatnya mendekati normal.Pada hiperplasia prostat yang tidak begitu
besar dan pada pasien yang umurnya masih muda umumnya dilakukan metode
tersebut atau incisi leher buli-buli atau bladder neck incision (BNI) pada jam 5
dan 7. Terapi ini juga dilakukan secara endoskopik yaitu dengan menyayat
memakai alat seperti yangg dipakai pada TURP tetapi memakai alat pemotong
yang menyerupai alat penggaruk, sayatan dimulai dari dekat muara ureter sampai
dekat ke verumontanum dan harus cukup dalam sampai tampak kapsul prostat.
Kelebihan dari metode ini adalah lebih cepat daripada TUR dan
menurunnya kejadian ejakulasi retrograde dibandingkan dengan cara TUR.
3. Trans Urethral Laser of the Prostate (Laser prostatectomy)
Oleh karena cara operatif (operasi terbuka atau TURP) untuk mengangkat
prostat yang membesar merupakan operasi yang berdarah, sedang pengobatan
dengan TUMT dan TURF belum dapat memberikan hasil yang sebaik dengan
operasi maka dicoba cara operasi yang dapat dilakukan hampir tanpa perdarahan.
Waktu yang diperlukan untuk melaser prostat biasanya sekitar 2-4 menit
untuk masing-masing lobus prostat (lobus lateralis kanan, kiri dan medius). Pada
waktu ablasi akan ditemukan pop corn effect sehingga tampak melalui sistoskop
terjadi ablasi pada permukaan prostat, sehingga uretra pars prostatika akan segera
menjadi lebih lebar, yang kemudian masih akan diikuti efek ablasi ikutan yang
akan menyebabkan “laser nekrosis” lebih dalam setelah 4-24 minggu sehingga
hasil akhir nanti akan terjadi rongga didalam prostat menyerupai rongga yang
terjadi sehabis TUR.
Keuntungan bedah laser ialah :
Tidak menyebabkan perdarahan sehingga tidak mungkin terjadi
retensi akibat bekuan darah dan tidak memerlukan transfusi
Teknik lebih sederhana
Waktu operasi lebih cepat
22
Lama tinggal di rumah sakit lebih singkat
Tidak memerlukan terapi antikoagulan
Resiko impotensi tidak ada
Resiko ejakulasi retrograd minimal
Kerugian :
Penggunaan laser ini masih memerlukan anestesi (regional).
23
Gambar 2.8: TUMT
24
spiral dibuat dari logam bercampur emas yang dipasang diujung kateter
(Prostacath). Stents ini digunakan sebagai protesis indwelling permanen yang
ditempatkan dengan bantuan endoskopi atau bimbingan pencitraan. Untuk
memasangnya, panjang uretra pars prostatika diukur dengan USG dan kemudian
dipilih alat yang panjangnya sesuai, lalu alat tersebut dimasukkan dengan kateter
pendorong dan bila letak sudah benar di uretra pars prostatika maka spiral tersebut
dapat dilepas dari kateter pendorong. Pemasangan stent ini merupakan cara
mengatasi obstruksi infravesikal yang juga kurang invasif, yang merupakan
alternatif sementara apabila kondisi penderita belum memungkinkan untuk
mendapatkan terapi yang lebih invasif.
2.10 Komplikasi BPH
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. AS
Umur : 69 tahun
Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Tidak bekerja
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
25
Alamat : Marapalam, Padang
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama :
Buang air kecil tidak lancar sejak 2 tahun yang lalu
26
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan
pasien.
Riwayat alergi
Tidak ada
Riwayat seksual
Pemeriksaan IPSS
1. Incomplete emptying
How often have you had a sensation of not emptying your bladder completely
after you finish urinating? Score 3
2. Frequency
How often have you had to urinate again less than two hours after you finished
urinating? Score 4
3. Intermittency
How often have you found you stopped and started again several times when
you urinate? Score 4
4. Urgency
How difficult have you found it to postpone urination? Score 5
5. Weak stream
How often have you had a weak urinary stream? Score 4
6. Straining
How often you had to push or strain to begin urination? Score 5
7. Nocturia
27
How many times you did most typically get up to urinate at night? Score 3
8. If you were to spend the rest of your life with your urinary condition just the
way it is now, how would you feel about that? Score 5
Kesimpulan: Skor IPSS = 28 ( kategori berat ), QoL = 5
Status Generalisata
Kepala : Normocephal, rambut tidak mudah rontok
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
bulat isokor (2mm/2 mm), reflek cahaya (+/+)
Hidung : Tidak ada pernafasan cuping hidung, mukosa tidak
hiperemis, sekret tidak ada, tidak ada deviasi
septum
Telinga : Simetris, tidak ada kelainan, otore (-/-)
Mulut : Sianosis, perdarahan gusi (-), lidah tidak
kotor, faring tidak hiperemis
Leher : Tidak ada deviasi trakhea, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid dan getah bening, JVP tidak
meningkat
Thorax
Paru:
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
28
Palpasi : Taktil fremitus simetris kanan-kiri
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler pada seluruh lapangan paru,
wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V.
Perkusi : Batas atas sela iga II LMCS
Batas kanan sela iga V garis sternal kanan
Batas kiri 1 jari medial LMCS RIC V
Auskultasi : Bunyi jantung I – II murni, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : Perut tidak nampak membuncit
Palpasi : Hepar dan Lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium (-),
nyeri lepas (-), defans muskuler (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Superior : Sianosis (-), oedem (-), ikterik (-)
Inferior : Sianosis (-), oedem (-), ikterik (-)
Status Lokalis
Pemeriksaan Flank
Inspeksi : inflamasi (-), massa (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), tidak teraba massa
Perkusi : nyeri ketok pada sudut costovertebrae (-)
Pemeriksaan Supra simfisis
Inspeksi : datar, massa (-), tanda inflamasi (-)
Palpasi : tidak teraba massa, tidak ada distensi
29
Perkusi : timpani
Pemeriksaan genitalia eksterna
Inspeksi : tidak ada bekas luka
Palpasi : tidak ada indurasi pada urethra
Regio Anal
Inspeksi : Benjolan (-), laserasi (-)
Rectal Toucher
Anus : Tenang
Sfingter : Menjepit
Mukosa : licin
Ampula : lapang
Nyeri tekan : tidak ada
sulkus mediana tidak teraba, pul atas tidak teraba, nodul (-), nyeri
tekan (-).
Handscoon : feses (-), darah (-), lendir (-)
Pemeriksaan penunjang
Diagnosis Kerja
Non retensio urin ec Benign Prostate Hyperplasia (BPH)
Diagnosis Banding
- Striktur urethra
- Karsinoma prostat
- Prostatitis
30
Terapi
Pemberian obat-obatan:
-Avodart 1x1 mg
Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
BAB IV
DISKUSI
Seorang laki—laki, 69 tahun datang ke poli bedah RSUP Dr. M.Djamil
Padang dengan keluhan utama pasien mengeluhkan buang air kecil tidak lancar
31
sejak 2 tahun yang lalu. BAK harus mengedan agar air kencingnya keluar, selain
itu pasien merasakan BAK tidak tuntas atau tidak puas. Pasien merasakan gejala
yang dirasakan menjadi bertambah, pasien merasa BAK menjadi lebih sering
terutama waktu malam dan terbangun lebih dari 6 kali dan pernah kencing setiap
10 menit sekali dan sakit untuk memulai berkemih. Selain itu, keluar kencing
dan berpasir tidak ada. Dari anamnesis di atas tergambar kemungkinan ada
masalah pada saluran kemih dimana terjadi sumbatan pada saluran tersebut.
Kebanyakan pada usia lanjut yang diatas 50 tahun, gejala ini biasanya diakibatkan
oleh adanya pembesaran prostat.1,2,3 Pada kasus ini dapat ditemukan gejala Lower
Urinary Tract Syndrom (LUTS). Gejalanya meliputi gejala obstruktif dan gejala
symptomatic. Infeksi saluran kemih, maupun batu saluran kemih bisa disingkirkan
Terdapat alat diagnostic yang luas digunakan untuk menilai gejala pada pasien
BPH yaitu system skor yang dikeluarkan oleh WHO dengan IPSS (International
keluhan berkemih. Pada Tn.B dapat dinilai IPSS adalah 28 dengan kualitas tidak
bahagia (5). Skor diklasifikasikan menjadi 0-7 ringan, 8-19 sedang dan 20-35
32
Dari pemeriksaan fisik status lokalis didapatkan regio anal, pada inspeksi
anus didapatkan benjolan (-), laserasi (-), dari pemeriksaan RT didapatkan sfingter
ani menjepit, mukosa licin dan ampulla rekti normal, pool atas tidak teraba.
Konsistensinya kenyal, permukaan rata dan tidak ada nodul, sulcus medianus
tidak teraba , handschoon: darah, lendir dan feses tidak ada. Jika pada RT
dapat dicurigai suatu keganasan prostat. Jika konsistensinya keras padat curiga
bladder neck contracture, jika konsistensi seperti teraba pasir dalam kantong
Hasil ini menyingkirkan kemungkinan lain seperti infeksi saluran kemih, dan
DAFTAR PUSTAKA
33
2. Purnomo, B.B. Dasar-Dasar Urologi Edisi Kedua. Jakarta: Sagung Seto.
2009.
4. Sjamsuhidajat, R., Warko K. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC.
2010.
6. Skinder, D., Ilana, Z., Jillian, S., Jean, C. Benign Prostatic Hyperplasia: A
7. William N.S, Bulstrode J.K.C.,O’connell R.P. The prostate and The prostate
and seminal vesicle. Chapter 77. Bailey and Love’s Short practice for general
34