Anda di halaman 1dari 18

2.1.

1 Tokoh Teori Behavoristik :

a. Teori Belajar Thorndike


Menurut Thorndike perubahan tingkah laku akibat dari kegiatan belajar itu dapat
berwujud kongkrit yaitu dapat diamati, atau tidak kongkrit yaitu tidak dapat diamati. Teori
belajar ini disebut juga dengan teori belajar koneksionisme. Pada hakikatnya belajar
merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon. Terdapat beberapa
dalil atau hokum terkait dengan teori koneksionisme yaitu hukum kesiapan (law of
readiness), hukum latihan (law of exercise), dan hukum akibat (law of effect).
b. Teori Belajar Watson
Menurut teori ini belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun
stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati
(observable) dan dapat diukur.
c. Teori Belajar Clark Hull
Clark Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis
adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga
stimulus dalam belajar pun hamper selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun
respon yang muncul mungkin dapat bermacam-macam bentuknya.
d. Teori Belajar Edwin Guthrie
Edwin Guthrie menyatakan bahwa hubungan antara stimulus dan respon cenderung
hanya bersifat sementara, oleh sebab itu dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering
mungkin diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat lebih kuat
dan bahkan menetap, maka diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan
dengan respon tersebut.
e. Teori Belajar Skinner
Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi
dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku. Pada
dasarnya stimulus-stimulus yang diberikan pada seseorang akan saling berinteraksi dan
interaksi antara stimulus-stimulus yang diberikan kepada seseorang akan mempengaruhi
bentuk respon yang dimunculkan iniipun akan mempunyai konsekuensi-konsekuensi.
Teori Behavoristik juga cenderung mengarahkan peserta didik untuk berfikir linier,
konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini hanya bahwa belajar merupakan
proses pembentukan atau shaping yaitu membawa peserta didik menuju atau mencapai target
tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.

Dalam teori ini menggunakan dua penguatan, yaitu penguatan positif dan penguatan
negatif yang keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah bahwa
penguat positif itu ditambah, sedangkan penguat negative adalah dikurangi agar memperkuat
respon.

2.1.2 Aplikasi Teori Behavioristik

Aplikasi tepro behavioristic dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal
seperti; tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik peserta didik, media dan
fasilitas pembelajaran yang tersedia.

Dari tujuan pembelajaran ditekankan pada penambahan pengetahuan sedangkan belajar


sebagai aktivitas “mimetic”, yang menuntut peserta didik untuk mengungkapkan kembali
pengetahuan yang sudah dipelajarin dalam bentuk laporan, kuis, dan test.

Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampilan yang terisolasi atau
akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian kekeseluruhan.

Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktifitas belajar lebih
banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada keterampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan
pada hasil belajar.

Evaluasi menekankan pada respon pasif, yang keterampilan secara terpisah dan biasanya
menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut satu jawaban benar.
Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian yang terpisahkan dari kegiatan pembelajaran dan
biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan pada
kemampuan peserta didik secara individu.
2.2 Teori Belajar Kognitif

2.2.1 Teori Belajar Menurut Teori Kognitif

Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi
serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar
merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlibat sebagai tingkah
laku yang nampak.

Pada teori kognitif belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan,
retensi, pengolahan informasi, emosi dan aspek aspek kejiwaan lainnya. Proses belajar terjadi
antara lain mencakup pengetahuan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur
kognitif yang sudah dimiliki dan terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman
dari pengalaman pengalaman sebelumnya.

2.2.2 Tokoh Teori Kognitif

a. Teori Belajar Piaget

Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik. Yaitu


proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Dengan
demikian bertambahnya umur seseorang, maka makin komplekslah susunan sel syarafnya
dan makin meningkat pula kemampuannya.

Proses adaptasi mempunyai dua bentuk dan terjadi secara simultan yaitu asmilasi dan
akomodasi. Asimilasi adalah proses perubahan apa yang dipahami sesuai dengan struktur
kognitif yang ada sekarang. Akomodasi adalah proses perubahan struktur kognitif sehingga
dapat dipahami.

Tahapan perkembangan kognitif menurut Piaget yaitu :

1) Tahap sensorimotor (0-2 tahun)


Ciri pokok perkembangan tahap ini adalah kegiatan motoric dan persepsinya
yang sederhana antara lain:
a. Melihat dirinya sendiri sebagai makhluk yang berbeda dengan objek
yang di sekitarnya
b. Mencari ransangan melalui sinar lampu dan suara
c. Suka memperhatikan sesuatu lebih lama
d. Mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya
e. Memperhatikan objek sebagai hal yang tetap lalu ingin merubah
tempatnya.
2) Tahap preoperasional (2-4 tahun)
Ciri pokok perkembangan tahap ini adalah penggunaan bahasa dalam
mengembangkan konsepnya walapun masih sangat sederhana sehingga sering terjadi
kesalahan dalam memahami objek. Tahapannya seperti;
a. Self counter nya sangat menonjol
b. Mengklasifikasikan objek pada tingkat dasar secara tunggal dan
mencolok
c. Tidak mampu memusatkan perhatian pada objek-objek yang berbeda
d. Mampu mengumpukan barang-barang menurut kriteria
e. Mampu menyusun benda-benda secara berderet, tetapi tidak dapat
menjelaskan perbedaan antara deretan.
3) Tahap intuitif (4-8 tahun)
Ciri pokok perkembangan ini adalah dapat memperoleh pengetahuan
berdasarkan pada kesan yang abstrak. Dalam menarik kesimpulan sering tidak
diungkapkan dengan kata-kata. Karakteristik tahap ini seperti;
a. Anak dapat membentuk kelas atau katagori objek tetapi kurang disadarinya.
b. Anak mulai mengetahui hubungan secara logis terhadap hal-hal yang lebih
kompleks.
c. Anak dapat melakukan sesuatu terhadap sejumlah ide
d. Anak mampu memperoleh prinsip prinsip secara benar
4) Tahap operasional konkret (8-11 tahun)
Ciri pokok perkembangan tahap ini adalah anak sudah mulai menggunakan
aturan aturan yang jelas dan logis dan ditandai adanya reversible dan kekekalan.
Karakteristik tahap ini adalah;
a. Anak telah memiliki kecakapan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan
benda-benda yang bersifat konkret
b. Anak sudah dapat berpikir dengan menggunakan model “kemungkinan”
dalam melakukan kegiatan tertentu.
c. Anak mampu menangani system klasifikasi
d. Anak sudah tidak memusatkan diri pada karateristik persptual pasif.
5) Tahap operasional formal (11-18 tahun)
Ciri pokok perkembangan tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak
dan logis dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan”. Model berpikir ilmiah
dengan tipe hipothetico-deductive dan inductif sudah dimiliki anak, dengan
kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesa.
Karakteristik tahap ini adalah;
a. Dapat berkerja sama secara efektif dan sistematis
b. Menganalisis secara kombinasi atau dapat merumuskan beberapa
kemungkinan
c. Berpikir secara proporsional atau menentukan macam-macam
proporsional
d. Menarik generalisasi secara mendasar pada satu macam isi

b. Teori Brunner

Jerome Brunner (1966) menyatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik
dan kreatif jika dosen memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan
suatu konsepm teori aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam
kehidupannya.

Menurut Brunner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang
ditentukan oleh caranya melihat lingkungannya, yaitu.

1. Tahap Enaktif,
Seseorang melakukan aktifitas aktifitas dalam upayanya untuk memahami
lingkungan sekitarnya. Artinya dalam memahami dunia sekitarnya anak
menggunakan pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan, sentuhanm pegangan
dan sebagainya.
2. Tahap Ikonik
Seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan
visualisasi verbal, artinya memahami dunia sekiatnya anak belajar melalui bentuk
perumpamaan (tampil) dan perbanding
3. Tahap Simbolik
Seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan abstrak yang sangat
dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Meskipun begitu tidak
berarti ia tidak lagi menggunakan sistem enaftif dan ikonik. Penggunaan media
dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu bukti masih diperlukannya
sistem enaktif dan ikonik dalam proses belajar.

Menurut Bruner, pembelajaran yang selama ini diberikan di sekolah lebih banyak
menekankan pada perkembangan kemampuan analisis, kurang mengembangkan
kemampuan berpikir intuitif.

c. Teori Belajar Ausabel

Ausabel menyatakan, struktur kognitif merupakan struktur organisasi nasional yang


ada dalam ingatan seseorang yang mengintegrasikan unsur-unsur pengetahuan yang
terpisah-terpisah kedalam suatu unit konseptual. Teori kogntiif banyak memusatkan
perhatiannya pada konsepsi bahwa perolehan dan retensi pengetahuan baru merupakan
fungsi dari struktur kognitif yang telah dimiliki peserta didik.

2.2.3 Aplikasi Teori Kognitif

Hakikat beljara menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktifitas belajar yang
berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi perceptual, dan proses internal. Kegiatan
pembelajaran yang berpijak pada teori belajar kognitif ini sudah banyak digunakan dalam
merumuskan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran, tidak lagi
mekanistik sebagaimana yang dilakukan dalam pendekatan behavioristik.

2.3 Teori Belajar Konstruktivisme

2.3.1 Pengertian Belajar Menurut Teori Kontrusktivisme


Menurut pandangan konstruktivisme belajar merupakan suatu proses pembentukan
pengetahuan. Paradigma konstruktivisme memandang peserta didik sebagai pribadi yang sudah
memiliki kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan
yang baru.

Peranan peserta didik dalam belajar konstruktivisme berperan membantu peserta didik
berjalan lancer. Pendidik tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan
membantu peserta didik untuk membentuk pengetahuannya sendiri.

Dalam sarana belajar, pendekatan konstruktivisme menekankan bahwa peranan utama


dalam kegiatan belajar adalah aktivitas peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuannya
sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan dan fasltas lainnya disediakan
untuk membantu pembentukan tersebut.

2.3.2 Tokoh Teori Konstruktivisme

a. Teori Belajar Jean Piaget

Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama mengeaskan bahwa penekanan


teori konstruktivisme ada pada proses untuk menemukan teori atau pengetabhuan yang
dibangun dari realitas lapangan (praktek). Peran dosen dalam pembelajaran adalah sebagai
fasilitator atau mediator.

Ada empat konsep dasar yang diperkenalkan oleh Piaget, yaitu :

a. Schemata adalah kumpulan konsep atau kategori yang digunakan individu ketika
beradaptasi dengan lingkungan baru, konsep ini sendiri terbentuk dalam struktur
pekiran (Intellectual Scheme) sehingga dengan intelektualnya itu manusia dapat
menata lingkungan barunya. jadi schemata adalah suatu struktur kognitif yang
selalu berkembang dan berubah, karena proses asimilasi dan proses akomodasi
aktif serta dinamis.
b. Asimilasi adalah proses penyesuaian informasi yang akan diterima sehingga
menjadi sesuatu yang dikenal oleh peserta didik, proses penyesuaian yang
dilakukan dalam asimilasi adalah mengolah informasi yang akan diterima,
sehingga memiliki kesamaan dengan apa yang sudah ada dalam skema.
c. Akomodasi adalah penempatan informasi yang sudah diubah dalam schemata
yang sudah ada, untuk penempatan tersebut scema perlu menyesuiakan diri.
d. Equilibrium (keseimbangan) adalah sebuah proses adaptasi oleh individu
terhadap lingkungan individu, agar berusaha untuk mencapai structural mental
atau schemata yang stabil atau seimbang antara asimilasi dan akomodasi.

b. Teori Belajar Vygotsky

Vygotsky menyatakan bahwa peserta didik dalam mengkonstruksi suatu konsep,


perlu memperhatikan lingkungan social. Hakikat anak menurut teori Konstruktivisme,
Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang,
melainkan melalui tindakan. Bahkan perkembangan kognitif anak bergantung pada
seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinterkasi dengan lingkungannya.
Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan
tentang keadaan ketidakseimbangan dan keadaan keseimbangan.

2.2.3 Aplikasi Teori Konstruktivisme

Langkah-langkah pembelajaran dalam konstruktivisme adalah sebagai berikut:

a. Kurikulum disajikan mulai dari keseluruhan menuju ke bagian-bagian dan lebih


mendekatkan pada konsep konsep yang lebih luas
b. Pembelajaran lebih menghargai pada pemunculan pertanyaan dan ide-ide peserta
didik
c. Kegiatan kurikuler lebih banyak mengandalkan pada sumber-sumber data primer dan
manipulasi bahan
d. Peserta didik dipandang sebagai pemiki-pemikir yang dapat memunculkan teori-teori
tentang dirinya.
e. Pengukuran proses dan hasil belajar peserta didik terjalin didalam kesatuan kegiatan
pembeljaran dengan cara dosen mengamati hal-hal yang dilakukan peserta didik serta
melalui tugas tugas pekerjaan
f. Peserta didik banyak belajar dan berkerja didalam grup proses.

Penerapan dalam pembelajaran konstruktivisme yaitu:


a. Mendorong kemandirian dan inisiatif peserta didik dalam belajar
b. Pendidik (guru/dosen) mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan
beberapa waktu kepada peserta didik untuk merespon
c. Mendorong peserta didik berpikir tingkat tinggi
d. Peserta didik terlibat secara aktif dalam dialog atau didkusi dengan dosen dan peserta
didik lainnya
e. Peserta didik terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya
diskusi
f. Pendidikan memberikan data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi
interaktif

2.4 Teori Belajar Humanistik

Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan
sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu peserta didik untuk
mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing masing individu untuk mengenal diri mereka
sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada
dalam mereka.

Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal
dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang bisa kita amati dalam dunia keseharian.
Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan manusia” (mencari
aktualisasi diri dan sebagainya) dapat tercapai.

Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Peserta didik dalam proses belajar harus berusaha agar
lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini
berusaha memahami perilaku belajar dari sudur pandang pelakunya, bukan sudut pandang
pengamatnya.
2.4.1 Tokoh Teori Humanistik

a. Carl Rogers

Mereka berpendapat bahwa belajar yang sebenarnya tidak dapat berlangsung bila
tidak ada keterlibatan intelektual maupun emosional peserta didik. Oleh karena itu,
menurut teori belajar humanism bahwa motifasi belajar harus bersumber pada diri peserta
didik.

Roger membedakan dua ciri belajar, yaitu : (1) belajar yang bermakna dan (2) belajar
yang tidak bermakna. Belajar yang bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran
melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta didik, dan belajar yang tidak bermakna
terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran akan tetapi tidak melibati
aspek perasaan peserta didik.

Menurut Roger peran guru dalam kegiatan belajar peserta didik menurut pandangan
teori humanism adalah sebagai fasilitator yang berperan aktif dalam : (1) membantu
menciptakan iklim kelas yang kondusif agar peserta didik bersikap positif dalam terhadap
belajar, (2) membantu peserta didik untuk memperjelas tujuan belajarnya dan memberikan
kebebasan kepada peserta didik untuk belajar, (3) membantu peserta didik untuk
memanfaatkan dorongan dan cita0cita mereka sebagai kekuatan pendorong belajar, (4)
menyediakan berbagai sumber belajar kepada peserta didik, dan (5) menerima pertanyaan
dan pendapat, serta perasaan dari berbagai peserta didik sebagaimana adanya.

b. Arthur Combs

Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi


bahwa peserta didik mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan
sebagaimana mestinya. Padahal artinya tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu.
Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si peserta didik untuk memperoleh bagi
pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengna kehidupan.

2.4.3 Aplikasi Teori Belajar Humanistik


Peran pendidik dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi peserta
didik sedangkan pendidik memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam
kehidupan peserta didik. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kep[ada peserta didik dan
mendampingi peserta didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran.

Tujuan pembeljajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses
umumya dilalui adalah:

1) Merumuskan tujuan belajar yang jelas


2) Mengusahakan partisipasi aktif peserta didik melalui kontrak belajar yang bersifat
jelas, jujur, dan positif.
3) Mendorong peserta didik untuk mengembangkan kesanggupan peserta didik untuk
belajar atas inisiatif sendiri.
4) Mendorong peseta didik untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran
secara mandiri
5) Peserta didik didorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya
sendiri, melakukan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang
ditunjukkan
6) Guru menerima peserta didik apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran peserta
didik, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong peserta didik untuk
bertanggung jawab atas segala resiko perbuatannya atau proses belajarnya
7) Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
8) Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi peserta didik.

Peserta didik diarapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat
orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak
orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.

Penerapan teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses
pembelajaran yang mewarnaii metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran
humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para peserta didik sedangkan guru memberi motivasi,
kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta didik.
Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses
pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik memahami potensi diri,
mengemabngkan potensi dirinya secara positif dan meninimalkan potensi diri yang bersifat
negatif.

Psikologi humanistik lebih memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator. Berikut ini
adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator, yaitu :

1) Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi


kelompok, atau pengalaman kelas
2) Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorarngan
di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum
3) Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing peserta didik untuk
melaksanakan tujuan yang bermakna sebagai dirinya, sebagai kekuatan pendorong,
yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4) Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling
luas dan mudah dimanfaatkan para peserta didik untuk membantu mencapai tujuan
mereka.
5) Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat
dimanfaatkan oleh kelompok.
6) Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima
baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk
menanggapi dengan cara yang sesuai, baik abgi individual ataupun bagi kelompok.
7) Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-angsur dapat
berperanan sebaga seorang peserta didik yang turut berpatisipasi, seorang anggota
kelompok, dan turut menyatakan pandangannya sebagai seorang individu, seperti
peserta didik yang lain.
8) Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga
pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu
andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak peserta didik.
9) Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya
perasaan yang dalam dan kuat selama belajar
10) Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk
menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasan sendiri.

1. Hakikat Pembelajaran

Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan
lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Dan tugas guru adalah
mengkoordinasikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta
didik. Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai usaha sadar pendidik untuk membantu peserta
didik agar mereka dapat sesuai dengan kebutuhan dan minatnya. Disini peserta didik berperan
sebagai fasilitator yang menyediakan fasilitas dan menciptakan situasi yang mendukung
peningkatan kemampuan belajar peserta didik.

Kondisi pembelajaran merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi efek metode dalam


meningkatkan hasil pembelajaran. Kondisi pembelajaran didefenisikan sebagai faktor yang
mempengaruhi efek metode dalam meningkatkan hasil pembelajaran. Ia berinteaksi dengan
metode pembelajaran, dan hakekatnnya tidak dapat dimanipulasi, berbeda halnya dengan
variable dan metode pembelajaran. Variabel kondisi pembelajaran menjadi tiga kelompok yaitu :

a. Tujuan dan karakteristik bidang studi


b. Kendala dan karakteristik bidang studi
c. Karakteristik pembelajar

Tujuan pembelajaran adalah pernyataan tentang hasil pembelajaran apa yang diharapkan.
Tujuan ini bumum, sangat khusus atau dimana saja dalam kontinum umum-khusus

Karakter bidang studi adalah aspek-aspek suatu bidang studi yang dapat memberikan
landasan yang berguna sekali dalam mendeskripsikan strategi pembelajaran. Kendala adalah
keterbatasan sumber-sumber, seperti waktu, media, personalia, dan uang. Karakteristik peserta
didik adalah aspek-aspek atau kualitas perseorangan peserta didik seperti bakat, motivasi, dan
hasil belajar yang dimilikinya.
2. Teori Pembelajaran Gagne dan Briggs
Teori pembelajaran yang dikembangkan mendeskripsikan hal-hal yang berkaitan dengan
(a) kapabilitas belajar, (b) peristiwa pembelajaran, (c) pengorganisasian belajar.
Untuk keperluan mendesain pembelajaran, Gagne mengemukakan 5 kategori kapabilitas
yang dapat dipelajari peserta didik, yaitu:
a) Informasi Verbal.
Peserta didik telah belajar informasi verbal apabila ia dapat mengingat kembali
informasi itu. Indikator yang biasanya dipakai untuk menunjukkan kapabilitas ini bisa
serupa menyebutkan, menuliskan informasi seperti nama, kalimat, alas an, proporsisi atau
seperangkat proposisi yang terkait.
b) Keterampilan intelektual, yang mencakup 5 bagian kategori : deskriminasi, konsep
konkrit, konsep abstrak, kaidah, dan kaidah tingkat tinggi.
Kapabilitas
Peserta didik akan menggunakan suatu keterampilan intelektual apabila berinteaksi
dengan lingkungan. Dua bentuk symbol, bahasa, dan angka dapat digunakan dalam
berbagai kegiatan seperti membaca, menulis, membedakan, menggabungkan,
mengklasifikasikan, dan seterusnya. Penggunaan symbol untuk mendeskripsikan,
membentuk konsep dan kaidah, serta memecahkan masalah menghasilkan apayang disebut
dengan keterampilan proses.
c) Strategi Kognitif
Peserta didik telah belajar strategi kognitif apabila ia telah mengembangkan
cara0cara untuk meningkatkan keefektifan dan efisiensi proses berpikir dan proses
belajarnya. Demikian juga apabila dapat belajar secara mandiri serta dapat menemukan dan
sekaligus memecahkan masalah-masalah baru. Menganalisis suatu masalah menjadi
masalah-masalah lebih rinci, merangkup isi buku teks dan menggunakan cara-cara
menemonik, merupakan contoh-contoh strategi kognitif.
d) Sikap.
Sikap adalah keadaan mental yang kompleks dari peserta diidk yang dapat
mempengaruhi pilihannya untuk melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya pribadi
terhadap orang lain, benda atau peristiwa. Sikap hanya nampak apabila ada perilaku yang
konsisten dalam berbagai situasi yang serupa.
e) Keterampilan Motorik
Peserta didik telah mengembangkan keterampilan motorik apabila ia telah
menampilkan gerakan-gerakan fisik dan menggunakan bahan-bahan atau peralatan
menurut prosedur yang semestinya.

3. Strategi Pembelajaran Berbasis Teori Belajar Struktural (SCANDURA)


Teori ini memberikan perhatian utama pada : (1) spesifikasi apa yang harus dipelajari
peserta didik, (2) karakteristik peserta didik, dan (3) proses interaksi yang terus menerus antara
guru dan peserta didik berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan.
Landasan teori belajar structural ini adalah psikologi kognitif. Teori Scandura ini sebagai
teori pembelajaran, banyak memberi perhatian pada segala sesuatu yang berkaitan dengan proses
pembelajaran, strategi pembelajaran dan prosedur pembelajaran. Sistem pembelajaran ala
Scandura ini lebih menekankan pada hubungan yang penting sekali antara isi (content), kognisi
(cognition), dan perbedaan individual dalam konteks pembelajaran.

Prototipe Strategi Pembelajaran berdasarkan Teori Belajar Struktural

Langkah inti teori belajar structural dalam perancangan pembelajaran adalah


mengindentifikasi : (1) tujuan pendidikan yaitu apa yang dapat dilakukan peserta didik setelah
mengikuti pelajaran, dan (2) proses-proses kognitif, yaitu bagaimana peserta didik melakukan
tugas berhubungan tujuan pendidikan. Prototype proses kognitif pada dasarnya menunjukkan paa
yang harus dikuasai peserta didik untuk melakukan sesuatu yang diinginkan.

Langkah pertama memilih suatu amsalah yang representative yang berhubungan dengan
tujuan pendidikan. Masalah yang representative dapat didefenisikan sebagai masalah yang
dirasakan guru sebagai hal yang paling mewakili bagaimana seorang peserta diidk yang
berpengetahuan dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Langkah kedua
mengindentifikasi kaidah-kaidah pemecahan masalah pada setiap masalah yang dipilih, meliputi:

 Minimal enconding dan decoding kepabilitas peserta didik (capabilities of the


student)
 Analisis ruang lingkup setiap prototype masalah yang representative (scope of each
representative prototive problem)
 Identifikasi langkah-langkah (identify the step) yang melibatkan pemecahan setiap
masalah ke dalam operasi atomic pada peserta didik.

Karakteristik, Domain, dan Kaidah Teori Belajar Ala Scandura

Ada tiga hal yang harus dipelajari dan dipahami dalam teori belajar struktural, yaitu

domain masalah (problem domain), kaidah-kaidah (rules), dan kaidah yang lebih tinggi (higher
of rules). Masalah-masalah dalam teori ini memiliki karakteristik berkenaan dengan komponen
tertentu, hubungan-hubungan, defenisi operasi pada komponen, hubungan tingkat tinggi dan
pengoperasian.

Kaidah yang lebih tinggi (higher of the rules). Didalam teori belajar structural tidak
dikatakan bahwa hanya dengan kaidah yang lebih tinggi cara terbaik untuk menggabungkan
kaidah yang lebih rendah ada berbagai fenomena behavioral yang dapat dilakukan, yaitu : belajar
kaidah, memecahkan masalah menjadi sub masalah yang meliputi kontruksi hirarki dari sub
masalah, pengertian, motivasi, memilih kaidah, defenisi masalah, penyimpanan dan atau retrival
dari memori, otomatisasi dan sebagainya.

Secara ekplisit penjelasan mengenai kaidah yang lebih tinggi sebagai suatu yang penting
adalah sebagai berikut : (1) kaidah yang lebih tinggi menggambarkan saling berhubungan dalam
potensi kreatif, (2) kaidah yang lebih tinggi dapat memberikan semangat pada peserta didik
untuk menggambarkan pengetahuan secara individual, (3) kaidah yang lebih tinggi merupakan
kaidah yang lebih umum yang dapat dioperasionalkan secara penuh, dan (4) kaidah yang lebih
tinggi memudahkan tugas-tugas yang sukar dalam problem yang kompleks, dengan
menggunakan sktruktur analisis.

Analisis Tugas Scandura

Pada analisis structural ini dapat dirinci melalui bagian secara komrehensif, termasuk
kontruksi hitung. Secara sistematis analisis structural teori Scandura ini meliputi :

1. Memilih masalah dan sample yang mewakili


2. Identifikasi kaidah-kaidah solusi untuk memecah segenap tugas
3. Identifikasi kaidah yang lebih tinggi (higher order rules) yang mencerminkan
diantara kaidah solusi yang dikenankan dan menjalankan pada kaidah yang lebih
rendah (lower order rules)
4. Mengeliminasi kaidah yang lebih rendah yang tidak diperlukan oleh kaidah yang
lebih tinggi.
5. Menguji dan memperhalus untuk menghasilkan kaidah pada masalah baru dan
domain masalah.
6. Memperluas kaidah ketika diperlukan kemudian mencatat jenis dan masalah baru
dalam domain.

Prinsip pembelajaran yang diungkapkan dalam teori scandura memberikan kontribusi pada
teori pembelajaran yaitu : (1) memilih kaidah yang lebih tinggi, kaidah-kaidah dan komponen
atomic dan (2) mengurutkan sederhana ke kompleks. Selanjutnyan untuk mengungkapkan
tentang : (1) spesifikasi apa yang harus dipelajari, (2) karakteristik dari masalah-masalah kognitif
dari peserta didik, dan (3) proses itneraksi antara guru dengan peserta didik sesuai dengan tujuan
yang ada.

Pengorganisasian Isi Pembelajaran Ala Scandura

Karakteristik struktur isi bidang studi dalam Ilmu pembelajaran secara umum diklasifikasi
menjadi : (a) struktur orientasi, yang meliputi struktur konseptual, struktur procedural dan
struktur teoritik, dan (b) struktur pendukung, meliputi struktur konseptual teoritik dan struktur
belajar. Struktur orientasi merupakan struktur yang sangat penting karena mencakup semua atau
sebagian besar dari bidang studi yang akan disajikan dan dipelajari untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan, sedangkan struktur pendukung merupakan struktur isi bidang studi yang
berfungsi sebagai pelengkap untuk pencapaian tujuan belajar struktur orientasi yang disajikan.

Teori belajar structural yang berpijak pada psikologi kognitif ini berkaitan dengan strategi
pergorganisasian isi tingkat makro. Strategi pembelajaran pada tingkat makro mempreksipsikan
secara penagaan 4 bidang masalah yang disebut Regeluth sebagai 4S, yakni selection,
sequencing, synthesizing, dan summary.

Penekanan teori ini pada teori strategi pemilihan, mengurutkan, pemakaian kaidah yang
lebih tinggi sesuai dengan karakteristik bidang studi (konseptual,procedural) secara optimal
sehingga dapat mendukung terjadinya peristiwa belajar bermakna bagi peserta didik.
Pengorganisasian isi dengan teori Scandura dilkaukan dengan menerapkan prinsip penataan
urutan umum ke rinci (general to detailed). Hal ini bermaksud untuk membantu proses
modifikasi struktur kognitif dengan menunjukkan hubungan jenis isi yang dipelajari.

Anda mungkin juga menyukai