Anda di halaman 1dari 8

Pajak Penghasilan Pasal 21, 22,

23, 24, 25, 26 dan Pasal 4 ayat


2
1. Pajak Penghasilan Pasal 21
PPh pasal 21 adalah pajak atas penghasilan yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji,
upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan bentuk apapun yang
diterima oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan
jasa dan kegiatan.[1]
Penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 dijelaskan dalam pasal 5 ayat 1 Peraturan Dirjen
Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 yaitu:
a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat
teratur maupun tidak teratur.
b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun sacara teratur berupa uang pensiun
atau penghasilan sejenisnya.
c. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan
pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pasokan, uang manfaat pensiun, tunjangan
hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenisnya.
d. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan,
upah satuan, upah borongan, atau upah yang dibayarkan secara bulanan.
e. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan
sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apa pun sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan.
f. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat,
honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan
sejenis dengan nama apapun.
Tarif PPh 21 dijelaskan pada Pasal 17 ayat (1) huruf a Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-32/PJ/2015. Tarif PPh 21 berikut ini berlaku pada Wajib Pajak (WP) yang memiliki
NPWP:
a. WP dengan penghasilan tahunan sampai dengan Rp 50 juta adalah 5%

b. WP dengan penghasilan tahunan di atas Rp 50 juta - Rp 250 juta adalah 15%

c. WP dengan penghasilan tahunan di atas Rp 250 juta - Rp 500 juta adalah 25%

d. WP dengan penghasilan tahunan di atas Rp 500 juta adalah 30%

Untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP, dikenai tarif pph 21 sebesar 20% lebih tinggi
dari mereka yang memiliki NPWP.
2. Pajak Penghasilan Pasal 22
Pajak penghasilan pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah pusat
maupun daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainya,
berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan badan-badan tertentu, baik badan
pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha
dibidang lain.[2]
Tarif PPh Pasal 22 adalah sebagai berikut:

a. Atas impor :

1) Yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai impor;


2) non-API = 7,5% x nilai impor;
3) yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.

b. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah,


BUMN/BUMD = 1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final.)
c. Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak,
yaitu:

1) Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)


2) Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
3) Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
4) Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)

d. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan
bakar minyak,gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:

1) Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak
final

e. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang
pengumpul ditetapkan = 0,25 % x harga pembelian (tidak termasuk PPN)
f. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API =
0,5% x nilai impor.

g. Atas penjualan

1) Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,-


2) Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 10.000.000.000,-
3) Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp
10.000.000.000,- dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
4) Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp
10.000.000.000,- dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
5) Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep,
sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual
lebih dari Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000
cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.

h. Untuk yang tidak memiliki NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22.

3. Pajak Penghasilan Pasal 23


Pajak penghasilan pasal 23 merupakan pajak penghasilan yang dipotong atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang berasal dari
modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong pajak
penghasilan pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak
dalam negeri, penyelenggaraan kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar
negeri lainya.[3]
Penghasilan modal dapat berupa bunga, dividen, royalti, hadiah, bonus, penghargaan, sewa,
dan jasa manajemen atau jasa konstruksi. Subjek pajak atau penerima penghasilan yang dipotong
PPh pasal 23 adalah wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap.
Ada dua jenis tarif yang dikenakan pada penghasilan yaitu 15% dan 2%, tergantung dari objek
PPh 23 tersebut. Berikut ini adalah daftar tarif PPh 23 dan objek PPh Pasal 23:
1. Tarif 15% dari jumlah bruto atas :

a. Dividen, kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final;

b. Bunga;

c. Royalti;

d. Hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh pasal 21;

2. Tarif 2% dari jumlah bruto atas:

a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta khusus angkutan darat untuk
jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis

b. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta kecuali sewa tanah dan/atau
bangunan.

c. Jasa teknik, Manajemen dan Konsultan

d. Jasa lain:

1) Jasa penilai
2) Jasa aktuaris

3) Jasa akuntansi

4) Jasa perancang (design)

5) Jasa pengeboran di bidang penambangan minyak dan gas bumi, kecuali yang dilakukan oleh
BUT

6) Jasa penunjang dibidang penambangan migas

7) Jasa penambangan dan jasa penunjang dibidang penambangan selain migas

8) Jasa penunjang dibidang penerbangan dan bandar udara

9) Jasa penebangan hutan

10) Jasa pengolahan/ pembuangan limbah

11) Jasa rekruitmen/ penyediaan tenaga kerja

12) Jasa perantara

13) Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan KSEI dan KPEI;

14) Jasa kustodian/penyimpanan-/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;

15) Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;

16) Jasa mixing film;

17) Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan;

18) Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel,
selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan
mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi

19) Jasa perawatan / pemeliharaan / pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC,
dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang
konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi

20) Jasa maklon

21) Jasa penyelidikan dan keamanan;

22) Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;

23) Jasa pengepakan;

24) Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain
untuk penyampaian informasi;
25) Jasa pembasmian hama;

26) Jasa kebersihan atau cleaning service;

27) Jasa katering atau tata boga.

4. Pajak Penghasilan Pasal 24


PPh Pasal 24 adalah sebuah peraturan yang mengatur hak wajib pajak untuk memanfaatkan
kredit pajak mereka di luar negeri, untuk mengurangi nilai pajak terhutang yang dimiliki di
Indonesia. Sehingga, jumlah pajak yang harus dibayar di Indonesia dapat dikurangi dengan
jumlah pajak yang telah mereka bayar di luar negeri, asalkan nilai kredit pajak di luar negeri
tidak melebihi hutang pajak yang ingin dibayar di Indonesia.
Maksimum PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan =
Penghasilan di LN x PPh Terutang
PKP

5. Pajak Penghasilan Pasal 25


PPh Pasal 25 adalah pembayaran Pajak Penghasilan secara angsuran. Tujuannya adalah untuk
meringankan beban Wajib Pajak, mengingat pajak yang terutang harus dilunasi dalam waktu satu
tahun. Pembayaran ini harus dilakukan sendiri dan tidak bisa diwakilkan.
Adapun tarifnya adalah:
1) Untuk WPOP
a. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP – OPPT), yaitu yang melakukan usaha
penjualan barang, baik grosir maupun eceran, serta jasa – dengan satu atau lebih tempat usaha.
PPh 25 bagi OPPT = 0.75% x omzet bulanan tiap masing-masing tempat usaha.
b. Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (WP – OPSPT), yaitu pekerja bebas atau
karyawan, yang tidak memiliki usaha sendiri. PPh 25 bagi OPSPT = Penghasilan Kena Pajak
(PKP) x Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh (12 bulan).
2) Untuk WP Badan, PPh Pasal 25= PKP x 25%

6. Pajak Penghasilan Pasal 26


PPh pasal 26 yaitu pajak penghasilan yang dikenakan/ dipotong atas penghasilan yang
bersumber dari indonesia yang diterima atau diperoleh wajib pajak luar negeri selain bentuk
usaha tetap (BUT) diindonesia.[4] Penduduk asli indonesia dikenakan PPh pasal 21, sedangkan
untuk penduduk asing dikenakan PPh pasal 26 atau dengan kata lain bagi wajib pajak luar negeri
yang memperoleh penghasilan diindonesia dikenakan PPh pasal 26.
Subjek PPh pasal 26 adalah wajib pajak luar negeri, baik berupa badan maupun orang pribadi,
selain bentuk usaha tetap diindonesia.
Adapun tarif PPh pasal 26 adalah sebagai berikut:
1. 20% (final) atas jumlah bruto dari:
a. Dividen

b. Bunga, termasuk premium, diskonto, insentif yang terkait dengan jaminan pembayaran pinjaman

c. Royalti, sewa, dan pendapatan lain yang terkait dengan penggunaan aset
d. Insentif yang berkaitan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan

e. Hadiah dan penghargaan

f. Pensiun dan pembayaran berkala

g. Premi swap dan transaksi lindung lainnya

h. Perolehan keuntungan dari penghapusan utang

2. 20% (final) dari laba bersih yang diharapkan dari:

a. Pendapatan dari penjualan aset di Indonesia

b. Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang kepada
perusahaan asuransi di luar negeri.

3. Tarif 20% (final) dari laba bersih yang diharapkan selama penjualan atau pengalihan saham
perusahaan antara perusahaan media atau perusahaan tujuan khusus yang didirikan atau
bertempat di negara yang memberikan perlindungan pajak yang memiliki hubungan khusus
untuk suatu entitas atau bentuk usaha tetap (BUT) didirikan di Indonesia.

4. Tarif 20% yang dipungut dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi dengan pajak, suatu
bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di
Indonesia.

7. Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2)


PPh Pasal 4 Ayat 2 adalah pajak penghasilan atas jenis penghasilan-penghasilan tertentu yang
bersifat final dan tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Penghasilan terutang. Istilah final di sini
berarti bahwa pemotongan pajaknya hanya sekali dalam sebuah masa pajak dengan
pertimbangan kemudahan, kesederhanaan, kepastian, pengenaan pajak yang tepat waktu dan
pertimbangan lainnya.
Adapun tarif PPh final adalah sebagai berikut:[5]
a. 20% atas bunga deposito dan tabungan, dan diskonto SBI.
b. 20% atas bunga atau deposito obligasi yang dijual di bursa efek.
c. 10% atas sewa tanah/bangunan.
d. 5% atas pengalihan hak tanah dan/atau bangunan.
e. 25% atas hadiah undian.

B. Penghitungan Pajak
1. PPh Pasal 21
Menghitung PPh pasal 21 Pegawai Tetap:
Ahmad Zakaria adalah pegawai tetap PT ABC sejak 1 januari 2010. Ia memperoleh gaji sebulan
Rp 6.000.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 100.000,00 sebulan. ahmad menikah
tetapi belum mempunyai anak (status K/0). Penghitungan PPh pasal 21 adalah sebagai berikut:
Gaji sebulan Rp 6.000.000,00
Pengurangan:
- Biaya jabatan:
5% X Rp 6.000.000,00 Rp 300.000,00
- Iuran pensiun Rp 100.000,00
Rp 400.000,00 -
Penghasilan neto sebulan Rp 5.600.000,00
Penghasilan neto setahun:
12 X Rp5.600.000,00 Rp 67.200.000,00
PTKP setahun
- Untuk WP sendiri Rp 54.000.000,00
- Tambahan WP kawin Rp 4.500.000,00
Rp 58.500.000,00 -
Penghasilan kena pajak setahun Rp 8.700.000,00
PPh pasal 21 terutang:
5% X Rp 8.700.000,00 Rp 435.000,00
PPh pasal 21 sebulan
Rp 435.000,00 : 12 Rp 36.250,00

2. PPh Pasal 22
Menghitung PPh Pasal 22:[6]
Zabila mengimpor mesin cetak dari USA seharga US$ 700,00 termasuk bea masuk untuk dijual
di Indonesia. Kurs menurut Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada waktu pengimporan
tersebut adalah US$ 1= Rp 10.000,00. Hitunglah PPh pasal 22 atas impor tersebut!
PPh pasal 22= (US$ 700,00 x Rp 10.000,00) x 7,5% = Rp 525.000,00.

3. PPh Pasal 23
Menghitung PPh Pasal 23:
PT. GYA memberikan pekerjaan berupa jasa teknik kepada PT. GYANTI dengan nilai sebesar Rp
45.000.000 tidak termasuk PPN. Hitunglah PPh pasal 23 atas imbalah jasa teknik tersebut!
PPh Pasal 23 = (Rp 45.000.000,00 x 2%) = Rp 900.000,00.

4. PPh Pasal 24
Menghitung PPh Pasal 24:
Tn. Farrel Wijaya dengan status belum menikah, memperoleh Penghasilan Netto Dalam Negeri
Rp 300.000.000 dan memperoleh Penghasilan dari Luar Negeri sebesar Rp 95.000.000 dengan
tarif pajak 25%. Hitunglah pasal 24 yang dikreditkan!
PKP = Penghasilan Netto Dalam Negeri + Penghasilan Netto Luar Negeri – PTKP
PKP =(Rp 300.000.000 + Rp 95.000.000) – Rp 54.000.000 = Rp 341.000.000
Pajak Terutang:
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 200.000.000 = Rp 30.000.000
25% x Rp 91.000.000 = Rp 22.750.000 +
Rp 55.250.000
Pajak atas Penghasilan Netto Luar Negeri 25% x Rp 95.000.000 = Rp 23.750.000
Maka Batas maksimum PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan adalah:
Rp 95.000.000 x Rp 55.250.000 = Rp 15.392.228
Rp 341.000.000

5. PPh Pasal 25
Cara menghitung PPh Pasal 25:
PT Almond, perusahaan yang baru berdiri terdaftar sebagai wajib pajak pada awal bulan Juni
2009. Selama bulan Juni penjualan PT Almond sebesar Rp 100.000.000 dan biaya-biaya yang
terjadi adalah sebesar Rp 60.000.000. Hitungla PPh Pasal 25 atas ilustrasi tersebut!
Penjualan Rp 100.000.000
Biaya Rp 60.000.000
Penghasilan Netto sebulan Rp 40.000.000
Penghasilan Netto disetahunkan
(12 x Rp 40.000.000) Rp 480.000.000
PPh terutang
(28% x Rp 480.000.000)= Rp 134.400.000
PPh Pasal 25 sebulan
Rp 134.400.000/12 = Rp 11.200.000

6. PPh Pasal 26
Menghitung PPh Pasal 26:
PT. KUSUMAWARDANA membayar bunga pinjaman kepada Bank Birma sebesar Rp
95.000.000. Berdasarkan transaksi tersebut, hitunglah PPh pasal 26 yang wajib dipotong!
PPh pasal 26 = Rp 95.000.000 x 20% = Rp 19.000.000

7. PPh Pasal 4 ayat (2)


Menghitung PPh Pasal 4 ayat 2:
PT. Dipta dalam rangka mempromosikan produk barunya menyelenggarakan undian dengan
hadiah berupa uang tunai senilai Rp 100.000.000.
PPh Pasal 4 ayat 2 yang dipotong oleh PT. Dipta adalah:
25% x Rp 100.000.000 = Rp 25.000.000

Anda mungkin juga menyukai