Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun
makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang “Kasus Dilema
Etik”. Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi tantangan itu bisa teratasi.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca
sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Cianjur, 29 April 2016

Kelompok I

1
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Dilema Etik


Menurut Thompson & Thompson (1981) dilema etik merupakan suatu
masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau situasi
dimana alternatif yang memuaskan atau tidak memuaskan sebanding.
Masalah eika keperawatan pada dasarnya merupakan masalah etika kesehatan,
yang lebih dikenal dengan istilah etika biomedis atau bioetis (Suhaemi, 2002).
Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Untuk membuat
keputusan yang etis, seseorang harus tergantung pada pemikiran yang
rasional dan bukan emosional.

B. Prinsip Moral Dalam Menyelesaikan Masalah Etik


Prinsip-prinsip moral yang harus diterapkan oleh perawat dalam
pendekatan penyelesaian masalah / dilema etik adalah :
1. Otonomi
Suatu bentuk hak individu dalam mengatur kegiatan/prilaku dan
tujuan hidup individu. Kebebasan dalam memilih atau menerima suatu
tanggung jawab terhadap pilihannya sendiri. Prinsip otonomi menegaskan
bahwa seseorang mempunyai kemerdekaan untuk menentukan keputusan
dirinya menurut rencana pilihannya sendiri. Bagian dari apa yang
didiperlukan dalam ide terhadap respect terhadap seseorang, menurut
prinsip ini adalah menerima pilihan individu tanpa memperhatikan apakah
pilihan seperti itu adalah kepentingannya. (Curtin, 2002).
Permasalahan dari penerapan prinsip ini adalah adanya variasi
kemampuan otonomi pasien yang dipengaruhi oleh banyak hal, seperti
tingkat kesadaran, usia, penyakit, lingkungan Rumah Sakit, ekonomi,
tersedianya informsi dan lain-lain (Priharjo, 1995). Contoh: Kebebasan
pasien untuk memilih pengobatan dan siapa yang berhak mengobatinya
sesuai dengan yang diinginkan.

2
2. Benefisiensi
Benefisiensi berarti hanya mengerjakan sesuatu yang baik.
Kebaikan juga memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan,
penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri
dan orang lain. Kadang-kadang dalam situasi pelayanan kesehatan
kebaikan menjadi konflik dengan otonomi.
3. Keadilan (justice)
Hak setiap orang untuk diperlakukan sama (facione et all, 1991).
Merupakan suatu prinsip moral untuk berlaku adil bagi semua individu.
Artinya individu mendapat tindakan yang sama mempunyai kontribusi
yang relative sama untuk kebaikan kehidupan seseorang. Prinsip dari
keadilan menurut beauchamp dan childress adalah mereka uang sederajat
harus diperlakukan sederajat, sedangkan yang tidak sederajat diperlakukan
secara tidak sederajat, sesuai dengan kebutuhan mereka.
Ketika seseorang mempunyai kebutuhan kesehatan yang besar,
maka menurut prinsip ini harus mendapatkan sumber-sumber yang besar
pula, sebagai contoh: Tindakan keperawatan yang dilakukan seorang
perawat baik dibangsal maupun di ruang VIP harus sama dan sesuai SAK.
4. Non malefisien
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya atau cedera secara
fisik dan psikologik. Segala tindakan yang dilakukan pada klien.
5. Veracity (kejujuran)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini
diperlukan oleh pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan
kebenaran pada setiap pasien dan untuk meyakinkan bahwa pasien sangat
mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang
untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat,
komprehensif dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan
penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada
pasien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya
salama menjalani perawatan.

3
Walaupun demikian terdapat beberapa argument mengatakan
adanya batasan untuk kejujuran seperti jika kebenaran akan kesalahan
prognosis pasien untuk pemulihan, atau adanya hubungan paternalistik
bahwa “doctor knows best” sebab individu memiliki otonomi, mereka
memiliki hak untuk mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya.
Kebenaran adalah dasar dalam membangun hubungan saling percaya.
6. Fidelity
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan
komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan
menepati janji serta menyimpan rahasia pasien. Ketaatan, kesetiaan adalah
kewajiban seeorang untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya.
Kesetiaan itu menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang
menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk
meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan
meminimalkan penderitaan.
7. Kerahasiaan (confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan ini adalah bahwa informasi
tentang klien harus dijaga privasi-nya. Apa yang terdapat dalam dokumen
catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien.
Tak ada satu orangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika
diijin kan oleh klien dengan bukti persetujuannya. Diskusi tentang klien
diluar area pelayanan, menyampaikannya pada teman atau keluarga
tentang klien dengan tenaga kesehatan lain harus dicegah.
8. Akuntabilitas (accountability)
Prinsip ini berhubungan erat dengan fidelity yang berarti bahwa
tanggung jawab pasti pada setiap tindakan dan dapat digunakan untuk
menilai orang lain. Akuntabilitas merupakan standar yang pasti yang mana
tindakan seorang professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas
atau tanpa terkecuali.

4
C. Kerangka Konsep Pemecahan Masalah Dilema Etik
Kerangka pemecahan dilema etik banyak diutarakan oleh para ahli
dan pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan/pemecahan
masalah secara ilmiah, antara lain :

1. Model pemecahan masalah (Megan,1989)


Ada lima langkah-langkah dalam pemecahan masalah dalam dilema etik.
a. Mengkaji situasi
b. Mendiagnosa masalah etik moral
c. Membuat tujuan dan rencana pemecahan
d. Melaksanakan rencana
e. Mengevaluasi hasil
2. Kerangka pemecahan dilema etik (Kozier & Erb, 1989)
a. Mengembangkan data dasar. Untuk melakukan ini perawat
memerlukan pengumpulan informasi sebanyak mungkin meliputi :
 Siapa yang terlibat dalam situasi tersebut dan keterlibatannya
 Apa tindakan yang diusulkan
 Apa maksud dari tindakan yang diusulkan
 Apa konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul dari tindakan
yang diusulkan.
b. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut
c. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang
direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi
tindakan tersebut
d. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut.
e. Mengidentifikasi kewajiban perawat
f. Membuat keputusan
3. Model Murphy dan murphy
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan
b. Mengidentifikasi masalah etik
c. Siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan
d. Mengidentifikasi peran perawat

5
e. Mempertimbangkan berbagai alternatif-alternatif yang mungkin
dilaksanakan
f. Mempertimbangkan besar kecilnya konsekuensi untuk setiap alternatif
keputusan
g. Memberi keputusan
h. Mempertimbangkan bagaimana keputusan tersebut hingga sesuai
dengan falsafah umum untuk perawatan klien
i. Analisa situasi hingga hasil aktual dari keputusan telah tampak dan
menggunakan informasi tersebut untuk membantu membuat keputusan
berikutnya.
4. Model Curtin
a. Mengumpulkan berbagai latar belakang informasi yang menyebabkan
masalah
b. Identifikasi bagian-bagian etik dari masalah pengambilan keputusan
c. Identifikasi orang-orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan
d. Identifikasi semua kemungkinan pilihan dan hasil dari npilihan itu
e. Aplikasi teori, prinsip dan peran etik yang relevan
f. Memecahkan dilema
g. Melaksanakan keputusan
5. Model Levine – Ariff dan Gron
a. Mendefinisikan dilema
b. Identifikasi faktor-faktor pemberi pelayanan
c. Identifikasi faktor-faktor bukan pemberi pelayanan
 Pasien dan keluarga
 Faktor-faktor eksternal
d. Pikirkan faktor-faktor tersebut satu persatu
e. Identifikasi item-item kebutuhan sesuai klasifikasi
f. Identifikasi pengambil keputusan
g. Kaji ulang pokok-pokok dari prinsip-prinsip etik
h. Tentukan alternatif-alternatif
i. Menindaklanjuti

6
6. Langkah-langkah menurut Purtillo dan Cassel (1981)
Purtillo dan Cassel menyarankan 4 langkah dalam membuat keputusan
etik.
a. Mengumpulkan data yang relevan
b. Mengidentifikasi dilema
c. Memutuskan apa yang harus dilakukan
d. Melengkapi tindakan
7. Langkah-langkah menurut Thompson & Thompson (1981)
a. Meninjau situasi untuk menentukan masalah kesehatan, keputusan
yang diperlukan, komponen etis dan petunjuk individual
b. Mengumpulkan informasi tambahan untuk mengklasifikasi situasi
c. Mengidentifikasi issue etik
d. Menentukan posisi moral
e. Menentukan posisi moral pribadi dan profesional
f. Mengidentifikasi posisi moral dari petunjuk individual yang terkait
g. Mengidentifikasi konflik nilai yang ada

7
STUDI KASUS

Seorang wanita berumur 50 tahun menderita penyakit kanker payudara


terminal dengan metastase yang telah resisten terhadap tindakan kemoterapi dan
radiasi. Wanita tersebut mengalami nyeri tulang yang hebat dimana sudah tidak
dapat lagi diatasi dengan pemberian dosis morphin intravena. Hal itu ditunjukkan
dengan adanya rintihan ketika istirahat dan nyeri bertambah hebat saat wanita itu
mengubah posisinya. Walapun klien tampak bisa tidur namun ia sering meminta
diberikan obat analgesik, dan keluarganya pun meminta untuk dilakukan
penambahan dosis pemberian obat analgesik. Saat dilakukan diskusi perawat
disimpulkan bahwa penambahan obat analgesik dapat mempercepat kematian
klien.

8
PEMBAHASAN

Kasus di atas merupakan kasus masalah dilema etik. Murphy dan murphy
menjelaskan kerangka pemecahan dilema etik sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi masalah kesehatan.


 seorang wanita (50) menderita penyakit kanker payudara terminal yang
metastase telah resisten terhadap tindakan kemoterapi dan radiasi.
 mengalami nyeri tulang yang hebat dan terasa nyeri hebat saat
mengubah posisi.
 tidak dapat lagi diatasi dengan pemberian dosis morphin intravena.
 penambahan obat analgesik dapat mempercepat kematian klien tapi
dapat mengurangi keluhan rasa nyerinya.
2. Mengidentifikasi masalah etik.
Klien sering mengeluh nyeri tulang yang hebat dan meminta diberikan
obat analgesik (morphin) dan keluarganya pun mendukung untuk
dilakukan penambahan dosis obat analgesik. Bila perawat memberikan
obat analgesik, maka keluhan klien berkurang namun resikonya
penambahan dosis obat tersebut dapat mempercepat kematian klien.
Apabila perawat tidak memenuhi keinginan klien, maka perawat
melanggar hak klien (melanggar prinsip moral otonomi) dan apabila klien
dan keluarga kecewa dengan pelayanan tersebut, mereka bisa menuntut ke
rumah sakit.
3. Siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan.
 Dokter, sebagai pengambil keputusan yang legal dalam pemberian
dosis obat analgesik.
 Klien dan keluarga, memiliki hak mendapatkan pelayanan dan hak
otonomi.
 Perawat, membantu dalam pengambilan keputusan.
4. Mengidentifikasi peran perawat.
Perawat memfasilitasi klien dalam mengatasi keluhan nyeri dan
melibatkan langsung dalam asuhan keperawatan. Perawat juga berperan

9
dalam memberikan dukungan dan mekanisme koping klien terhadap
penyakitnya.
5. Mempertimbangkan berbagai alternatif-alternatif yang mungkin
dilaksanakan.
a. Tidak menuruti keinginan klien tentang penambahan dosis obat
analgesik.
b. Tidak menuruti keinginan klien tentang penambahan dosis obat
analgesik dan membantu klien dalam manajemen nyeri.
c. Menuruti keinginan klien tentang penambahan dosis obat analgesik.
d. Menuruti keinginan klien tentang penambahan dosis obat analgesik,
tetapi pemberiannya jarang atau hanya pada saat malam hari klien
untuk tidur.
6. Mempertimbangkan besar kecilnya konsekuensi untuk setiap alternatif
keputusan
a. Tidak menuruti keinginan klien tentang penambahan dosis obat
analgesik.
Konsekuensinya, tidak mempercepat kematian klien, keluhan klien
tetap ada dan pelanggaran terhadap hak klien untuk menentukan
nasibnya sendiri.
b. Tidak menuruti keingina klien tentang penambahan obat analgesik dan
membantu klien dalam menejemen nyeri.
Konsekuensinya, tidak mempercepat kematian klien dan klien dibawa
untuk beradaptasi dengan nyerinya, hak klien untuk menentukan
nasibnya tidak terpenuhi.
c. Menuruti keinginan klien tentang penambahan dosis obat analgesik.
Konsekuensinya, mempercepat kematian klien, keluhan nyeri klien
berkurang, perawat memenuhi hak klien.
d. Menuruti keinginan klien tentang penambahan dosis obat analgesik,
tetapi pemberiannya jarang.
Konsekuensinya, resiko mempercepat kematian klien dapat sedikit
dikurangi, klien dapat beristirahat karena pada saat tertentu tidak
merasakan nyeri.

10
7. Memberi keputusan.
Dalam kasus di atas terdapat empat alternatif yang dapat dilakukan dengan
konsekuensinya masing-masing. Tindakan yang mungkin untuk diambil
keputusan dengan konsekuensi yang selain memperdulikan kesehatan
klien tetapi juga respon klien dan keluarga.
8. Mempertimbangkan bagaimana keputusan tersebut hingga sesuai dengan
falsafah umum untuk perawatan klien.
Keputusan yang dapat diambil yaitu menuruti keinginan klien tentang
penambahan dosis obat analgesik dengan pemberian yang pada saat
tertentu saja dengan kata lain, pada saat klien membutuhkannya untuk
istirahat tidur. Meskipun resiko mempercepat kematian klien ada, tetapi
hak klien untuk menentukan nasibnya sendiri terpenuhi. Namun,
manajemen nyeri perlu dilakukan untuk klien beradaptasi terhadap
nyerinya.
9. Analisa situasi hingga hasil aktual dari keputusan telah tampak dan
menggunakan informasi tersebut untuk membantu membuat keputusan
berikutnya.
Keputusan yang diambil haruslah yang paling menguntungkan untuk klien
dan tenaga kesehatan. Respon klien dan keluarga sangat penting dalam
proses peningkatan kesehatan.

Dalam pengambilan keputusan pada kasus tersebut terdapat prinsip moral


yang dipatuhi dan dilanggar, menuruti keinginan klien tentang penambahan dosis
obat analgesik berarti mematuhi prinsip moral autonomi, efek obat yang
menghilangkan rasa nyeri beberapa saat itu memberikan keuntungan karena klien
dapat istirahat dan terbebas dari rasa nyeri berarti berhubungan dengan prinsip
beneficience. Namun di samping itu, perawat telah melanggar prinsip non
maleficience karena dengan memberikan obat analgesik dapat mempercepat
kematian klien. Semua tindakan yang dilakukan perawat dalam asuhan
keperawatan harus dapat dipertanggung jawabkan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ismani Nila. 2001. Etika Keperawatan. Jakarta. Widya Medika

Amir amri. 1997. Hukum Kesehatan. Jakarta. Bunga Rampai

Lubis Sofyan. 2009. Mengenal Hak Konsumen dan Pasien. Jakarta. Pustaka
Yusticia

http://naimah-naimahlaila.blogspot.com/p/dilema-etik-dan-pemecahanya.html (27
april 2016)

12

Anda mungkin juga menyukai