Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 3


LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN INFEKSI VIRUS
(HERPES ZOOSTER DAN HERPES SIMPLEKS)

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
1. ADINDA MOUDY AGASSIMEVIA (1711012)
2. AHMAT MUZAKI (1711004)
3. AURIZAL AHMAD AZIZ (1711009)
4. CAMILO BELO CABRAL (1711013)
5. DHENIS PUJI RAHAYU (1711005)

PENDIDIKAN NERS SEMESTER IV REGULER


STIKES PATRIA HUSADA BLITAR
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang atas rahmat
dan bimbingan-Nya berupa kesehatan. Sehingga pada kesempatan yang ini kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN
KEPERAWATAN INFEKSI VIRUS.
Makalah ini merupakan tugas kelompok, untuk belajar dan mempelajari LAPORAN
PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN INFEKSI VIRUS. Penyusunan makalah
ini bertujuan agar pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang gagal ginjal.
Dalam penyusunan makalah ini masih belum terlihat sempurna, maka kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah
ini. Apabila ada kata-kata yang kurang berkenan bagi pembaca, kami sebagai penulis meminta
maaf yang sebesar-besarnya. Terimakasih atas perhatiannya dan semoga makalah ini dapat
berguna bagi pembaca.

Blitar, 23 Maret 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG..................................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH.............................................................................................1
1.3 TUJUAN......................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................3
2.1 PENGERTIAN.............................................................................................................3
2.2 KLASIFIKASI.............................................................................................................3
2.3 ETIOLOGI...................................................................................................................4
2.4 MANIFESTASI KLINIS..............................................................................................6
2.5 PATOFISIOLOGI.........................................................................................................7
2.6 PATHWAY....................................................................................................................9
2.7 KOMPLIKASI...........................................................................................................11
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG...............................................................................11
2.9 PENATALAKSANAAN............................................................................................14
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN......................................................................18
3.1 KASUS SEMU...........................................................................................................18
3.2 PENGKAJIAN...........................................................................................................18
3.3 PEMERIKSAAN FISIK............................................................................................19
3.4 DATA FOKUS............................................................................................................21
3.5 DIAGNOSA KEPERAWATAN.................................................................................23
3.6 INTERVENSI (NIC & NOC, dan Evaluasi)..............................................................24
3.7 EVALUASI................................................................................................................28
BAB IV PENUTUP..................................................................................................................29
4.1 KESIMPULAN..........................................................................................................29
4.2 SARAN......................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................30
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penyakit menular sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di
seluruh dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Insidens maupun
prevalensi yang sebenarnya di berbagai negara tidak diketahui dengan pasti. World
Health Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 1999 di seluruh dunia terdapat
sekitar 340 juta kasus baru penyakit menular yang salah satunya adalah penyakit herpes.
Penyakit herpes ini disebabkan oleh virus Herpes simpleks (HSV) tipe 1 dan tipe 2.
Penyakit herpes adalah penyakit yang sangat umum. Di Amerika Serikat kurang
lebih 20 persen orang di atas usia 12 tahun terinfeksi virus herpes simpleks, dan
diperkirakan ada satu juta infeksi baru setiap tahun. Angka prevalensi infeksi HSV sudah
meningkat secara bermakna selama dasa warsa terakhir. Sekitar 80 persen orang dengan
HIV juga terinfeksi herpes kelamin. Di Indonesia, sampai dengan saat ini belum
diketahui yang terinfeksi oleh virus herpes. Akan tetapi, menurut hasil survei yang
dilakukan oleh Direktorat Jendral Pencegahan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan (PPMPL) Departemen Kesehatan pada beberapa kelompok perilaku risiko
tinggi, tampak bahwa banyak masyarakat kita yang terinfeksi oleh HIV. Hal ini akan
menjadi penyebab terjangkitnya penyakit herpes, disamping itu dengan kemajuan sistem
transportasi pada saat ini, tidak menutup kemungkinan virus herpes bisa mewabah di
Indonesia. Untuk itu, diperlukan usaha pencegahan yang bisa diterapkan untuk mencegah
masuknya virus Herpes di Indonesia mengingat virus ini sangat mudah menular dan
pengobatan yang dilakukan kepada masyarakat kita jika sudah terinfeksi oleh virus
Herpes.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud herves zoster dan simplek?


2. Apa yang menyebabkan herves zoster dan simplek?
3. Apa saja klasifikasi dari herves zoster dan simplek?
4. Apa saja tanda dan gejala dari herves zoster dan simplek?
5. Bagaimana mekanisme dari herves zoster dan simplek?
6. Bagaimana perjalanan penyakit dari herves zoster dan simplek?
7. Apa saja komplikasi dari herves zoster dan simplek?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang dari herves zoster dan simplek?
9. Bagaimana penatalaksanaannya mengenai herves zoster dan simplek?
10. Bagaimana asuhan keperawatan kepada klien dengan herves zoster dan simplek?

1.3 TUJUAN

1. Mengetahui apa yang dimaksud herves zoster dan simplek.


2. Mengetahui apa yang menyebabkan herves zoster dan simplek.
3. Mengetahui klasifikasi dari herves zoster dan simplek.
4. Mengetahui tanda dan gejala dari herves zoster dan simplek.
5. Mengetahui mekanisme dari herves zoster dan simplek.
6. Mengetahui perjalanan penyakit dari herves zoster dan simplek.
7. Mengetahui saja komplikasi dari herves zoster dan simplek.
8. Mengetahui saja pemeriksaan penunjang dari herves zoster dan simplek.
9. Mengetahui penatalaksanaannya mengenai herves zoster dan simplek.
10. Mengetahui asuhan keperawatan kepada klien dengan herves zoster dan simplek.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN

Herpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti gerombolan vesikel
unilateral, sesuai dengan dermatomnya (persyarafannya). Herpes zoster adalah sutau
infeksi yang dialami oleh seseorang yang tidak mempunyai kekebalan terhadap varicella
(misalnya seseorang yang sebelumnya tidak terinfeksi oleh varicella dalam bentuk cacar
air). Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh reaktivasi virus Varicella –
Zoster yang sifatnya localized, dengan ciri khas berupa nyeri radikuler, unilateral, dan
gerombolan vesikel yang tersebar sesuai dermatom yang diinervasi satu ganglion saraf
sensoris.
Herpes simpleks adalah infeksi akut yg disebabkan oleh virus herpes simpleks (virus
herpes hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok
diatas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan
infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens. Penyakt infeksiosa dan
kontagiosa yang disebabkan oleh virus herpes simplek tipe 1 dan 2 dengan
kecenderungan menyerang kulit-mukosa (orofasial , genital), terdapat kemungkinan
manifestasi ekstrakutan dan cenderung untuk residif karena sering terjadi persintensi
virus. Derajat penularannya tinggi, tetapi karena patogenitas dan daya tahan terhadap
infeksi baik, maka infeksi ini sering berjalan tanpa gejala atau gejala ringan, subklinis
atau hanya local. ( Rassner Dermatologie Lehrbuch und atlas, 1995)

2.2 KLASIFIKASI

Herpes zoster dapat dibedakan menjadi :


1. Herpes zoster generalisata : Adalah herpes yang unilateral dan segmental ditambah
dengan penyebaran secara generalisata berupa vesikel soliter dan terdapat umbilikasi.
2. Herpes zoster oftalmikus : Adalah herpes zoster yang didalamnya terjadi infeksi
cabang pertama nervus trigeminus yang menimbulkan kelainan pada mata serta
cabang ke 2 dan ke 3 yang menyebabkan kelainan kulit pada daerah persyarafan.
Berdasarkan perbedaan imunologi dan klinis, virus herpes simpleks dapat dibedakan
menjadi dua tipe yaitu :
1. Virus herpes simpleks tipe 1 : Menyebabkan infeksi herpes non genital, biasanya
pada daerah mulut, meskipun kadang-kadang dapat menyerang daerah genital.
Infeksi virus ini biasanya terjadi saat anak-anak dan sebagian besar seropositif telah
didapat pada waktu umur 7 tahun.
2. Virus herpes simpleks tipe 2 : Hampir secara eksklusif hanya ditemukan pada traktus
genitalis dan sebagian besar ditularkan lewat kontak seksual.
Secara periodik, virus ini akan kembali aktif dan mulai berkembangbiak, seringkali
menyebabkan erupsi kulit berupa lepuhan pada lokasi yang sama dengan infeksi
sebelumnya. Virus juga bisa ditemukan di dalam kulit tanpa menyebabkan lepuhan yang
nyata, dalam keadaan ini virus merupakan sumber infeksi bagi orang lain.

2.3 ETIOLOGI

Ada beberapa jenis virus yang dapat menyebabkan herpes :


1. Virus Herpes Simpleks tipe I (HSV)
Virus ini dijumpai pada anak-anak yang penularannya melalui udara dan sebagian
kecil melalui kontak langsung lokasi dijumpai pada tubuh bagian atas, termasuk mata
dan rongga mulut, selain itu dapat dijumpai pada daerah genetalia lewat koitus
orogenital (oral seks)

2. Virus Herpes Simpleks tipe II (HSV II Virus of Love)


Penyakit Herpes yang ditularkan melalui hubungan seksual, lesi terdapat pada bagian
tubuh dibawah pusat terutama di daerah genetalia.
3. Herpes Zoster
Herpes zoster disebabkan oleh Varicella Zoster Virus, kelompok virus Herpes,
termasuk virus sedang berukuran 140 – 200 nm dan berinti DNA. Infeksiositas virus
ini dengan cepat dapat dihancurkan oleh bahan organik, deterjen, enzim proteolitik,
panas dan lingkungan pH yang tinggi

4. Epstein-Barr virus (EBV)


Epstein-Barr virus atau disebut juga dengan Human Herpes Virus-4 (HHV-4) adalah
penyebab utama dari infeksi mononukleosis. EBV juga bisa menjadi penyebab utama
dalam penyakit sindrom kelelahan kronis dan gangguan lain dari sistem kekebalan
tubuh. Selain itu, EBV juga telah dikaitkan dengan penyakit lupus, limfoma, kanker
dan lain sebagainya. Saat ini EBV dianggap cukup merusak dan dapat menyebabkan
mutasi genetik dalam tubuh.
5. Cytomegalovirus (CMV)
Cytomegalovirus atau disebut juga dengan Human Herpes Virus-5 (HHV-5) adalah
virus yang dapat menyebabkan mononucleosis dan hepatitis serta masuk dalam
kategori penyakit menular seksual. Terjadinya CMV sangat berhubungan dengan
penyakit pembuluh darah seperti penyakit arteri koroner dan aterosklerosis. Meskipun
umumnya asimtomatik, CMV dapat berubah menjadi faktor kunci dalam
pengembangan dan perkembangan penyakit jantung dan pembuluh darah. CMV lebih
sering terjadi pada pria homoseksual dan para penderita AIDS.
6. Human Herpes Virus-6
7. Human Herpes Virus-7
8. Human Herpes Virus-8
9. Human Herpes Virus-9
10.
2.4 MANIFESTASI KLINIS

1. Herpes zoster
a) Gejala prodomal
- Keluhan biasanya diawali dengan gejala prodomal yang berlangsung selama
1 – 4 hari.
- Gejala yang mempengaruhi tubuh : demam, sakit kepala, fatige, malaise,
nusea, rash, kemerahan, sensitive, sore skin ( penekanan kulit), neri, (rasa
terbakar atau tertusuk), gatal dan kesemutan.
- Nyeri bersifat segmental dan dapat berlangsung terus menerus atau hilang
timbul. Nyeri juga bisa terjadi selama erupsi kulit.
- Gejala yang mempengaruhi mata : Berupa kemerahan, sensitive terhadap
cahaya, pembengkakan kelopak mata. kekeringan mata, pandangan kabur,
penurunan sensasi penglihatan dan lain – lain.
b) Timbul erupsi kulit
- Kadang terjadi limfadenopati regional
- Erupsi kulit hampir selalu unilateral dan biasanya terbatas pada daerah yang
dipersarafioleh satu ganglion sensorik. Erupsi dapat terjadi di seluruh bagian
tubuh, yang tersering di daerah ganglion torakalis.
- Lesi dimulai dengan macula eritroskuamosa, kemudian terbentuk papul–
papul dan dalam waktu 12–24 jam lesi berkembang menjadi vesikel. Pada
hari ketiga berubah menjadi pastul yang akan mengering menjadi krusta
dalam 7–10 hari. Krusta dapat bertahan sampai 2–3 minggu kemudian
mengelupas. Pada saat ini nyeri segmental juga menghilang
- Lesi baru dapat terus muncul sampai hari ke 4 dan kadang–kadang sampai
hari ke 7
- Erupsi kulit yang berat dapat meninggalkan macula hiperpigmentasi dan
jaringan parut (pitted scar)
- Pada lansia biasanya mengalami lesi yang lebih parah dan mereka lebih
sensitive terhadap nyeri yang dialami.
2. Herpes simpleks
Masa inkubasi berkisar sekitar 3-7 hari. Berdasarkan pernah tidaknya seseorang
kontak dengan Virus Herpes Simplex (HSV-2), infeksi Herpes simpleks berlangsung
dalam 3 fase, yakni:
a) Fase Infeksi (lesi) Primer, ditandai dengan:
- Dapat terjadi tanpa gejala (asimptomatis)
- Diawali dengan rasa panas, rasa terbakar dan gatal pada area yang terserang.
- Kemudian timbul vesikula (bintik-bintik) bergerombol, mudah pecah
sehingga menimbulkan perlukaan (mirip koreng) di permukaan kulit yang
kemerahan (eritematus), dan nyeri.
- Selanjutnya dapat diikuti dengan demam, lemas sekujur tubuh (malaise) dan
nyeri otot.
- Terjadi pembesaran kelenjar getah bening di sekitar area yang terserang
Herpes genitalis.
b) Fase Infeksi (lesi) Rekuren (kambuh).
Seseorang yang pernah infeksi primer, dapat mengalami kekambuhan. Adapun
kekambuhan terjadi karena berbagai faktor dan dapat dipicu oleh beberapa
faktor pencetus, misalnya kelelahan fisik maupun psikis, alkohol, menstruasi dan
perlukaan setelah hubungan intim.
- Pada infeksi kambuhan (rekuren), gejala dan keluhan pada umumnya lebih
ringan. Gambaran penyakit bersifat lokal pada salah satu sisi bagian tubuh
(unilateral), berbentuk vesikuloulseratif (bercak koreng) yang biasanya
dapat hilang dalam 5 hingga 7 hari.
- Sebelum muncul bercak berkoreng, didahului dengan rasa panas, gatal dan
nyeri.
c) Fase Laten
Fase ini berati penderita tidak ditemukan gejala klinis, tetapi HVS dapat
ditemukan dlm keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis

2.5 PATOFISIOLOGI

Herpes Zoster : Herpes zoster bermula dari Infeksi primer dari VVZ (virus varisells
zoster) ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring. Disini virus mengadakan replikasi
dan dilepas ke darah sehingga terjadi viremia permulaan yang sifatnya terbatas dan
asimptomatik. Keadaan ini diikuti masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial System
(RES) yang kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremianya lebih luas dan
simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus juga menjalar
melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebih ganglion sensoris dan berdiam diri atau
laten didalam neuron. Selama antibodi yang beredar didalam darah masih tinggi,
reaktivasi dari virus yang laten ini dapat dinetralisir, tetapi pada saat tertentu dimana
antibodi tersebut turun dibawah titik kritis maka terjadilah reaktivasi dari virus sehingga
terjadi herpes zoster.
Herpes simpleks : Patofisiologi herpes simpleks masih belum jelas, ada kemungkinan
- Infeksi primer akibat transmisi virus secara langsung melalui jalur neuronal dari
perifer ke otak melalui saraf Trigeminus atau Offactorius.
- Reaktivitas infeksi herpes virus laten dalam otak.
- Pada neonatus penyebab terbanyak adalah HSV-2 yang merupakan infeksi dari secret
genital yang terinfeksi pada saat persalinan.
2.6 PATHWAY

Herpes Simpleks Kontak langsung ke


Virus (HSV membran mukosa

HSV-1 (kontak HSV-2 (penularan


dengan air liur) secara seksual)

Infeksi Primer (2-20


hari)

Lesi berbentuk
macula/papula

Hipertermi Pustula Rasa gatal & terbakar

Demam Pecah menjadi Ulkus


Kerusakan integritas
kulit

Respon sistemik tubuh Genetalia Mata terinfeksi


(konjungtivis)
Nyeri

Opatitis kecil pada kornea


membentuk gambaran dendrit

Pria : glans penis, Wanita (vulva,


batang penis, dll klitoris, serviks dan
anus) Ulserasi
Gangguan pada pola seks

Wanita hamil Struktur kulit berubah Jaringan parut dan


Ansietas
ulkus mole kebutaanyang nyata

Jalan lahir bayi Risiko mata kering


Gangguan citra
tubuh
Risiko infeksi
HERPES ZOOSTER
Invasi virus varisela zoster

Reaktivitas virus varisella


zoster

Penurunan anti body tubuh

Infeksi primer HERPES ZOSTER Merangsang saraf-saraf


vagus dan mengirimkan
Menuju ganglia radiks Virus masuk dan menetap sinyal keotak
dorsallis didalam susunan tepi syaraf
kulit Pembentukan prostaglandin
Menetap pada periode latin diotak
dan tidak terdeteksi
Merangsang hipotalamus
Sampai timbul periode meningkatkan suhu tubuh
teraktivasi
HIPERTERMIA
Jika teraktivasi virus akan
turun melalui serabut saraf Pada kulit muncul lesi
perifer kulit dan primer, lepuh-lepuh kecil
menimbulkan lesi berisi cairan dan Tidak tahu cara perawatan
berkelompok dan pengobatan
Timbul rasa panas gatal dan
nyeri Muncul lesi, erosi, dan krusta KURANG
PENGETAHUAN
GANGGUAN RASA KERUSAKAN
NYAMAN INTEGRITAS KULIT /
JARINGAN
Timbul rasa malu

GANGGUAN CITRA
TUBUH
2.7 KOMPLIKASI

1. Zoster :
 Postherpetic neuralgia : rasa yeri yang langsung berbulan-bulan atau bahkan
bertahun-tahun setelah bintil sembuh. Komplikasi ini banyak dialami oleh
penderita umur >60tahun.
 Kebutaan : Jika muncul di sekitar mata, herpes zoster dapat mengakibatkan
peradangan pada saraf mata dan berkembang menjadi kebutaan.
 Otot yang melemah : Peradangan pada saraf otot dapat menurunkan kekuatan
otot tersebut.
 Infeksi bakteri : Kondisi ini dapat terjadi jika bakteri masuk ke luka lepuh
yang sudah pecah.
2. Simpleks :
Herpes simplex jarang menimbulkan komplikasi serius pada penderita. Herpes
simplex dapat menimbulkan komplikasi, terutama jika penderita juga menderita
infeksi HIV. Penderita herpes simplex yang juga menderita HIV biasanya
menderita gejala herpes yang lebih parah dan lebih sering kambuh. Beberapa
komplikasi yang jarang, namun serius, yang dapat ditimbulkan oleh herpes
simplex adalah:
 Penyebaran infeksi ke bagian tubuh lain.
 Radang otak dan selaputnya.
 Radang paru-paru.
 Hepatitis.
 Esofagitis.
 Kematian jaringan retina mata.

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan diagnostic pada Herpes zoster. Tes diagnostic ini untuk membedakan dari
impetigo, kontak dermatitis dan herps simplex :
1. Tzanck Smear : mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat membedakan herpes
zoster dan herpes simplex.
2. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody : digunakan untuk membedakan diagnosis
herpes virus
3. Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella di sel kulit
4. Pemeriksaan histopatologik
5. Pemerikasaan mikroskop electron
6. Kultur virus
7. Identifikasi anti gen / asam nukleat VVZ (virus varisela zoster)
8. Deteksi antibody terhadap infeksi virus
Pemeriksaan penunjang untuk infeksi HSV (herpes simpleks virus dapat dilakukan secara
virologi maupun serologi, masing-masing contoh pemeriksaan tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Virologi
a) Mikroskop cahaya. Sampel berasal dari sel-sel di dasar lesi, apusan pada
permukaan mukosa, atau dari biopsi, mungkin ditemukan intranuklear inklusi
(Lipschutz inclusion bodies). Sel-sel yang terinfeksi dapat menunjukkan sel
yang membesar menyerupai balon (ballooning) dan ditemukan fusi. Pada
percobaan Tzanck dengan pewarnaan Giemsa atau Wright, dapat ditemukan sel
datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear.
b) Pemeriksaan antigen langsung (imunofluoresensi). Sel-sel dari spesimen
dimasukkan dalam aseton yang dibekukan. Kemudian pemeriksaan dilakukan
dengan menggunakan cahaya elektron (90% sensitif, 90% spesifik) tetapi,
pemeriksaan ini tidak dapat dicocokkan dengan kultur virus.
c) PCR, Test reaksi rantai polimer untuk DNA HSV lebih sensitif dibandingkan
kultur viral tradisional (sensitivitasnya >95 %, dibandingkan dengan kultur yang
hanya 75 %). Tetapi penggunaannya dalam mendiagnosis infeksi HSV belum
dilakukan secara reguler, kemungkinan besar karena biayanya yang mahal. Tes
ini biasa digunakan untuk mendiagnosis ensefalitis HSV karena hasilnya yang
lebih cepat dibandingkan kultur virus.6
d) Kultur Virus, Kultur virus dari cairan vesikel pada lesi (+) untuk HSV adalah
cara yang paling baik karena paling sensitif dan spesifik dibanding dengan cara-
cara lain. HSV dapat berkembang dalam 2 sampai 3 hari. Jika tes ini (+), hampir
100% akurat, khususnya jika cairan berasal dari vesikel primer daripada vesikel
rekuren. Pertumbuhan virus dalam sel ditunjukkan dengan terjadinya granulasi
sitoplasmik, degenerasi balon dan sel raksasa berinti banyak. Sejak virus sulit
untuk berkembang, hasil tesnya sering (-). Namun cara ini memiliki kekurangan
karena waktu pemeriksaan yang lama dan biaya yang mahal.
2. Serologi
Pemeriksaan serologi ini direkomendasikan kepada orang yang mempunyai gejala
herpes genital rekuren tetapi dari hasil kultur virus negatif, sebagai konfirmasi pada
orang-orang yang terinfeksi dengan gejala- gejala herpes genital, menentukan apakah
pasangan seksual dari orang yang terdiagnosis herpes genital juga terinfeksi dan
orang yang mempunyai banyak pasangan sex dan untuk membedakan dengan jenis
infeksi menular sexual lainnya. Sample pada pemeriksaan serologi ini diambil dari
darah atau serum. Pemeriksaannya dapat berupa :
a) ELISA, Dasar dari pemeriksaan ELISA adalah adanya ikatan antara antigen dan
antibodi, dimana antigen berasal dari suatu konjugat igG dan antibodi berasal
dari serum spesimen. Setelah spesimen dicuci untuk membersihkan sample dari
material (HRP) kemudian diberi label antibodi IgG konjugat. Konjugat ini dapat
mengikat antibodi spesifik HSV-II. komplek imun dibentuk oleh ikatan konjugat
yang ditambah dengan Tetramethylbenzidine (TMB) yang akan memberikan
reaksi berwarna biru. Asam sulfur ditambahkan untuk menghentikan reaksi yang
akan memberikan reaksi warna kuning. Pembacaan reaksi dilakukan dengan
mikrowell plate reader ELISA dengan panjang gelombang 450 nm.
Interpretasi hasil:
- Jika terdapat antibodi HSV-II berarti pernah terinfeksi HSV-II, virus dorman
didalam nervus sakralis dan pasien sedang menderita herpes genitalis.
- Jika antibodi HSV-II tidak ada berarti 95-98% anda tidak menderita herpes
genital kecuali anda baru saja terinfeksi HSV-II karena antibodi baru akan
terbentuk 6 minggu kemudian, bahkan ada beberapa individu (1 diantara 5)
baru mampu membentuk antibodi tersebut setelah 6 bulan, oleh karena itu
lebih baik mengulang pemeriksaan 6-8 minggu kemudian.
- Jika terdapat antibodi HSV-I berarti anda mengalami infeksi HSV-I.
Antibodi ini tidak bisa mendeteksi virus yang dorman. Pada sebagian besar
orang (>90%) virus berada dalam syaraf mulut dan mata. Beberapa orang
yang mempunyai infeksi HSV-I pada genital dapat mempunyai antibodi dari
infeksi HSV-I pada daerah genital.
- Jika tidak terdapat antibodi HSV-I dan HSV-II, berarti anda tidak terinfeksi
HSV-I maupun HSV-II tetapi suatu ketika anda mungkin dapat terinfeksi.
Namun tidak menutup kemungkinan bahwa anda baru saja terinfeksi tetapi
belum terbentuk antibodi.
- Pada infeksi primer, antibodi HSV-I dan II dapat terdeteksi pada hari-hari
awal setelah onset dari penyakit. Serokonversi terhadap kandungan antibodi
Ig M dan IgG diperlukan sebagai deteksi adanya infeksi primer, sebagai
tambahan antibodi IgA spesifik juga dapat terdeteksi mengikuti
terbentuknya antibodi IgM dan IgG. Ketika infeksi berjalan, antibodi IgM
dan IgA belum terdeteksi beberapa minggu-bulan ketika individu tersebut
telah mempunyai antibodi IgG yang menetap dalam tubuhnya untuk seumur
hidup dan dalam titer yang tinggi (gambar A). Pola serologis yang lain
membuktikan kandungan IgG, IgM dan IgA pada kasus reaktivasi dari
infeksi laten atau periode reinfeksi (gambar B). Sebagian besar serum
sampel diambil dalam waktu 7-10 hari setelah terinfeksi menunjukkan
peningkatan antibodi IgG yang signifikan. Peningkatan kadar antibodi IgA
juga sering ditemui, peningkatan serokonversi IgA pada kasus dimana juga
terjadi peningkatan kadar IgG menunjukkan bahwa serum sampel secara
serologik terinfeksi HSV.
b) Western Blot Test, merupakan test yang sangat akurat untuk mendeteksi HSV,
namun harganya lebih mahal dibandingkan tes-tes yang lain dan membutuhkan
waktu yang lebih lama untuk mengintepresentasikannya. Test ini merupakan
metoda gold standard dalam pemeriksaan antibodi. Tes ini hanya digunakan
sebagai referensi dan konfirmasi apabila tes dengan ELISA menunjukkan hasil
yang meragukan. Test ini memiliki ketelitian untuk menyimpulkan secara
spesifik bahwa sample benar-benar mengandung antibodi terhadap protein
tertentu dari virus.
c) Biokit HSV-II, merupakan tes untuk mendeteksi antibodi HSV tipe II. Tes ini
merupakan tes yang cepat, hanya kira-kira membutuhkan waktu 10 menit dan
hasilnya juga cepat ditunjukkan. Hasil positif ditunjukkan dengan dua warna
merah yang lebih tipis bila dibandingkan dengan kontrol. Jika antibodi HSV-II
tidak ada, maka hanya tampak satu warna merah. Jika hanya mengandung
antibodi HSV-I maka hanya akan ada satu tanda merah. Jika tidak terdapat tanda
merah maka tes tersebut tidak valid dan harus diulang.
(http://www.kulitkita.com/2009/03/pemeriksaan-serologi-herpes-
simplek_03.html).

2.8 PENATALAKSANAAN

Herpes zoster
1. Pengobatan
a. Pengobatan topical
- Pada stadium vesicular diberi bedak salicyl 2% atau bedak kocok kalamin
untuk mencegah vesikel pecah
- Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka dengan larutan
antiseptik atau kompres dingin dengan larutan burrow 3 x sehari selama 20
menit
- Apabila lesi berkrusta dan agak basah dapat diberikan salep antibiotik
(basitrasin / polysporin ) untuk mencegah infeksi sekunder selama 3 x
sehari.
b. Pengobatan sistemik
- Drug of choice- nya adalah acyclovir yang dapat mengintervensi sintesis
virus dan replikasinya. Meski tidak menyembuhkan infeksi herpes namun
dapat menurunkan keparahan penyakit dan nyeri. Dapat diberikan secara
oral, topical atau parenteral. Pemberian lebih efektif pada hari pertama dan
kedua pasca kemunculan vesikel. Namun hanya memiliki efek yang kecil
terhadap postherpetic neuralgia.
- Antiviral lain yang dianjurkan adalah vidarabine (Ara – A, Vira – A) dapat
diberikan lewat infus intravena atau salep mata.
- Kortikosteroid dapat digunakan untuk menurunkan respon inflamasi dan
efektif namun penggunaannya masih kontroversi karena dapat menurunkan
penyembuhan dan menekan respon immune.
- Analgesik non narkotik dan narkotik diresepkan untuk manajemen nyeri dan
antihistamin diberikan untuk menyembuhkan priritus.
c. Penderita dengan keluhan mata
Keterlibatan seluruh mata atau ujung hidung yang menunjukan hubungan dengan
cabang nasosiliaris nervus optalmikus, harus ditangani dengan konsultasi
opthamologis. Dapat diobati dengan salaep mata steroid topical dan mydriatik,
anti virus dapat diberikan
d. Neuralgia Pasca Herpes zoster
- Bila nyeri masih terasa meskipun sudah diberikan acyclovir pada fase akut,
maka dapat diberikan anti depresan trisiklik ( misalnya : amitriptilin 10 – 75
mg/hari)
- Tindak lanjut ketat bagi penanganan nyeri dan dukungan emosional
merupakan bagian terpenting perawatan
- Intervensi bedah atau rujukan ke klinik nyeri diperlukan pada neuralgi berat
yang tidak teratasi.
Herpes simpleks
Pada prinsipnya, penanganan dari infeksi Herpes Simpleks Virus (HSV) ada 2 macam,
yaitu:
1. Terapi Spesifik;
a. Infeksi primer
- Topikal : Penciclovir krim 1% (tiap 2 jam selama 4 hari) atau Acyclovir
krim 5% (tiap 3 jam selama 4 hari). Idealnya, krim ini digunakan 1 jam
setelah munculnya gejala, meskipun juga pemberian yang terlambat juga
dilaporkan masih efektif dalam mengurangi gejala serta membatasi
perluasan daerah lesi. (Rekomendasi FDA & IHMF)
- Sistemik : Valacyclovir tablet 2 gr sekali minum dalam 1 hari yang
diberikan begitu gejala muncul, diulang pada 12 jam kemudian, atau
Acyclovir tablet 400 mg 5 kali sehari selama 5 hari, atau Famciclovir 1500
mg dosis tunggal yang diminum 1 jam setelah munculnya gejala prodromal.
b. Infeksi Rekuren
Terapi rekuren ditujukan untuk mengurangi angka kekambuhan dari herpes
genitalis, dimana tingkat kekambuhan berbeda pada tiap individu, bervariasi dari
2 kali/tahun hingga lebih dari 6 kali/tahun. Terdapat 2 macam terapi dalam
mengobati infeksi rekuren, yaitu terapi episodik dan terapi supresif.
 Terapi Episodik:
- Acycovir, 400 mg p.o 3 x/hr, 5 hr, atau 800 mg 2 x/hr, 5 hr, atau 800 mg
p.o 3 x/hr,3 hr
- Valacyclovir, 500 mg p.o 2 x/hr 3 hr, atau 1 gr p.o 1x/hr, 5 hr
- Famciclovir, 125 mg p.o 2 x/hr,5 hr, atau 1 gr p.o 2 x/hr,1 hr
 Terapi Supresif:
- Acyclovir 400 mg p.o 2 x/hr selama 6 th, atau
- Famciclovir 250 mg p.o 2 x/hr selama 1 th, atau
- Valacyclovir 500 mg p.o 1x/hr selama 1 th, atau
- Valacyclovir 1 gr p.o 1x/hr selama 1 th
2. Terapi Non-Spesifik;
Pengobatan non-spesifik ditujukan untuk memperingan gejala yang timbul berupa
nyeri dan rasa gatal. Rasa nyeri dan gejala lain bervariasi, sehingga pemberian
analgetik, antipiretik dan antipruritus disesuaikan dengan kebutuhan individu. Zat-zat
pengering yang bersifat antiseptic juga dibutuhkan untuk lesi yang basah berupa
jodium povidon secara topical untuk mengeringkan lesi, mencegah infeksi sekunder
dan mempercepat waktu penyembuhan. Selain itu pemberian antibiotic atau
kotrimoksasol dapat pula diberikan untuk mencegah infeksi sekunder.
Tujuan dari terapi tersebut masing-masing adalah untuk mempercepat proses
penyembuhan, meringankan gejala prodromal, dan menurunkan angka penularan.
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 KASUS SEMU

Pada tanggal 30 April 2015 Tn. N datang ke RS dengan keluhan gelembung berisi air
yang bergerombol pada punggung kiri sejak 2 minggu sebelum masuk RS. Tn. N juga
mengeluh tidak nyaman jika tidur karena nyeri, rasa panas dan gatal pada daerah luka.
Gelembung dirasakan semakin bertambah besar dan banyak, diatas kulit yang berwarna
kemerahan. 10 hari sebelum masuk RS, pasien merasakan gelembung semakin banyak
dan menyebar sampai ke dada kiri, disertai kulit yang kemerahan disekitar gelembung px
merasa malu . Pasien mengatakan bahwa nyeri dan kelainan kulit hanya terjadi pada
daerah punggung kiri sampai ke dada kiri saja. Keluhan tidak dirasakan pada bagian
tubuh lainnya. 1 minggu SMRS, pasien berobat ke puskesmas. Dokter puskesmas
merujuk pasien ke dokter spesialis kulit yang ada di RS hangtuah.

3.2 PENGKAJIAN

1. Identitas
a. Pasien
 Nama : Tn. N
 Usia : 60 Tahun
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Agama : Islam
 Pekerjaan : Guru SD
 Alamat : Loa Pocong, Lembur Situ
 Nomer Rekam Medik : A294219
 Tanggal Kunjungan RS : 30-04-2015
2. Status kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini
 Keluhan utama:
Timbul gelembung berisi air yang bergerombol pada pungung kiri sejak 2
minggu.
 Alasan masuk Rumah Sakit dan perjalanan penyakit saat ini:
Pasien mengeluh gelembung berisi air yang bergerombol pada punggung kiri
sejak 2 minggu SMRS. Pasien juga mengeluh tidak nyaman jika tidur karena
nyeri, rasa panas dan gatal pada daerah luka. Gelembung dirasakan semakin
bertambah besar dan banyak, diatas kulit yang berwarna kemerahan. 10 hari
SMRS, pasien merasakan gelembung semakin banyak dan menyebar sampai ke
dada kiri, disertai kulit yang kemerahan disekitar gelembung dan Tn. N merasa
malu.
Pasien mengatakan bahwa nyeri dan kelainan kulit hanya terjadi pada daerah
punggung kiri sampai ke dada kiri saja. Keluhan tidak dirasakan pada bagian
tubuh lainnya. 1 minggu SMRS, pasien berobat ke puskesmas. Dokter
puskesmas merujuk pasien ke dokter spesialis kulit
b. Status Kesehatan Masa Lalu
 Penyakit yang pernah dialami
- Riwayat penyakit serupa pada pergelangan kaki 10 tahun yang lalu
- Riwayat alergi makanan dan obat disangkal
 Riwayat alergi
Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami riwayat alergi.
3. Riwayat Penyakit Keluarga:
- Riwayat keluhan yang sama dikeluarga disangkal
- Riwayat alergi makanan dan obat disangkal

3.3 PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum klien


a. Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
b. Kesadaran : Composmentis
c. Tanda Vital :
- Tekanan Darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 84 x/menit
- Suhu : 36 0C
- Respiratori Rate : 22 x/menit
d. Anemis : -/-
e. Edema : Ekstremitas atas -/-
Ekstremitas bawah -/-
f. Sianosis : -/-
g. Ikterus : -/-
 Status Lokalis
- Ad Regio : Torakalis sinistra (setinggi T8-9)
- Efloresensi : Eritema, vesikel, krusta
- Sifat efloresensi : Herpetiformis
 Status Dermatologikus/ Venereologikus
a. Regio/ letak lesi : Torakalis sinistra (setinggi T8-9)
b. Efloresensi/ Ruam/ Ujud Kelainan Kulit :
- UKK Primer :
√ Eritema - Bula - Hipopion
- Hipopigmentasi - Pustula - Planus
- Hiperpigmentasi - Bula Purulen - Urtika
- Papula - Bula Hemoragik - Tumor
- Nodula - Scrath Mark - Kista
√ Vesikula
- UKK Sekunder :
- Skuama - Laserasi - Eksfoliasi
- Likenitikasi - Erosi - Plak
- Fisura √ Krusta - Granulasi
- Rhagaden - Eskoriasi - Fistula
- UKK Spesifik/ Khusus :
- Kanalikuli - Roseolae - Angio Edema
- Vegetasi - Talengiektasis - Flushing
- Tuber - Ptekiae - Sikatriks
- Infiltrat - Ekimosis - Keloid
- Purpura - Spider Neavy - Cafe au lait
- Purpura Palpabel - Eksantema - Ulkus

 Sifat-sifat UKK
- Besar : 0,5-1 cm
- Susunan : Berkelompok
- Penyebaran dan lokalisasi : Herpetiformis, unilateral, konfluens
 Duh Tubuh
- Eksudat uretra :-
- Discharge Vagina : -
 Pembengkakan Kelenjar
Tidak ada keluhan
 Tes-tes Yang Dilakukan
- Diaskopi - Nikolsky Sign
- Dermografi Putih - Button-hole Sign
- Goresan lilin - Sondage tumpul
- Koebner Phenomen - Wood’s Light
- Auspitz Sign - Pensil Gunawan
- Pits Sign - Urine 2 gelas

3.4 DATA FOKUS

MASALAH
NO. DATA INTERPRETASI
KEPERAWATAN
1. DS: Invasi virus varisela zoster Kerusakan
Px mengatakan Timbul Integritas Kulit /
gelembung berisi air yang Reaktivitas virus varisella zoster Jaringan
bergerombol pada pungung
kiri sejak 2 minggu Penurunan anti body tubuh

DO: Virus masuk dan menetap didalam


- Kulit kemerahan susunan tepi syaraf kulit

Pada kulit muncul lesi primer, lepuh-


lepuh kecil berisi cairan dan
berkelompok

Muncul lesi, erosi, dan krusta

KERUSAKAN INTEGRITAS
KULIT / JARINGAN
2. DS: Invasi virus varisela zoster Gangguan Rasa
- Px mengatakan tidak Nyaman
nyaman jika tidur Reaktivitas virus varisella zoster
karena nyeri, rasa panas
dan gatal pada daerah Penurunan anti body tubuh
luka
Infeksi primer
DO:
- Px terlihat gelisah Menuju ganglia radiks dorsallis
- Px terlihat merintih
kesakitan Menetap pada periode latin dan tidak
terdeteksi

Sampai timbul periode teraktivasi

Jika teraktivasi virus akan turun


melalui serabut saraf perifer kulit dan
menimbulkan lesi

Timbul rasa panas gatal dan nyeri

GANGGUAN RASA NYAMAN


3. DS: Invasi virus varisela zoster Gangguan citra
- Pasien mengatakan tubuh
gelembung semakin Reaktivitas virus varisella zoster
banyak dan menyebar
sampai ke dada kiri, Penurunan anti body tubuh
disertai kulit yang
kemerahan disekitar Virus masuk dan menetap didalam
gelembung dan px susunan tepi syaraf kulit
merasa malu
Pada kulit muncul lesi primer, lepuh-
DO: lepuh kecil berisi cairan dan
- Px terlihat selalu berkelompok
mengamati bagian
gelembung yang Muncul lesi, erosi, dan krusta
menyebar sampai ke dada
kiri dengan cermin kecil Timbul rasa malu
- Px menutupi kulit
kemerahan nya dengan GANGGUAN CITRA TUBUH
baju

3.5 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan Integritas Kulit/ Jaringan (lingkungan, keamanan & proteksi, D.0129, Hal
282)
2. Gangguan Rasa Nyaman (psikologis, nyeri & kenyamanan, D.0079, Hal 166)
3. Gangguan Citra Tubuh (psikologis, integritas ego, D.0083, Hal 186)
3.6 INTERVENSI (NIC & NOC, dan Evaluasi)
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
Gangguan Integritas Kulit/ Jaringan b/d Dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu Intervensi yang digunakan untuk meminimalisir
perubahan hormonal d/d kemerahan 2x24 jam dengan outcome Integritas jaringan : masalah integritas kulit/ jaringan yaitu dengan
kulit & membrane mukosa dapat meminimalkan Pemberian obat: kulit meliputi:
Pengertian : gejala dan menormalkan mengenai : Pengertian
Berisiko mengalami kerusakan kulit (dermis - Suhu kulit menyiapkan & memberikan agen farmakologis untuk
- Hidrasi
dan/ epidermis) atau jaringan (membrane memulihkan gangguan kulit
- Lesi pada kulit
mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, - Jaringan parut Observasi
- Pengelupasan kulit
kartilago, kapsul sendi dan/ligament). - Identifikasi kemungkinan alergi, interaksi, dan
kontraindikasi obat
- Verifikasi order obat sesuai dengan indikasi
- Periksa tanggal kadaluarsa obat
- Monitor efek terapeutik obat
- Monitor efek local, efek sistemik dan efek
samping obat
Terapeutik
- Lakukan prinsip 6B (pasien, obat, dosis, waktu,
rute, dokumentasi)
- Cuci tangan & pasang sarung tangan
- Bersihkan kulit & hilangkan obat sebelumnya
- Oleskan agen topical pada kulit yang tidak
mengalami luka, iritasi/ sensitive
- Hindari terpapar sinar UV pada kulit yang
mendapatkan obat topikal
Edukasi
- Jelaskan jenis obat, alasan pemberian, tindakan
yang diharapkan, dan efek samping sebelum
pemberian
- Jelaskan factor yang dapat meningkatkan dan
menurunkan efektifitas obat
- Ajarkan teknik pemberian obat secara mandiri,
jika perlu
Gangguan rasa nyaman b/d gejala Dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu Intervensi yang digunakan untuk meminimalisir
penyakit d/d gelisah, merintih 2x24 jam dengan outcome status kenyamanan : masalah gangguan rasa nyaman yaitu dengan
fisik dapat meminimalkan gejala dan manajemen lingkungan : kenyamanan meliputi:
Pengertian : menormalkan mengenai : Pengertian
Perasaan kurang senang, lega dan sempurna - Control terhadap gejala Memfasilitasi dan mengelola lingkungan untuk
- Relaksasi otot
dalam dimensi fisik, psikospiritual, mendapatkan manfaat terapeutik, stimulasi sensorik,
- Posisi yang nyaman
lungkungan, dan sosial - Perawatan pribadi dan kebersihan dan kesejahteraan psikologis
- Gatal-gatal
Observasi
- Identifikasi keamanan dan kenyamanan
lingkungan
Terapeutik
- Atur posisi furniture dengan rapi & terjangkau
- Atur suhu lingkungan yang sesuai
- Sediakan tempat tidur dan lingkungan yang bersih
dan nyaman
- Hindari pandangan langsung ke kamar mandi,
toilet, dsb
Edukasi
- Jelaskan cara membuat lingkungan rumah yang
aman
- Jelaskan cara menghadapi bahaya kebakaran
- Ajarkan px dan keluarga/ pengunjung tentang
upaya pencegahan infeksi
Gangguan citra tubuh b/d perubahan Dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu Intervensi yang digunakan untuk meminimalisir
fungsi kognitif d/d menyembunyikan bagian 2x24 jam dengan outcome citra tubuh dapat masalah gangguan citra tubuh yaitu dengan
tubuh yang terdapat lesi bekas garukan meminimalkan gejala dan menormalkan mengenai dukungan emosional meliputi:
: Pengertian
Pengertian : - Kesesuaian antara realitas tubuh dan ideal Memfasilitasi penerimaan kondisi emosional selama
Perubahan persepsi tentang penampilan, tubuh dengan penampilan tubuh masa stres
- Deskripsi bagian tubuh yang terkena
struktur dan fungsi fisik individu Observasi
(dampak)
- Identifikasi hal yang telah memicu emosi
- Penyesuaian terhadap perubahan tampilan
Terapeutik
fisik
- Fasilitasi mengungkapkan perasaan cemas,
marah, atau sedih
- Lakukan sentuhan untuk memberikan dukungan
(mis. Merangkul, menepuk-nepuk )
- Kurangi tututan berfikir saat sakit/ lelah
Edukasi
- Anjurkan mengungkapkan perasaan yang dialami
(mis. Ansietas, marah, sedih)
Kolaborasi
- Rujuk konseling (jika perlu)
3.7 EVALUASI
MASALAH
NO. DATA
KEPERAWATAN
1. S: Px mengatakan Timbul gelembung berisi air yang bergerombol Kerusakan
pada pungung kiri sejak 2 minggu berkurang Integritas Kulit /
O: Kulit kemerahan mulai menghilang Jaringan
A: Masalah Teratasi Sebagian
P: Lanjutkan semua intervensi
2. S: Px mengatakan sudah nyaman tidur karena nyeri (-) , rasa panas Gangguan Rasa
(-) dan gatal pada daerah luka (-) Nyaman
O:- Px terlihat gelisah (-), Px terlihat merintih kesakitan (-)
A: Masalah Sudah Teratasi
P: Hentikan intervensi
3. S: Px mengatakan gelembung semakin sedikit dan tidak menyebar Gangguan citra
sampai ke dada kiri lagi, disertai kulit yang kemerahan (-) disekitar tubuh
gelembung dan px masih merasa malu
O: Px sudah tidak selalu mengamati bagian gelembung yang
menyebar sampai ke dada kiri dengan cermin kecil, Px masih
menutupi kulit kemerahan nya dengan baju
A: Masalah Teratasi Sebagian
P: Lanjutkan semua intervensi
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

1. Herpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti gerombolan vesikel
unilateral, sesuai dengan dermatomnya (persyarafannya).
2. Herpes simpleks adalah infeksi akut yg disebabkan oleh virus herpes simpleks (virus
herpes hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel yang
berkelompok diatas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat
mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens.
Dari makalah diatas dapat diambil 3 diagnose keperawatan dari kasus semu yaitu :
gangguan integritas kulit/ jaringan, gangguan rasa nyaman, an gangguan citra tubuh.

4.2 SARAN

Setelah mempelajari tentang Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Infeksi


Virus (Herpes Zooster Dan Herpes Simpleks) diharapkan mahasiswa/i dapat mengerti
dan memahami dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan tersebut. Saran dari
penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini kurang dari sempurna
untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritiknya yang bersifat membangun dalam
penyempurnaan makalah ini
DAFTAR PUSTAKA

1. FKUI, 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta. Media Aesculapius. Hal:151-
152.
2. Prof. Dr. Marwali H, 2000. Ilmu Penyakit Kulit. cetakan I. Jakarta
3. FK UI, 2000. ,Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi keempat. Jakarta
4. Handoko RP, Djuanda A, Hamzah M. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.4. Jakarta:
FKUI; 2005.
5. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ. Varicella and
Herpes Zoster. In : Fitzpatrick. Dermatology in General Medicine. 7 thed. New York :
McGraw Hill Company.2008.p. 1885-1898.
6. Marks James G Jr, Miller Jeffrey. Herpes Zoster. In: J Lookingbill and Marks’ Principles
of Dermatology. 4th ed. Philadelphia : Elseiver Saunders. 2006 .p.145-148.
7. Habif P.Thomas. Warts, Herpes Simplex, and Other Viral Infection. In : Clinical
Dermatology. 5 thed. United States of America : Elseiver Saunders. 2010.p. 479 – 490

Anda mungkin juga menyukai