Anda di halaman 1dari 5

Latar Belakang

Tingginya kejadian kecelakaan lalu lintas setara dengan meningkatnya angka kejadian fraktur
tulang wajah. Data yang dikeluarkan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) menyebutkan bahwa
setiap tahun sekitar 1,3 juta orang atau setiap hari sekitar 3.000 orang meninggal dunia akibat
kecelakaan, 90% terjadi di negara berkembang. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang
juga memiliki permasalahan dengan tingginya kejadian kecelakaan lalu lintas khususnya
kecelakaan sepeda motor sebesar 52.2% (Polisi Masyarakat Indonesia, 2014).
Wajah merupakan bagian tubuh yang tidak terlindungi secara topografis menyebabkannya
mudah terpapar trauma, sehingga fraktur tulang wajah merupakan cedera yang sering dijumpai.
Fraktur tulang wajah merupakan salah satu penyebab utama kecacatan dan kematian di dunia
(Schwartz, 2010). Penonjolan, bentuk anatomis dan posisi mandibula yang terbuka
menyebabkannya lebih sering mengalami trauma dibandingkan dengan tulang wajah lainnya
walaupun mandibula merupakan tulang wajah yang terpadat dan terkuat. Dari seluruh fraktur di
daerah wajah sekitar dua per tiga adalah fraktur mandibula atau setara dengan 61% kasus
ibandingkan dengan fraktur tulang pipi 27% dan tulang hidung 19.5% (Purwanto, 2006).

Hasil penelitian menunjukkan insidensi fraktur lebih banyak terjadi pada laki – laki sebanyak 52
kasus (74,1%) dan perempuan sebanyak 19 kasus (25,9%)dengan rasio sebesar 3:1. Berdasarkan
usia, fraktur mandibula paling banyak terjadi pada usia produktif yakni 11-30 tahun sebesar
(61,4%). Fraktur mandibula paling banyak terjadi pada lokasi Fraktur Simpisis sebanyak 27
kasus (38,1%). Etiologi terbesarkarena kecelakaan sepeda motor sebanyak 47 orang (78,4%).
Perawatan yang dilakukan terhadap pasien fraktur mandibula adalah Open Reduction (ORIF
Elektif) sebanyak (58,1%). Hasil penelitian juga menunjukan pasien yang menolak perawatan
sebanyak (18,8%) di karenakan kendala biaya, pasien sangat cemas dan ketakutan atau tidak siap
operasi sehingga mereka menolak atau menunda dan meminta pulang paksa. Hakim, Adhan,
Sukmana, 2016

Fraktur mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang mandibular.1 Hilangnya kontinuitas pada
rahang bawah (mandibula), dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan benar.2 Mandibula
adalah tulang rahang bawah pada
Manusia dan berfungsi sebagai tempat menempelnya gigi geligi. Klasifikasi fraktur mandibula
berdasarkan pada letak anatomi dari fraktur mandibula dapat terjadi pada daerah-daerah dento
alveolar, kondilus, koronoideus, ramus, sudut mandibula, korpus mandibula, simfisis, dan
parasimfisis.3 Penyebab terbanyak dari trauma mandibula ini adalah kecelakaan lalu lintas.
Kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu prioritas penanggulangan penyakit tidak menular
berdasarkan Kepmenkes 116/Menkes/SK/VIII/2003. Kecelakaan lalu lintas menempati urutan
ke-9 pada DALY (Disability Adjusted Life Year) dan diperkirakan akan menjadi peringkat ke-3
di tahun 2020, sedangkan di negara berkembang menempati urutan ke-2.4 Gejala pada fraktur
mandibula biasanya timbul rasa nyeri terus enerus pendarahan oral, fungsi berubah,terjadi
pembengkakan, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, dan deformitas. Jikafraktur ini mengenai
korpus mandibula,akan terlihat gerakan yang abnormal pada tempat fraktur sehingga gerakan
mandibula menjadi terbatas dan susunan gigi menjadi tidak teratur. Sebagian besar fraktur
mandibula terjadi tanpa terbukanya tulang dan tanpa kerusakan jaringan keras atau lunak.5 Dari
hasil data penelitian muchlisfauzi di
RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2008 sampai 2010, menunjukkan bahwa trauma mandibula
yang terjadi lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibanding perempuandenganperbandingan 4:1
dan kejadiannya sering terjadi pada usia produktif, yaitu usia 21-39 tahun. Kejadian fraktur
mandibula menempati urutan terbanyak yaitu 57,69%, disusul fraktur kombinasi maksilofasial
21,15%, fraktur maksila13,46%, fraktur nasal 3,85%, fraktur kondil 1,92%, dento-alveolar
0,96%, frakturzygoma 0,96%.4,6 Dari data hasilstudipendahuluanpeneliti, didapatkan data hasil
data rekam medik di Rumah Sakit Umum Daerah Ulin, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, total
pasien yang dirawat inap
Karena insidensi fraktur maksilofasial pada tahun 2008 sampai 2012 berjumlah 214 pasien dan
lebih banyak pada laki-laki dibanding perempuan
BAB II

Fraktur tulang
Suatu atau kekuatan yang melampaui kekuatan menahan kompresi atau regangan ( kemampuan
tulang atau menyatu menjadi satu jaringan yang utuh), maka trjadilah fraktur tulang (Kowalak,
Welsh and Mayer, 2003).

Penyebab
Faktor risiko terjadinya fraktur meliputi :
 Kejadian terjatuh
 Kecelakaan kendaraan bermotor
 Olahraga
 Pemakaian obat yang mengganggu kemampuan nilaian atau mobilitas
 Usia muda (immaturitas tulang)
 Penyakit metabolik ( seperti hopoparatiroidsme atau hiperparatiroidsme)
 Obat obat yang menyebabkan osteoporosis iatrogenik seperti preparat steroid.

Patofisiologi
Ketika terjadi fraktur pada sebuah tulang, maka periostenum serta pembulu darah di dalam
korteks, sumsum tulang, dan jaringan lunak di sekitarnya akan mengalami disrupsi.hematoma
akan terbentuk di antara kedua ujung patahan tulang serta di bawah periostenum, dan akhirnya
jaringan granulasi menggantikan hematoma tersebut(Kowalak, Welsh and Mayer, 2003).
Kerusakan jaringan tulang memicu respons inflamasi intensif yang menyebabkan sel -sel dan
jaringan lunak di sekitarnya serta dari rongga sumsum tulang akan meng-invasi daerah fraktur
dan aliran darah ke seluruh tulang akan mengalami peningkatan. Sel – sel osteoblast di dalam
periostenum , endostenum, dan sumsum tulang akan akan memproduksi osteroid ( tulang
mudadan jaringan kolagen yang belum mengalami klasifikas, yang juga di sebut kalus ). Osteoid
akan mengeras di sepanjang permukaan luar korpus tulang dan pada kedua ujung patahan tulang.
Sel – sel osteoklast mereabsorbsi material dari tulang yang terbentuk sebelumnya dan sel – sel
osteoblast membangun kembali tulang tersebut. Kemudian osteoblast mengadakan transformasi
menjadi osteosit ( sel – sel yang matur ) (Kowalak, Welsh and Mayer, 2003)..

Tanda da gejala
Tanda dan gejala klinis fraktur dapat mencakup:
 Deformitas akibat kehilangan kelurusan (alignment) yang alami
 Pembengkakan akibat vasolidatasi dan infiltrasi leukosit serta sel – sel mast
 Spasme otot
 Nyeri tekan
 Kerusakan sensibilitas di sebelah distal lokasi fraktur akibat unsur- unsur neurovaskuler
terjepit atau tertekan oleh trauma atau fragmen tulang
 Krepitasi atau bunyi “berderik” ketika bagian fraktur digerakkan; bunyi ini disebabkan
oleh gesekakan fragmen tulang (Kowalak, Welsh and Mayer, 2003).

Komplikasi
Komplikasi fraktur yang mungkin terjadi meliputi:
 Deformitas dan disfungsi permanen jika tulang yang fraktur tidak bisa sembuh
(nonunion) atau mengalami kesembuhan yang tidak sempurna ( malunion )
 Nekrosis aseptik (bukan di sebabkan oleh infeksi) pada segmen tulang akibat gangguan
sirkulasi.
 Syok hopovolemik akibat kerusakan pembulu darah (khususnya pada fraktur femur)
 Kontraktur otot
 Sindrom kompartemen (Lihat mengenali sindrom kompartemen)
 Batu ginjal akibat deklasifikasi yang di sebabkan oleh imobilisasi yang lama
 Emboli lemak akibat disrupsi sumsum tulang atau aktivasi sistem saraf simpatik
pascatrauma (yang dapat menimbulkan distress pernapasan atau sistem saraf pusat)
(Kowalak, Welsh and Mayer, 2003).

Diagnosis
Diagnosis fraktur ditegakkan berdasarkan:
 Riwayat cedera traumatic dan hasil pemeriksaan fisik, termasuk palpasi secara perlahan
- lahan dan upaya pasien yang dilakukan dengan hati – hati untuk menggerakkan bagian
tubuhnya di sebelah distal lokasi cedera
 Foto rontgen bagian tubuh yang dicurigai mengalami fraktur dan sendi di atas serta di
bawah tempat fraktur ( untuk memastikan diagnosis ); sesudah reposisi dilakukan, untuk
memastikan kelurusan atau alignment tulang (Kowalak, Welsh and Mayer, 2003).

Penanganan
Untuk fraktur lengan atau tungkai , tindakan kedaruratan terdiri atas:
 Pembidaian anggota gerak di atas dan di bawah bagian yang dicurigai mengalami fraktur;
pembidaian ini bertujuan untuk imobilisasi
 Kompres dingin untuk mengurangi rasa nyeri dan edema
 Elevasi anggota gerak tersebut untuk mengurangi rasa nyeri dan edema (Kowalak, Welsh
and Mayer, 2003).

Anda mungkin juga menyukai