Patient Safety
PENDAHULUAN
Sasaran Keselamatan Pasien, sebagai syarat untuk diterapkan di semua rumah sakit yang
diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine
Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS PERSI), dan dari Joint Commission
International (JCI).Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong peningkatan
spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran ini menyoroti area yang bermasalah dalam pelayanan
kesehatan dan menguraikan tentang solusi atas konsensus berbasis bukti dan keahlian terhadap
permasalahan ini. Dengan pengakuan bahwa desain/rancangan sistem yang baik itu
intrinsik/menyatu dalam pemberian asuhan yang aman dan bermutu tinggi, tujuan sasaran
umumnya difokuskan pada solusi secara sistem, bila memungkinkan. Sasaran juga terstruktur,
sama halnya seperti standar lain, termasuk standar (pernyataan sasaran/goal statement), Maksud
dan Tujuan, atau Elemen Penilaian. Sasaran diberi skor sama seperti standar lain dengan
memenuhi seluruhnya, memenuhi sebagian, atau tidak memenuhi. Peraturan Keputusan
Akreditasi termasuk pemenuhan terhadap Sasaran Keselamatan Pasien sebagai peraturan
keputusan yang terpisah.
Patient safety (keselamatan pasien) adalah pasien bebas dari harm (cedera) yang termasuk
didalamnya adalah penyakit, cedera fisik, psikologis, sosial, penderitaan, cacat, kematian, dan
lain-lain yang seharusnya tidak seharusnya terjadi atau cedera yang potensial, terkait dengan
pelayanan kesehatan (KKP-RS, 2007).
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi penilaian risiko, identifikasi dan pengelolaan
hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar
dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya
risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya
dilakukan (Depkes R.I. 2006).
Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KPRS) terdiri dari sistem pelaporan insiden,
analisis, belajar dan riset dari insiden yang timbul, pengembangan dan penerapan solusi untuk
menekan kesalahan, penetapan berbagai pedoman, standar, indikator keselamatan pasien
berdasarkan pengetahuan dan riset, keterlibatan dan pemberdayaan pasien, pengembangan
toksonomi: konsep, klasifikasi, norma, istilah dan sebagainya. Sistem tersebut diharapkan dapat
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanankan suatu
tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan (DepKes RI, 2006).
TUJUAN PEMBELAJARAN
URAIAN MATERI
Keselamatan pasien di Rumah Sakit adalah sistem pelayanan dalam suatu Rumah Sakit yang
memberikan asuhan pasien menjadi lebih aman, termasuk di dalamnya mengukur risiko,
identifikasi dan pengelolaan risiko terhadap pasien, analisa insiden, kemampuan untuk belajar &
menindaklanjuti insiden serta menerapkan solusi untuk mengurangi risiko. "Safety is a
fundamental principle of patient care and a critical component of hospital quality management."
(World Alliance for Patient Safety, Forward Programme WHO 2004).
Keamanan dan keselamatan pasien merupakan hal mendasar yang perlu diperhatikan oleh
tenaga medis saat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Keselamatan pasien adalah
suatu sistem dimana rumah sakit memberikan asuhan kepada pasien secara aman serta
mencegah terjadinya cidera akibat kesalahan karena melaksanakan suatu tindakan atau tidak
melaksanakan suatu tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan
resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk
meminimalkan resiko (Depkes 2008).
Setiap tindakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien sudah sepatutnya
memberi dampak positif dan tidak memberikan kerugian bagi pasien. Oleh karena itu, rumah
sakit harus memiliki standar tertentu dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Standar
tersebut bertujuan untuk melindungi hak pasien dalam menerima pelayanan kesehatan yang baik
serta sebagai pedoman bagi tenaga kesehatan dalam memberikan asuhan kepada pasien. Selain
itu, keselamatan pasien juga tertuang dalam undang-undang kesehatan. Terdapat beberapa pasal
dalam undang-undang kesehatan yang membahas secara rinci mengenai hak dan keselamatan
pasien.
Keselamatan pasien adalah hal terpenting yang perlu diperhatikan oleh setiap petugas medis
yang terlibat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Tindakan pelayanan,
peralatan kesehatan, dan lingkungan sekitar pasien sudah seharusnya menunjang keselamatan
serta kesembuhan dari pasien tersebut. Oleh karena itu, tenaga medis harus memiliki
pengetahuan mengenai hak pasien serta mengetahui secara luas dan teliti tindakan pelayanan
yang dapat menjaga keselamatan diri pasien.
A.Sasaran Patient safety
Standar SKP IV Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat-lokasi,
tepat-prosedur dan tepat-pasien.
Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk identifikasi
lokasi operasi dan melibatkan pasien didalam proses penandaan.
Rumah sakit menggunakan suatu cheklist atau proses lain untuk memverifikasi saat pre
operasi tepat-lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien dan semua dokumen serta peralatan
yang diperlukan tersedia, tepat dan fungsional.
Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur sebelum "incisi/time out"
tepat sebelum dimulainya suatu prosedur tindakan pembedahan.
Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung suatu proses yang seragam
untuk memastikan tepat lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien, termasuk prosedur
medis dan dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi
Pengurangan resiko inveksi terkait pelayanan kesehatan
Standar SKP V Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi resiko infeksi
yang terkait pelayanan kesehatan.
Elemen Penilaian SasaranV :
Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang
diterbitkan dan sudah diterima secara umum (a.l dari WHO Guidelines on Patient Safety)
Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.
Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan secara
berkelanjutan resiko dari infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
Pengurangan resiko pasien jatuh
Standar SKP VI Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi resiko pasien
dari cidera karena jatuh.
Elemen Penilaian Sasaran VI :
Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap resiko jatuh dan
melakukan asesmen ulang bila pasien diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau
pengobatan dan lain-lain.
Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi resiko jatuh bagi mereka yang pada hasil
asesmen dianggap beresiko jatuh.
Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan, pengurangan cedera akibat jatuh
dan dampak dari kejadian yang tidak diharapkan.
Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
berkelanjutan resiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit
Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis
pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang cukup besar,
merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut
Institute of Medicine (1999), medical error didefinisikan sebagai: The failure of a planned action
to be completed as intended (i.e., error of execusion) or the use of a wrong plan to achieve an
aim (i.e., error of planning). Artinya kesalahan medis didefinisikan sebagai: suatu Kegagalan
tindakan medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu.,
kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu., kesalahan
perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse Event
(Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).
Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan
suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena
keberuntungan (misalnya,pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi
obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui
dan membatalkannya sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu obat dengan overdosis
lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).
Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang
mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission)
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan karena
underlying disease atau kondisi pasien.
Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti kesalahan atau
keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai, menggunakan cara
pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil pemeriksaan atau observasi;
tahap pengobatan seperti kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi, metode
penggunaan obat, dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak; tahap
preventive seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta monitor dan follow up yang tidak
adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan berkomunikasi, kegagalan alat atau
system yang lain.
Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of Trustees
mengidentifikasikan bahwa keselamatan dan keamanan pasien (patient safety) merupakan
sebuah prioritas strategik. Mereka juga menetapkan capaian-capaian peningkatan yang terukur
untuk medication safety sebagai target utamanya. Tahun 2000, Institute of Medicine, Amerika
Serikat dalam TO ERR IS HUMAN, Building a Safer Health System melaporkan bahwa
dalam pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit ada sekitar 3-16% Kejadian Tidak Diharapkan
(KTD/Adverse Event). Menindaklanjuti penemuan ini, tahun 2004, WHO mencanangkan World
Alliance for Patient Safety, program bersama dengan berbagai negara untuk meningkatkan
keselamatan pasien di rumah sakit.
Di Indonesia, telah dikeluarkan pula Kepmen nomor 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang
Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan utamanya adalah untuk tercapainya
pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh dari medical error dan memberikan
keselamatan bagi pasien. Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia(PERSI) yang berinisiatif melakukan pertemuan dan mengajak semua stakeholder
rumah sakit untuk lebih memperhatian keselamatan pasien di rumah sakit.
Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat asuhan pasien
di rumah sakit menjadi lebih aman.Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil.
c. Menurunnya KTD di RS
a. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike medication names)
b. Pastikan identifikasi pasien
Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada Hospital Patient Safety Standards yang
dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA,
tahun 2002),yaitu:
1. Hak pasien
Standar nya adalah Pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana & hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak
Diharapkan).
Kriterianya adalah
Standarnya adalah RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung
jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriterianya adalah:
Kriterianya adalah:
Koordinasi pelayanan secara menyeluruh
Koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya
Standarnya adalah RS harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yg ada,
memonitor & mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif
KTD, & melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta KP.
Kriterianya adalah
Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik, sesuai
dengan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis
Standarnya adalah
1) Pimpinan dorong & jamin implementasi progr KP melalui penerapan 7 Langkah Menuju
KP RS .
2) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko KP & program
mengurangi KTD.
3) Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit & individu berkaitan
dengan pengambilan keputusan tentang KP
Kriterianya adalah
Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit
terintegrasi dan berpartisipasi
Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar
pengelola pelayanan
1) RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap jabatan mencakup
keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.
2) RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan
& memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam
pelayanan pasien.
Kriterianya adalah
memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan
pasien
mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan
memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
Standarnya adalah
Kriterianya adalah
Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, ciptakan kepemimpinan & budaya yang
terbuka dan adil
a. Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul fakta, dukungan
kepada staf, pasien, keluarga
b. Kebijakan: peran & akuntabilitas individual pada insiden
Bagi Tim:
a. Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden
b. Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yg
tepat
c. Pimpin dan dukung staf anda, bangunlah komitmen &focus yang kuat & jelas tentang
KP di RS anda
Bagi Tim:
a. Struktur & proses mjmn risiko klinis & non klinis, mencakup KP
b. Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko
c. Gunakan informasi dr sistem pelaporan insiden & asesmen risiko & tingkatkan
kepedulian thdp pasien
Bagi Tim:
a. Diskusi isu KP dlm forum2, utk umpan balik kpd mjmn terkait
b. Penilaian risiko pd individu pasien
c. Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko, & langkah memperkecil
risiko tsb
d. Kembangkan sistem pelaporan, pastikan staf Anda agar dg mudah dpt melaporkan
kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kpd KKP-RS
Bagi Rumah sakit: Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke dalam
maupun ke luar yang harus dilaporkan ke KKPRS PERSI
Bagi Tim: Dorong anggota utk melaporkan setiap insiden & insiden yg telah dicegah tetapi
tetap terjadi juga, sbg bahan pelajaran yg penting
4. Dukungan,pelatihan & dorongan semangat kpd staf agar selalu terbuka kpd pasien & kel.
(dlm seluruh proses asuhan pasien
Bagi Tim:
a. Hargai & dukung keterlibatan pasien & kel. bila tlh terjadi insiden
b. Prioritaskan pemberitahuan kpd pasien & kel. bila terjadi insiden
c. Segera stlh kejadian, tunjukkan empati kpd pasien & kel.
5. Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien, dorong staf anda utk
melakukan analisis akar masalah utk belajar bagaimana & mengapa kejadian itu timbul
Bagi Tim:
a. Tentukan solusi dg informasi dr sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, audit
serta analisis
b. Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan staf & kegiatan klinis,
penggunaan instrumen yang menjamin KP
c. Asesmen risiko untuk setiap perubahan
d. Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS-PERSI
e. Umpan balik kpd staf ttg setiap tindakan yg diambil atas insiden
Bagi Tim:
a. Di Rumah Sakit
Rumah sakit agar membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit, dengan
susunan organisasi sebagai berikut: Ketua: dokter, Anggota: dokter, dokter gigi,
perawat, tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya.
Rumah Sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit dan
menerapkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.
b. Di Provinsi/Kabupaten/Kota
Setiap staf yang bekerja di RS pasti ingin memberikan yang terbaik dan teraman untuk
pasien. Tetapi supaya keselamatan pasien ini bisa dikembangkan dan semua staf merasa
mendapatkan dukungan, patient safety ini harus menjadi prioritas strategis dari rumah sakit atau
unit pelayanan kesehatan lainnya. Empat CEO RS yang terlibat dalam safer patient initiatives di
Inggris mengatakan bahwa tanggung jawab untuk keselamatan pasien tidak bisa didelegasikan
dan mereka memegang peran kunci dalam membangun dan mempertahankan fokus patient
safety di dalam RS.
Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin membutuhkan langkah-
langkah yang agak kompleks. Tetapi dengan memecah kompleksitas ini dan membuat langkah-
langkah yang lebih mudah mungkin akan memberikan peningkatan yang lebih nyata.
Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk mempelajari dan mengikuti
perkembangan kualitas dari waktu ke waktu. Misalnya saja data mortalitas. Dengan perubahan
data mortalitas dari tahun ke tahun, klinisi dan manajer bisa melihat bagaimana manfaat dari
penerapan patient safety.
Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual. Pengembangan hanya
bisa terjadi jika ada sistem pendukung yang adekuat. Staf juga harus dilatih dan didorong untuk
melakukan peningkatan kualitas pelayanan dan keselamatan terhadap pasien. Tetapi jika
pendekatan patient safety tidak diintegrasikan secara utuh kedalam sistem yang berlaku di RS,
maka peningkatan yang terjadi hanya akan bersifat sementara.
Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk mengembangkan metodologi, sistem
berfikir, dan implementasi program. Pemimpin sebagai pengarah jalannya program disini
memegang peranan kunci. Di Inggris, pengembangan mutu pelayanan kesehatan dan
keselamatan pasien sudah dimasukkan ke dalam kurikulum kedokteran dan keperawatan,
sehingga diharapkan sesudah lulus kedua hal ini sudah menjadi bagian dalam budaya kerja.
Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti dapat memberikan pengaruh
yang positif. Perannya saat ini mungkin masih kecil, tetapi akan terus berkembang.
Dimasukkannya perwakilan masyarakat umum dalam komite keselamatan pasien adalah salah
satu bentuk kontribusi aktif dari masyarakat (pasien). Secara sederhana pasien bisa diarahkan
untuk menjawab ketiga pertanyaan berikut: apa masalahnya? Apa yang bisa kubantu? Apa yang
tidak boleh kukerjakan?
Aspek hukum terhadap patient safety atau keselamatan pasien adalah sebagai berikut : UU
Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit
d. Pasal 58 UU No.36/2009
Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit, Rumah Sakit Tidak bertanggung
jawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan
pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang
kompresehensif.
3. Hak Pasien
Pasal 43 UU No.44/2009
4) Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan untuk
mengoreksi system dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.
a. Assessment risiko
b. Identifikasi dan pengelolaan yang terkait resiko pasien
Pelaksanaan Patient Safety ini dilakukan dengan system Pencacatan dan Pelaporan serta
Monitoring dan Evaluasi.
a. Di Rumah Sakit
1) Setiap unit kerja di rumah sakit mencatat semua kejadian terkait dengan
keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan
dan Kejadian Sentinel) pada formulir yang sudah disediakan oleh rumah
sakit.
2) Setiap unit kerja di rumah sakit melaporkan semua kejadian terkait dengan
keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan
dan Kejadian Sentinel) kepada Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit pada
formulir yang sudah disediakan oleh rumah sakit.
b. Di Propinsi
Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah menerima produk-produk dari Komite
Keselamatan Rumah Sakit
c. Di Pusat
1) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) merekapitulasi laporan dari rumah
sakit untuk menjaga kerahasiaannya
2) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis yang telah
dilakukan oleh rumah sakit
3) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis laporan insiden
bekerjasama dengan rumah sakit pendidikan dan rumah sakit yang ditunjuk sebagai
laboratorium uji coba keselamatan pasien rumah sakit
4) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan sosialisasi hasil analisis
dan solusi masalah ke Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah, rumah sakit terkait
dan rumah sakit lainnya.
a. Di Rumah sakit, Pimpinan Rumah sakit melakukan monitoring dan evaluasi pada unit-
unit kerja di rumah sakit, terkait dengan pelaksanaan keselamatan pasien di unit kerja
b. Di propinsi, Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah melakukan monitoring dan
evaluasi pelaksanaan Program Keselamatan Pasien Rumah Sakit di wilayah kerjanya
c. Di Pusat
1. Rumah sakit agar membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit, dengan susunan
organisasi sebagai berikut: Ketua: dokter, Anggota: dokter, dokter gigi, perawat, tenaga
kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya
2. Rumah sakit agar mengembangkan sistem informasi pencatatan dan pelaporan internal
tentang insiden
3. Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden ke Komite Keselamatan Pasien Rumah
Sakit (KKPRS) secara rahasia
4. Rumah Sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit dan menerapkan
tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.
5. Rumah sakit pendidikan mengembangkan standar pelayanan medis berdasarkan hasil dari
analisis akar masalah dan sebagai tempat pelatihan standar-standar yang baru
dikembangkan.
1. Membentuk komite keselamatan pasien Rumah Sakit dibawah Perhimpunan Rumah Sakit
Seluruh Indonesia
2. Menyusun panduan nasional tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
3. Melakukan sosialisasi dan advokasi program keselamatan pasien ke Dinas Kesehatan
Propinsi/Kabupaten/Kota, PERSI Daerah dan rumah sakit pendidikan dengan jejaring
pendidikan.
4. Mengembangkan laboratorium uji coba program keselamatan pasien.
TES FORMATIF
1. Ruang lingkup audit lingkungan rumah sakit mencakup aspek manajemen dan aspek
teknis, yang merupakan aspek teknis adalah..
a. Efektivitas Program Lingkungan
b. Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit
c. Program Distribusi Limbah
d. Pencegahan Pencemaran
2. Limbah padat dapat dimusnahkan dengan menggunakan alat
a. Autoclave
b. safety box
c. incinerator
d. needle pit
DAFTAR PUSTAKA
Komalawati, Veronica. (2010) Community&Patient Safety Dalam Perspektif Hukum
Kesehatan.
Lestari, Trisasi. Knteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Delapan Langkah
Untuk Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN Vol II/Nomor.04/2006
Hal.1-3
Pabuti, Aumas. (2011) Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien (KP) Rumah Sakit.
Proceedings of expert lecture of medical student of Block 21st of Andalas University,
Indonesia
Yahya, Adib A. (2006) Konsep dan Program Patient Safety. Proceedings of National
Convention VI of The Hospital Quality Hotel Permata Bidakara, Bandung 14-15
November 2006.
MODUL
100 Menit
PENDAHULUAN
Keselamatan pasien telah menjadi isu global yang sangat penting dilaksanakan oleh
setiap rumah sakit, dan seharusnya menjadi prioritas utama untuk dilaksanakan dan hal tersebut
terkait dengan mutu dan citra rumah sakit. Pelayanan kesehatan pada dasarnya adalah
menyelamatkan pasien sesuai dengan yang diucapkan Hipocrates kira-kira 2400 tahun yang lalu,
yaitu primum non nocere atau first, do no harm . Dengan semakin berkembangnya ilmu dan
teknologi pelayanan kesehatan khususnya di rumah sakit, sehingga membuat semakin kompleks
prosedur pelayanan kesehatannya dan berpotensi terjadinya KTD (kejadian tidak diharapkan)
atau adverse event ( Depkes, 2008). Mengingat pentingnya masalah keselamatan pasien yang
harus ditangani segera di rumah sakit di Indonesia maka diperlukan regulasi tentang keselamatan
pasien. Dengan diterbitkannya peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 1691 pada
tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien di rumah sakit, mendorong upaya pelayanan kesehatan
yang aman bagi pasien. Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) juga mengembangkan standar
akreditasi rumah sakit yang mengadopsi badan akreditasi internasional JCI (Joint Commission
International) sehingga terbit standar Akreditasi Rumah Sakit versi 2012.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Adapun kompetensi yang diharapkan setelah mempelajari modul ini mahasiswa mampu
1. menjelaskan Standar keselamatan pasien
2. memahami standar keselamatan pasien
URAIAN MATERI
Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada Hospital Patient Safety Standards
yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA,
tahun 2002),yaitu:
Standarnya adalah
Kriterianya adalah
Standarnya adalah
Kriterianya adalah
1) memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik
keselamatan pasien
2) mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan
inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan
insiden.
3) menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork)
guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam
rangka melayani pasien.
6. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien.
Standarnya adalah
Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, ciptakan kepemimpinan & budaya yang
terbuka dan adil
Bagi Tim:
1) Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden
2) Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan
tindakan/solusi yg tepat
3) Pimpin dan dukung staf anda, bangunlah komitmen &focus yang kuat &
jelas tentang KP di RS anda
Bagi Tim:
1) Struktur & proses mjmn risiko klinis & non klinis, mencakup KP
2) Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko
3) Gunakan informasi dr sistem pelaporan insiden & asesmen risiko &
tingkatkan kepedulian thdp pasien
Bagi Tim:
1) Diskusi isu KP dlm forum2, utk umpan balik kpd mjmn terkait
2) Penilaian risiko pd individu pasien
3) Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko, & langkah
memperkecil risiko tsb
4) Kembangkan sistem pelaporan, pastikan staf Anda agar dg mudah dpt
melaporkan kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kpd KKP-RS
Bagi Rumah sakit:
1) Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke dlm maupun
ke luar yg hrs dilaporkan ke KKPRS PERSI
Bagi Tim:
a. Dorong anggota utk melaporkan setiap insiden & insiden yg telah dicegah
tetapi tetap terjadi juga, sbg bahan pelajaran yg penting
b. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, kembangkan cara-
cara komunikasi yg terbuka dg pasien
Bagi Rumah Sakit
a. Kebijakan : komunikasi terbuka ttg insiden dg pasien & keluarga
b. Pasien & keluarga mendpt informasi bila terjadi insiden
2) Dukungan,pelatihan & dorongan semangat kpd staf agar selalu terbuka
kpd pasien & kel. (dlm seluruh proses asuhan pasien
Bagi Tim:
1) Hargai & dukung keterlibatan pasien & kel. bila tlh terjadi insiden
2) Prioritaskan pemberitahuan kpd pasien & kel. bila terjadi insiden
3) Segera stlh kejadian, tunjukkan empati kpd pasien & kel.
6.Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien, dorong staf
anda utk melakukan analisis akar masalah utk belajar bagaimana &
mengapa kejadian itu timbul
Bagi Rumah Sakit:
1) Staf terlatih mengkaji insiden scr tepat, mengidentifikasi sebab
2) Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause
Analysis/RCA) atau Failure Modes & Effects Analysis (FMEA) atau metoda
analisis lain, mencakup semua insiden & minimum 1 x per tahun utk proses
risiko tinggi
Bagi Tim:
1) Diskusikan dlm tim pengalaman dari hasil analisis insiden
2) Identifikasi bgn lain yg mungkin terkena dampak & bagi pengalaman
tersebut
Cegah cedera melalui implementasi system Keselamatan pasien,
Gunakan informasi yg ada ttg kejadian/masalah utk melakukan
perubahan pd sistem pelayanan
Bagi Rumah Sakit:
1) Tentukan solusi dg informasi dr sistem pelaporan, asesmen risiko,
kajian insiden, audit serta analisis
2) Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan staf &
kegiatan klinis, penggunaan instrumen yg menjamin KP
3) Asesmen risiko utk setiap perubahan
4) Sosialisasikan solusi yg dikembangkan oleh KKPRS-PERSI
5) Umpan balik kpd staf ttg setiap tindakan yg diambil atas insiden
Bagi Tim:
1) Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman
2) Telaah perubahan yg dibuat tim & pastikan pelaksanaannya
3) Umpan balik atas setiap tindak lanjut ttg insiden yg dilaporkan
rangkuman
Keselamatan pasien merupakan upaya untuk melindungi hak setiap orang terutama dalam
pelayanan kesehatan agar memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu dan aman.
Peran-peran perawat dalam mewujudkan patient safety di rumah sakit dapat dirumuskan antara
lain sebagai pemberi pelayanan keperawatan, perawat mematuhi standar pelayanan dan SOP
yang telah ditetapkan menerapkan prinsip-prinsip etik dalam pemberian pelayanan keperawatan
memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarga tentang asuhan yang diberikan menerapkan
kerjasama tim kesehatan yang handal dalam pemberian pelayanan kesehatan menerapkan
komunikasi yang baik terhadap pasien dan keluarganya,peka,proaktif dan melakukan
penyelesaian masalah terhadap kejadian tidak diharapkan,serta mendokumentasikan dengan
benar semua asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dan keluarga.
TES FORMATIF
1) Ruang lingkup audit lingkungan rumah sakit mencakup aspek manajemen dan aspek
teknis, yang merupakan aspek manajemen adalah..
a. Efektivitas Program Lingkungan
b. Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit
c. Program Distribusi Limbah
d. Pencegahan Pencemaran
2) Limbah medis rumah sakit antara lain
a. Gigi, Veterinary, dan Gizi
DAFTAR PUSTAKA
Komalawati, Veronica. (2010) Community&Patient Safety Dalam Perspektif
Hukum Kesehatan.
Lestari, Trisasi. Knteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Delapan
Langkah Untuk Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN Vol
II/Nomor.04/2006 Hal.1-3
Pabuti, Aumas. (2011) Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien (KP) Rumah
Sakit. Proceedings of expert lecture of medical student of Block 21st of Andalas
University, Indonesia
MODUL
KRITERIA MONITORING DAN EVALUASI PATIENT SAFETY
PERTEMUAN V
100 Menit
PENDAHULUAN
Indonesia negeri yang memiliki kepadatan penduduk sangat banyak namun memiliki
akses unit kesehatan yang tidak mampu sampai ke pelosok negeri tercinta ini.Banyaknya
masalah kesehatan yang terjadi hingga banyaknya angka kematian di Indonesia merupaka salah
satu kacamata yang memprihatinkan di negeri ini. Tingginya nagka kematian disebabkan oleh
berbagai factor seperti jauhnya aksese unit kesehatan, terbatasnya saran prasarana, kondisi
ekonomi melihat tingginya biaya kesehatan, dan kesalahan petugas unit kesehatan terkait.
Maraknya mal praktik yang disengaja maupun tidak disengaja baik dari professi kesehatan
apapun membuat pemerintah mengambil kebijakan bahwa perlunya setiapunit kesehatan kecil
ataupun besar mencanangkan program keselamatan pasien atau disebut patient safety. Melihat
tingginya angka kematian dan juga perlunya kesadaran bahwa setiap profesi brtujuan untuk
keselamatan pasien.
Khususnya perawat harus mampu melakukan patient safety. Meskipun belum semua
rumah sakit melakukan hal tersebut. Seperti yang disampaikan oleh M.Natsir,S.Kep.Ns dosen
Akper Pemprov Jateng dalam pembelajaran Management Patient Safety pada Rabu, 4 Maret
2015. Oleh krena itu, penyusun mengambil judul Monitoring dan Evaluasi Patient Safety yang
tujuannya agar mampu menambah wawasan pembaca bahwasanya sangatlah penting
mengutamakan keselamatan individu.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan kegiatan belajar ini mahasiswa mampu
1. Menjelaskan tentang criteria monitoring dan evaluasi patient safety
2. Memahami tentang criteria monitoring dan evaluasi patient safety
URAIAN MATERI
A. Keselamatan Pasien di rumah sakit
Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan yang perlu di tangani segera di rumah
sakit indonesia diperlukan standar keselamatan pasien rumah sakit yang merupakan acuan bagi
rumah sakit di indonesia untuk melaksanakan kegiatan.Keselamatan pasien dirumah sakit
disusun mengacu pada Hospital Patient Safety Standar yang di keluarkan oleh Joint commision
on Accreditation of Healt Organization, ilions, USA, tahun 2002 yang di sesuaikan dengan
situasi dan kondisi rumah sakit di indonesia.Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari 7
standar yaitu:
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metoda metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien
5. Peran kepempimpinan dalam meningkatan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
Standar VII:Komunikasi Merupakan Kunci bagi Staf untuk mencapai Kselamatan Pasien
Standar:
a. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keselamatan
pasien untuk memenuhi kebutuhan internal dan eksternal.
b. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriteria:
a. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk
memperoleh data dan informasi tentang hal-hal yang terkait dengan keselamatan pasien.
b. Tersedia mekanisme identifikasi dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen
informasi yang ada.
Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan yang perlu di tangani segera di rumah
sakit indonesia diperlukan standar keselamatan pasien rumah sakit yang merupakan acuan bagi
rumah sakit di indonesia untuk melaksanakan kegiatan.Keselamatan pasien dirumah sakit
disusun mengacu pada Hospital Patient Safety Standar yang di keluarkan oleh Joint commision
on Accreditation of Healt Organization, ilions, USA, tahun 2002 yang di sesuaikan dengan
situasi dan kondisi rumah sakit di indonesia.
TES FORMATIF
DAFTAR PUSTAKA
Lestari, Trisasi. Knteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Delapan Langkah
Untuk Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN Vol II/Nomor.04/2006
Hal.1-3
Pabuti, Aumas. (2011) Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien (KP) Rumah Sakit.
Proceedings of expert lecture of medical student of Block 21st of Andalas University,
Indonesia
MODUL
KOMUNIKASI ANTAR ANGGOTA TEAM KESEHATAN
DAN PERAN PERAWAT DALAM PATIENT SAFETY
PERTEMUAN VI
100 Menit
PENDAHULUAN
Definisi Komunikasi
Dinamika kelompok
Komunikasi yang berlangsung antar anggota kelompok dikenal dengan dinamika
kelompok. Tata cara komunikasi ini akan ditentukan oleh sejumlah variabel dan faktor yang
saling terkait. Setiap anggota kelompok akan memberikan pengaruh pada dinamika kelompok,
didasarkan pada motivasi mereka dalam berpartisipasi, kesamaan mereka dengan anggota
kelompok yang lain, kedewasaan anggota kelompok dalam mengespresikan perasaan mereka dan
tujuan kelompok tersebut.
TUJUAN PEMBELAJARAN
URAIAN MATERI
Oleh karena banyaknya masalah yang berkaitan dengan keselamatan pasien yang di
temukan di rumah sakit, maka di perlukan suatu standar yang dapat digunakan sebagai acuan
rumah sakit di Indonesia dalam menangani keselamatan pasien ( patient safety ). Adapun
Standar keselamatan pasien rumah sakit yang saat ini digunakan mengacu pada Hospital
Patient Safety Standards yang dikeluarkan oleh Join Commision on Accreditation of Health
Organization di Illinois pada tahun 2002 yang kemudian disesuaikan juga dengan situasi dan
kondisi yang ada di Indonesia. Penilaian keselamatan yang dipakai di Indonesia pada saat ini
adalah dengan menggunakan instrumen Akreditasi Rumah Sakit yang dikeluarkan oleh Komite
akreditasi RS ( KARS, 2012 Departemen Kesehatan RI telah membuat dan menerbitkan satu
buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety) yang di dalamnya
terdapat 7 standar yang membahas tentang keselamatan pasien pada tahun 2008 yakni: Hak
pasien, Mendididik pasien dan keluarga, Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan,
Penggunaan metoda metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien, Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien,
Mendidik staf tentang keselamatan pasien, dan dalam hal ini Komunikasi merupakan kunci bagi
staf untuk mencapai keselamatan pasien.
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang profesional dan merupakan tenaga kesehatan
terbesar yang ada di rumah sakit mempunyai peranan yang sangat penting dalam mewujudkan
keselamatan pasien. Perawat berperan dalam melindungi, melakukan promosi dan mencegah
terjadinya sakit dan injury, mengurangi penderitaan melalui diagnosa dan pengobatan , serta
melindungi dalam perawatan terhadap individu, keluarga, komunitas dan populasi ( ANA,
2003). Dari pengertian tersebut dapat di rumuskan bahwa perawat mempunyai peranan yang
sangat penting dalam mewujudkan Patient safety di rumah sakit yaitu sebagai pemberi
pelayanan keperawatan, perawat harus mematuhi semua standar pelayanan dan SOP yang telah
dibuat dan ditetapkan oleh rumah sakit serta tidak luput pula dalam menerapkan prinsip-prinsip
etik dalam pemberian pelayanan keperawatan, memberikan pendidikan kepada pasien dan
keluarga tentang asuhan yang diberikan, menerapkan kerjasama tim kesehatan yang handal
dalam pemberian pelayanan kesehatan, peka dan proaktif dalam melakukan penyelesaian
masalah terhadap kejadian yang tidak diharapkan, melakukan pendokumentasian dengan benar
dari semua asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dan keluarga serta komunikasi
efektif yang merupakan hal yang sangat berperan terhadap keberhasilan suatu pelayanan yang
diberikan kepada pasien dan keluarganya.Komunikasi efektif yang dilakukan antara pasien dan
perawat merupakan syarat yang penting dalam memberikan pelayanan keperawatan terutama
pelayanan keperawatan yang berfokus kepada pasien. Komunikasi merupakan salah satu standar
dalam praktek keperawatan profesional terutama dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
pasein begitu pula yang di gambarkan America Nurse Association ( ANA, 2010) kompetensi
profesional dalam praktek keperawatan tidak hanya psikomotor dan kemampuan melakukan
diagnosa klinik melainkan kemampuan dalam melakukan komunikasi interpersonal. Diperlukan
pengetahuan dan keterampilan berkomunikasi di dalam memberikan Pelayanan berpusat pada
pasien ( Patient centered care ), kolaborasi interpersonal dan informatika dalam rangka
memenuhi kebutuhan pasien, meningkatkan kualitas dan keselamatan dalam sistem lingkungan
perawatan kesehatan.
Dibutuhkan alat komunikasi dan sistem informatika dalam melakukan komunikasi yang
efektif sehingga pelayanan keperawatan berfokus pasien dapat diberikan secara profesional serta
mengurangi kejadian yang tidak dinginkan terjadi. Dengan adanya sistem informasi dan
teknologi informatika, tenaga keperawatan profesional dapat mendiskusikan pelayanan
kesehatan dengan tenaga profesional lain tanpa melakukan tatap muka misalnya melalui e- mail,
maupun telephone Sehingga hal tersebut sangat memudahkan pihak tenaga profesional dalam
memberikan asuhan keperawatan secara berkelanjutan.Cronenwett, et all., 2007, Cronenwett.,
2009 mengatakan bahwa Informatika merupakan penggunaan teknologi informasi dalam
melakukan komunikasi, , mengelola pengetahuan, mengurangi kesalahan dan sebagai alat
pendukung dalam pengambilan keputusan, selain itu perawat juga menggunakan teknologi
informasi untuk memberikan pengajaran kesehatan dan promosi kesehatan serta informasi
pencegahan penyakit kepada pasien dengan berbagai cara ( AACN, 2011).yaitu bisa dengan
menggunakan e-Health ataupun IT.
Peran perawat dalam patient safety:Patient safety (keselamatan pasien) adalah pasien
bebas dari harm (cedera) yang termasuk didalamnya adalah penyakit, cedera fisik, psikologis,
sosial, penderitaan, cacat, kematian, dan lain-lain yang seharusnya tidak seharusnya terjadi atau
cedera yang potensial, terkait dengan pelayanan kesehatan (KKP-RS, 2007).
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan
pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi penilaian risiko, identifikasi dan pengelolaan hal
yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko.
Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan
(Depkes R.I. 2006).
Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KPRS) terdiri dari sistem pelaporan insiden,
analisis, belajar dan riset dari insiden yang timbul, pengembangan dan penerapan solusi untuk
menekan kesalahan, penetapan berbagai pedoman, standar, indikator keselamatan pasien
berdasarkan pengetahuan dan riset, keterlibatan dan pemberdayaan pasien, pengembangan
toksonomi: konsep, klasifikasi, norma, istilah dan sebagainya. Sistem tersebut diharapkan dapat
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanankan suatu
tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan (DepKes RI, 2006).
Faktor-faktor yang mempengaruhi performa dan penerapan patient safety di rumah sakit
adalah sebgai berikut:
a) Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah diakui sebagai hal penting dalam menentukan arah organisasi,
mengembangkan budaya, memastikan pelayanan dan mempertahankan organisasi yang efektif.
Pemimpin mengubah keadaan dengan terlebih dahulu memeriksa situasi saat ini, melihat ke
depan untuk kemungkinan masa depan dan mengenali area untuk perbaikan. Mereka kemudian
menciptakan sistem baru atau mengubah sistem dalam hal perbaikan. Kebanyakan sistem yang
sistematis membahas masalah keselamatan pasien dan peningkatan kualitas telah
mengidentifikasi peran penting bagi kepemimpinan di bidang keselamatan pasien dan kualitas
pelayanan. Kunci peran kepemimpinan di tingkat nasional untuk keselamatan pasien adalah
pengetahuan, pengembangan dan pembelajaran dan promosi praktek yang baik yang telah
ditugaskan, baik dalam lembaga nasional atau sebuah rumah sakit (The Comission on Patient
Safety and Quality Assurance of Irlandia, 2008).Dasar dari perubahan organisasi untuk budaya
patient safety, komitmen pemimpin merupakan elemen yang sangat penting dalam usaha untuk
meningkatkan mutu dan safety. Pemimpin harus mempromosikan patient safety sebagai inti dari
partisipasi pada aktivitas patient safety. Pemimpin harus melakukan perubahan seperti
melakukan perubahan seperti kebijakan melaporkan tindakan kesalahan tanpa hukuman dan
merahasiakan pelapor (Bates, Gandhi & Frankel, 2003).Jajaran direksi, manajer, dan ketua
pelayanan klinis bersama-sama dengan serius, visible dan komitmen tinggi harus membuat
sistem pelayanan yang konsisten bermutu tinggi. Komitmen tersebut dapat dimulai membuat
tujuan dan misi rumah sakit serta strategi yang diterapkan sesuai dengan peningkatan kualitas
dan safety (Kovner dan Neuhauser, 2004).
b) Individu
Ada tiga dimensi penting tenaga kesehatan professional yang harus dinilai dalam organisasi
untuk meningkatkan safety dan mutu. Pertama, pemimpin harus memastikan bahwa
menempatkan pekerja dengan benar agar performa kerja yang dihasilkan sesuai dengan tujuan.
Kedua, pemimpin harus memastikan pekerja yang dimiliki mempunyai keterampilan untuk
menjalankan fungsinya sehingga pelayanan yang diberikan bermutu dan safety. Rumah sakit
harus dapat mengadakan pendidikan berkelanjutan untuk meningkatkan keterampilan dan
pengetahuan para staf. Ketiga, rumah sakit membutuhkan tim yang dapat bekerja secara efektif.
Kerjasama tim berarti setiap anggota mengetahui bahwa dirinya adalah tim, mengetahui tugas
dan tanggungjawabnya dalam tim, dan dapat saling membantu dalam tim (Kovner dan
Neuhauser, 2004).
1) Pengetahuan Perawat tentang Patient Safety
Menurut Notoatmodjo, (2003) pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan tentang patients
safety atau kognitif tentang patients safety mencakup ingatan mengenai hal-hal yang pernah
dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).Pengetahuan perawat
tentang patient safety sangat penting untuk mendorong pelaksanaan program patient safety.
perawat harus mengetahui pengertian patient safety, unsur-unsur yang ada dalam patient safety,
tujuan patient safety, upaya patient safety serta perlindungan diri selama kerja. Program patient
safety merupakan suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Di
dalam sistem tersebut meliputi penilaian risiko seperti risiko jatuh atau infeksi silang, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden atau
kejadian tidak diharapkan, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko (DepKes RI, 2006). Program patient
safety tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan
dan meningkatkan pertanggungjawaban rumah sakit terhadap pelayanan yang diberikan kepada
pasien (DepKes RI, 2006).
2) Sikap Perawat tentang Patient Safety
Sikap dapat dianggap suatu predisposisi umum untuk berespon atau bertindak secara positif
atau negatif terhadap suatu obyek atau orang disertai emosi positif atau negatif. Dengan kata lain,
sikap perlu penilaian, ada penilaian positif, negatif dan netral tanpa reaksi afektif apapun
(Maramis, 2009).Berkaitan dengan pengertian diatas pada umumnya pendapat yang banyak
diikuti ialah bahwa sikap itu mengandung tiga komponen yang membentuk struktur sikap, yaitu
komponen kognitif, yaitu komponen yang berisikan informasi yang dimiliki seseorang tentang
orang lain atau benda (objek dari sikapnya); komponen afektif, yaitu komponen yang berisikan
perasaan-perasaan seseorang terhadap suatu objek; dan komponen perilaku, yaitu komponen
yang berisikan cara yang direncanakan seseorang untuk bertindak atau berperilaku terhadap
objek (Muchlas, 2008).Perawat harus menunjukkan sikap yang positif dalam mendukung
program patient safety sehingga melaksanakan praktik keperawatan secara aman. Sikap
mendukung pencegahan penularan penyakit. Mencuci tangan adalah salah satu komponen
precaution standard yang efektif dalam mencegah transmisi infeksi. Selain itu penggunaan alat
pelindung diri seperti sarung tangan dan masker untuk mencegah risiko kontak dengan pathogen
(WHO, 2007).
Kerja sama tim sangat dibutuhkan dalam peningkatan keselamatan pasien. Prisip komunikasi
terbuka antar tenaga kesehatan dalam praktik professional. Adanya mekanisme monitor dan
evaluasi terhadap implementasi pelayanan yang diberikan kepada pasien. Prinsip komunikasi
terbuka tenaga kesehatan juga dengan pasien dan keluarganya bila ada risiko atau kejadian yang
tidak diharapkan. Pasien berhak mendapat dukungan dan perlindungan bila terjadi kejadian tidak
diharapkan. Rumah sakit harus memastikan ada program konseling kepada pasien dan juga
keluarganya setelah terjadi kejadian tidak diharapkan (The Comission on Patient Safety and
Quality Assurance of Irlandia, 2008).
3) Budaya
Perubahan budaya adalah semboyan baru dalam patient safety. Tujuan utama dalam
perubahan budaya adalah transparansi sistem, yang didefinisikan sebagai kesediaan penyedia dan
pasien untuk secara terbuka dan nyaman mengekspresikan keprihatinan mereka tentang
pemberian perawatan dengan cara mengidentifikasi kekurangan dan mengarah ke penghapusan
kesalahan, mitigasi, atau manajemen yang tepat. Perubahan budaya, dan peningkatan dalam
identifikasi hal itu penting dalam rangka untuk kemudian dapat mengidentifikasi dan
memperbaiki sistem perawatan (Bates, Gandhi & Frankel, 2003).
Dalam arti negatif masalah budaya merujuk pada profesional dan sikap dan perilaku yang
organisasi biasanya ditandai dengan resistensi terhadap intervensi dengan otonomi klinis dan
kemampuan manajerial, dan antipati terhadap perubahan. Sebaliknya, budaya keselamatan suatu
organisasi dapat digambarkan sebagai produk dari nilai-nilai individu dan kelompok, sikap,
persepsi, kompetensi dan pola perilaku yang menentukan komitmen untuk, dan gaya dan
kemampuan dari suatu organisasi manajemen kesehatan dan manajemen keselamatan. Organisasi
dengan budaya keselamatan yang positif dicirikan oleh komunikasi saling percaya, oleh persepsi
bersama pentingnya keselamatan, dan oleh kepercayaan dalam keberhasilan langkah-langkah
pencegahan (The Comission on Patient Safety and Quality Assurance of Irlandia, 2008).
Program patient safety dengan jelas didefinisikan dalam tujuan, personel rumah sakit, dan
anggaran. Yang melatarbelakangi budaya patient safety adalah pembelajaran lingkungan tentang
masalah kualitas dan safety pelayanan. Pembelajaran lingkungan ini harus didukung oleh semua
sumber daya yang ada untuk memonitor dan mengevaluasi error atau ketidaksesuaian dalam
pemberian pelayanan. Hal ini akan memerlukan komunikasi antar staf, termasuk pelaporan error
atau kesalahan, kondisi bahaya, atau kendala lain dalam mutu pelayanan. Hal ini juga akan
memunculkan inovasi dan pembelajaran bersama melalui kolaborasi dan pembandingan (Kovner
dan Neuhauser, 2004).
4) Infrastruktur
Dua elemen penting untuk peningkatan safety dan mutu adalah disain proses pelayanan dan
ketersediaan infrastruktur informasi. Pekerjaan dapat dirancang untuk menghindari
ketergantungan pada memori dengan menggunakan fungsi yang memandu pengguna untuk
tindakan yang tepat atau keputusan berikutnya, penataan tugas penting sehingga kesalahan tidak
dapat dibuat, menyederhanakan proses dan standarisasi proses kerja di seluruh unit yang ada
(Kovner dan Neuhauser, 2004).Informasi berkualitas tinggi harus menjadi inti dari pengambilan
keputusan kesehatan di semua tingkat, dari perawatan pasien individu untuk perencanaan dan
pengelolaan pelayanan di tingkat lokal dan nasional. Namun, akses ke informasi dalam kesehatan
sering terbatas dan terfragmentasi. Catatan pasien di banyak daerah perawatan yang berbasis
kertas atau, jika komputerisasi, yang dalam format yang tidak dapat dibagi dengan mudah antara
penyedia layanan. Informasi manajemen dikumpulkan dalam kesehatan biasanya untuk tujuan
keuangan atau administrasi bukannya diarahkan pada hasil perawatan klinis dan keselamatan dan
kualitas pelayanan (The Comission on Patient Safety and Quality Assurance of Irlandia, 2008).
5) Lingkungan
Tidak mungkin untuk mempertimbangkan konsep perawatan yang aman dan efektif yang
diberikan oleh tenaga kesehatan profesional dalam isolasi dari lingkungan fisik dan pengaturan
di mana perawatan diberikan. Dalam pencegahan infeksi, desain lingkungan perawatan pasien
harus memenuhi persyaratan aman, perawatan berkualitas tinggi dengan mempertimbangkan hal
berikut (The Comission on Patient Safety and Quality Assurance of Irlandia, 2008):
1) Memaksimalkan kenyamanan dan martabat pasien.
2) Menjamin kemudahan pelaksanaan perawatan profesional.
3) Membuat ketentuan yang sesuai untuk anggota keluarga dan pengunjung.
4) Meminimalkan risiko infeksi.
5) Meminimalkan risiko efek samping lain seperti jatuh atau kesalahan pengobatan.
6) Mengelola transportasi pasien.
7) Memungkinkan untuk fleksibilitas penggunaan dari waktu ke waktu dan
persyaratan perencanaan pelayanan selanjutnya.
Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang penting dalam sebuah
rumah sakit, maka diperlukan standar keselamatan pasien rumah sakit yang dapat digunakan
sebagai acuan bagi rumah sakit di Indonesia. Standar keselamatan pasien rumah sakit yang saat
ini digunakan mengacu pada Hospital Patient Safety Standards yang dikeluarkan oleh Join
Commision on Accreditation of Health Organization di Illinois pada tahun 2002 yang kemudian
disesuaikan dengan situasi dan kondisi di Indonesia. Penilaian keselamatan yang dipakai
Indonesia saat ini dilakukan dengan menggunakan instrumen Akreditasi Rumah Sakit yang
dikeluarkan oleh KARS. Departemen Kesehatan RI telah menerbitkan Panduan Nasional
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety) edisi kedua pada tahun2008 yang terdiri dari
dari 7 standar, yakni:
1) Hak pasien
2) Mendididik pasien dan keluarga
3) Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4) Penggunaan metoda metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien
5) Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6) Mendidik staf tentang keselamatan pasien7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf
untuk mencapai keselamatan pasien
TES FORMATIF
1. Ruang lingkup audit lingkungan rumah sakit mencakup aspek manajemen dan
aspek teknis, yang merupakan aspek manajemen adalah..
a. Efektivitas Program Lingkungan
d. Pencegahan Pencemaran
2. Urutan struktur yang benar dalam sistem manajemen lingkungan rumah sakit dari
atas ke bawah adalah
DAFTAR PUSTAKA
.
Christian CK, Gustafson ML, and Roth EM, A prospective study of patient safety in the
operating room. . Surgery, 2006. 139: p. 159-173.
Levinson W, et al., Physician-patient communication: the relationship with malpractice
claims among primary care physicians and surgeons. JAMA, 1997. 277: p. 553-559.
Hickson GB, et al., Factors that prompted families to file medical malpractice claims
following perinatal injuries. JAMA, 1992. 267: p. 1359-1363.
Neff KE, Understanding and managing physicians with disruptive behavior, in
Enhancing physicians performance: advance principles of medical management,Depkes
RI. 2008. Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI.
Choo, J. Hutchinson, A., & Bucknall, T. 2010. Nurses Role in Medication Safety. Journal
of Nursing Management.
Hughes, Ronda. G.(2008). Patient Safety and Quality an Evidence Based Handbook of
Nurses. Rockville MD : Agency for Healthcare Research and Quality Publications,
diakses 20 Oktober 2014, http://www.ahrg.gov/QUAL/nursehdbk.
MODUL
PERTEMUAN VII
200 Menit
PENDAHULUAN
Rumah sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan modern adalah suatu organisasi yang
sangat komplek karena padat modal, padat tehnologi, padat karya, padat profesi, padat sistem,
dan padat mutu serta padat resiko sehingga tidak mengejutkan bila kejadian tidak
diinginkan/KTD akan sering terjadi dan akan berakibat pada terjadinya injuri atau kematian pada
pasien.Dalam proses pemberian layanan kesehatan dapat terjadi kesalahan berupa kesalahan
diagnosis, pengobatan, pencegahan, serta kesalahan sistem lainnya. Berbagai kesalahan tersebut
pada akhirnya berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien. Hal ini berarti bahwa kesalahan
dapat mengakibatkan cedera dan dapat pula tidak mengakibatkan cedera terhadap
pasien.Keamanan adalah prinsip yang paling fundamental dalam pemberian pelayanan kesehatan
dan sekaligus aspek yang paling kritis dari manajemen kualitas. Keselamatan pasien (patient
safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah
terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko.Hampir setiap
tindakan medik menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan
prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang cukup besar, merupakan hal yang
potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut Institute of Medicine
(1999), medical error didefinisikan sebagai: The failure of a planned action to be completed as
intended (i.e., error of execusion) or the use of a wrong plan to achieve an aim (i.e., error of
planning). Artinya kesalahan medis didefinisikan sebagai: suatu Kegagalan tindakan medis yang
telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu., kesalahan tindakan)
atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu., kesalahan perencanaan).
Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse Event
(Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu
kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi,
karena keberuntungan (misalnya,pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul
reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain
mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu obat dengan
overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).Adverse Event atau
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang
tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil (omission), dan bukan karena underlying disease atau kondisi pasien.
Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti kesalahan atau
keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai, menggunakan cara
pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil pemeriksaan atau observasi;
tahap pengobatan seperti kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi, metode
penggunaan obat, dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak; tahap
preventive seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta monitor dan follow up yang tidak
adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan berkomunikasi, kegagalan alat atau
system yang lain.Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kesehatan
mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umumnya adalah adverse event yang
ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang lain cenderung tidak dilaporkan, tidak
dicatat, atau justru luput dari perhatian kita semua.
TUJUAN PEMBELAJARAN
E.Bukan tanggung jawab Rumah Sakit Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit
Rumah Sakit Tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau
keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian
pasien setelah adanya penjelasan medis yang kompresehensif.
F.Hak Pasien
a. Pasal 32d UU No.44/2009 Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan
kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional
b. .Pasal 32e UU No.44/2009 Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang
efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi
c. Pasal 32j UU No.44/2009 Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis,
alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap
tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan
d. Pasal 32q UU No.44/2009 Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut
Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai
dengan standar baik secara perdata ataupun pidana
Standar III Keselamatan Pasien dan Kesinambungan Pelayanan Rumah sakit menjamin
kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria :
a.Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk,
pemeriksan, diagnosis, pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar
dari rumah sakit.
b. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan
sumber daya secara berkesinambungan pada seluruh tahap pelayanan transisi antara unit
pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
c.Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk menfalisitasi
dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan,
pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainya.
d. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat
tercapai proses koordinasi tanpa hambatan aman dan efektif.
Kriteria:
a. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk
memperoleh data dan informasi tentang hal-hal yang terkait dengan keselamatan pasien.
b.Tersedia mekanisme identifikasi dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen
informasi yang ada.
b. Untuk Unit/Tim
1) bentuk forum-forum dalam rumah sakit untuk mendiskusikan isu keselamatan pasien juga
memberikan umpan balik kepada managemen yang terkait
2) pastikan ada penilaianb risiko pada individu pasien dalam proses asesmen risiko rumah
sakit
3) lakukan proses asesmen risiko secara teratur, untuk menentukan akseptbilitas setiap risiko
dan ambillah langkah-lamngak yang tepautuntuk memeperkecil resiko tersebut.
Dorong staf anda untuk melakukan analisiskan masalah untuk belajar bagaimana dan
mengapa kejadian itu timbul.
Langkah Penerapan :
a. Untuk Rumh Sakit ;
a) pastikan staf yanmg terkait telah terlatih untuk melakukan kajian insiden secara tepat,
yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyebab.
b) kembangkan kebijakan yang menjabarkan dngan jelas kriteria pelaksanaan analisis akar
masalah (Root cause analysis/RCA) atau failure modes and efects analysis (FMEA) atau
metoda anlisis lain, yang harus menckup semua insiden terjadi dan minimum satu kali per
tahun untuk proses resiko tinggi.
b. Untuk Unit/Tim :
a) adiskusikan dalam tim anda pengalaman dari hasil analisis insiden
b) identifikasi unit atau bagaian lain yang mubngkin terkena dampak dimasa depan dan
bagilah pengalaman tersebut secara lebih luas.
Cegah cidera melalui implementasi sistem keselamatan pasien
Gunakan informasi yang ada tentang kejadian / masalah untuk melakukan perubahan pada
sistem pelkayanan.
Langkah Penerapan :
a. Untuk rumah sakit :
Gunakan informasi yang benar dan jeklas ytang diperoleh dari sistem pelaporan, asesmen risiko,
kajian insiden, dan audit serta analisis, untukmnentukan solusi setempat. Lakukan asesmen
resiko untuk setiap perubahan yang direncanakan sesialisasikan solusi yang dikembanghkan oleh
KKPRS-PERSI. Beri umpan balik kepada staf tentang setiuap tindkan yang diambil atas insioden
yang dilaporkan.
b. Unuk Unit/Tim :
Libatkan tim and dalam mengembangkan berbagai cara untuk membuat asuhan pasien menjadi
lebih bik dan lebih aman telaah kembali perubahan-perubahan yang dibuat tim anda dan pastikan
pelaksanaannya pastikan tim nda menerima umpan balik atas setiap tindak kanjut tentang insiden
yang dilaporkan.
c. KRS
Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong peningkatan spesifik dalam
keselamatan pasien.Sasaran ini menyoroti area yang bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan
menguraikan tentang solusi atas konsensus berbasis bukti dan keahlian terhadap permasalahan
ini. Dengan pengakuan bahwa desain/rancangan sistem yang baik itu intrinsik/menyatu dalam
pemberian asuhan yang aman dan bermutu tinggi,tujuan sasaran umumnya difokuskan pada
solusi secara sistem, bila memungkinkan Sasaran juga terstruktur, sama halnya seperti standar
lain, termasuk standar (pernyataan sasaran/goal statement),Maksud dan Tujuan,atau Elemen
Penilaian. Sasaran diberi skor sama seperti standar lain dengan "memenuhi seluruhnya",
"memenuhi sebagian" atau "tidak memenuhi".Peraturan Keputusan akreditasi termasuk
pemenuhin terhadap Sasaran Keselamatan Pasien sebagai peraturan keputusan yang terpisah.
1. Keselamatan pasien merupakan upaya untuk melindungi hak setiap orang terutama
dalam pelayanan kesehatan agar memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu dan
aman.
2. Indonesia salah satu negara yang menerapkan keselamatan pasien sejak tahun 2005
dengan didirikannya Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) oleh Persatuan
Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI). Dalam perkembangannya Komite Akreditasi
Rumah Sakit (KARS) Departemen Kesehatan menyusun Standar Keselamatan Pasien
Rumah Sakit dalam instrumen Standar Akreditasi Rumah Sakit.
3. Peraturan perundang-undangan memberikan jaminan kepastian perlindungan hukum
terhadap semua komponen yang terlibat dalam keselamatan pasien, yaitu pasien itu
sendiri, sumber daya manusia di rumah sakit, dan masyarakat. Ketentuan mengenai
keselamatan pasien dalam peraturan perundang-undangan memberikan kejelasan atas
tanggung jawab hukum bagi semuakomponen tersebut.Mengingat masalah keselamatan
pasien merupakan yang perlu di tangani segera di rumah sakit indonesia diperlukan
standar keselamatan pasien rumah sakit yang merupakan acuan bagi rumah sakit di
indonesia untuk melaksanakan kegiatan.Keselamatan pasien dirumah sakit disusun
mengacu pada Hospital Patient Safety Standar yang di keluarkan oleh Joint commision
on Accreditation of Healt Organization, ilions, USA, tahun 2002 yang di sesuaikan
dengan situasi dan kondisi rumah sakit di indonesia.
TES FORMATIF
Balsamo RR and Brown MD. Risk Management. Dalam: Sanbar SS, Gibofsky A,
Firestone MH, LeBlang TR, editor. Legal Medicine. Edisi ke-4. St Louis: Mosby;
1998.
Cahyono JBS. Membangun budaya keselamatan pasien dalam praktek kedokteran.
Jakarta: Kanisius; 2008.
Departemen Kesehatan RI. Panduan nasional keselamatan pasien rumah sakit (patient
safety). Edisi ke-2. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2008.
MODUL
PERTEMUAN IX-X
200 Menit
PENDAHULUAN
Keselamatan patient safety merupakan isu global dan nasional bagi rumah sakit,
komponen penting dari mutu pelayanan kesehatan, prinsip dasar dari pelayanan pasien dan
komponen kritis dari menejemen mutu (WHO, 2004).Keselamatan patient safety merupakan
suatu variable untuk mengukur dan mengevaluasi kualitas pelayanan keperawatan yang
berdampak terhadap pelayanan kesehatan. Progam keselamatan pasien bertujuan menurunkan
angka kejadian tidak diharapkan (KTD) yang sering terjadi pada pasien selama dirawat dirumah
sakit sehingga sangat merugikan baik pasien sendiri dan pihak rumah sakit.
Mikroorganisme adalah organisme hidup yang berukuran mikroskopik sehingga tidak
dapat diliat dengan mata telanjang. Mikroorganisme juga merupakan makhluk hidup yang mudah
beranak pinak dan berpotensi untuk menghasilkan berbagai produk bernilai ekonomis tinggi bagi
manusia, misalnya antibiotic,vaksin, dan enzim. Potensi ini dapat termanfaatkan manakala
manusia dapat membuju mikroorganisme ini guna menghasilkan apa yang diharapkan.
Mikroorganisme dapat ditemukan disemua tempat, dan mampu membuat penyakit. Maka dari
itu, keselamatan patien safety dirumah sakit sangat diutamakan dalam segala tindakan atau
aktivitas guna menghindari infeksi nasokomial.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Adapun kompetensi yang diharapkan setelah mempelajari modul ini mahasiswa mampu
Reproduksi Seksual
Ciri khas reproduksi seksual pada bakteri adalah terjadinya penggabungan gen (genetic
recombination) antar bakteri, hal ini akan meningkatkan keanekaragaman jenis bakteri karena
munculnya variasi baru dari penyatuan gen bakteri ini. Mutasi adalah akibat dari reproduksi ini,
bakteri mengalami perubahan genetik. Pada banyak kasus, mutasi menyebabkan bakteri
mengalami kekebalan terhadap antibiotik. Penyatuan genetik pada reproduksi seksual dapat
diperoleh melalui berbagai cara:
a. Transformasi
Pada metode ini, bakteri mengambil fragment DNA bakteri lain dari lingkungan kemudian
merekontruksi dengan DNA yang ia miliki. Bakteri rekombinan yang terbentuk kemudian akan
melakukan reproduksi secara aseksual untuk menghasilkan spesies bakteri yang sama. Teknik ini
pertama kali ditemukan oleh Fred Griffith pada bakteri penyebab pneumonia (Streptococcus
pneumonia). Ditemukan varian baru dari S. pneumonia berkapsul, penelitian Griffith
menunjukkan bahwa varian baru ini terbentuk hasil dari S. pneumonia tak berkapsul yang
mengambil gen kapsul dari fragmen DNA bakteri lain yang ada di lingkungan sekitarnya. Tidak
semua bakteri mampu melakukan metode ini, hal ini dipengaruhi oleh stuktur morfologi bakteri
tersebut untuk mengambil dan menggabungkan DNA donor. Fragment DNA donor ini dikenal
dengan istilah eksogen, sedang DNA asli bakteri penerima disebut endogen, hasil gabungan dari
dua DNA ini akan menghasikan merozigote.
b. Transduksi
Rekombinasi genetik yang diperantarai oleh bakteriofage virus. Virus bakteriofage adalah
kelompok virus yang menyerang bakteri, virus ini meminjam tubuh bakteri untuk melakukan
reproduksi. Virus bakteriofage membawa DNA dari bakteri yang sebelumnya telah diinfeksi ke
dalam tubuh bakteri lain. Fragmen DNA antar bakteri kemudian akan menyatu (merekombinasi)
sehingga terbentuk Bakteri rekombinan. Penemuan Zander dan Lederberg ini membawa
perkembangan dalam dunia rekayasa genetik. Virus bakteriofage sering digunakan untuk
menyisipkan gen-gen yang diinginkan ke dalam tubuh bakteri sehingga bakteri akan
menghasilkan produk untuk kemaslahatan manusia, seperti pembuatan hormon insulin.
c. Konjugasi
Konjugasi melibatkan dua sel bakteri yang akan secara langsung melakukan transfer genetik.
Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Lederberg dan Tatum pada bakteri E.coli. Plasmid
adalah DNA ektstra yang dimiliki oleh beberapa bakteri. Pertukaran ini akan melalui jembatan
konjugan yang dibentuk oleh Bakteri F+ . Bakteri F+ akan memperpanjang pili yang berperan
sebagai jembatan konjugan menembus sel bakteri penerima (F-). Pili ini akan ditarik kembali
setelah plasmid selesai ditransfer. Sebelumnya, bakteri donor (F+) akan mengcopy plasmid,
sehingga terbentuk dua plasmid (asli dan replica). Plasmid replica ini yang akan ditransfer ke
bakteri recipient (F-) sehingga bakteri penerima kini bermutasi memiliki kombinasi gen dari
bakteri F+.
D. Cara penularan mikroorganisme (Bakteri)
1. Kontak tubuh:Kuman masuk kedalam tubuh melalui proses penyebaran secara langsung
maupun tidak langsung,penyebaran secara lamgsung melalui sentuhan dengan
kulit,sedangkan tidak langsung dapat melalui benda yang terkontaminasi kuman.
2. Makanan dan minuman:Terjadinya penyebaran dapat melalui makanan dan minuman
yang telah terkontaminasi,seperti pada penyakit tifus abdominalis,penyakit infeksi cacing
dan lain lain.
3. Serangga : Contoh proses penyebaran kuman melalui serannga adalah penyebaran
penyakit malaria oleh plasmodium pada nyamuk aedes dan beberapa penyakit saluran
pencernaan yang dapat ditularkan melalui lalat.
4. Udara:Proses penyebaran kuman melalui udara dapat dijumpai pada penyebaran penyakit
system pernapasan ( penyebaran kuman tuberkolosis) atau sejenisnya.
1. Suhu
2. pH medium atau lingkungan hidup
3. Ada tidaknya oksigen
4. Nitrogen
5. Mineral
6. Air.
Kasus
Tn.A sudah dirawat di Rumah Sakit Persahabatan selama 7 hari dengan penyakit DHF.
Pada pasca perawatan keadaan Tn.A sudah ada perkembangan dihari ke-7, Perawat B mau
mengambil sample darah untuk pengecekan trombosit. Dan Perawat B lupa mencuci tangan
sebelum melakukan tindakan. Karena sebelumnya Perawat B mengganti spray Pasien C tidak
menggunakan sarung tangan. Dihari ke-8 kondisi Tn.A menurun lagi karena mikroorganisme
yang dibawa oleh perawat B.Dari kasus diatas dapat disimpulkan bahwa pasien Tn.A terkena
infeksi mikroorganisme yang ditandakan dengan turunnya imunitas tubuh, karena Perawat B
lupa mencuci tangan sehabis mengganti sprey pasien C ketika ingin mengambil sample darah
untuk pengecekan trombosit.
Manajemen Patient Safety
B. Cara penularan
Cara Penularan Mikroorganisme
1. Bakteri
Pada banyak kasus bakteri keluar dari tubuh melalui rute masuk, tetapi terdapat
pengecualian. Bakteri penyebab gastroenteritis memperoleh akses melalui mulut dan keluar dari
tinja sehingga dikatakan menyebar melalui rute fekal-oral. Mikroorganisme disebarkan dari satu
individu ke individu berikutnya melalui kontak langsung dan tidak langsung. Penyebaran juga
dapat terjadi melalui udara, makanan, air yang tercemar, dan melalui serangga
a. Kontak
Kontak adalah rute utama penyebaran kuman di rumah sakit dan juga mungkin di
masyarakat. Di rumah sakit, bakteri disebarkan terutama melalui tangan staf karena mereka
sering menangani pasien dan peralatan, sehingga terjadi peningkatan kemungkinan infeksi-
silang. Hubungan antara mencuci tangan dan penurunan angka infeksi pertama kali dibuktikan
oleh Ignaz Semmelweiss dalam serangkaian studi epidemiologi pada tahun 1940-an (Newson,
1993).
Di masyarakat, terdapat bukti bahwa banyak patogen yang dahulu diperkirakan menyebar
melalui percikan ludah ternyata menyebar melalui kontak (Worsley et al., 1994). Stimulasi
laboratorium membuktikan bahwa individu lebih besar kemungkinannya terjangkit infeksi
saluran nafas setelah berkontak dengan tangan dan benda (fomites) yang tercemar oleh virus
daripada setelah terpajan pada aerosol yang mengandung virus (Gwaltney et al., 1978).
Diperkirakan bahwa batuk dan bersin menyebabkan pengeluaran percikan ludah terinfeksi yang
mengendap ke berbagai permukaan, termasuk busana, di lingkungan sekitar. Bakteri kemudian
dipindahkan oleh tangan ke benda lain (Peralatan makan minum, pegangan pintu, dsb), mencapai
korban baru setelah tangan mereka kemudian tercemar. Virus mencapai hidung dan konjungtiva
saat wajah tersentuh higiene tangan dapat mengurangi insiden infeksi saluran nafas atas. (Leclair
et al1987).
Demikian juga, rotavirus yang menyebabkan muntah dan diare, walaupun keluar melalui
percikan ludah, tampaknya disebarkan melalui kontak tangan. Pada studi insiden eksperimen
yang dilakukan di tempat penitipan anak, dibuktikan bahwa terjadi penurunan angka infeksi saat
mencuci tangan diperkenalkan pada anak dan petugas yang merawatnya (Black et al., 1981).
Perlu diingat bahwa mencuci tangan adalah cara yang mudah dan hemat untuk infeksi (Gould,
1997;May, 1998).
Penyebaran melalui udara terjadi hanya dalam jarak yang pendek untuk patogen positif-
gram dan untuk infeksi virus misalnya cacar air. Kajian ekstensif terhadap literatur memastikan
bahwa infeksi silang melalui rute ini tidak lazim diluar lingkungan beresiko tinggi misalnya
ruang operasi dan unit luka bakar (ayliffe dan lowbury., 1982). Diruang operasi, skuama kulit
yang penuh dengan stafilococcus memperoleh akses ke jaringan yang terbuka, sering dengan
mendarat di duk dari udara. Kuman mungkin berasal dari pasien atau petugas yang hadir. Rute
melalui udara juga penting di unit luka bakar. Kulit adalah pertahanan utama terhadap bakteri,
dan apabila kulit tidak lagi utuh maka pasien menjadi sangat rentan terhadap infeksi.
Makanan yang tercemar cepat berfungsi sebagai kendaraan bagi bakteri. Infeksi seperti
ini terjadi higiene yang buruk di rumah, restoran, tempat penjualan capat saji, toko, dan pabrik
(North, 1989; Hobbs dan Roberts 1993). Pada sebagian besar kasus, pencemaran terjadi melalui
tangan. Salmonella yang mencemari jari tangan dan sumber makanan yang tercemar dapat
bertahan dari pencucian tangan. Dengan demikian penyebarah terjadi melalui rute fekal-oral.
Penyebaran melalui air terjadi di daerah dengan sanitasi yang buruk. Kolera bersifat endemik di
seluruh negara yang sedang berkembang termasuk asia dan kejadian luar biasa di inggris.
Thypoid juga ditularkan melalui air yang tercemar. Penyakit Legionnaire (Disebabkan oleh
Legionella pneumophila) menyebar melalui aerosol yang tercemar (Woo et al., 1986); kejadian
luar biasa penyakit ini pernah terjadi di inggris.
d. Vektor serangga
Vektor serangga menyebarkan infeksi melalui penularan mekanis dan biologis. Penularan
mekanis terjadi apabila patogen di pindahkan dari satu lokasi ke lokasi lain melalui permukaan
serangga, sering dengan kakinya. Lalat rumah berlaku sebagai vektor mekanis untuk Shigella. Di
rumah sakit, lalat, semut pharaoh, dan artropoda lain mungkin mengangkut bakteri patogenik di
dalam lingkungan klines (Fotedar et al., 1992).
Penularan biologis melibatkan interaksi kompleks antara patogen dan vektor. Plasmodium,
organisme penyebab malaria, berkembang biak di dalam usus nyamuk dan meningkatkan jumlah
protozoa yang tersedia untuk dosis infeksi. Penularan terjadi saat serangga menggigit penjamu
manusia.
e. Resevoar infeksi
1. Bakteri
2. Virus
Organisme hidup yang paling kecil adalah virus. Ada beberapa virus yang tidak bisa
dilihat, walaupun sudah menggunakan mikroskop. Biasanya virus ini menyebar lewat media air
dan makanan. Sebagai contoh, virus hepatitis. Sedangkan virus polio, menyebar lewat makanan
atau susu.
3. Parasit
Sebagai contoh Endamoeba histolytica adalah parasit yang hidup di air, minyak, buah
atau sayuran dan makanan yang lain.
4. Jamur
Jamur di sini dimaksudkan adalah jamur dengan kategori fungi. Biasanya jamur ini tidak
menyebabkan penyakit, tetapi menyebabkan kerusakan pada makanan. Sebagai contoh, jamur
yang ditemukan pada permukaan daging, bisa dibuang bagian daging tersebut tanpa harus
membuang semua daging.
5. Ragi
Sama dengan jamur, ragi juga tidak menyebabkan penyakit, tetapi menyebabkan
kerusakan pada makanan. Ragi biasanya bereaksi jika ada karbondioksida. Ragi biasanya
digunakan dalam pembuatan minuman alcohol dan pembuatan roti.
1. Virus
Virus adalah parasit yang bukan merupakan mahluk hidup namun memiliki materi
genetik berupa asam nukleat (DNA/RNA) yang membutuhkan keberadaan
sel prokariot atau eukariot yang hidup untuk melakukan replikasi atau perbanyakan dari asam
nukleat tersebut. Virus dapat menginfeksi binatang, manusia, tanaman, fungi, bakteri, protozoa,
serangga dan hampir semua jenis mahluk hidup. Mikroorganisme pertama yakni virus, dimana
virus sendiri merupakan parasit yang berukuran mikroskopik yang dapat menginfeksi sel
organisme biologis. Virus disebut sebagai parasit karena virus tidak memiliki kemampuan untuk
bereproduksi sendiri sehingga menginvasi dan memanfaatkan sel-sel makhluk hidup untuk
melakukan reproduksi. Sampai dengan saat ini tidak ada makhluk hidup yang mampu bertahan
terhadap serangan virus, termasuk juga manusia. Karena saat virus menyerang tubuh manusia,
maka virus tersebut akan menyusup ke beberapa sel tubuh untuk kemudian menguasainya serta
memaksa sel yang diinvasinya untuk memproduksi bagian-bagian yang dibutuhkannya untuk
melakukan reproduksi, yang akhirnya sel-sel tersebut dibasmi oleh virus tersebut. Contoh virus
yang menyerang bakteri adalah bacteriophage yang menyerang Escherichia coli. Sementara pada
manusia contohnya adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyebabkan
penyakiten Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Beberapa jenis penyakit lainnya
yang diakibatkan oleh virus seperti influenza, HIV/AIDS, campak, herpes, rabies, ebola,
polio dan lain sebagainya
2. Bakteri
Bakteri mampu menduplikasikan atau memperbanyak dirinya sendiri dalam waktu kurang
dari 20 detik. Untuk bakteri sendiri ternyata dapat mengakibatkan penyakit atau gangguan
kesehatan dengan kadar yang ringan maupun berat pada tubuh organisme induknya seperti
manusia, hewan dan tumbuhan. Apabila bakteri masuk ke dalam tubuh manusia
maka bakteri akan terus bertambah dan berpotensi untuk memproduksi zat kimia kuat yang dapat
menghancurkan sel-sel tertentu dalam jaringan tubuh dan tentunya membuat jatuh sakit. Bakteri
yang termasuk dalam organisme prokariot selain memiliki kegunaan, juga bisa menimbulkan
kerugian karena merupakan patogen yang umum pada mahluk hidup seperti manusia. Contohnya
adalah bakteri patogen oportunis Pseudomonas aeruginosa yang dapat menginfeksi paru-paru
sehingga dapat menimbulkan kematian. Selain P. aeruginosa bakteri patogen lain yang populer
adalah Staphylococcus aureus yang adalah Mikroflora normal manusia pada permukaan kulit,
mulut, dan hidung, namun pada saat sistem imun menurun, S. aureus akan bersifat patogen dan
dapat menimbulkan penyakit seperti penggumpalan darah.
3. Fungi
Fungi atau jamur diklasifikasikan terpisah dar tumbuhan dan hewan. Lebih dari 300.000
spesies diketahui tetapi seperti bakteri, sebagian besar adalah saprofit yang tidak berbahaya.
Sekitar 200 spesies menyebabkan penyakit pada manusia. Seperti mikroorganisme lainnya,
seperti jamur (misalnya Candida albicans) dapat menyebabkan infeksi oportunistik pada orang
yang mengalami gangguan kekebalan atau (immunocompromised). Semua jamur bersifat
eukariotik dan karena kemiripan anatar sel jamur dan mamalia, maka tidak mudah untuk
mengembangkan obat anti jamur. Obat-obat yang digunakan untuk mengobati infeksi jamur
sering sangat toksik, dan hanya sedikit yang tersedia tanpa resep (White 1991). Sebagian jamur,
misalnya ragi (yeast) mengambil bentuk yang sederhana dan eksis sebagai sel tunggal, tetapi
dapat terbentuk struktur yang lebih kompleks dengan hifa filamentosa bercabang-cabang
membentuk jalinan luas yang disebut miselium. Bentuk ini dapat dilihat dengan mata telanjang,
karena diperlukan pemeriksaan mikroskopik untuk identifikasi, maka diagnosis infeksi jamur
(Mikosis) dibuat di laboratorium mikrobiologi. Terdapat 3 jenis mikosis :
a. Mikosis superfisial terjadi apabila infeksi terletak superfisial atau terbatas dikulit dan
apendiksnya (rambut dan kuku) misalnya kutu air atau selaput lendir, seperti pada kasus
sariawan vagina (Candida albicans).
b. Mikosis subkutis (Misalnya misetoma) mengenai kulit, jaringan subkutis dan tulang.
Terjadi penyebaran yang lokal dan lambat.
c. Mikosis sistemik (Disebabkan misalnya oleh Cryptococcus) terbentuk bila hipa menembus
jaringan yang lebih dalam. Pada lingkungan dengan cuaca sedang, mikosis sistemik
jarang terjadi kecuali pada pasien dengan gangguan kekebalan.
1. Mikosis Manusia
Jamur Mikosis
2. Protozoa
Protozoa adalah hewan mikroskopik unisel. Sebagian besar spesies tidak berbahaya bagi
manusia tetapi sebagian berlaku sebagai patogen manusia, terutama pada cuaca panas.
Protozoa adalah gup organisme bersel satu yang sangat bervariasi dengan lebih dari 50.000
jenis. Banyak yang berukuran kurang dari 1/200 mm tapi beberapa dapat mencapai 3 mm
seperti ''Spirostomun''. Banyak yang hidup secara soliter (sendiri), ada yang secara
berkoloni. Pada manusia, protozoa merupakan salah satu patogen dan dapat menyebabkan
penyakit seperti malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Protozoa ini ditularkan
dari manusia yang satu ke manusia yang lain dengan perantaraan nyamuk betina dari
genus anopheles. Terdapat ratusan juta kasus dari penyakit malaria pertahun dengan tingkat
kematian yang tinggi pada negara-negara miskin.
3. Protozoa patogenik
Protozoa Penyakit
Organisme ini menjembatani celah antara virus dan bakteri. Seperti virus, organisme ini
berukuran kecil dan bergantung pada pejamu untuk tumbuh dan berkembang biak, tetapi mereka
rentan terhadap antibiotik. Thypus yang disebabkan oleh Rickettsia prowazeki, disebarkan
melalui kutu rambut dan badan manusia. Chlamydia trachomtis, penyebab uretritis nonspesifik
5.Mikoplasma
Mikoplasma mirip dengan bakteri tetapi tidak memiliki dinding sel. Tanpa struktur luar
penunjang yang kaku, bentuk mikoplasma mudah berubah selama pertumbuhan, sering menjadi
berbentuk benang (filamentosa). Mikoplasma paling signifikan sebagai patogen manusia adalah
Mycoplasma pneumoniae
5. Cacing
Apabila korban menggaruk, maka sejumlah besar telur akan pindah ke tangan dan kuku.
Telur ini kemudian dipindahkan kembali ke mulut sehingga siklus infeksi kembali terulang.
Individu dari segala usia dapat terjangkit cacing kremi, tetapi anak paling sering terkena. Namun,
seluruh keluarga harus diobati karena telur mudah dipindahkan ke handuk, sabun, dan taplak,
dan dapat tertelan bersama makanan apabila tersentuh oleh tangan yang tidak dicuci dengan baik.
Telur dapat bertahan hidup di lingkungan selama beberapa minggu. Cacing kremi tidak
membahayakan tetapi dapat mengganggu, menimbulkan rasa tidak nyaman, iritabilitas, dan
kesulitan tidur.
Cacing Jenis
rangkuman
Perkembangbiakkan pada mikroorganisme terdiri dari dua cara, yakni aseksual yang
meliputi pembelahan biner (binary fission), pembelahan ganda (multiple fission), perkuncupan
(budding), pembelahan tunas dan pembentukkan spora, kemudian perkembangbiakkan secara
seksual yang terdiri atas Oogami, Anisogami, Isogami, dan Rekombinasi genetik dapat dilakukan
dengan tiga cara yaitu Konjugasi, Transduksi dan Transformasi.Cara penularan mikroorganism
terjadi melalui udara, makanan, air yang tercemar, dan melalui vektor serangga, kontak, dan
resevoar infeksi.Jenis organisme penyakit antara lain virus, bakteri, fungi, protozoa, riketsia dan
klamidia, mikoplasma dan cacing.
TES FORMATIF
DAFTAR PUSTAKA
Gould & Brooker. 2003. Mikrobiologi Terapan untuk Perawat. Jakarta : EGC
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Patogen (diakses 3 September 2015)
Buckle, et al, 1987,Ilmu pangan Terjemahan Purnomo H. Adiono. UI Pres:
Jakarta
Dwijoseputro, 2005, Dasar-dasar Mikrobiologi, Djambatan: Jakarta Fardiaz,
1992, Mikrobiologi Pangan, Dirjen Pendidikan Tinggi IPB: Bogor
Winarno, 2002, Kimia Pangan dan Gizi, PT. Gramedia: Jakarta.
MODUL
PERTEMUAN XI-XII
200 Menit
PENDAHULUAN
Perkembangbiakan terjadi pada semua organisme, yaitu pada mikroorganisme, tumbuhan,
hewan, dan manusia. Perkembangbiakan vegetatif atau aseksual adalah perkembangbiakan yang
terjadi tanpa didahului dengan pertemuan sel kelamin jantan dan betina. Perkembangbiakan
vegetatif atau aseksual terjadi baik pada hewan, tumbuhan, protista, jamur, dan
monera. Perkembangbiakan generatif atau seksual diawali dengan pembuahan, yaitu pertemuan
sel kelamin jantan dan sel kelamin betina. Pembuahan menghasilkan zigot. Pada tahap
berikutnya, zigot berkembang menjadi individu baru.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Adapun kompetensi yang diharapkan setelah mempelajari modul ini mahasiswa mampu
1. Menjelaskan cara berkembang biak nya organisme dan manajemen patient safet
2. Mampu memahami cara penularan nya dan hubungan nya terhadap manajemen
patient safety
URAIAN MATERI
Pada metode ini, bakteri mengambil fragment DNA bakteri lain dari lingkungan
kemudian merekontruksi dengan DNA yang ia miliki. Bakteri rekombinan yang terbentuk
kemudian akan melakukan reproduksi secara aseksual untuk menghasilkan spesies bakteri yang
sama. Teknik ini pertama kali ditemukan oleh Fred Griffith pada bakteri penyebab pneumonia
(Streptococcus pneumonia). Ditemukan varian baru dari S. pneumonia berkapsul, penelitian
Griffith menunjukkan bahwa varian baru ini terbentuk hasil dari S. pneumonia tak berkapsul
yang mengambil gen kapsul dari fragmen DNA bakteri lain yang ada di lingkungan sekitarnya.
Tidak semua bakteri mampu melakukan metode ini, hal ini dipengaruhi oleh stuktur morfologi
bakteri tersebut untuk mengambil dan menggabungkan DNA donor. Fragment DNA donor ini
dikenal dengan istilah eksogen, sedang DNA asli bakteri penerima disebut endogen, hasil
gabungan dari dua DNA ini akan menghasikan merozigote.
b. Transduksi
Rekombinasi genetik yang diperantarai oleh bakteriofage virus. Virus bakteriofage adalah
kelompok virus yang menyerang bakteri, virus ini meminjam tubuh bakteri untuk melakukan
reproduksi. Virus bakteriofage membawa DNA dari bakteri yang sebelumnya telah diinfeksi ke
dalam tubuh bakteri lain. Fragmen DNA antar bakteri kemudian akan menyatu (merekombinasi)
sehingga terbentuk Bakteri rekombinan. Penemuan Zander dan Lederberg ini membawa
perkembangan dalam dunia rekayasa genetik. Virus bakteriofage sering digunakan untuk
menyisipkan gen-gen yang diinginkan ke dalam tubuh bakteri sehingga bakteri akan
menghasilkan produk untuk kemaslahatan manusia, seperti pembuatan hormon insulin.
c. Konjugasi
Konjugasi melibatkan dua sel bakteri yang akan secara langsung melakukan transfer
genetik. Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Lederberg dan Tatum pada bakteri E.coli.
Plasmid adalah DNA ektstra yang dimiliki oleh beberapa bakteri. Pertukaran ini akan melalui
jembatan konjugan yang dibentuk oleh Bakteri F+ . Bakteri F+ akan memperpanjang pili yang
berperan sebagai jembatan konjugan menembus sel bakteri penerima (F-). Pili ini akan ditarik
kembali setelah plasmid selesai ditransfer. Sebelumnya, bakteri donor (F+) akan mengcopy
plasmid, sehingga terbentuk dua plasmid (asli dan replica). Plasmid replica ini yang akan
ditransfer ke bakteri recipient (F-) sehingga bakteri penerima kini bermutasi memiliki kombinasi
gen dari bakteri F+.
1) Kontak tubuh Kuman masuk kedalam tubuh melalui proses penyebaran secara langsung
maupun tidak langsung,penyebaran secara lamgsung melalui sentuhan dengan
kulit,sedangkan tidak langsung dapat melalui benda yang terkontaminasi kuman
2) Makanan dan minuma Terjadinya penyebaran dapat melalui makanan dan minuman yang
telah terkontaminasi,seperti pada penyakit tifus abdominalis,penyakit infeksi cacing dan
lain lain
3) Serangga Contoh proses penyebaran kuman melalui serannga adalah penyebaran
penyakit malaria oleh plasmodium pada nyamuk aedes dan beberapa penyakit saluran
pencernaan yang dapat ditularkan melalui lalat.
4) Udara Proses penyebaran kuman melalui udara dapat dijumpai pada penyebaran
penyakit sistem pernapasan ( penyebaran kuman tuberkolosis) atau sejenisnya.
1. Suhu
2. pH medium atau lingkungan hidup
3. Ada tidaknya oksigen
4. Nitrogen
5. Mineral
6. Air
Beberapa hal di atas sangat mempengaruhi pertumbuhan bakteri yang selanjutnya
mempengaruhi Siklus Hidup mereka. Kondisi hidup optimal berbeda-beda pada setiap bakteri.
Misalnya, Psychrophiles, berkembang dengan optimal pada kondisi lingkungan yang sangat
dingin, sementara Hyperthermophiles hanya dapat berkembang dengan optimal di lingkungan
yang panas, seperti dasar laut. Allaliphiles membutuhkan lingkungan yang sangat asam
sementara Neutrophiles lebih menyukai tempat-tempat yang tidak asam atau basa,dll.
rangkuman
Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme yang berukuran sangat kecil sehingga
untuk mengamatinya diperlukan alat bantuan. Mikroorganisme disebut juga organisme
mikroskopik. Mikroorganisme sering kali bersel tunggal (uniseluler) maupun bersel banyak
(multiseluler). Namun, beberapa protista bersel tunggal masih terlihat oleh mata telanjang dan
ada beberapa spesies multisel tidak terlihat mata telanjang. Virus juga termasuk ke dalam
mikroorganisme meskipun tidak bersifat seluler.
Perkembangbiakan Mikroorganisme
1. Perkembangbiakan Aseksual
Perkembangbiakan mikroorganisme dapat terjadi secara seksual dan aseksual
yang paling banyak terjadi adalah perkembangbiakan aseksual atau vegetatif. Reproduksi
aseksual tidak melibatkan pertukaran bahan genetik sehingga tidak terjadi variasi genetik, suatu
kerugian karena organisme tersebut menjadi terbatas kemampuannya dalam berespon dan
beradaptasi terhadap tekanan lingkungan. Macam-macam perkembangbiakan aseksual adalah
sebagai berikut Pembelahan biner (binary fission), yakni satu sel induk membelah menjadi dua
sel anak. Kemudian masing-masing sel anak membentuk dua sel anak lagi dan seterusnya.
Pembelahan biner yang terjadi pada bakteri adalah pembelahan biner suatu proses
aseksual sederhana berupa pembelahan suatu sel bakteri menjadi dua sel anak yang secara
genetis identik. Kecepatan pembelahan biner bergantung pada spesies yang bersangkutan dan
keadaan lingkungan. Dalam kondisi ideal (Mis. Bangsal rumah sakit yang hangat dan lembab),
basil negatif-gram tipikal misalnya E.coli akan membelah diri setiap 20 menit. Kuman lain,
misalnya M. tuberculosis, membelah dengan sangat lambat. Hasil uji laboratorium untul E.coli
tersedia dalam 24 jam, tapi diagnosis pasti tuberculosis mungkin belum selesai setelah beberapa
minggu. Namun pengobatan untuk tuberculosis dapat dimulai berdasarkan temuan klinis uji lain,
misalnya uji kulit, radiografi, dan adanya BTA di spesimen sputum.Pembelahan ganda (multiple
fission), yakni satu sel induk membelah menjadi lebih dari dua sel anak.
Perkuncupan (budding), yakni pembentukan kuncup dimana tiap kuncup akan
membesar seperti induknya. Kemudian tumbuh kuncup baru dan seterusnya, sehingga akhirnya
akan membentuk semacam mata rantai.
Pembelahan tunas, yakni kombinasi antara pertunasan dan pembelahan. Biasanya terjadi pada
khamir, misalnya Saccharomyces cerevisiae. Sel induk akan membentuk tunas. Jika ukuran tunas
hampir sama besar dengan inangnya inti sel induk membelah menjadi dua dan terbentuk dinding
penyekat. Sel anak lalu melepaskan diri dari induk atau menempel pada induknya dan
membentuk tunas baru. Pada khamir terdapat berbagai bentuk pertunasan, yakni:
1) Multilateral, tunas muncul di sekitar ujung sel, misal pada sel yang berbentuk silinder dan
oval (Saccharomyces).
2) Pertunasan di setiap tempat pada permukaan sel yakni terjadi pada sel khamir berbentuk
bulat, misal Debaryomyces.
3) Pertunasan polar, dimana tunas muncul hanya pada salah satu atau kedua ujung sel yang
memanjang, misal sel berbentuk lemon seperti Hanseniaspora dan Kloeckre.
4) Pertunasan triangular, yakni pertunasan yang terjadi pada ketiga ujung sel yang
memanjang seperti Trigonopsis.
5) Pseudomiselium apabila tunas tidak lepas dari induknya.Pembentukan spora atau sporulasi
adalah perkembangbiakan dengan pembentukan spora. Spora ini terbagi menjadi dua,
yakni spora aseksual (reproduksi vegetatif) dan spora seksual (reproduksi generatif).
TES FORMATIF
1. Pernyataan yang Salah mengenai tujuan dari pasien safety :
a.mengukur risiko
b. identifikasi dan pengelolaan risiko terhadap pasien
c.pelaporan dan analisis insiden
d. menghambat solus
2. Peran perawat dalam mengurangi infeksi nosokomial, yaitu
a.Mengecek identitas pasien dari status dan gelang pasie
b. Menjelaskan kepada pasien prosedur mengurangi nyeri
c.Memperhatikan dosis obat yang diberikan
d. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan R.I(2006). Panduan nasional keselamatan pasien rumah sakit.
utamakan keselamatan pasien. Bakit Husada
Depertemen Kesehatan R.I (2006). Upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit.
(konsep dasar dan prinsip). Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Rumah Sakit
Khusus dan Swasta.
Hasting G. 2006. Service Redesign: Eight steps to better patient safety. Health Service
Journal.http://www.goodmanagement-hsj.co.uk/patientsafety
Komalawati, Veronica. (2010) Community&Patient Safety Dalam Perspektif Hukum
Kesehatan.
Kozier, B. Erb, G. & Blais, K. (1997) Professional nursing practice concept, and
prespective. California: Addison Wesley Logman, Inc.
Lestari, Trisasi. Konteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Delapan Langkah
Untuk Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN Vol II/Nomor.04/2006
Hal.1-
Nursalam, (2002). Manajemen keperawatan. aplikasi dalam praktik keperawatan
profesional. Salemba Medika. Jakarta.
PERSI KARS, KKP-RS. (2006). Membangun budaya keselamatan pasien rumah sakit.
Lokakarya program KP-RS. 17 Nopember 2006
MODUL
KONSEP STERILISASI
PERTEMUAN XIII
100 Menit
PENDAHULUAN
Banyak penyakit yang menganggu kelangsungan hidup masyarakat banyak. Penyakit-
penyakit ini bukan hanya muncul dikarenakan keteledoran daripada si pengidap itu sendiri.
Melainkan juga dari lingkungan luar yang ada di sekitarnya. Biasanya para pasien yang ada di
rumah sakit paling gampang tertular dengan berbagai macam penyakit yang dapat
membahayakan kehidupannya sendiri.Tahapan penting yang mutlak harus dilakukan selama
bekerja di ruang praktikum mikrobiologi adalah sterilisasi. Bahan atau peralatan yang digunakan
harus dalam keadaan steril. Sterilisasi adalah proses penghilangan semua jenis organisme hidup,
dalam hal ini adalah mikroorganisme yang terdapat dalam suatu benda. Proses ini melibatkan
aplikasi biocidal agent atau proses fisik dengan tujuan untuk membunuh atau menghilangkan
mikroorganisme.
Setiap proses baik fisika, kimia dan mekanik yang membunuh semua bentuk kehidupan
terutama mikroorganisme disebut sterilisasi. Adanya pertumbuhan mikroorganisme
menunjukkan bahwa pertumbuhan bakteri masih berlangsung dan tidak sempurnanya
sterilisasi.Sterilisasi didesain untuk membunuh atau menghilangkan mikroorganisme. Target
suatu metode inaktivasi tergantung dari metode dan tipe mikroorganisme yaitu tergantung dari
asam nukleat, protein atau membrane mikroorganisme tersebut. Agen kimia untuk sterilisasi
disebut sterilant (Pratiwi,2006). Sterilisasi banyak dilakukan di rumah sakit melalui proses fisik,
kimia dan mekanik. Setiap proses (baik fisika, kimia maupun mekanik) yang membunuh semua
bentuk kehidupan terutama mikrooranisme disebut dengan sterilisasi. Adanya pertumbuhan
mikroorganisme menunjukkan bahwa pertumbuhan bakteri masih berlangsung dan tidak
sempurnanya proses sterilisasi. Jika sterilisasi berlangsung sempurna, maka spora bakteri yang
merupakan bentuk paling resisten dari kehidupan mikroba, akan diluluhkan (Cappuccino, 1983).
Pembiakan mikroba dalam laboratorium memerlukan medium yang berisi zat hara serta
lingkungan pertumbuhan yang sesuai dengan mikroorganisme. Zat hara digunakan oleh
mikroorganisme untuk pertumbuhan, sintesis sel, keperluan energi dalam metabolisme, dan
pergerakan. Lazimnya, medium biakan berisi air, sumber energi, zat hara sebagai sumber karbon,
nitrogen, sulfur, fosfat, oksigen, hidrogen, serta unsur-unsur lainnya. Dalam bahan dasar medium
dapat pula ditambahkan faktor pertumbuhan berupa asam amino, vitamin, atau nukleotida (Lim,
1998).
TUJUAN PEMBELAJARAN
Adapun kompetensi yang diharapkan setelah mempelajari modul ini mahasiswa mampu
a. Menjelaskan konsep-konsep sterilisasi
b. Mahasiswa mampu menjelaskan langkah-langkah sterilisasi
URAIAN MATERI
1. Pengertian Sterilisasi
Steralisasi adalah suatu cara untuk membebaskan suatu benda dari semua, baik bentuk
vegetatif maupun bentuk spora. Proses sterilisasi dipergunakan pada bidang mikrobiologi untuk
mencegah pencernaan organisme luar, pada bidang bedah untuk mempertahankan keadaan
aseptis, pada pembuatan makanan dan obat-obatan untuk menjamin keamanan terhadap
pencemaran oleh mikroorganisme dan di dalam bidang-bidang lain pun sterilisasi ini juga
penting. Steralisasi juga dikatakan sebagai tindakan untuk membunuh kuman patogen atau
kuman apatogen beserta spora yang terdapat pada alat perawatan atau kedokteran dengan cara
merebus, stoom, menggunakan panas tinggi, atau bahkan kimia. Jenis sterilisasi antara lain
sterilisasi cepat, sterilisasi panas kering, steralisasi gas (Formalin H 2, O2), dan radiasi ionnisasi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam steralisasi di antaranya:
a.Sterilisator (alat untuk mensteril) harus siap pakai, bersih, dan masih berfungsi
b. Peralatan yang akan di sterilisasi harus dibungkus dan diberi label yang jelas dengan
menyebutkan jenis peralatan, jumlah dan tanggal pelaksanaan sterilisasi
c.Penataan alat harus berprinsip bahwa semua bagian dapat steril
d. Tidak boleh menambah peralatan dalam sterilisator sebelum waktu mensteril selesai
e.Memindahklan alat steril ke dalam tempatnya dengan korentang steril
f. Saat mendinginkan alat steril tidak boleh membuka pembungkusnya, bila terbuka harus
dilakukan sterilisasi ulang.
Autoklaf adalah alat untuk mensterilkan berbagai macam alat dan bahan yang
menggunakan tekanan 15 psi (1,02 atm) dan suhu 1210C. Suhu dan tekanan tinggi yang
diberikan kepada alat dan media yang disterilisasi memberikan kekuatan yang lebih besar untuk
membunuh sel dibanding dengan udara panas. Biasanya untuk mesterilkan media digunakan
suhu 1210C dan tekanan 15 lb/in2 (SI = 103,4 Kpa) selama 15 menit. Alasan digunakan suhu
1210C atau 249,8 0F adalah karena air mendidih pada suhu tersebut jika digunakan tekanan 15
psi. Untuk tekanan 0 psi pada ketinggian di permukaan laut (sea level) air mendidih pada suhu
1000C, sedangkan untuk autoklaf yang diletakkan di ketinggian sama, menggunakan tekanan 15
psi maka air akan mendidih pada suhu 1210C. Ingat kejadian ini hanya berlaku untuk sea level,
jika di laboratorium terletak pada ketinggian tertentu, maka pengaturan tekanan perlu disetting
ulang. Misalnya autoklaf diletakkan pada ketinggian 2700 kaki dpl, maka tekanan dinaikkan
menjadi 20 psi supaya tercapai suhu 1210C untuk mendidihkan air. Semua bentuk kehidupan
akan mati jika dididihkan pada suhu 1210C dan tekanan 15 psi selama 15 menit.
Pada saat sumber panas dinyalakan, air dalam autoklaf lama kelamaan akan mendidih
dan uap air yang terbentuk mendesak udara yang mengisi autoklaf. Setelah semua udara dalam
autoklaf diganti dengan uap air, katup uap atau udara ditutup sehingga tekanan udara dalam
autoklaf naik. Pada saat tercapai tekanan dan suhu yang sesuai., maka proses sterilisasi dimulai
dan timer mulai menghitung waktu mundur. Setelah proses sterilisasi selesai, sumber panas
dimatikan dan tekanan dibiarkan turun perlahan hingga mencapai 0 psi. Autoklaf tidak boleh
dibuka sebelum tekanan mencapai 0 psi.
Untuk mendeteksi bahwa autoklaf bekerja dengan sempurna dapat digunakan mikroba
penguji yang bersifat termofilik dan memiliki endospora yaitu Bacillus stearothermophillus,
lazimnya mikroba ini tersedia secara komersial dalam bentuk spore strip. Kertas spore strip ini
dimasukkan dalam autoklaf dan disterilkan. Setelah proses sterilisai lalu ditumbuhkan pada
media. Jika media tetap bening maka menunjukkan autoklaf telah bekerja dengan baik. Beberapa
media atau bahan yang tidak disterilkan dengan autoklaf adalah :
a) Bahan tidak tahan panas seperti serum, vitamin, antibiotik, dan enzim
b) Pelarut organik, seperti fenol
c) Buffer dengan kandungan detergenUntuk mencegah terjadinya presipitasi, pencoklatan
(media menjadi coklat) dan hancurnya substrat dapat dilakukan pencegahan sebagai
berikut :
d) Glukosa disterilkan terpisah dengan asam amino (peptone) atau senyawa fosfat
e) Senyawa fosfat disterilkan terpisah dengan asam amino (peptone) atau senyawa garam
mineral lain
f) Senyawa garam mineral disterilkan terpisah dengan agar
g) Media yang memiliki pH > 7,5 jangan disterilkan dengan autoklaf
h) Jangan mensterilisasi larutan agar dengan pH < 6,0Erlenmeyer hanya boleh diisi media
maksimum dari total volumenya, sisa ruang dibirkan kosong. Jika mensterilkan media
1 liter yang ditampung pada erlenmeyer 2 liter maka sterilisasi diatur dengan waktu 30
menit.
2) Metode Sterilisasi
a) Sterilisasi secara Fisik:Sterilisasi secara fisik dipakai bila selama sterilisasi dengan
bahan kimia tidak akan berubah akibat temperatur tinggi dan tekanan tinggi. Cara
membunuh mikroorganisme tersebut adalah dengan panas. Berikut penjelasan
mengenai cara membunuh mikroorganisme :
b) Pemanasan kering:Prinsipnya adalah protein mikroba pertama-tama akan mengalami
dehidrasi sampai kering dan selanjutnya teroksidasi oleh oksigen dari udara sehingga
menyebabkan mikrobanya mati. Digunakan pada benda atau bahan yang tidak mudah
menjadi rusak, tidak menyala, tidak hangus atau tidak menguap pada suhu tinggi.
Umumnya digunakan untuk senyawa yang tidak efektif untuk disterilkan dengan uap
air, seperti minyak lemak, minyak mineral, gliserin (berbagai jenis minyak),
petrolatum jelly, lilin, wax, dan serbuk yang tidak stabil dengan uap air. Metode ini
efektif untuk mensterilkan alat-alat gelas dan bedah. Contohnya alat ukur dan penutup
karet atau plastik. Selain itu, bahan atau alat harus dibungkus, disumbat atau ditaruh
dalam wadah tertututp untuk mencegah kontaminasi setelah dikeluarkan dari oven.
c) Pemanasan basah:Prinsipnya adalah dengan cara mengkoagulasi atau denaturasi
protein penyusun tubuh mikroba sehingga dapat membunuh mikroba. Sterilisasi uap
dilakukan menggunakan autoklaf dengan prinsipnya memakai uap air dalam tekanan
sebagai pensterilnya. Temperatur sterilisasi biasanya 121, tekanan yang biasa
digunakan antara 15-17,5 psi (pound per square inci) atau 1 atm. Lamanya sterilisasi
tergantung dari volume dan jenis. Alat-alat dan air disterilkan selama 1 jam, tetapi
media antara 20-40 menit tergantung dari volume bahan yang disterilkan. Sterilisasi
media yang terlalu lama akan menyebabkan :
Penguraian gula
Bila ada kelembapan, bakteri akan terkoagulasi dan dirusak pada temperatur yang lebih
rendah dibandingkan jika tidak ada kelembapan. Mekanisme penghancuran bakteri oleh uap air
panas adalah terjadinya denaturasi dan koagulasi beberapa protein esensial dari organisme
tersebut.Metode sterilisasi uap umumnya digunakan untuk sterilisasi sediaan farmasi dan bahan-
bahan lain yang tahan terhadap temperatur yang dipergunakan dan tahan terhadap penembusan
uap air, larutan dengan pembawa air, alat-alat gelas, pembalut untuk bedah, penutup karet dan
plastic serta media untuk pekerjaan mikrobiologi. Uap jenuh pada suhu 121 oC mampu
membunuh secara cepat semua bentuk vegetatif mikroorganisme dalam 1 atau 2 menit. Uap
jenuh ini dapat menghancurkan spora bakteri yang tahan pemanasan.
Digunakan untuk sterilisasi larutan berair atau suspensi obat yang tidak stabil dalam
autoklaf. Tidak digunakan untuk larutan obat injeksi intravena dosis tunggal lebih dari 15 ml,
injeksi intratekal, atau intrasisternal. Larutan yang ditambahkan bakterisida dipanaskan dalam
wadah bersegel pada suhu 100 oC selama 10 menit di dalam pensteril uap atau penangas air.
Bakterisida yang digunakan 0,5% fenol, 0,5% klorobutanol, 0,002 % fenil merkuri nitrat dan
0,2% klorokresol.
a. Air mendidih:Digunakan untuk sterilisasi alat bedah seperti jarum spoit. Hanya
dilakukan dalam keadaan darurat. Dapat membunuh bentuk vegetatif
mikroorganisme tetapi tidak sporanya.
b. Pemijaran:Dengan cara membakar alat pada api secara langsung, contoh alat : jarum
inokulum, pinset, batang L, dan sebagainya.
c. Sterilisasi dengan radiasi:Prinsipnya adalah radiasi menembus dinding sel dengan
langsung mengenai DNA dari inti sel sehingga mikroba mengalami
mutasi. Digunakan untuk sterilisasi bahan atau produk yang peka terhadap panas
(termolabil). Ada dua macam radiasi yang digunakan yakni gelombang
elektromagnetik (sinar x, sinar ) dan arus partikel kecil (sinar dan ). Sterilisasi
dengan radiasi digunakan untuk bahan atau produk dan alat-alat medis yang peka
terhadap panas (termolabil).
d. Tyndalisasi:Konsep kerja metode ini mirip dengan mengukus. Bahan yang
mengandung air dan tidak tahan tekanan atau suhu tinggi lebih tepat disterilkan
dengan metode ini. Misalnya susu yang disterilkan dengan suhu tinggi akan
mengalami koagulasi dan bahan yang berpati disterilkan pada suhu bertekanan
pada kondisi pH asam akan terhidrolisis. Tyndalisai merupakan proses
memanaskan medium atau larutan menggunakan uap selama 1 jam setiap hari
selama 3 hari berturut- turut
e. Pasteurisasi:Proses pemanasan pada suhu dan waktu tertentu (65 0C selama 30 atau
720C selama 15 untuk membunuh pathogen yang berbahaya bagi manusia.
f. Sterilisasi secara Kimia:Sterilisasi secara kimia dapat memakai antiseptik kimia.
Pemilihan antiseptik terutama tergantung pada kebutuhan daripada tujuan tertentu
serta efek yang dikehendaki. Perlu juga diperhatikan bahwa beberapa senyawa
bersifat iritatif, dam kepekaan kulit sangat bervariasi. Zat-zat kimia yang dapat di
pakai untuk sterilisasi antara lain halogen (senyawa klorin, yodium), alkohol,
fenol, hydrogen peroksida, zat warna ungu Kristal, derivate akridin, rosalin,
deterjen, logam-logam berat, aldehida, ETO, uap formaldehid ataupun beta-
propilakton (Volk, 1993)
g. Sterilisasi secara Mekanik:Sterilisasi secara mekanik dapat dilakukan dengan
penyaringan. Penyaringan dengan mengalirkan gas atau cairan melalui suatu
bahan penyaring.
rangkuman
TES FORMATIF
100 Menit
PENDAHULUAN
Lingkup bidang keperawatan memberikan asuhan keperawatan baik pada pasien yang
beresiko terinfeksi atau telah terinfeksi. Pengetahuan mengenai bagaiman terjadinya infeksi
sangat penting dikuasai untuk membatasi dan mencegah terjadi penyebaran infeksi dengan cara
mempelajari ilmu bakteriologi, imunologi, virologi dan parasitologi yang terkandung pada ilmu
mikrobiologi.Selain itu, diperlukan juga cara untuk mengurangi atau bahkan mengatasi infeksi
tersebut secara keseluruhan. Secara lebih spesifik diperlukan pula pengetahuan mendasar akan
kondisi seperti apa yang bisa dijadikan lokasi atau tempat untuk melakukan asuhan keperawatan.
Perkembangan ilmu mikrobiologi telah memberikan sumbangan yang besaar bagi dunia
kesehatan, dengan ditemukannya berbagai macam alat berkat penemuan beberapa ilmuan
besar.Bahwa terbukti untuk mencegah atau mengendalikan infeksi tenaga kesehatan dapat
menggunakan konsep steril ataupun bersih, untuk membantu proses penyembuhan pasiennya dan
lebih spesifik lagi untuk mengendalikan dan mencegah terjadinya infeksi.Maka dari itu, kami
merasa penting untuk menyusun sebuah tulisan yang membahas tentang bagaimana penerapan
sterilisasi dan desinfeksi dalam makalah ini. Juga bagaimana aplikasinya dalam keseharian dunia
keperawatan.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Steralisasi adalah suatu cara untuk membebaskan sesuatu (alat,bahan,media, dan lain-
lain) dari mikroorganisme yang tidak diharapkan kehadirannya baik yang patogen maupun yang
a patogen. Atau bisa juga dikatakan sebagai proses untuk membebaskan suatu benda dari semua
mikroorganisme, baik bentuk vegetative maupun bentuk spora.Proses sterilisasi dipergunakan
pada bidang mikrobiologi untuk mencegah pencernaan organisme luar, pada bidang bedah untuk
mempertahankan keadaan aseptis, pada pembuatan makanan dan obat-obatan untuk menjamin
keamanan terhadap pencemaran oleh miroorganisme dan di dalam bidang-bidang lain pun
sterilisasi ini juga penting.
Sterilisasi banyak dilakukan di rumah sakit melalui proses fisik maupun kimiawi.
Steralisasi juga dikatakan sebagai tindakan untuk membunuh kuman patogen atau kuman
apatogen beserta spora yang terdapat pada alat perawatan atau kedokteran dengan cara merebus,
stoom, menggunakan panas tinggi, atau bahkan kimia. Jenis sterilisasi antara lain sterilisasi
cepat, sterilisasi panas kering, steralisasi gas (Formalin H2 O2), dan radiasi ionnisasi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam steralisasi di antaranya:
a. Sterilisator (alat untuk mensteril) harus siap pakai, bersih, dan masih berfungsi.
b.Peralatan yang akan di steralisasi harus dibungkus dan diberi label yang jelas dengan
menyebutkan jenis pera;latan, jumlah, dan tanggal pelaksanaan sterilisasi.
c. Penataan alat harus berprinsip bahwa semua bagian dapat steril.
d.Tidak boleh menambah peralatan dalam sterilisator sebelum waktu mensteril selesai.
e. Memindahklan alat steril ke dalam tempatnya dengan korentang steril
f. Saat mendinginkan alat steril tidak boleh membuka pembungkusnya, bila terbuka harus
dilakukan steralisasi ulang.
B.Desinfeksi
1) Sterilisai secara mekanik (filtrasi) menggunakan suatu saringan yang berpori sangat kecil
(0.22 mikron atau 0.45 mikron) sehingga mikroba tertahan pada saringan tersebut. Proses
ini ditujukan untuk sterilisasi bahan yang peka panas, misal nya larutan enzim dan
antibiotic
2) Sterilisasi secara fisik dapat dilakukan dengan pemanasan & penyinara
3) Pemanasan
1) Pemijaran (dengan api langsung): membakar alat pada api secara langsung, contoh
alat : jarum inokulum, pinset, batang L, dll. 100 % efektif namun terbatas
penggunaanya.Panas kering: sterilisasi dengan oven kira-kira 60-1800C. Sterilisasi
panas kering cocok untuk alat yang terbuat dari kaca misalnya erlenmeyer, tabung
reaksi dll. Waktu relatif lama sekitar 1-2 jam. Kesterilaln tergnatung dengan waktu
dan suhu yang digunakan, apabila waktu dan suhu tidak sesuai dengan ketentuan
maka sterilisasipun tidak akan bisa dicapai secara sempurna. Uap air panas: konsep
ini mirip dengan mengukus. Bahan yang mengandung air lebih tepat menggungakan
metode ini supaya tidak terjadi dehidrasi Teknik disinfeksi termurah Waktu 15 menit
setelah air mendidih Beberapa bakteri tidak terbunuh dengan teknik ini:
2) Clostridium perfingens dan Cl. botulinum Uap air panas bertekanan : menggunalkan
autoklaf menggunakan suhu 121 C dan tekanan 15 lbs, apabila sedang bekerja maka
akan terjadi koagulasi. Untuk mengetahui autoklaf berfungsi dengan baik digunakan
Bacillus stearothermophilus Bila media yang telah distrerilkan. diinkubasi selama 7
hari berturut-turut apabila selama 7 hari: Media keruh maka otoklaf rusak Media
jernih maka otoklaf baik, kesterilalnnya, Keterkaitan antara suhu dan tekanan dalam
autoklaf
a. Pasteurisasi: Pertama dilakukan oleh Pasteur, Digunakan pada sterilisasi susu
Membunuh kuman: tbc, brucella, Streptokokus, Staphilokokus, Salmonella,
Shigella dan difteri (kuman yang berasal dari sapi/pemerah) dengan Suhu 65 C/
30 menit
b. Penyinaran dengan sinar UV:Sinar Ultra Violet juga dapat digunakan untuk proses
sterilisasi, misalnya untuk membunuh mikroba yang menempel pada permukaan
interior Safety Cabinet dengan disinari lampu UV Sterilisaisi secara kimiawi
biasanya menggunakan senyawa desinfektan antara lain alkohol. Beberapa
kelebihan sterilisasi dengan cara ini:
Memiliki daya antimikrobial sangat kuat
absorbsi as. NukleatDaya kerja
Panjang gelombang: 220-290 nm paling efektif 253,7 nm
penetrasi lemah
Sinar ion bersifat hiperaktif Sering digunakan pada Gamma Daya
kerjanya sterilisasi bahan makanan, terutama bila panas menyebabkan perubahan
rasa, rupa atau penampilan Bahan disposable: alat suntikan cawan petri dpt
distrelkan dengan teknik ini. Sterilisasi dengan sinar gamma disebut juga
sterilisasi dingin
a. Rongga (space)
b. Sebaiknya bersifat membunuh (germisid)
c. Waktu (lamanya) disinfeksi harus tepat
d. Pengenceran harus sesuai dengan anjuran
e.Solusi yang biasa dipakai untuk membunuh spora kuman biasanya bersifat sangat
mudah menguap
f. Sebaiknya menyediakan hand lation merawat tangan setelah berkontak dengan
disinfekstan
A.Faktor-faktor yang mempengaruhi sterilisasi dengan cara kimia:
1. Alkohol :Paling efektif utk sterilisasi dan desinfeksi membran sel rusak-
Mendenaturasi protein dengan jalan dehidrasi & enzim tdk akti
2. Halogen Mengoksidasi protein kuman
3. Yodium Konsentrasi yg tepat tdk mengganggu kulit Efektif terhadap berbagai
protozo Klorin Memiliki warna khas dan bau tajam Desinfeksi ruangan, permukaan
serta alat non bedah
4. .Fenol (as. Karbol)
a. Mempresipitasikan protein secara aktif, merusak membran sel menurunkan
tegangan permukaan
b. Standar pembanding untuk menentukan aktivitas suatu desinfektan
c. Peroksida (H2O2)
d. Efektif dan nontoksid
e. Molekulnya tidak stabil
f. Menginaktif enzim mikroba
g. Gas Etilen Oksida
h. Mensterilkan bahan yang terbuat dari plastik
Zat ini harus dilarutkan baru setiap hari dengan akuades. Dalam bentuk larutan,
desinfektan ini tetap efektif namun kurang efektif bagi kain atau bahan plastik.Derivat fenol (O-
fenil fenol 9% dan O-bensil-P klorofenol 1%) dilarutkan dengan perbandingan 1 : 32 dan larutan
tersebut tetap stabil untuk waktu 60 hari.Keuntungannya adalah efek tinggal dan kurang
menyebabkan perubahan warna pada instrumen atau permukaan keras.Sodium hipoklorit (bahan
pemutih pakaian) yang dilarutkan dengan perbandingan 1 : 10 hingga 1 : 100, harganya murah
dan sangat efektif. Harus hati-hati untuk beberapa jenis logam karena bersifat korosif, terutama
untuk aluminium. Kekurangannya yaitu menyebabkan pemutihan pada pakaian dan
menyebabkan baru ruangan seperti kolam renang.Untuk mendesinfeksi permukaan, umumnya
dapat dipakai satu dari tiga desinfektan diatas. Tiap desinfektan tersebut memiliki efektifitas
tingkat menengah bila permukaan tersebut dibiarkan basah untuk waktu 10 menit.
rangkuman
TES FORMATIF
DAFTAR PUSTAKA
MACAM-MACAM DESINFEKSI
PERTEMUAN XIV
100 Menit
PENDAHULUAN
Desinfeksi adalah proses pembuangan semua mikroorganisme patogen pada objek yang
tidak hidup dengan pengecualian pada endospora bakteri.Desinfeksi juga dikatakan suatu
tindakan yang dilakukan untuk membunuh kuman patogen dan apatogen tetapi tidak dengan
membunuh spora yang terdapat pada alat perawatan ataupun kedokteran.Desinfeksi dilakukan
dengan menggunakan bahan desinfektan melalui cara mencuci,mengoles,merendam dan
menjemur dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi, dan mengondisikan alat dalam keadaan
siap pakai.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Macam-macam disinfektan
1. Alkohol
Etil alcohol atau propel alcohol pada air digunakan untuk mendesinfeksi kulit. Alkohol
yang dicampur dengan aldehid digunakan dalam bidang kedokteran gigi untuk
mendesinfeksi permukaan.
2. Aldehid
Glutaraldehid merupakan salah satu desinfektan yang popular pada kedokteran gigi , baik
tunggal maupun dalam bentuk kombinasi . Aldehid merupakan desinfektan yang
kuat.Glutaraldehid 2% dapat dipakai untuk mendesinfeksi alat-alat yang tidak dapat
disterilkan.
3. Biguanid
Klorheksidin merupakan contoh biguanid yang digunakan secara luas dalam bidang
kedokteran gigi sebagai antiseptic kontrok plak.
4. Fenol
Larutan jernih tidak mengiritasi kulit dan dapat digunakan untuk membersihkan alat yang
terkontaminasi oleh karena tidak dapat dirusak oleh zat organic.Zat ini bersifat virusidal
dan sporosidal yang lemah.Namun karena sebagian besar bakteri dapat dibunuh oleh zat
ini , banyak digunakan di Rumah Sakit dan laboratorium.
5. Klorsilenol
Merupakan larutan yang tidak mengiritasi dan banyak digunakan sebagai antiseptic ,
aktivitasnya rendah terhadap banyak bakteri dan penggunaannya terbatas sebagai
desinfektan ( misalnya dettol ).
Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang digunakan
untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga
untuk membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya.
Sedangkan antiseptik didefinisikan sebagai bahan kimia yang dapat menghambat atau
membunuh pertumbuhan jasad renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada jaringan hidup.
Bahan desinfektan dapat digunakan untuk proses desinfeksi tangan, lantai, ruangan, peralatan
dan pakaian.
Pada dasarnya ada persamaan jenis bahan kimia yang digunakan sebagai antiseptik dan
desinfektan. Tetapi tidak semua bahan desinfektan adalah bahan antiseptik karena adanya
batasan dalam penggunaan antiseptik. Antiseptik tersebut harus memiliki sifat tidak merusak
jaringan tubuh atau tidak bersifat keras. Terkadang penambahan bahan desinfektan juga
dijadikan sebagai salah satu cara dalam proses sterilisasi, yaitu proses pembebasan kuman.
Tetapi pada kenyataannya tidak semua bahan desinfektan dapat berfungsi sebagai bahan dalam
proses sterilisasi.
TES FORMATIF
PERTEMUAN XV
100 Menit
PENDAHULUAN
TUJUAN PEMBELAJARAN
URAIAN MATERI
Tujuh Standar Patient Safety
Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada Hospital Patient Safety Standards
yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA,
tahun 2002), yaitu:
1. Hak pasien
Pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana &
hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan).
Kriterianya adalah :
a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan
b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
c. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas dan benar
kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau
prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya KTD.
2. Mendidik pasien dan keluarga
RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien
dalam asuhan pasien. Kriterianya adalah:Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat
ditingkatkan dengan keterlibatan pasien adalah partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di
RS harus ada system dan mekanisme mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban &
tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien &
keluarga dapat:
Standarnya adalah RS harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor & mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif
KTD, & melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta KP. Kriterianya adalah :
1) Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik, sesuai
dengan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
2) Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
3) Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
4) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisi
5) Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Standarnya adalah :
Kriterianya adalah :
Standarnya adalah :
Kriterianya adalah
1) memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan
pasien
2) mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice training
dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
3) menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna
mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
4) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
Standarnya adalah
Pasal 8 Peraturan Menteri Kesehatan tersebut diatas mewajibkan setiap Rumah Sakit
untuk mengupayakan pemenuhan Sasaran Keselamatan Pasien yang meliputi tercapainya 6
(enam) hal sebagai berikut:
Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis
pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang cukup besar,
merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut
Institute of Medicine (1999), medical error didefinisikan sebagai: The failure of a planned action
to be completed as intended (i.e., error of execusion) or the use of a wrong plan to achieve an
aim (i.e., error of planning). Artinya kesalahan medis didefinisikan sebagai: suatu Kegagalan
tindakan medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu.,
kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu., kesalahan
perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse Event
(Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).
Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan
suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena
keberuntungan (misalnya,pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi
obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui
dan membatalkannya sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu obat dengan overdosis
lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).
Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang
mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission)
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan karena
underlying disease atau kondisi pasien.Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic
seperti kesalahan atau keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai,
menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil
pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan seperti kesalahan pada prosedur pengobatan,
pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat, dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan
asuhan yang tidak layak; tahap preventive seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta
monitor dan follow up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan
berkomunikasi, kegagalan alat atau system yang lain.
Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of Trustees
mengidentifikasikan bahwa keselamatan dan keamanan pasien (patient safety) merupakan
sebuah prioritas strategik. Mereka juga menetapkan capaian-capaian peningkatan yang terukur
untuk medication safety sebagai target utamanya. Tahun 2000, Institute of Medicine, Amerika
Serikat dalam TO ERR IS HUMAN, Building a Safer Health System melaporkan bahwa
dalam pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit ada sekitar 3-16% Kejadian Tidak Diharapkan
(KTD/Adverse Event). Menindaklanjuti penemuan ini, tahun 2004, WHO mencanangkan World
Alliance for Patient Safety, program bersama dengan berbagai negara untuk meningkatkan
keselamatan pasien di rumah sakit.
TES FORMATIF