Anda di halaman 1dari 21

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pengeboran dan peledakan merupakan metode yang efektif dalam kegiatan


pembongkaran batuan. Metode ini bertujuan untuk membongkar bahan galian dari
batuan induknya dan memindahkan bahan galian yang telah hancur tersebut
menjadi tumpukan material (muckpile) yang siap untuk dimuat ke dalam alat
angkut. Tingkat fragmentasi batuan yang dihasilkan dari kegiatan pengeboran dan
peledakan tersebut merupakan salah satu indikator untuk menentukan
keberhasilan suatu kegiatan pengeboran dan peledakan. Diharapkan ukuran
fragmentasi batuan yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan pada kegiatan
penambangan selanjutnya. Hasil peledakan yang baik dapat diperoleh dengan
memperhatikan beberapa hal seperti: keadaan batuan, pengaruh air, cuaca,
pembuatan lubang ledak, pola pemboran, geometri peledakan, pola peledakan, dan
powder factor (Jimeno, 1995).

2.1. Batuan
Batuan adalah massa yang terdiri atas satu mineral atau lebih yang
membentuk kerak bumi, baik dalam keadaan terikat (massive) atau lepas (loose)
(Bahtiar, 2009). Perbedaan antara batuan utuh dengan massa batuan adalah pada
batuan utuh (intack rock) mempunyai sifat relatif lebih homogen dan lebih
continue, sedangkan massa batuan (rock mass) mempunyai sifat sebagai berikut:
a. Heterogen
Massa batuan di alam mempunyai besar butir yang berbeda, jenis semen
yang berbeda, komposisi mineral pembentuk yang berbeda dan untuk bentuk
batuan yang sama, bisa berbeda besar butir dan porositasnya. Perbedaan tersebut
terjadi karena bahan dasar pembentuk batuan yang berbeda, lokasi tempat
terbentuknya batuan, segresi dan lain sebagainya.
b. Discontinue
Massa batuan di alam tidak pernah terbetuk utuh, selalu ada retakan/fissure
/bidang perlapisan/kekar. Bidang discontinue ini sering kali sangat intensif

5 Universitas Sriwijaya
6

sehingga batuan dapat diaanggap seperti tanah. Retakan yang kecil dapat terjadi
pada saat pembentukan batuannya sendiri atau bahkan ada beberapa jenis batuan
yang memperlihatkan retakan kecil (cavities) yang cukup besar sehingga akan
mempengaruhi kekuatan massa batuan itu sendiri. Keterdapatan cavities, sesar dan
kekar pada batuan (Gambar 2.1) terjadi akibat gaya pembebanan atau gaya
tektonik setelah terbentuk batuan, sehingga apapun yang membuat suatu massa
batuan terpisah disebut bidang discontinue.
c. Anisotroph
Sifat heterogen dan discontinue menyebabkan batuan di alam akan
mempunyai variasi sifat fisik dan mekaniknya, sehingga akan berbeda perilaku
saat menerima tegangan (stress) dan menjadi anistroph. Sifat anisotroph ini akan
menyebabkan arah dan besaran tegangan yang bekerja akan berubah dan tidak
menerus sehingga pada suatu massa batuan dapat terjadi konsentrasi tegangan
atau sebaliknya.

Gambar 2.1. Kondisi massa batuan di alam (Bahtiar A, 2009)

Tingkat kemudahan suatu batuan untuk diledakkan dipengaruhi sifat massa


batuan tersebut, berdasarkan dokumen dari PT. J Resources Bolaang Mongondow

Universitas Sriwijaya
7

diketahui bahwa batuan yang tedapat di pit Durian bervariasi sifat fisik dan
mekaniknya sesuai dengan jenis batuannya. Kekuatan batuan sangat
mempengaruhi mudah tidaknya suatu massa batuan itu diledakkan, semakin besar
kekuatan batuan, maka semakin banyak bahan peledak yang harus digunakan
untuk meledakkan batuan tersebut. Batuan di pit Durian Selatan mempunyai
kekuatan sebesar 5-32 MPa (Gambar 2.2) tergantung kedalaman batuannya.

Gambar 2.2. Grafik kekuatan batuan pit Durian (FS PT. JRBM, 2012)

2.2. Geometri Peledakan Jenjang


Peledakan jenjang merupakan cara peledakan yang umum dilakukan pada
kegiatan penambangan bahan galian dengan posisi lubang bor vertikal atau
miring. Lubang bor disusun dalam satu baris atau beberapa baris dan sejajar
dengan arah bidang bebas (free face). Terdapat dua kemungkinan peledakan
jenjang berdasarkan pertimbangan kondisi lapangan, yaitu peledakan jenjang
dengan free breakage atau fixed bottom (Gambar 2.3). Peledakan dengan fixed
bottom adalah metode yang lebih aman dibanding free breakage karena
fragmentasi hasil peledakan akan bertumpuk di atas lantai jenjang di depan bidang
bebas, sedangkan pada metode free breakage fragmentasi akan jatuh bebas
meluncur sepanjang tebing atau lereng jenjang (Suwandhi, 2009). Kerugian free

Universitas Sriwijaya
8

breakage antara lain luncuran fragmen batuan tidak akan terkontrol, sehingga
akan terlempar jauh dari bidang bebas serta menyebar setibanya di lantai jenjang.
Keadaan ini tentunya akan menyulitkan proses pemuatan. Keuntungannya adalah
benturan butir batuan dengan dinding bidang bebas akan mereduksi ukuran
fragmentasi batuan hingga menjadi lebih kecil, sehingga memudahkan proses
pemuatan.

Gambar 2.3. Bidang bebas pada peledakan jenjang

Beberapa parameter teknis yang digunakan untuk perhitungan produksi


peledakan pada geometri peledakan diantaranya jumlah bahan peledak, penentuan
posisi waktu tunda dan penentuan arah lemparan hasil peledakan
(Suwandhi, 2009). Penentuan jenis dan jumlah bahan peledak yang digunakan
pada proses peledakan disesuaikan dengan sifat batuan yang akan diledakkan,
kondisi lingkungan tempat akan dilakukannya peledakan dan kajian dari segi
ekonomi agar tidak terjadi kerugian dalam kegiatan peledakan yang dilakukan.
Jenis parameter teknis tersebut (Gambar 2.4) yang memperlihatkan seluruh
terminologi peledakan jenjang.

Universitas Sriwijaya
9

Gambar 2.4. Geometri peledakan (Jimeno, 1995)

a. Burden (B)
Burden didefinisikan sebagai jarak tegak lurus atau jarak terdekat antara
muatan (charges) dengan bidang bebas. Burden merupakan salah satu dimensi
yang penting dalam peledakan yang penentuan besarnya tergantung pada jenis
bahan peledak dan karakteristik batuan.
b. Spacing (S)
Spacing adalah jarak antar lubang ledak yang dirangkai dalam satu baris
(row) dan diukur sejajar terhadap bidang bebas (free face) atau pit wall. Ukuran
spacing biasanya tergantung kepada burden, kedalaman lubang ledak, letak
primer, waktu tunda, dan arah struktur bidang batuan.
Hal yang perlu diperhatikan dalam memperhitungkan spacing adalah adanya
kemungkinan symphatetic detonation, yaitu interaksi detonasi antarmuatan bahan
peledak didalam lubang ledak yang berdekatan akibat gelombang kejut (shock
wave), bila terjadi symphatetic detonation, maka waktu tunda antar lubang yang
telah dirancang tidak akan terbentuk. Rancangan interval waktu tunda antar
lubang ledak yang cukup panjang pada jarak spacing yang cukup aman (safety
distance) sesuai hasil perhitungan dapat menghindari terjadinya symphatetic
detonation. Penggunaan waktu tunda yang pendek dan spacing yang tidak cukup

Universitas Sriwijaya
10

panjang akan menyababkan terjadinya interaksi muatan bahan peledak antar


lubang yang berdekatan dan menimbulkan efek yang kompleks.
c. Stemming (T)
Stemming diperlukan untuk membatasi kolom bahan peledak agar mencegah
energi ledakan terlepas ke udara yang dapat mengurangi efektivitas ledakan
(Darling, 2011). Jenis material penyumbat antara lain serbuk bor (cutting) dan
aggregat batuan berukuran 10–20 mm (split ½) yang biasa digunakan sebagai
bahan campuran beton. Panjang stemming akan menentukan keseimbangan
tegangan (stress balance) dalam lubang ledak dan berfungsi untuk mengurung gas
yang timbul dari reaksi peledakan dalam kolom lubang ledak.
d. Subdrilling (J)
Subdrilling disebut juga subdrill atau subgrade, yaitu panjang lubang ledak
yang dibor dibawah permukaan lantai jenjang (bench floor) (Gokhale, 2009).
Tujuan subdrilling adalah supaya batuan dapat meledak secara full face
sebagaimana yang diharapkan, sehingga ketinggian lantai jenjang (floor bench)
dapat dipertahankan tetap sama. Apabila terbentuk tonjolan batuan lebih tinggi
dari lantai jenjang (toe), maka lantai jenjang tersebut cenderung naik, sehingga
akan menyulitkan proses peledakan berikutnya serta proses pemuatan dan
pengangkutan fragmentasi hasil peledakan. Sudrilling kadang tidak diperlukan
pada peledakan batuan tertentu.
e. Tinggi jenjang (H)
Tinggi jenjang adalah tinggi vertikal bidang bebas atau jarak antara
permukaan atas jenjang (top bench) dengan lantai jenjang (floor bench). Tinggi
jenjang juga didefenisikan sebagai hasil pengurangan kedalaman lubang ledak
dengan kedalaman subdrilling yang digunakan.
f. Kedalaman lubang ledak (L)
Terdapat dua jenis tipe lubang ledak yang biasa digunakan yaitu tipe lubang
ledak vertikal dan miring (Gambar 2.5). Desain lubang Desain lubang ledak
seharusnya dibuat sejajar dengan bidang bebas pada peledakan jenjang, bila posisi
bidang bebas vertikal, maka lubang ledak pun harus vertikal, demikian juga
apabila bidang bebas miring, lubang ledaknya juga dibuat miring, dengan
demikian ukuran burden pada setiap titik pada bidang bebas bagian bawah sampai

Universitas Sriwijaya
11

atas akan sama. Kesejajaran lubang ledak dengan bidang bebas ini harus
diperhatikan benar agar sebaran energi ledak ke arah bidang bebas proporsional,
sehingga dapat memberikan hasil peledakan optimal yang sesuai dengan yang
diharapkan.

Gambar 2.5. Lubang ledak vertikal dan miring (Jimeno, 1995)

Penerapan desain lubang ledak vertikal dan miring memiliki keuntungan


dan kelemahan masing-masing sebagai acuan penggunaan (Tabel 2.1).

Tabel 2.1. Perbandingan lubang ledak vertikal dan miring (Jimeno, 1995)

LUABANG KEUNTUNGAN KELEMAHAN


LEDAK

Vertikal 1. Pelaksanaan pengeboran a. Potensi terbentuk toe dan


lebih mudah, cepat dan back break besar
akurat b. Lereng kurang stabil
2. Untuk jenis batuan yang terhadap getaran, perlu
sama, asesoris bor berumur analisis kestabilan lereng
lebih panjang c. Hanya baik untuk batuan
3. Bahan peledak lebih sedikit yang kompeten (kuat)

Universitas Sriwijaya
12

4. Biaya pengeboran lebih d. Permukaan bidang bebas


kecil sering tidak rata

Miring 1. Akan diperoleh jenjang 1. Sulit melakukan pengeboran


yang stabil miring yang akurat
2. Mengurangi resiko 2. Umur asesoris bor lebih
timbulnya toe dan back pendek
break 3. Diperlukan super visi yang
3. Bentuk muck pile lebih ketat
baik
4. Dapat diterapkan pada
batuan yang lemah
5. Permukaan bidang bebas
lebih mungkin rata

Penerapan lubang ledak vertikal, sering dihasilkan fragmentasi yang lebih


besar dibagian atas jenjang dibanding dibagian bawahnya dan hal itu pula yang
bisa menyebabkan terjadinya back break. Kondisi ini sangat berbahaya karena
tidak memungkinkan memposisikan alat bor dekat dengan crest, sementara
dibagian jenjang berpotensi terjadinya tonjolan-tonjolan pada lantai jenjang yang
baru dibuka. Desain kemiringan lubang ledak 3:1 (sekitar 18º) terbentuknya back
break dapat dihindari dan tonjolan-tonjolan pada lantai jenjang relatif lebih sedikit
dibanding lubang vertikal yang membuat lantai menjadi lebih rata (Gambar 2.6).

Gambar 2.6. Sebaran energi pada lobang bor vertikal dan miring (Jimeno, 1995)

Universitas Sriwijaya
13

2.3. Perhitungan Geometri Peledakan Menurut R.L. Ash


Perhitungan yang digunakan (R,L. Ash, 1990) untuk menentukan nilai dari
masing-masing bagian dari geometri peledakan adalah sebagai berikut :
1. Geometri Peledakan
a. Burden (B)
Batuan standar mempunyai bobot isi 160 lb/ft3, bahan peledak standar
memiliki berat jenis 1,2, kecepatan detonasi 12000 fps, dan Kb standar (burden
ratio) yaitu 25, tetapi jika batuan dan bahan peledak yang akan diledakkan tidak
sama dengan ukuran standar maka harga Kb standar itu harus dikoreksi
menggunakan faktor penyesuaian (adjustment factor), nilai burden dapat
ditentukan menggunakan persamaan (2.1).

KbxDe
B = ……... (2.1)
12

- Faktor penyesuaian (adjusment factor) dapat ditentukan menggunakan


persamaan (2.2) dan (2.3)

D 
1/ 3

Af1 =  std  ………. (2.2)


 D 

1/ 3
 SG.Ve 2 
Af2 =   ……….. (2.3)
 SG .Ve 2 .
 std std 

- Nilai konstanta burden terkoreksi dapat ditentukan menggunakan persamaan


(2.4), nilai burden setelah dikoreksi dapat ditentukan dengan persamaan (2.5).

Kb terkoreksi = Kb standar x Af1 x Af2 .………. (2.4)

𝐾𝑏𝑡𝑒𝑟𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖 𝑥 𝐷𝑒
B= .…..…... (2.5)
12

Dimana :

Universitas Sriwijaya
14

Af1 = faktor yang disesuaikan untuk batuan yang akan diledakkan


Af2 = faktor yang disesuaikan untuk bahan peledak yang dipakai
De = diameter lubang ledak (inchi)
D = bobot isi batuan yang diledakkan (lb/ft3)
Dstd = bobot isi batuan standard (160 lb/ ft3)
B = burden (ft)
Kb = burden ratio
Kbstd = burden ratio standar (25)
SG = berat jenis bahan peledak yang dipakai (Emultion = 1,3)
SGstd = berat jenis bahan peledak standar (1,20)
Ve = VOD bahan peledak yang dipakai 4100 m/s = 13448 fps
Vestd = VOD bahan peledak standar (12.000 fps)

b. Spacing (S)
Besarnya nilai spacing yang akan diterapkan dapat ditentukan menggunakan
persamaan (2.6).

S = Ks x B ……...... (2.6)

Dimana:
Ks = spacing ratio (1,00 – 2,00)
S = spacing (meter)
B = burden (meter)

Berdasarkan cara urutan peledakannya, pedoman penentuan spasi adalah


sebagai berikut:
 Peledakan serentak, S = 2B
 Peledakan beruntun dengan interval delay lama (second delay) S = B
 Peledakan dengan millisecond delay, S antara 1B hingga 2B.
 Peledakan terdapat kekar yang tidak saling tegak lurus, S antara 1,2B hingga
1,8B

Universitas Sriwijaya
15

 Peledakan dengan pola equilateral dan beruntun tiap lubang ledak dalam baris
yang sama, S = 1,15B

c. Stemming (T)
Besarnya nilai stemming yang akan diterapkan dapat ditentukan
menggunakan persamaan (2.7).

T = Kt x B ……..… (2.7)

Dimana :
Kt = stemming ratio (0,7 – 1,3)
T = stemming (meter)
B = burden (meter)

d. Subdrilling (J)
Besarnya nilai subdrilling yang akan diterapkan dapat ditentukan
menggunakan persamaan (2.8).

J = Kj x B ……… (2.8)

Dimana :
Kj = subdrilling ratio (0,2 – 0,3)
J = subdrilling (meter)
B = burden (meter)

e. Kedalaman lubang ledak (L)


Kedalaman lubang ledak biasanya disesuaikan dengan tingkat produksi
(kapasitas alat muat) dan pertimbangan geoteknik. Besarnya nilai kedalaman
lubang ledak yang akan diterapkan pada desain modifikasi dapat ditentukan
menggunakan persamaan (2.9).

L = Kl x B .............. (2.9)

Universitas Sriwijaya
16

Dimana :
Kl = hole depth ratio (1,5 - 4,0)
L = kedalaman lubang ledak (meter)
B = burden (meter)

f. Panjang kolom isian (PC)


Panjang kolom isian merupakan panjang kolom lubang tembak yang akan
diisi bahan peledak. Panjang kolom ini merupakan kedalaman lubang tembak
dikurangi panjang stemming yang digunakan. Besarnya nilai panjang kolom isian
yang akan digunakan dapat ditentukan menggunakan persamaan (2.10).

PC = L – T ...……. (2.10)

Dimana :
PC = panjang kolom isian (meter)
L = kedalaman lubang ledak (meter)
T = stemming (meter)

g. Tinggi jenjang (H)


Secara spesifik tinggi jenjang maksimum ditentukan oleh peralatan lubang
bor, alat muat yang tersedia dan jumlah target produksi yang telah direncanakan
oleh pihak perusahaan. Tinggi jenjang berpengaruh terhadap hasil peledakan
seperti fragmentasi batuan, ledakan udara, batu terbang, dan getaran tanah
(ground vibration). Besarnya nilai tinggi jenjang dapat ditentukan menggunakan
persamaan (2.11).

H = L–J ………(2.11)

Dimana:
H = tinggi jenjang (meter)
L = kedalaman lubang ledak (meter)
J = subdrilling (meter)

Universitas Sriwijaya
17

2. Penggunaan Bahan Peledak


Perencanaan penggunaan bahan peledak merupakan suatu hal yang sangat
penting dalam suatu proses peledakan karena menyangkut aspek ekonomis.
Beberapa aspek yang penting untuk dikaji dalam merencanakan penggunaan
bahan peledak adalah loading density, jumlah isian bahan peledak perlubang dan
powder factor.
a. Loading density (de)
Loading density merupakan jumlah isian bahan peledak untuk setiap meter
lubang ledak (kg/m). Besarnya nilai loading density dapat ditentukan dengan
persamaan (2.12) (Konya, C.J., 1990).

de = 0,34 x De2 x SG ………. (2.12)

Dimana :
de = loading density (lb/ft)
De = diameter bahan peledak, (inchi)
SG = specific gravity bahan peledak (Emultion)

b. Jumlah isian bahan peledak (E)


Menyatakan banyaknya bahan peledak yang digunakan (kg) untuk setiap
lubang ledak. Besarnya nilai dari jumlah isian bahan peledak untuk setiap lubang
ledak digunakan persamaan (2.13).

E = de x PC ..……... (2.13)

Dimana:
E = jumlah isian bahan peledak (kg)
de = loading density (kg/m)
PC = panjang kolom isian (meter)

c. Volume batuan yang terbongkar (V)


Volume batuan yang terbongkar menyatakan jumlah batuan yang dihasilkan

Universitas Sriwijaya
18

pada setiap proses peledakan yang dilakukan. Penentuan besarnya jumlah volume
batuan yang dihasilkan dapat dihitung menggunakan persamaan (2.14). Penentuan
volume batuan yang terbongkar jika peledakan dilakukan lebih dari satu lubang
cukup dihitung dengan persamaan (2.14) yang dikalikan dengan jumlah lubang
yang direncanakan.

V=BxSxH ..............(2.14)

Dimana:
V = volume batuan yang dihasilkan (bcm)
B = burden (meter)
S = spacing (meter)
H = tinggi jenjang (meter)

d. Powder factor (PF)


Powder factor menyatakan jumlah bahan peledak yang digunakan untuk
meledakkan suatu volume batuan tertentu (Jimeno, 1995). Besarnya nilai powder
factor dapat ditentukan menggunakan persamaan (2.15).

E
PF = ………... (2.15)
BxSx( L  J )

Dimana:
PF = powder factor (kg/bcm)
E = jumlah isian bahan peledak (kg)
B = burden (meter)
S = spacing (meter)
L = kedalaman lubang ledak (meter)
J = subdrilling (meter)

2.4. Mekanisme Pecahnya Batuan


Pekerjaan peledakan pada massa batuan mempunyai tujuan tertentu, yaitu:

Universitas Sriwijaya
19

membongkar atau melepas, memecah dan memindah, membuat rekahan dan


sebagainya. Teknik peledakan yang dipakai tergantung tujuan peledakan dan
pekerjaan atau proses lanjutan setelah peledakan. Konsep yang dipakai disini
adalah proses pemecahan dan reaksi-reaksi mekanik dalam batuan homogen.
Perlu ditekankan bahwa sifat mekanis dalam batuan yang homogen akan berbeda
dari sifat mekanis batuan yang mempunyai rekahan dan heterogen seperti yang
sering dijumpai dalam pekerjaan peledakan.
Proses pemecahan batuan dibagi menjadi tiga tahap (Saptono, 2006):
1. Proses pemecahan tahap I
Tekanan tinggi yang ditimbulkan akan menghancurkan batuan disekitar
lubang tembak, ada saat bahan peledak meledak. Gelombang kejut (shock wave)
meninggalkan lubang tembak merambat dengan kecepatan 9.000 – 17.000 ft/det
akan mengakibatkan tegangan tangensial (tangensial stresses) yang menimbulkan
rekahan radial (radial cracks) yang menjalar dari daerah lubang tembak. Rekahan
radial pertama terjadi dalam waktu 1 – 2 ms (Gambar 2.7).

Gambar 2.7. Proses pemecahan tahap I (Saptono, 2006)

2. Proses pemecahan tahap II


Tekanan akibat gelombang kejut yang meninggalkan lubang tembak pada
proses pemecahan tahap I adalah positif, apabila gelombang kejut mencapai
bidang bebas, maka akan dipantulkan kembali sehingga tekanan akan turun dan

Universitas Sriwijaya
20

bernilai negative serta menimbulkan gelombang tarik (tension wave). Gelombang


tarik ini merambat kembali ke dalam batuan, karena batuan lebih kecil tahanannya
terhadap tarikan (tension) dari pada tekanan (compression), maka akan terjadi
rekahan-rekahan (primary failure cracks) karena tegangan tarik (tensile stress)
yang cukup kuat sehingga menyebabkan terjadinya scabbing atau spalling pada
bidang bebas (Gambar 2.8). Secara teoritis jumlah energi gelombang kejut hanya
berkisar antara 5 – 15% dari energi total bahan peledak, jadi gelombang kejut
tidak secara langsung memecahkan batuan, tetapi mempersiapkan kondisi batuan
untuk proses pemecahan tahap akhir.

Gambar 2.8. Proses pemecahan tahap II (Saptono, 2006)

3. Proses pemecahan tahap III


Rekahan radial utama (tahap II) akan diperbesar secara cepat oleh efek
kombinasi dari tegangan tarik yang disebabkan kompresi radial dan pembajian
(pneumatic wedging) dibawah pengaruh tekanan yang sangat tinggi dari gas-gas
hasil peledakan. Tegangan tekan tinggi yang berada dalam batuan akan dilepaskan
(unloaded), apabila massa didepan lubang tembak gagal mempertahankan
posisinya dan bergerak ke depan, seperti spiral kawat yang ditekan kemudian
dilepaskan. Tegangan tarik yang besar didalam massa batuan akan ditimbulkan
akibat pelepasan tegangan tekan. Tegangan tarik inilah yang melengkapi proses
pemecahan batuan yang sudah dimulai pada tahap II. Rekahan yang terjadi dalam

Universitas Sriwijaya
21

proses pemecahan tahap II merupakan bidang-bidang lemah yang membantu


fragmentasi utama pada proses peledakan (Gambar 2.9).

Gambar 2.9. Proses pemecahan tahap III (Saptono, 2006)

2.5. Tingkat Fragmentasi Batuan


Fragmentasi merupakan tingkat pecahan batuan dalam ukuran tertentu hasil
dari proses peledakan. Fragmentasi yang diharapkan pada peledakan di pit Durian
Selatan site Bakan adalah berukuran ≤ 40 cm sesuai dengan ukuran umpan yang
masih dapat diproses secara optimal oleh alat peremuk, fragmentasi yang
berukuran lebih besar dari 40 cm dikategorikan kedalam boulder material. Pihak
perusahaan (PT. J Resources Bolaang Mongondow) dalam melakukan
pengawasan terhadap kinerja kontarktor peledakan (PT. Multi Nitrotama Kimia)
menetapkan distribusi ukuran material hasil peledakan harus 80% berukuran
0-10 cm dan 20% berukuran 10-50 cm, jika melebihi ukuran tersebut dianggap
sebagai reject material yang ditetapkan sesuai dengan kontrak kerja yang
dilakukan oleh kedua belah pihak.
Penentuan tingkat fragmentasi batuan hasil peledakan dapat ditentukan
dengan beberapa metode (Hustrulit, 1999):
 metode photography
 metode photogrametry
 metode photography berkecepatan tinggi

Universitas Sriwijaya
22

 analisa produtivitas alat muat


 analisa volume material pada pemecahan ulang
 analisa visual komputer
 analisa kenampakan kualitatif
 analisa ayakan
 analisa produktivitas alat peremuk
Penentuan distribusi fragmentasi batuan hasil peledakan di pit Durian site
Bakan, PT. J Resources Bolaang Mongondow menggunakan metode photography
yang diolah dengan software Split Desktop 3.0. Kualitas foto yang akan diolah
dan dianalisis perlu diperhatikan dalam menjalankan aplikasi ini, foto yang dapat
diproses (Gambar 2.10) dapat dilihat secara jelas dan dapat dibaca oleh software.
Proses pengambilan foto batuan hasil peledakan dilapangan dilakukan
dengan cara meletakkan 2 bola pada lokasi tempat pengambilan foto, dimana bola
berfungsi sebagai objek pembanding dalam menentukan distribusi ukuran batuan.
Langkah awal penggunaan software Split Desktop 3.0 adalah dengan cara import
foto. Langkah selanjutnya bola yang sudah diketahui diameternya, diatur skalanya
sebagai acuan untuk menentukan ukuran butiran batuan, kemudian diproses
hingga muncul pada monitor suatu garis deliniasi berwarna biru yang membatasi
antar butiran (Gambar 2.11).

Gambar 2.10. Contoh foto yang dapat diproses pada Split Desktop 3.0

Universitas Sriwijaya
23

Gambar 2.11. Foto yang sudah dideliniasi

Langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan ukuran (size) terhadap


butiran–butiran tersebut dengan mengatur skala yang sesuai. Keluaran berupa
hasil perhitungan ukuran butiran dan presentase distribusi butiran yang
mempunyai ukuran yang sama. Hasil analisis tersebut dapat ditampilkan dalam
bentuk grafik (Gambar 2.12).

Gambar 2.12. Grafik hasil analisis menggunakan Split Desktop 3.0

Universitas Sriwijaya
24

Data ukuran butiran yang berasal dari analisis software Split Desktop 3.0
dapat diolah dengan menggunakan Microsoft Excel untuk memperjelas grafik
hasil distribusi ukuran butiran (Gambar 2.13).

Gambar 2.13. Tampilan hasil analisis data pada lembar Microsoft Excel

Secara umum untuk mengoperasikan software Split Desktop 3.0 terdapat


lima tahapan yang harus dilakukan, yaitu:
1. Open Image
Klik menu Image lalu Open, kemudian cari dimana letak foto yang akan
dianalisis disimpan, klik foto yang akan dianalisis, foto akan tampil pada pojok
kanan lembar kerja, untuk menampilkan foto dengan ukuran besar pada lembar
kerja klik image maka foto akan tampil pada lembar kerja dalam ukuran yang
lebih besar.
2. Delineate Image
Klik menu Image pada toolbar lembar kerja pilih Delineate atur tingkat
delineation yang diinginkan lalu klik Ok, untuk menghilangkan deliniasi Klik
Image pilih pilihan Remove Deliniated.

Universitas Sriwijaya
25

3. Scale Image
Scale image yaitu memberikan skala pada objek yang digunakan sebagai
pembanding terhadap fragmentasi hasil peledakan (bola), langkahnya klik icon
Scale Tool kemudian klik pada sisi bola lalu drag kemudian klik lagi pada sisi
bola yang lainnya dimana garis ditarik secara horizontal antar sisi bola, kemudian
akan muncul kotak dialoq scale, pada kolom isian Length masukan diameter
objek pembanding yang kita gunakan sesuaikan juga satuan yang digunakan
pilihannya terdapat disamping kolom Length, dimana diameter bola yang
digunakan pada penelitian berukuran 17,4 cm. Lakukan langkah yang sama pada
bola yang satu laginya (terdapat 2 bola sebagai objek pembanding), kemudian klik
icon Select Scale kemudian blok objek pembanding yang telah diberi skala.
4. Edit Delineations
Langkah yang dilakukan dalam melakukan editing deliniasi adalah dengan
cara klik menu Image lalu Delineate setelah garis deliniasi muncul lakukan
pengeditan terhadap garis deliniasi, dimana pengeditan dilakukan sesuai dengan
keadaan ukuran batuan pada foto dasar, untuk mengedit pilih icon Eraser Tool
untuk menghapus garis deliniasi yang berlebih caranya dengan lakukan drag
manual pada garis deliniasi yang akan kita hapus. Proses menambah garis
deliniasi dapat dilakukan dengan cara klik icon Paint Brush kemudian lakukan
penggambaran secara manual.
5. Estimate Fine
Langkah yang dilakukan untuk mengestimasikan ukuran batuan dilakukan
dengan cara klik icon Show Result pada toolbar, maka akan tampil grafik
distribusi ukuran dari batuan yang ada pada foto, secara otomatis hasil analisis
mengenai foto fragmentasi akan ditampilkan. Lembar kerja Microsoft Excel dapat
menampilkan hasil analisis dengan cara, klik icon Ms.Excel pada toolbar, secara
otomatis hasil analisis akan tampil pada lembar kerja Ms.Excel. Penyimpanan file
hasil analisis dapat dilakukan dengan cara klik icon Save pada toolbar.

Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai