Anda di halaman 1dari 36

PETUNJUK PRAKTIKUM

ANALISIS FARMASI

Pengajar :
Triyadi Hendra Wijaya, S. Farm., M.Si

LABORATORIUM KIMIA FARMASI


PROGRAM STUDI S1 FARMASI
STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
2018

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah, berkat rahmat Allah SWT, dan hidayah-Nya petunjuk praktikum Analisis
Farmasi ini dapat selesai walaupun banyak kekurangannya. Kami menyadari bahwa petunjuk
praktikum Analisis Farmasi ini masih jauh dari sempurna, sehingga perlu saran dan kritik
demi penyempurnaan sehingga dapat memberikan pengarahan kepada para praktikan.
Petunjuk praktikum ini dibuat bukan dimaksudkan sebagai acuan mahasiswa untuk
menemukan metode praktikum, tapi bahan awal untuk mendorong mahasiswa mencari
pustaka yang lebih lengkap, karena dalam petunjuk hanya didiskusikan pedoman umum saja,
sehingga praktikan dapat menganalisis sebab dan akibat dilakukannya cara yang telah tertera
Selanjutnya penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga terselesaikannya buku petunjuk praktikum ini.
Akhir kata, semoga buku Petunjuk Praktikum ini dapat dimanfaatkan semaksimal
mungkin.

Cilacap, Maret 2018

Tim Penyusun

ii
ANALISIS FARMASI

I. PENDAHULUAN
Mata kuliah praktikum analisis farmasi merupakan praktikum yang wajib ada pada
program studi farmasi. Analisis yang akan dibahas dalam petunjuk praktikum ini adalah
analisis kuantitatif, walaupun secara kronologis sebelum senyawa kimia dianalisis secara
kuantitatif, harus dilakukan ananlisis kualitatif terlebih dahulu. Buku-buku tentang kimia
analisispun jarang yang menggabungkan cara analisis ini, Karena masing-masing sediaan
senyawa kimia yang dianalisis dalam berbagai sampel tersebut sangat berbeda sehingga
diperlukan metode terpilih yang kualitasnya dapat dipertanggungjawabkan.
Analisis yang dapat dilakukan oleh seorang farmasis adalah analisis obat, obat
tradisional, makanan, bahan kimia dalam makanan dan minuman, serta kosmetika. Terdapat
berbagai macam jenis sediaan farmasi yang dapat dilakukan dengan berbagai cara analisis
dan sangat bervariasi yang sangat tergantung pada jenis sediaannya. Analisis obat tradisional
pun akan mempunyai perlakuan khusus untuk melakukan preparasi karena senyawa kimia
dalam sediaan obat tradisional sangat bervariasi, dan preparasi yang dilakukan pun akan
sangat tergantung jenis senyawa yang akan dilakukan analisis secara kuantitatif.
Pada analisis makanan, senyawa yang akan dianalisis dalam makanan harus
diidentifikasi terlebih dahulu secara kualitatif. Analisis yang sering dilakukan pada makanan
biasanya analisis bahan tambahannya saja, misalnya analisis pengawet, pewarna, ataupun
perasa, tetapi bila diperlukan jenis senyawa tertentu seperti protein, karbohidrat, asam lemak,
farmasis juga harus dapat melakukan analisisnya secara kualitatif dan kuantitatif.
Analisis bahan kimia dalam makanan termasuk pula bahan minuman, suplemen atau
makanan tambahan yang berisi senyawa adiktif maupun senyawa aktif juga harus dilakukan
oleh farmasis. Pada analisis kosmetika hampir ada kemiripan dengan senyawa yang ada
dalam makanan, namun kosmetika modern yang telah menggunakan bahan aktif untuk
berbagai keperluan seperti perlindungan kulit terhadap sinar matahari, pemutih kulit, atau
senyawa antioksidan telah banyak digunakan dalam kosmetik, sehingga dalam preparasi
sampel untuk dianalisis harus diperhatikan secara khusus.
Dari uraian diatas yang perlu diperhatikan adalah sifat kimia fisika obat dalam sediaan
dan bagaimana cara memberi perlakuan suatu sediaan yang secara garis besar, obat atau
senyawa kimia tersebut tergolong senyawa kimia anorganik atau organic, polar atau non
polar, mudah menguap atau tidak, asam, basa, atau netral, reduktor, oksidator, reaktif atau

ii
i
tidak, atau mungkin bersifat inert. Maka obat tersebut harus diberi perlakuan sesuai dengan
sifat kimia dan fisikanya.

II. KIMIA FARMASI ANALISIS KUANTITATIF


Kimia analisis dapat dibedakan menjadi dua hal yaitu analisis kualitatif dan analisis
kuantitatif. Dalam analisis tersebut harus mempunyai dasar pengertian yang menyeluruh
tentang ilmu kimia, karena yang dianalisis adalah senyawa kimia organik, baik sebagai obat
murni (bahan baku), dalam sediaan farmasi, pangan, kosmetika, dan obat tradisional.Dalam
analisis obat, makanan, kosmetika, dan obat tradisional ini difokuskan pada analisis
kuantitatif.
Di samping dasar-dasar ilmu kimia kita harus menguasai peralatan yang digunakan baik
secara teknis maupun teoritis dalam mengaplikasikan serta melakukan interpretasi data yang
diperoleh, untuk memberikan informasi kepada orang lain yang mungkin kepentingannya
berbeda. Kepentingan analisis kimia sangat luas cakupannya, walaupun yang ditentukan
adalah jenis senyawa kimia dan kadarnya.
Berdasarkan jumlah sampel yang dianalisis terutama menggunakan alat analisis dengan
kepekaan tinggi dinamakan mikroanalisis, bahkan sudah berkembang dengan nano teknologi,
yang artinya sampel yang dianalisis cukup dengan satuan mikro sampai picogram. Sehingga
sampel demikian dikatakan runutan atau trace sample (TS), TS dapat pula digolongkan
dalam mikro atau ultra mikro analisis. Sedangkan cara analisis konvensional, seperti pada
gravimetri dan titrimetric menggunakan sampel dari puluhan milligram sampai ratusan mg
sehingga disebut makroanalisis.
Dari keterangan tersebut, dapat dibedakan lagi jika sampel lebih besar dari 100 mg
disebut analisis makro, sampel antara 10-100 mg dinamakan semikro analisis, analisis antara
1-10 mg dinamakan analisis mikro, dan sampel dengan ukuran 1 mikrogram (µg) atau lebih
kecil dinamakan ultra mikro atau nano teknologi (Day dan Underwoods, 1986). Aturan
seperti itu tidak hanya berlaku untuk analisis obat, tetapi dapat berlaku untuk analisis kimia
secara menyeluruh seperti: senyawa cemaran, pengisi, atau senyawa tambahan (pengawet,
pewarna, perasa, dan aroma).
Pada analisis bahan kimia/senyawa kimia dalam obat, makanan, kosmetika, dan obat
tradisional tidak selalu dalam bentuk tunggal, tetapi dalam bentuk campuran dengan senyawa
lain, karena itu metode analisis dan preparasi sampel menjadi tahapan yang penting agar
dapat dianalisis dengan cara atau alat yang sesuai.

i
v
Analisis kuantitatif focus kajiannya adalah penetapan banyaknya suatu zat tertentu
(analit) yang ada dalam sampel. Analisis kuantitatif terhadap suatu sampel terdiri atas empat
tahapan pokok:
a. Pengambilan atau pencuplikan sampel (sampling), yakni memilih suatu sampel yang
mewakili dari bahan yang dianalisis.
b. Mengubah analit menjadi suatu bentuk sediaan yang sesuai untuk pengukuran.
c. Pengukuran.
d. Perhitungan dan penafsiran pengukuran.
Metode yang baik dalam suatu analisis kuantitatif seharusnya memenuhi kriteria yaitu:
a. Peka (sensitive), artinya metode harus dapat digunakan untuk menetapkan kadar senyawa
dalam konsentrasi yang kecil, misalnya: pada penetapan kadar zat-zat beracun, metabolit
obat dalam jaringan dan sebagainya.
b. Presisi (precise), artinya dalam suatu seri pengukuran (penetapan) dapat diperoleh hasil
yang satu sama yang lain hampir sama.
c. Akurat (accurate), artinya metode dapat menghasilkan nilai rata-rata (mean) yang sangat
dekat dengan nilai sebenarnya (true value).
d. Selektif (selective), artinya untuk penetapan kadar senyawa tertentu, metode tersebut
tidak banyak terpengaruh oleh adanya senyawa lain yang ada.
e. Praktis (practice), artinya mudah dikerjakan serta tidak banyak memerlukan waktu dan
biaya. Syarat ini perlu sebab banyak senyawa-senyawa yang tidak mantap apabila waktu
penetapan terlalu lama.
A. Spektrofotometri
Spektrofotometri dalam percobaan ini dibedakan menjadi spektrofotometer sinar ultra
violet dan spektrofotometer sinar tampak. Sinar violet adalah sinar yang berpanjang
gelombang elektromagnetik diantara 190-380 nm. Sedangkan pada sinar tampak meliputi
daerah gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang 380-780 nm (Anonim, 1995).
Adapunprinsip utama dari suatu molekul obat dapat menyerap sinar ultra violet dan sinar
tampak karena adanya electron dari molekul obat tersebut yang mudah tereksitasi ke tingkat
energi yang lebih tinggi sesuai dengan tenaga yang diserap.
Apabila dua buah atom saling berikatan dan membentuk molekul, maka akan terjadi
tumpeng tindih dua orbital dari kedua atom yang masing-masing mengandung satu electron
dan kemudian terbentuk orbital molekul.

v
Ada 2 macam orbital molekul, yaitu:
1. Orbital ikatan yang energinya lebih rendah dibanding energi orbital atom semula.
2. Orbital anti ikatan yang enrginya lebih tinggi dibanding energi orbital atom semula, telah
menyerap tenaga atau pancaran sinar.
Pada keadaan azas (ground state) elektron berada pada orbital ikatan mempunyai spin
yang arahnya berlawanan, sedangkan orbital anti ikatan kosong. Jika pada molekul yang
dalam keadaan azas ini dikenakan suatu energi gelombang elektromagnetik, maka akan
terjadi penyerapan energi. Energi yang diserap adalah besarnya tepat sama dengan perbedaan
antara energi anti ikatan dengan ikatan. Akibat dari penyerapan enrgi tersebut (kemungkinan
energi yang sesuai dengan gelombang elektromagnetik pada daerah sinar ultra violet dan
tampak), maka salah satu electron dari orbital berpindah ke orbital anti ikatan dan keadaan ini
disebut keadaan tereksitasi (excited site). Perpindahan electron tadi mungkin tidak diikuti
dengan perubahan arah spin dan disebut tereksitasi singlet, mungkin juga diikuti dengan
perubahan arah spin elketron dan keadaan ini disebut keadaan tereksitasi triplet.
Elektron dalam molekul obat/senyawa kimia dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:
1. Elektron Sigma
Elekton yang menempati ikatan sigma (σ) atau ikatan tunggal. Ikatan sigma ikatan
yang terjadi dari tumpang tindihnya orbital atom dan membentuk ikatan tunggal.
Distribusi rapat muatan di dalam orbital sigma ikatan adalah simetris di sekitar poros
ikatan, sedangkan di dalam orbital sigma anti ikatan tidak simetris.
2. Elektron phi (π)
Senyawa yang mempunyai ikatan rangkap berarti mempunyai dua macam orbital
molekul yaitu orbital sigma dan orbital phi. Orbital phi terjadi akibat tumpeng tindihnya
2 buah orbital π dari atom-atom. Distribusi rapat muatan dalam orbital phi sedemikian
rupa, sehingga sepanjang poros ikatan antara kedua atom terdapat suatu daerah yang
dinamakan bidang nodal (nodal plane) dimana pada daerah ini rapat muatannya rendah,
sedangkan daerah atas atau di bawah bidang nodal rapat muatannya tinggi dan
maksimum.
3. Elektron bukan ikatan (non bonding electron)
Elektron jenis ini memang tidak terlibat dalam pembentukkan ikatan dalam molekul
senyawa obat. Biasanya terdapat sebagai pasangan electron sunyi di sekitar atom N, S,
O, dan halogen.

v
i
Gugus benzil Kromofor utama
Gugus ikatan phi
CH = CH – C = O elektron tanpa ikatan (non bonding)
OH
Ikatan sigma

Gambar 1. Struktur Asam Sinamat

Jika suatu molekul obat menyerap sinar ultra violet atau tampak, maka akan terjadi
transisi (perpindahan elektron-elektron yang dimilikinya dari tingkat energi yang rendah ke
tingkat energi yang lebih tinggi). Dari sifat ini dapat dikembangkan menjadi metode analisis
kuantitatif berdasarkan jumlah nergi yang diserap sesuai denga gugus atau kromofor yang
dimiliki oleh suatu molekul obat.
1) Cara Analisis Secara Spektrofotometer
Senyawa obat yang akan dianalisis secara spektrofotometri dapat dibedakan menjadi
2 yaitu yang harus direaksikan dengan suatu pereaksi, dan yang tidak harus direaksikan
dengan suatu pereaksi, tetapi cukup dilarutkan dalam pelarut yang cocok. Walaupun
demikian, tahap-tahap yang dikerjakan adalah sama, yaitu:
a. Waktu operasi (operating time)
Pada tahap ini dicari hubungan antara serapan dan waktu. Dari tahap ini
diharapkan diperoleh waktu yang pasti untuk pembacaan serapan dari larutan yang
diperiksa, kecuali senyawa obat yang stabil (mantap), dalam larutan. Dimulai dari
saat reaksi dilakukan sampai diperoleh waktu serapan yang stabil. Misalnya serapan
larutan stabil dari t1 sampai t2, dapat dilihat pada gambar 2.

v
ii
Pada pelaksanaan tahap ini digunakan panjang serapan gelombang serapan
maksimum.

t1 t2 t
Gambar 2. Kurva waktu operasi
b. Panjang gelombang serapan maksimum
Yaitu panjang gelombang ketika larutan cuplikan mempunyai serapan yang
maksimum. Hal ini harus dilakukan walaupun dalam prosedur aslinya biasanya juga
telah disebutkan. Caranya dengan membaca serapan larutan baku dan kemudian
diubah panjang gelombangnya. Harus diingat bahwa setiap kali dilakukan perubahan
panjang gelombang harus didahului larutan blangko yang serapannya diatur nol.
Baut kurva hubungan panjang gelombang dengan serapan, cara ini bila alat taka da
perekamnya.
c. Kurva baku
Dibuat suatu seri larutan dan kemudian dibaca serapannya pada waktu operasi
dan panjang gelombang yang dihasilkan dari percobaan tahap 1 dan 2. Buatlah
kurvanya dan cari persamaan garis dan koefisien korelasinya dengan metode kuadrat
terkecil (least square method)

A garis kurva baku


A3

C3 C
Gambar 3. Kurva baku berdasarkan persamaan Y = bX ± a

v
ii
i
d. Pengukuran serapan cuplikan
Larutan cuplikan dimasukkan ke dalam kuvet dan dibaca serapannya (Au) yang
terlebih dahulu dibaca serapan larutan blangko (As). Dari serapan yang terbaca dan
jumlah cuplikan yang diketahui dapat dihitung kadar obat dalam cuplikan
menggunakan kurva baku atau persamaan garis linier kadar yang sebelumnya telah
dipersiapkan
e. Menghitung kadar

A garis kurva baku


A3

A2
A1

C1 C2 C3
Gambar 4. Kurva interpolasi data perhitungan kadar obat

Kadar (C2) adalah kadar yang dihitung dengan cara interpolasi dengan hasil
pembacaan absorbansi sebesar A2.

Gambar 5. Alat Spektrofotometer

i
x
III. SAMPLING
Dalam sampling atau pengambilan sampel bahan uji, harus dapat mewakili seluruh
sampel yang akan diuji. Jumlah sampel harus disesuaikan dengan cara analisis/metode
analisis yang akan digunakan. Sampel bila perlu tidak boleh tercemar oleh senyawa lain yang
mengganggu, baik dalam pengambilan jumlah maupun dalam analisisnya.
Sampel harus diukur dengan cermat dan teliti, baik berupa bobot atau volume, jenis
sampelnya, metode yang akan digunakan. Setelah sampel ditimbang, kemudian dilanjutkan
dengan pelarutan sampai volume tertentu untuk dianalisis. Kebanyakan obat sintetik organik,
Farmakope Indonesia menggunakan alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), karena
dengan alat ini dapat mengetahui senyawa murni atau telah mengalami degradasi. Sebab
senyawa hasil peruraian dan senyawa induknya diharapkan dapat terpisah dengan baik.
A. Sampling Tablet/Kaplet/Kapsul
Pada Farmakope Indonesia penentuan kadar zat aktif dalam tablet dipersyaratkan jumlah
tablet harus 20 tablet yang mempunyai keseragaman bobot, walaupun dalam praktek syarat
20 tablet dapat diturunkan menjadi 10 tablet. Sebenarnya 20 tablet tersebut diambil dari tablet
yang satu batchnya berisi 1000 atau 100 tablet. Tetapi dalam praktek agar biayanya lebih
murah dapat diambil 20 tablet.
Sampel yang sejenis dengan tablet adalah kaplet, berbentuk kapsul tetapi dicetak dalam
tablet. Sedangkan kapsul sendiri, selain bahan aktif dan pengisi, kapsul mempunyai wadah
yang dinamakan cangkang. Oleh karena itu dalam sampling harus diketahui bobot isi kapsul,
berarti isi kapsul harus dikeluarkan dan cangkang ditimbang setelah masing-masing sediaan
kapsul ditimbang. Kapsul ini ada yang lunak dan ada yang keras sehingga cara perlakuannya
berbeda.
Obat-obat yang berupa cairan baik sirup, sediaan steril (mis: tetes mata) yang akan
dianalisis, harus diuji keseragaman volume, bila obat tersebut merupakan sediaan tunggal
(sekali pakai) ataupun berkali-kali pakai.
B. Sampling Sediaan Cair
Sediaan cair ada yang mempunyai viskositas kental dan encer, karena itu cara sampling
akan mempunyai perlakuan yang berbeda. Persyaratan sampel yang diambil harus mewakili
keseluruhan sampel. Secara teknis, sampel encer akan mudah diukur volumenya dengan
tepat, dan bila memungkinkan sesuai dengan ukuran dosis pemakaian, seperti 1 sendok teh (5
ml), atau sendok makan (10 atau 15 ml), tetapi kebanyakan 10 ml, sehingga dapat digunakan
sampel 5,0 ml atau 10,0 ml menggunakan pipet volume.

x
C. Sampling Cairan Kental atau Semi Solid
Cairan dengan viskositas kental atau semi solid akan sulit untuk dituang, seperti: pasta,
salep, emulsi, atau suspense, maka akan lebih baik ditimbang langsung. Berbeda dengan
sampel yang mudah dipindahkan dari wadah yang lain, maka cara menimbangnya dilakukan
dengan menimbang tidak langsung. Dalam melakukan pengambilan sampel untuk ditimbang
maupun diukur, sampel harus sudah dihomogenkan dengan cara diaduk, digerus, atau
digojog.
Sampel yang telah dihitung keseragaman bobot isinya (3 sampai 5 wadah), kemudian
dijadikan satu, digerus atau diaduk rata, atau dihomogenkan baru ditimbang seksama secara
langsung sesuai dengan kandungan obat yang akan dianalisis.

IV. PREPARASI SAMPEL


Sampel yang akan dianalisis yang dipreparasi dengan tidak cermat akan sia-sia untuk
dianalisis (Handerson, 2006). Sampel tidak selalu siap untuk dianalisis, dan proses untuk
mendapatkan sampel yang siap untuk dianalisis atau diukur harus disesuaikan dengan cara
dan alat ukur yang digunakan, dan proses ini jauh lebih penting dari pengukuran itu sendiri.
Tidak semua proses mempunyai pedoman yang sama, sehingga diperlukan pemahaman
tentang kondisi sampel (bentuk) dan cara sampling sampai pengukuran sampling. Sifat fisika
dan kimia sampel merupakan hal yang sangat penting sebagai pedoman dalam preparasi
sampel.
A. Strategi dan Metode Pemurnian Senyawa Obat (Jiang et al, 2004)
Produk farmasi umumnya berupa campuran, sehingga untuk melakukan
purifikasi/pemurnian harus cara yang efisien, sehingga diperlukan data-data kelarutan
senyawa yang akan dimurnikan dan data kelarutan senyawa penyerta. Dengan cara tersebut
dalam pemisahan dapat digunakan metode yang tepat, seperti cara ekstraksi cair-cair
(menggunakan corong pisah), agar obat larut dalam pelarut organic maka harus dijadikan
bentuk aslinya yaitu sebagai asam atau basa. Obat yang bersifat basa akan menjadi senyawa
basa bila lingkungan dibuat pH alkalis, sebaliknya bila obat tersebut bersifat asam, amak obat
harus dibuat menjadi senyawa asam yang non ionic dalam suasana pH asam. Dengan
demikian farmasis dituntut untuk memahami tentang sifat kimia fisika dan jenis sampel yang
akan dianalisis.
Bila obat yang bersifat asam untuk dibuat larut dalam air, maka obat dijadikan garam,
misalnya yaitu dengan cara dijadikan garam Na (disabunkan jika berbentuk minyak), tetapi
jika basa maka ditambahkan HCl agar menjadi garam yang mudah larut dalam air.

x
i
Pemisahan juga dapat dilakukan dengan cara kromatografi kolom, baik dengan kolom
sederhana, maupun dengan kolom yang canggih yaitu High Perfomance Liquid
Chromatography (HPLC) atau Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Untuk
menggunakan metode kolom, maka harus dipilih fase diam dan fase gerak yang tepat, dan
cara merangkai maupun melakukan persiapan kolom yang baik. Senyawa dapat dipisahkan
pula dengan kromatografi yang secara instan dapat dibeli yang dinamakan Sep Pak, yang
sebenarnya merupakan kromatografi mini. Sistem ini dinamakan SPE (Solid Phase
Extraction), cara ini sangat praktis tetapi harganya mahal. Walaupun demikian dapat
digunakan untuk memisahkan secara kasar kelompok polar, semi polar, atau non polar
tergantung pada ekstraktan atau pelarut yang digunakan.
B. Pemilihan Pelarut dalam Pemisahan Menggunakan Corong Pisah
Pemilihan pelarut untuk pemisahan dengan corong pisah disesuaikan tujuan pengambilan
sampel. Pelarut kloroform mempunyai bobot jenis yang lebih tinggi daripada air, sehingga
jika sampel yang akan digunakan untuk dianalisis mudah larut dalam kloroform, dapat
dengan mudah senyawa terambil melalui kran bagian bawah akan lebih mudah bila dituang
lewat mulut corong pisah.
Senyawa yang berbentuk garam untuk dipisahkan dengan senyawa non polar, sebaiknya
menggunakan pelarut organik non polar yang memiliki BJ lebih kecil daripada air, sehingga
air mudah diambil melalui kran.
Sampel yang berbentuk emulsi, hasil blender senyawa nabati atau sediaan farmasi baik
suplemen, maupun bahan makanan yang kental, harus dilakukan penyaringan terlebih dahulu
agar tidak terjadi penyumbatan pada kran corong pisah. Penyaringan dapat dilakukan dengan
bantuan pompa hampa/pompa vakum.

x
ii
PERCOBAAN I
SPEKTROFOTOMETRI ULTRA VIOLET

I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Menentukan pengaruh substituent terhadap panjang gelombang serapan maksimum.
2. Menentukan pengaruh pelarut terhadap panjang gelombang serapan maksimum.
3. Menentukan suatu senyawa.
4. Menetapkan kadar campuran senyawa secara simultan.

II. ALAT DAN BAHAN


1. Alat Percobaan
Erlenmeyer, pipet volume, labu ukur, spektrofotometer UV.
2. Bahan Percobaan
Asam benzoate, asam salisilat, aquadest, HCl 0,1 N, NaOH 0,1 N.

III. CARA KERJA


1. Buatlah larutan induk asam benzoate dalam air suling 0,01% sebanyak 25,0 ml.
2. Buatlah larutan induk asam salisilat dalam air suling 0,01% sebanyak 25,0 ml.
3. Pipetlah masing-masing sebesar 1,0 ml dan encerkan menjadi 50,0 ml dengan air
suling.
4. Pipetlah larutan nomer 3 sebanyak 1,0 ml dan encerkan dengan air suling sampai 5,0
ml, dan buatlah spektrogram (contoh terdapat pada gambar 6) dari masing-masing
larutan pada lamda 200 nm sampai 320 nm. Amati mengapa lamda serapan
maksimum berbeda? Perhatikan bahwa intensitas serapan tidak melebihi 0,8 dan
tidak kurang dari 0,2 untuk analisis kuantitatif.

x
ii
i
k(%) 40

30

20

10

0,1 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 (s)

Gambar 6. Hubungan serapan (s) dengan kesalahan (k)

5. Kerjakan seperti no. 4, tetapi sebelum diencerkan dengan air suling tambah dulu
dengan HCl 0,1 N sebanyak 1,0 ml, kemudian tambahkan air suling ad 5,0 ml, amati
spektrogramnya pada lamda 200 nm sampai 320 nm, bandingkan lamda serapan
maksimumnya dengan no.4.
6. Kerjakan dengan cara yang sama dengan no. 4, tetapi sebelum diencerkan tambahkan
dahulu larutan NaOH 0,1 N sebanyak 1,0 ml, dan encerkan dengan air suling ad 5,0
ml. Amati spektrogramnya pada lamda 200 nm sampai 320 nm. Mengapa keduanya
mempunyai lamda serapan yang berbeda?
7. Hitung masing-masing senyawa, berapa harga serapan E dengan data yang anda dapat
dari percobaan no. 5 dan no. 6. Baca serapan asam benzoate pada λ 2 (λ dari asam
salisilat), dan serapan asam salisilat pada λ 1 (λ dari asam benzoate), kemudian
hitung pula harga serapan masing-maisng senyawa tersebut. Adakah kenaikan
intensitas dan pengenceran lamda serapan maksimum.
8. Campurlah 1,0 ml asam benzoate dan 2,0 ml asam salisilat dari larutan 3, ke dalam
labu takar 10,0 ml, amatilah spectrogram campuran tersebut pada lamda 200 nm
sampai 320 nm.

x
i
v
Kemudian carilah kadar masing-masing senyawa C1 untuk asam benzoate dan C2
untuk asam salisilat dengan rumus:
AT1 = K1λ1 C1 + K2λ1 C2
AT2 = K1λ2C2+ K2λ2 C2
Keterangan :
AT : serapan total (jumlah) dapat dibaca dan dijumlahkan pada lamda masing-
masing.
K1λ1 : harga serapan ( asam benzoate pada lamda serapan maksimumnya.
K2λ1 : serapan asam salisilat pada serapan maksimum asam benzoate.
K1λ2 : harga serapan asam benzoate pada lamda serapan maksimum asam
salisilat.
K2λ2 : serapan asam salisilat pada lamda serapan maksimum asam salisilat.
Data yang dilaporkan adalah:
1. Spektrogram masing-masing senyawa (benzoate dan salisilat).
2. Kadar dari masing-masing senyawa setelah dicampur dan dihitung kadarnya.

x
v
PERCOBAAN II
SPEKTROFOTOMETRI SINAR TAMPAK

I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Memahami tahapan analisis secara spektrofotometri sinar tampak.
2. Menetapkan kadar sampel dengan cara mereaksikan senyawa agar diperoleh senyawa
berwarna.
3. Menentukan kadar dengan persamaan regresi dan plot grafik.

II. ALAT DAN BAHAN


1. Alat Percobaan
Timbangan analitik, pipet volume, labu takar, Erlenmeyer.
2. Bahan Percobaan
Natrium nitrit, aquadest, sulfanilamid jenuh, N-1-Naftiletilendiamin.

III. CARA KERJA


1. Pembuatan larutan induk Natrium Nitrit 1 mg/ml.
Timbang seksama Natrium Nitrit 100 mg, larutkan dalam air suling sampai
10,00 ml. Dari larutan induk, dibuat seri larutan dengan kadar 0,01-0,1 mg/ml.
2. Penentuan Operating Time
Ambil 3,0 ml larutan Natrium Nitrit 0,05 mg/ml, masukkan ke dalam labu takar
5,0 ml. Tambahkan 0,5 ml HCl 6 N dan 1 ml sulfanilamid jenuh. Kemudian
tambahkan 0,5 ml N-1-Naftiletilendiamin, sampai timbul warna pink. Tepatkan
volume menjadi 5,0 ml dengan air suling. Baca serapan pada 545 nm sampai
diperoleh serapan yang stabil dalam kurin waktu tertentu.
3. Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum
Ambil 3,0 ml larutan Natrium Nitrit 0,05 mg/ml, masukkan ke dalam labu takar
5 ml. Tambahkan 0,5 ml HCl 6 N dan 1 ml sulfanilamid jenuh. Kemudian
tambahkan 0,5 ml N-1-Naftiletilendiamin setelah timbul warna pink. Tepatkan
volume menjadi 5,0 ml dengan air suling. Baca serapan pada lamda 500 – 600 nm.
Tentukan lamda serapan maksimumnya.
4. Penentuan kurva baku
Larutan Natrium Nitrit dengan kadar 0,01 – 0,1 mg/ml masing-masing sebanyak
3,0 ml ditambah 0,5 ml HCl 6 N, 1 m sulfanilamid jenuh dan 0,5 ml N-1-

x
v
i
naftiletilendiamin, tunggu sampai timbul warna pink. Tepatkan volume menjadi 5,0
ml dengan air suling. Tunggu OT, baca serapan pada panjang gelombang serapan
maksimumnya. Tepatkan persamaan regeresinya.
5. Penetapan kadar nitrit dalam sampel
Timbang sejumlah sampel, larutkan dalam air suling, kemudian disaring. Filtrat
diperlakukan sama dengan kurva baku. Hitung kadar sampel berdasarkan persamaan
garis regresi yang diperoleh. Gambarkan persamaan regeresi yang diperoleh pada
kertas grafik. Tentukan pula kadar sampel dengan mengeplotkan serapan pada garis
lurus tersebut. Bandingkan hasilnya!

x
v
ii
PERCOBAAN III
ANALISIS ASPIRIN DAN KAFEIN (DALAM TABLET)

I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari percobaan ini adalah:
1. Menentukan konsentrasi aspirin dalam tablet
2. Menentukan konsentrasi kafein dalam tablet

II. DASAR TEORI


A. Aspirin
Aspirin dapat dibuat dari asam salisilat yang diasetilasikan dengan asetil klorida atau
anhidrid asam asetat. Senyawa ini bersifat asam dan rumus bangunnya adalah sebagai
berikut:

Untuk mengetahui konsentrasi aspirin dilakukan titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N.
Gugus asetil dalam reaksi netralisasi ini lebih sukar lepas daripada gugus karbonil sehingga
terjadi reaksi sebagai berikut:

Aspirin (asam asetil salisilat)

Titrasi menggunakan indicator fenolftalein diakhiri saat terjadi perubahan warna yang
konstan selama satu menit. Jika NaOH berlebih akan terjadi reaksi sebagai berikut:

x
v
ii
i
O
H
CH3COONa

B. Kafeina
Kafeina merupakan golongan alkaloid yang diturunkan dari aspirin. Nama lain kafeina
adalah 1,3,7-trimetil xanthine yang mempunyai rumus:

Kafeina terdapat pada biji kopi (0,5%), teh (2-4%) yang mempunyai fisiologi sebagai
stimulant. Ikatan rangkap dari kafeina dapat mengadisi ion. Untuk mengetahui kadar atau
konsentrasi kafeina, maka larutan yang mengandung kafeina ditambah larutan iod yang telah
diketahui volume dan konsentrasinya. Kelebihan iod setelah terjadi reaksi adisi dititrasi
dengan larutan natrium tiosulfat (Na2S203), sehingga iod yang teradisi oleh kafeina dapat
diketahui.

III. ALAT DAN BAHAN


1. Alat Percobaan
Erlenmeyer, penangas air, biuret, penjepit tabung reaksi, gelas kimia, pipet volume,
pipet tetes, gelas ukur, statif dan klem, lumping porselen, penggerus, neraca analisis,
cawan petri.
2. Bahan Percobaan
Aspirin (3 tablet), alkohol, aq.dest, bodrex (3 tablet), NaOH 0,1 M, indikator PP,
Na2S2O3 0,1 M, H2SO4, KIO3, KI.

x
i
x
IV. CARA KERJA
A. Aspirin
1. Menimbang 1 tablet aspirin, lalu catat beratnya.
2. Menggerus tablet sampai halus, kemudian memasukkannya ke dalam labu Erlenmeyer
100 mL.
3. Mencuci lumping dengan alkohol, kemudian menuankannya ke dalam Erlenmeyer
sampai volume alkohol yang dimasukkan ke dalam Erlenmeyer adalah 25 mL.
4. Menggoyang-goyang Erlenmeyer selama 5 menit.
5. Memasukkan labu Erlenmeyer pada penangas air sehingga larutan mendidih.
6. Menambahkan 5 mL aq.dest dan indikator PP pada labu erlenmyer yang telah dingin.
7. Menitrasinya dengan NaOH 0,1 M sampai larutan berubah menjadi merah jambu dan
bila dibiarkan selama 1 menit warnanya akan tetap (stabil).
8. Titrasi diulang sampai 2 kali dengan tablet yang berbeda.
B. Kafein
1. Menimbang 1 tablet bodrex, lalu catat beratnya.
2. Menggerus tablet sampai halus, kemudian memasukkannya ke dalam labu Erlenmeyer
100 mL.
3. Mencuci lumping dengan alkohol, kemudian menuangkannya ke dalam Erlenmeyer
sampai volume alkohol yang dimasukkannya ke dalam Erlenmeyer adalah 25 mL.
4. Menggoyang-goyang Erlenmeyer selama 10 menit.
5. Menambahkan 10% H2SO4 sebanyak 5 mL, 20 mL larutan KI 0,1 M ke dalam labu
Erlenmeyer, kemudian larutan dikocok selama 10 menit.
6. Memanaskan Erlenmeyer sampai larut mendidih.
7. Menitrasi larutan yang telah dingin dengan Na2SO3 0,1 M yang ditambah dengan 4
mL KIO3 dan 25 mL alkohol.
8. Titrasi diulang sampai 2 kali dengan tablet yang berbeda.

x
x
V. HASIL
No. Perlakuan Hasil Percobaan

x
x
i
PERCOBAAN IV
ANALISIS KANDUNGAN BORAKS

I. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa mampu menganalisis kandungan boraks pada bakso, mie, dan ikan asin
dengan menggunakan metode titrasi.

II. ALAT DAN BAHAN


1. Alat Percobaan
Buret, statif, Erlenmeyer, labu ukur, neraca analitik, gelas kimia, pipet tetes, pipet
volume, pisau, tissue atau waslap.
2. Bahan Percobaan
Bakso, mie basah atau mie instan, ikan asin, larutan baku HCl 0,1 N 500 mL.

III. CARA KERJA


1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Menimbang bakso/mie/ikan asin sebanyak 500 mg.
3. Menghaluskan bakso/mie/ikan asin dengan cawan porselen.
4. Menambahkan aquadest sebanyak 50 ml.
5. Saring bakso/mie/ikan asin dengan kertas saring.
6. Titrasi dengan larutan HCl 0,1 N sebanyak 3 kali titrasi, menggunakan indikator metil
merah.
7. Hitung kadar dari titrasi tersebut.

IV. HASIL
No. Perlakuan Hasil Percobaan

x
x
ii
PERCOBAAN V
ANALISIS ASAM BENZOAT DALAM SAOS TOMAT

I. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa mampu menganalisis kandungan asam benzoate dalam saos tomat yang ada
di pasaran.

II. ALAT DAN BAHAN


1. Alat Percobaan
Neraca analitik, beaker glass, Erlenmeyer, pipet volume, buret, labu ekstraksi
pelarut, gelas ukur, pipet tetes, pemanas listrik, penangas air,
2. Bahan Percobaan
Saos tomat bermerek dan tanpa merek yang diambil secara acak di pasar tradisional,
NaCl, NaOH 10%, HCl 5%, H2C2O4, dietil eter, FeCl3, NH3, H2SO4, kertas saring, dan
indikator PP.

III. CARA PERCOBAAN


A. Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan di pasar tradisional, diambil 3 botol saos tomat yang
tidak bermerek, dan 3 botol saos tomat yang bermerek.
B. Perlakuan Sampel
1. Penyiapan sampel, masing-masing sampel saos tomat ditimbang dengan neraca
analitik (3-5 botol saos tomat) yang telah dituang dengan beker glass. Campur
semua sampel, aduk sama rata.
2. Cari bobot rata-rata isinya. Menimbang sekitar 100 g dengan beker glass dan
ditambahkan 15 g NaCl, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 500 mL.
3. Selanjutnya ke dalam labu ukur tersebut ditambahkan 150 ml larutan NaCl jenuh dan
NaOH 10% hingga diperoleh larutan yang bersifat alkalis. Kemudian larutan
tersebut diencerkan dengan larutan NaCl jenuh sampai tanda batas dan dibiarkan
selama 2 jam. Larutan tersebut dikocok detiap 30 menit dan selanjutnya disaring
dengan kertas saring, kemudian dimasukkan dalam corong pemisah. Filtrat yang
diperoleh diekstraksi.

x
x
ii
i
C. Ekstraksi Sampel
1. Filtrat yang diperoleh pada penyiapan sampel, dipipet 100 ml dan dimasukkan ke
dalam corong pisah, kemudian dinetralkan dengan penambahan HCl 5%, dan
ditambahkan lagi 5 ml HCl sesudah keadaan netral tercapai. Selanjutnya diekstraksi
dengan pelarut dietil eter beberapa kali dengan volume berturut-turut 70, 50, 40, dan
30 ml. Untuk mencegah emulsi, digoyang-goyang secara kontinyu setiap kali
ekstraksi dengan gerakan memutar/rotasi.
2. Lapisan dietil eter kemudian ditampung dari setiap ekstraksi dengan volume pelarut
tersebut. Semua lapisan dietil eter setiap ekstraksi dikumpulkan dan didestilasi
dengan vakum rotary evaporator pada suhu 30-50OC hingga ekstrak menjadi pekat.
3. Ekstrak tersebut kemudian dikeringkan diatas penangas air, lalu dibiarkan semalam di
dalam desikator yang berisi H2SO4 pekat. Selanjutnya, ekstrak kering (cara
pengeringan ini terlalu lama), karena kumpulan eter sebaiknya ditambah 4 g Na2SO4
anhidrat dan saring, kemudian diuapkan dengan rotary evaporator. Asam benzoate
tersebut dilarutkan dalam etanol netral terhadap indikator pp sebanyak 10 ml dalam
labu ukur 50 ml, setelah itu diencerkan dengan aquadest sampai tanda batas.
D. Uji Kuantitatif
1. Larutan asam benzoate hasil ekstraksi dipipet sebanyak 25,0 ml dengan pipet volume,
kemudian dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 240 ml. Larutan tersebut ditambah
2-3 tetes indikator PP dan selanjutnya dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N yang
telah dibakukan sampai terjadi perubahan dari tidak berwarna menjadi merah muda
yang stabil selama 15 menit.
2. Volume larutan NaOH yang digunakan dicatat. Pengulangan ekstraksi dan titrasi
dilakukan masing-masing 3 kali.

Pertanyaan :
1. Apakah perlunya penambahan NaCl dan mengapa untuk ekstraksi dengan dietil eter
larutan harus diasamkan?
2. Mengapa penimbangan sampel tersebut sampai 100 g, dan bagaimana cara menimbang
saos agar dapat dilakukan dengan mudah?
3. Hasil penyarian tersebut, dapatkah dianalisis dengan cara lain? Terangkan bagaimana
caranya?
4. Apakah penimbangan sampel dapat diperkecil jika metode analisis digunakan instrument
lain?

x
x
i
v
PERCOBAAN VI
ANALISIS CAMPURAN ASAM BENZOAT DAN ASAM SALISILAT DALAM
SALEP

I. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa mampu menganalisis kandungan asam benzoate dan asam salisilat dalam
sediaan salep dengan metode spektrofotometri ultra violet.

II. ALAT DAN BAHAN


1. Alat Percobaan
Timbangan analitik, kertas saring whatman no.1, beker glass, pipet volume,
penangas air.
2. Bahan Percobaan
Salep uji, etanol 96%, aquadest, alkohol panas, asam benzoate, asam salisilat.

III. CARA KERJA


1. Timbang 5 atau 3 tube salep, kemudian catat bobot masing-masing.
2. Keluarkan isi salep dari masing-masing wadahnya, tempatkan dalam mortar. Timbang
juga sisa dan tubenya. Hitung bobot purata dan tubenya. Hitung pula purata isi
salepnya.
3. Aduk isi salep hingga homogen dan kemudian timbang sampel salep yang berisi
setara dengan 60 mg asam benzoate dalam wadah (gelas piala) yang telah diketahui
bobotnya.
4. Tambahkan 25,0 ml etanol 96% pada wadah tersebut, panaskan sampai meleleh.
5. Saring dalam keadaan panas dengan kertas saring Whatman 1, yang telah dibasahi air
kedalam 200 ml gelas Erlenmeyer. Kemudian cuci dengan alkohol panas sampai
bebas asam salisilat, sampai didapat larutan 100,0 ml.
6. Buat larutan baku asam benzoate dan asam salisilat maisng-masing 0,001% dalam
etanol 96%.
7. Uji serapan total sampel pada point 1 pada lamda serapan maksimum dari asam
benzoate dan asam salisilat.

x
x
v
Kadar dihitung dengan rumus:
Aλ1 = K1λ1 C1 + K2λ1 C2
Aλ2 = K1λ2C1+ K2λ2 C2

x
x
v
i
PERCOBAAN VII
ANALISIS BAHAN KIMIA PENGAWET NATRIUM NITRIT

I. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa mampu menganalisis bahan kimia pengawet natrium nitrit pada daging
dengan metode spektrofotometri visible.

II. DASAR TEORI


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 722/MenKes/Per/IX/88 tentang bahan
tambahan makanan menyatakan bahwa kadar nitrit yang diijinkan pada produk akhir daging
proses adalah 200 ppm. Sedangkan USDA (United States Departement of Agriculture)
membatasi penggunaan maksimum nitrit sebagai garam sodium atau potassium yaitu 239,7
g/100 L larutan garam; 62,8 g/100 kg daging curing kering atau 15,7 g/100 kg daging
cacahan untuk sosis. Biasanya natrium nitrit ditemukan dalam daging sebagai pengawet.
Senyawa ini mudah larut dalam air.

III. ALAT DAN BAHAN


1. Alat Percobaan
Blender, penyaring, beker glass, labu takar, Erlenmeyer.
2. Bahan Percobaan
Daging, aquadest, HCl 5 N, pereaksi warna.

IV. CARA KERJA


1. Daging dengan bobot ± 10 g, ditimbang seksama, kemudian diblender dan
ditambahkan air 50 ml.
2. Daging yang sudah diblender dilanjutkan dengan proses penyaringan, dibilas dengan
air suling, dikumpulkan, kemudian ditambah larutan jenuh NaCl jenuh sebanyak 10
ml. Dikocok dan disaring lagi sampai air bebas nitrit.
3. Sari air, dikumpulkan dan dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml, dan di ad-kan
dengan air suling sampai tanda.
4. Ambil 5,0 ml sari air ditambah HCl 5 N sebanyak 2 ml, tambahkan pereaksi warna
untuk asam nitrit seperti percobaan yang pernah anda lakukan pada uji spektrometer
sinar tampak. Setelah ditambah pereaksi dan timbul warna pink encerkan sampai
10,0 ml.

x
x
v
ii
5. Buat pula larutan standar dengan kadar nitrit 50 µg, 100 µg, 150 µg, 200 µg, 250 µg,
dan 300 µg dalam 5,0 ml.
6. Cari data hubungan serapan dan kadar nitrit (sebagai natrium nitrit) pada panjang
gelombang serapan maksimumnya.

x
x
v
ii
i
PERCOBAAN VIII
ANALISIS KANDUNGAN FLAVONOID DALAM EKSTRAK DAUNTEH (Camellia
sinensis)

I. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa mampu menganalisis bahan kimia pengawet natrium nitrit pada daging
dengan metode spektrofotometri visible.

II. ALAT DAN BAHAN


1. Alat Percobaan
Spektrometri visible, toples, gelas ukur, rotary evaporator, tabung reaksi, plat tetes,
pipet tetes, timbangan analitik, labu takar.
2. Bahan Percobaan
Daun teh kering, etanol 96%, NH4OH, kloroform, air suling, logam Mg, HCl pekat,
FeCl3, asam asetat anhidrat, H2SO4 2N, AlCl3, metanol, baku rutin.

III. CARA KERJA


A. Penyiapan Bahan Baku
Teh celup yang telah dibeli, dikumpulkan, kemudian serbuknya dikeluarkan dari
kantongya, lalu dimasukkan dalam toples.
B. Pembuatan Ekstrak Daun Teh (Camellia sinensis)
100 gram teh direndam dengan 300 ml etanol 96 % biarkan selama 2-3 hari
didalam botolmaserasi yang berwarna gelap sambil sekali-kali diaduk. Maserat
dipisahkan, dikumpulkan, dan diuapkandengan rotary evaporator pada suhu 40⁰C,
sehingga didapatkan ekstrak kental.
C. Pemeriksaan metabolit sekunder pada Ekstrak DaunTeh
Di timbang 2 gram ekstrak teh, laludibasakan dengan NH4OH,
kemudiantambahkan kloroform : air suling (1:1) 10 mlmasing-masing kocok dalam
tabung reaksibiarkan sejenak hingga terbentuk dua lapisan.Lapisan air untuk
pemeriksaan : flavonoid, fenolik, dan saponin. Lapisan Kloroform untuk
pemeriksaan : terpenoid, steroid, dan alkaloid.

x
x
i
x
1) Pemeriksaan Flavonoid
Diambil 1-2 tetes lapisan air letakkan padaplat tetes ditambahkan logam Mg
dan 1 -2tetes HCl pekat. Timbulnya warna orangekemerahan menunjukkan
adanya senyawaflavonoid.
2) Pemeriksaan Saponin
Lapisan air dikocok kuat dalam tabung reaksihingga terbentuk busa yang
tidak hilangselama 15 menit.
3) Pemeriksaan Fenolik
Lapisan air 1 -2 tetes ditambahkan 1-2 tetesFeCl3 terbentuk warna biru
menunjukkanadanya senyawa fenolik.
4) Pemeriksaan Terpenoid dan Steroid
Lapisan kloroform 1-2 tetes dimasukkandalam plat tetes, biarkan kering
tambahkanasam asetat anhidrat dengan H2SO4 2N,warna merah menunjukkan
adanya senyawaterpenoid dan warna biru ungu menunjukkanadanya senyawa
steroid.
5) Pemeriksaan Alkaloid
Dimasukkan 2-3 tetes lapisan kloroformdalam tabung reaksi tambahkan
dengan 1tetes H2SO4 2N, kocok dan biarkan memisah.Diambil lapisan asam
tambahkan mayer,terbentuknya kabut putih menunjukkanadanya alkaloid.

D. Pengukuran kadar flavonoid total dalam Ektrak Daun Teh dengan Metode
Spektrometri Visible
1) Pembuatan larutan pereaksi AlCl31 %
Sebanyak 100,0 mg serbuk AlCl3dilarutkan dalam 10,0 ml metanol.
2) Pembuatan larutan standard kurva baku 1,0 mg/ml (0,1%)
50,0 mg rutin dilarutkan dalam 50,0 ml etanol p.a.
3) Pembuatan seri kadar larutan baku
Dari larutan baku rutin dengan konsentrasi 0,1 % dibuat menjadi sari
larutan standard dengan konsentrasi 0,001%; 0,0015%; 0,002%; 0,0025%;
0,003%; 0,0035%.
4) Penetapan Operating Time
Larutan 0,001% dipipet dan dimasukkan ke dalam kuvet, lalu ditambahkan
pereaksi AlCl3sebanyak 3 tetes, kemudian dibaca serapannya pada panjang
gelombang maksimum yang tertera dalam literature yaitu 433 nm, dilakukan

x
x
x
selama 60 menit dengan blangko etanol. Dibuat kurva hubungan antara serapan
dan waktu.
5) Penetapan panjang gelombang serapan maksimum
Dilakukan percobaan seperti pada poin (4) dan dibaca serapannya pada
panjang gelombang antara 200 – 500 nm. Dibuat kurva hubungan serapan dan
panjang gelombang.
6) Pembuatan kurva baku
Dari setiap seri kadar larutan baku dilakukan percobaan seperti pada poin
(4) dan dibaca pada waktu serapan tetap dan panjang gelombang serapan
maksimum dengan blangko etanol, kemudian dibuat kurva baku hubungan
serapan dengan konsentrasi rutin.
7) Penetapan kadar flavonoid dalam ektrak daun teh
Sampel sebanyak 0,150 g dilarutkan dalam 10,0 ml etanol. Diambil 1,0 ml
diencerkan sampai 100 kali. Diambil lagi 1,0 ml kemudian ditambah dengan
pereaksi AlCl3 1% sebanyak tiga tetes. Dibaca pada waktu serapan dan panjang
gelombang serapan maksimum. Serapan yang diperoleh dimasukkan dalam
persamaan.

x
x
x
i
PERCOBAAN IX
ANALISIS KADAR PARACETAMOL DENGAN
SPEKTROFOTOMETRI UV

I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Mahasiswa dapat memahami alasan suatu senyawa dapat dianalisis dengan metode
spektrofotometri UV.
2. Mahasiswa dapat memahami tahapan analisis dan menentukan kadar parasetamol
pada produk yang beredar di pasaran dengan metode spektofotometri UV.

II. DASAR TEORI


Metode spektrofotometri UV merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk
melakukan analisis kuantitatif senyawa organik tertentu. Pada percobaan ini akan dilakukan
pengukuran kadar parasetamol dalam tablet, untuk mengetahui kebenaran kadar yang tertera
pada label/etiket. Dalam hal ini persamaan yang digunakan adalah persamaan Lambert-Beer,
yaitu:

A = ɛ. b. c
Keterangan : A = absorbansi
ɛ = absorptivitas molar (mol -1 cm-1)
b = tebal kuvet (cm)
c = konsentrasi larutan (mol L-1)
Parasetamol memiliki nama lain Acetaminophenum atau N-Acetyl-p-aminophenol N-(4-
Hidroxyphenyl) acetamide. Berat molekulnya adalah 151,2.

Struktur Parasetamol

Parasetamol berupa kristal putih atau serbuk kristal. Titik didihnya dalam air berkisar
antara 169OC – 170,5OC. Parasetamol sedikit larut dalam air dingin, sangat larut dalam air
panas, larut dalam etanol, metanol, dimetilformamide, etilen diklorida, aseton, dan etil asetat,
sedikit larut dalam eter dan kloroform, serta tidak larut dalam PE , pentana, dan benzene.
Paracetamol memiliki absorbansi maksimum pada panjang gelombang 245 nm (pada suasana
asam) dan 257 (pada suasana basa).

x
x
x
ii
III. ALAT DAN BAHAN
1. Alat Percobaan
Spektrofotometer UV-Vis, timbangan analitik, labu takar, gelas ukur, corong saring
kecil, gelas arloji, pipet volume, pipet volume.
2. Bahan Percobaan
NaOH 0,1 N; aquadest, standar parasetamol, produk tablet parasetamol.

IV. CARA KERJA


1. Penetapan panjang gelombang serapan maksimum asetaminofen
Ditimbang 50,0 mg standar asetaminofen, dimasukkan ke dalam takar 100 ml,
kemudian ditambahkan 25,0 ml NaOH 0,1 N dan 50,0 ml aquadest hingga larut.
Dikocok 15 menit dan diencerkan dengan aquadest hingga 100,0 ml. Larutan ini
dibaca serapannya pada spektrofotometer UV dan dicari panjang gelombang serapan
maksimalnya.
2. Penetapan kurva baku
Dari larutan stock yang telah dibuat diatas, dibuat seri kadar yaitu 3,00 ppm;
5,00 ppm; 7,00 ppm; 9,00 ppm; 11,00 ppm; 13,00 ppm. Larutan dengan variasi
kadar tersebut dibaca serapannya pada spektrofotometer UV dengan panjang
gelombang serapan maksimum. Kemudian dari absorbansi tersebut tentukan
persamaan regresi liniernya, yaitu Y = bX+ a
3. Penetapan kadar asetaminofen
Timbang masing-masing tablet (10 tablet), lalu cari berat rata-ratanya. Gerus
tablet tersebut kemudian timbang setara:

Kemudian masukkan serbuk ke dalam labu takar 100,0 ml, ditambah 25,0 ml NaOH
0,1 N dan 50,0 ml aquadest hingga larut. Dikocok selama 15 menit dan diencerkan
dengan aquadest hingga 100,0 ml. Ambil 1,0 ml larutan kemudian diencerkan
dengan aquadest hingga 50,0 ml. Diukur serapannya dengan spektrofotometer UV
pada panjang gelombang maksimal. Kadar parasetamol dihitung dengan
memasukkan hasil serapan kadar ke dalam kurva baku yang dibuat.

x
x
x
ii
i
PERCOBAAN X
ANALISIS KADAR FORMALIN PADA IKAN ASIN DENGAN METODE
SPEKTROFOTOMETRI VISIBLE

I. TUJUAN PERCOBAAN
Menetapkan kadar formalin dengan metode spektrofotometri visible.

II. DASAR TEORI


Formalin merupakan larutan yang terdiri atas 37% formaldehide dalam air. Menurut
Farmakope Indonesia Ed III, kadar formaldehide tidak kurang dari 34,0% dan tidak lebih dari
38,0% dan dapat dicampur dengan air dan dengan etanol (95%) P. Pemeriannya berupa
cairan jernih, tidak berwarna atau hampir tidak berwarna, bau menusuk, uap merangsang
selaput lender hidung dan tenggorokan. Jika disimpan di tempat dingin dapat menjadi keruh
(Anonim, 1979). Penyimpanan dilakukan pada wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya
dan sebaiknya pada suhu diatas 20OC (Ditjen POM, 1979). Formalin merupakan bentuk
hidratasi hampir sempurna dari formaldehide, sehingga terjadi kesetimbangan bolak-balik
antara formaldehide dan metanadiol (hidratasi formaldehide).
Formalin direaksikan dengan pereaksi tertentu untuk menghasilkan larutan berwarna
yang bisa diukur di daerah visible pada panjang gelombang 412 nm. Beberapa pereaksi yang
dapat digunakan antara lain Asam Kromotropat Purpold, MBTH-M
Ethylbenzothiazinonhydrazone dan Nash. Formalin dapat bereaksi membentuk warna dengan
pereaksi Nash pada metode analisis formalin. Oleh karenanya, analisis spektrofotometer
visible dapat dijadikan sebagai metode standar pengujian formalin. Formalin
diidentifikasikan dengan menggunakan pereaksi asam kromatofat, sampel dinyatakan positif
apabila memberikan warna violet. Penetapan kadar dilakukan secara spektrofotometri visible
berdasarkan terbentuknya kompleks formalin dengan pereaksi Nash yang menghasilkan
larutan berwarna kuning, kemudian serapannya diukur pada panjang gelombang maksimum
412 nm.

III. ALAT DAN BAHAN


1. Alat Percobaan
Pipet tetes, pipet ukur, labu ukur, beker glass, spektrofotometer.
2. Bahan Percobaan
Larutan formalin 200 µg/ml, aquadest, asam kromatofat, sampel ikan asin.

x
x
x
i
v
IV. CARA KERJA
1. Pembuatan Larutan Stok Formalin 20 ppm
Diambil sebanyak 0,027 ml larutan formalin 37%, tambahkan aquadest
sebanyak 500 ml atau 20 ppm.
2. Pembuatan pereaksi asam kromatofat
Timbang 2 g asam kromatofat, encerkan dengan aquadest hingga volume 100
ml.
3. Pembuatan Larutan Standar
Pada percobaan ini dibuat 5 variasi larutan standar, yaitu: diambil 0,05; 0,1;
0,15; 0,2; 0,25 ml, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sudah diberi
label (5 tabung reaksi), tambahkan asam kromatofat sebanyak 5 ml pada tiap
konsentrasi yang berbeda, panaskan tabung reaksi selama 30 menit pada suhu
100oC, terbentuklah larutan standar. Ukur absorbansi salah satu larutan standar 0,15
ppm pada rentang panjang 450-530 nm, tentukan panjang gelombang
maksimumnya. Lalu buatlah kurva bakunya.
4. Penentuan Kadar Formalin Pada Ikan Asin
Homogenkan sampel sebanyak 20 ml dengan aquadest, panaskansampel
yang telah diuji dengan komporsampai mendidih, disaring lalu
didinginkan.Ambil filtrat sebanyak 2 ml ke dalam tabung reaksi dengan 3 kali
ulangan.Tambahkan asam kromatofat sebanyak 5 ml pada masing-masing tabung
reaksi. Panaskan selama 20 menit lalu dinginkan. Ukur absorbansinya dengan
spektrofotometer dengan panjang gelombang 520 nm. Perhitungan : nilai
absorbansi dari ujim enggunakan spektrofotometer visible akan dibandingkan
dengan larutan standar pada tiap konsentrasi yangberbeda pada masing-masing
tabung reaksi dengan metode regresi linear.

NOTE : Anjuran untuk praktikan yang ingin cerdas, maka semua metode yang
dipaparkan tersebut tidak seluruhnya ada dalam diktat petunjuk praktikum ini,
praktikan harus mencari cara yang benar dan lengkap dalam pustaka & jurnal.
Metode ini tidak diberikan secara detail tetapi anda dapat mencari dan
menghitung sendiri.

x
x
x
v
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Day, A.R., Underwood, L.A., 2002, Analisis Farmasi Kuantitatif, Edisi VI, Erlangga, Jakarta.
Fessenden, J.R., Fessenden, S.J., 2010, Dasar-dasar Kimia Organik, Edisi I, Binarupa
Aksara Publisher, Tangerang.
Gandjar, I.G., Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Hastuti, Sri, 2010, Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Formaldehid Pada Ikan Asin di Madura,
AGROINTEK, Vol 4 (2): 132-137, Bangkalan.
Henderson, 2006, Introduction to Analytical Chemistry, Spring, Toronto.
I.M, Siaka, 2009, Analisis Bahan Pengawet Benzoat Pada Saos Tomat yang Beredar di
Wilayah Kota Denpasar, Jurnal Kimia 3 (2): 87-92, Denpasar.
Iqbal, A., Faizah, H.M.V., 2009, Determination of Benzoic Acid and Salicylic Acid In
Commercial Benzoic and Salicylic Acids Ointments by Spectrometric Method,
Pakistan Journal of Pharmaceutical Sciences, Vol. 22 Issue 1, p18, Pakistan.

x
x
x
v
i

Anda mungkin juga menyukai