Anda di halaman 1dari 105

A.

KASUS
Identitas pasien :
Nama : Ny.R
Umur : 59 th
BB : 61 kg
TB : 160 cm
Alamat : Cirebon
Pekerjaan : IRT
Agama : islam
Tanggal masuk : 7 maret 2019
Keluhan utama : nyeri dada
Keluhan tambahan : mual
RPS : nyeri dada selama 3 hari, hilang timbul, namun 4 jam
sebelum masuk RS, nyeri tidak menghilang dan menetap
seperti di tekan benda berat, mual, keluar keringat dingin
serta jantung berdebar – debar.
Riwayat pengobatan : Concor 5 mg, ISDN 5 mg, Clopidogrel, Bisoprolol
RPD : hipertensi, diabetes melitus, jantung dan lambung
RPK : hipertensi, diabetes melitus, jantung
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : komposmentis

TTV 5/9/19 6/9/19 7/9/19 10/9/19


TD 120/80 110/80 110/70 120/80
Nadi 80 80 100 100
Pernapasan 26 29 24 26
Suhu 36,1 36 36,1 36,4

1
Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium darah

Pemeriksaan 7/3/19 8/3/19 9/3/19 10/3/19 Nilai


rujukan
Gula darah 211 70-140
sewaktu mg/dl
Gula darah 124 75-115
puasa mg/dl
Gula darah 303 168 <140
2 JPP mg/dl
Hemoglobin 9,5 <12-18
g/dl
Leukosit 6780 4500-
13000 /uL
Trombosis 445 150-400
10^3/uL
Hematokrit 26,2 37-54 %
Limfosit 40,7 20-40%
Kreatinin 1,33 0,45-0,75
mg/dl

Diagnosa

Diagnosa utama : angina pectoris

Diagnosa tambahan : hiperglikemi, hipertensi, Anemia

2
Terapi

Terapi Dosis 7/3/19 8/3/19 9/3/19 10/3/19


(IGD)
NaCL 20tpm V V V V
Omeprazol 1x1 V V V V
ISDN 5mg 3x1 V V
Pantoprazole 2x1 V V V V
Metformin 500 3x1 V V V V
Bisoprolol 2,5 1x1 V V V V
Clopidogrel 1x1 V V V V
Acetosal 1x1 V V V
Lansoprazol 0-0-1 V V V
Sucralfate 3x1 C V V V V
Novorapid 3x4 ui V V V V
Arixtra 1x2,5 V V

3
B. Dasar Teori
1. Patofisiologi
a. Angina Pectoris
Yang paling sering disebabkan oleh menyempitnya arteri koroner yang
disebabkan oleh trombus yang terdapat pada plak ateroskelotik yang
terganggu dan biasanya nonoklusif. Mikroemboli dari agregat trombosit
dan komponen-komponen dari plak yang terganggu tersebut diyakini
bertanggung jawab terhadap keluarnya markers miokard pada pasien-
pasien NSTEMI. Trombus/plak oklusif juga dapat menyebabkan
sindroma ini namun dengan suplai darah dari pembuluh darah kolateral.
Patofisiologi molekuler dan seluler paling sering yang menyebabkan
plak aterosklerotik terganggu adalah inflamasi arterial yang disebabkan
oleh proses non infeksi (mis, lipid teroksidasi), dapat pula oleh stimulus
proses infeksi yang menyebabkan ekspansi dan destabilisasi plak, ruptur
atau erosi, dan trombogenesis. Makrofag yang teraktivasi dan limfosit T
yang berada pada plak meningkatkan ekspresi enzim-enzim seperti
metalloproteinase yang menyebabkan penipisan dan disrupsi plak yang
dapat menyebabkan NSTEMI.1
Penyebab lain yang juga sering adalah obstruksi dinamis, yang dapat
dipicu oleh spasme fokal terus menerus dari segmen arteri koroner
epicardial (Prinzmetal’s angina). Spasme lokal ini disebabkan oleh
hiperkontraktilitas otot polos vaskular dan atau disfungsi endotel.
Spasme pembuluh darah besar dapat terjadi pada puncak obstruksi atau
plak, yang mengakibatkan angina yang berasal dari campuran kondisi
tersebut atau NSTEMI/UA. Obstruksi koroner dinamik dapat pula
disebabkan oleh disfungsi mikrovaskular difus, sebagai contoh akibat
disfungsi endotel atau konstriksi abnormal dari pembuluh darah kecil
intramural.1

4
Penyempitan pembuluh darah tanpa spasme atau trombus. Kondisi ini
terjadi pada pasien dengan atherosklerosis progresif atau akibat
restenosis setelah percutaneous coronary intervention (PCI).1
Diseksi arteri koroner (dapat terjadi sebagai penyebab SKA pada wanita-
wanita peripartum). UA sekunder, yang kondisi pencetus nya terdapat
diluar arteri koroner. Pasien dengan UA sekunder biasanya, namun tidak
selalu, memiliki penyempitan atherosklerotik koroner yang membatasi
perfusi miokard dan sering memiliki angina kronik stabil. UA sekunder
dapat dipresipitasi oleh kondisi-kondisi seperti peningkatan kebutuhan
oksigen miokard (demam, takikardia, tirotoksikosis), penurunan aliran
darah koroner (hipotensi) atau penurunan pasokan oksigen miokard
(anemia atau hipoksemia). 1

Tatalaksana

1) Tirah baring (Kelas I-C).


2) Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2 arteri
<95% atau yang mengalami distres respirasi (Kelas I-C)
3) Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam
pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri (Kelas IIa-C)
4) Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak diketahui
intoleransinya terhadap aspirin (Kelas I-A). Aspirin tidak bersalut lebih terpilih
mengingat absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang lebih cepat (Kelas I-C)
5) Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)
a. Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan dengan
dosis pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien STEMI yang
direncanakan untuk reperfusi menggunakan agen fibrinolitik (Kelas I-B)
atau
b. Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 75 mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk terapi

5
reperfusi menggunakan agen fibrinolitik, penghambat reseptor ADP
yang dianjurkan adalah clopidogrel) (Kelas I-C).
6) Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada yang
masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat (Kelas I-C). Jika nyeri dada
tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap lima menit sampai
maksimal tiga kali. Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien yang tidak
responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual (kelas I-C). dalam keadaan
tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN) dapat dipakai sebagai pengganti
7) Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi pasien
yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual (kelas IIa-B).4

6
b. Hipertensi
Aktivitas kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks
adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan
penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler,
aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara
mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan
diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler
yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.

Gambar 2: Patofisiologi hipertensi7

7
Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem sirkulasi
dilakukan oleh aksi memompa dari jantung (cardiacoutput/CO) dan dukungan dari
arteri (peripheral resistance/PR).Fungsi kerja masing-masing penentu tekanan darah
ini dipengaruhi oleh interaksi dari berbagai faktor yang kompleks.Hipertensi
sesungguhnya merupakan abnormalitas dari faktor-faktor tersebut, yang ditandai
dengan peningkatan curah jantung dan / atau ketahanan periferal.Selengkapnya dapat
dilihat pada bagan.

Faktor yang mempengaruhi tekanan darah7

8
Tatalaksana

Core drug treatment strategy for uncomplicated hypertension.7

9
Drug treatment strategy for hypertension and coronary artery disease.7

10
Drug treatment strategy for hypertension and chronic kidney disease.7

11
Management of Hypertension in Patients with Chronic Kidney Disease.8

12
Nama golongan obat hipertensi.8

13
Nama golongan obat hipertensi.8

14
Nama golongan obat hipertensi.8

15
Nama golongan obat hipertensi.8

16
Tatalaksana Hipertensi
1. Captropril. Obat ini diminum dengan dosis 12,5 mg dengan frekuensi dua
sampai tiga kali sehari secara oral.
2. Bisoprolol dosis 2,5 mg dengan frekuensi satu kali sehari.

17
c. Hiperglikemi

Hiperglikemia dapat disebabkan defisiensi insulin yang dapat


disebabkan oleh proses autoimun, kerja pancreas yang berlebih, dan herediter.
Insulin yang menurun mengakibatkan glukosa sedikit yang masuk ke dalam
sel. Hal itu bisa menyebabkan lemas dengan kadar glukosa dalam darah
meningkat. Kompensasi tubuh dengan meningkatkan glucagon sehingga
terjadi proses glukoneogenesis. Selain itu tubuh akan menurunkan
penggunaan glukosa oleh otot, lemak dan hati serta peningkatan produksi
glukosa oleh hati dengan pemecahan lemak terhadap kelaparan sel. Dengan
menurunnya insulin dalam darah asupan nutrisi akan meningkat sebagai
akibat kelaparan sel. Menurunnya glukosa intrasel menyebabkan sel mudah
terinfeksi. Gula darah yang tinggi dapat menyebabkan penimbunan glukosa
pada dinding pembuluh darah yang membentuk plak sehingga pembuluh
darah menjadi keras (arterosklerosis) dan bila plak itu terlepas dan akan
menyebabkan terjadinya thrombus.11

Hiperglikemi atau Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh


kurangnya sekresi insulin, namun karena sel sel sasaran insulin gagal atau
tidak mampu merespon insulin secara normal.Keadaan ini lazim disebut
sebagai “resistensi insulin”.Resistensi insulinbanyak terjadi akibat dari
obesitas dan kurang nya aktivitas fisik serta penuaan.Pada penderita diabetes
melitus tipe 2 dapat juga terjadi produksi glukosa hepatik yang berlebihan
namun tidak terjadi pengrusakan sel-sel B langerhans secara autoimun seperti
diabetes melitus tipe 2. Defisiensi fungsi insulin pada penderita diabetes
melitus tipe 2 hanya bersifat relatif dan tidak absolut.Pada awal
perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel B menunjukan gangguan pada
sekresi insulin fase pertama,artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi
resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik,pada perkembangan
selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel B pankreas. Kerusakan sel-sel B
pankreas akan terjadi secara progresif seringkali akan menyebabkan defisiensi

18
insulin,sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen. Pada
penderita diabetes melitus tipe 2 memang umumnya ditemukan kedua faktor
tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin.12

Tatalaksana Hiperglikemia

1) Pemeriksaan HbA1C.
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis berjangka panjang, bila
diabaikan terjadi komplikasi diabetik.Komplikasi tersering yaitu adalah
neuropati, retinopati, coronary heart disease dan nefropati diabetik.
Pengelolaan DM sangat diperlukan, pemeriksaan HbA1C digunakan untuk
menilai status glikemik jangka panjang dan menurunkan komplikasi.
2) Pemeriksaan Kreatinin pada Ginjal.
Tekanan darah pada responden rata-rata masih dalam batas normal. Onset
menderita DM responden rata-rata 5 tahun, dimana hal ini akan berpengaruh
pada proses perjalanan penyakit. Komplikasi Nefropati diabetika biasanya
mulai terjadi pada tahun kelima, walaupun klinisnya belum khas.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan sebagai marker prognostik
berguna dan prediktor kerusakan ginjal pada pasien diabetes adalah ureum
kreatinin dan klirens kreatinin. Hiperglikemi menyebabkan gangguan
terhadap permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang menyebabkan
peningkatan ekskresi albumin dalam filtrat glomerulus.
3) Metformin dosis : oral 500 mg sehari 2x dan sehari 3x.

19
d. Anemia

Anemia15

20
Mekanisme anemia15

21
Mekanisme anemia4

22
Anemia16

23
Pasien GGK biasanya mengalami anemia. Penyebab utamanya adalah defisiensi
produksi eritropoietin (EPO) yang dapat meningkatkan risiko kematian, uremia
penghambat eritropoiesis, pemendekan umur eritrosit, gangguan homeostasis zat besi.
Antagonis EPO yaitu sitokin proinflamasi bekerja denganmenghambat sel-sel
progenitor eritroid dan menghambat metabolisme besi. Resistensi EPO disebabkan
oleh peradangan maupun neocytolysis. Beberapa mekanisme patofisiologi mendasari
kondisi ini, termasuk terbatasnya ketersediaan besi untuk eritropoiesis, gangguan
proliferasi sel prekursor eritroid, penurunan EPO dan reseptor EPO, dan
terganggunya sinyal transduksi EPO. Penyebab lain anemia pada pasien GGK adalah
infeksi dan defisiensi besi mutlak. Kehilangan darah adalah penyebab umum dari
anemia pada GGK. Hemolisis, kekurangan vitamin B12 atau asam folat,
hiperparatiroidisme, hemoglobinopati dan keganasan,terapi angiotensin-converting-
enzyme (ACE) inhibitor yang kompleks dapat menekan eritropoiesis. Pasien GGK
mengalami defisiensi zat besi yang ditunjukkan dengan ketidakseimbangan pelepasan
zat besi dari penyimpanannya sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk
eritropoiesis yang sering disebut juga reticuloendothelial cell iron blockade.
Reticuloendothelial cell iron blockade dangan ganguan keseimbangan absorbsi zat
besi dapat disebabkan oleh kelebihan hepsidin. Hepsidin merupakan hormon utama
untuk meningkatkan homeostasis sistemik zat besi yang diproduksi di liver dan
disekresi ke sirkulasi darah. Hepsidin mengikat dan menyebabkan pembongkaran
ferroportin pada enterosit duodenum, retikuloendotelial makrofag, dan hepatosit
untuk menghambat zat besi yang masuk ke dalam plasma. Peningkatan kadar
hepsidin pada pasien GGK dapat menyebabkan defisiensizat besi dan anemia.15

24
Tatalaksana

1. Pemeriksaan Haemoglobin
2. Iron
3. Vitamin B12. Dosis obat secara parenteral 1000 mcg IM/SC perhari untuk 7
hari, kemudian mingguan selama 1 bulan
4. Transfusi Darah
Secara umum, tidak direkomendasikan untuk melakukan transfuse
profilaksis dan ambang batas untuk melakukan transfuse darah kadar
haemoglobin dibawah 7,0 atau 8,0/dL, kecuali untuk pasien dengan
penyakit kritis, melaporkan bahwa tidak ada perbedaan laju mortalitas 30
hari pada kelompok yang ditransfusi dengan batas kadar Hb dibawah 10,0
g/dL.

25
2. Guideline
a. Angina Pectoris

Algoritma Angina Pectoris2

26
b. Hipertensi

Tatalaksana hipertensi tanpa komplikasi7

Tatalaksana Hipertensi7

27
Tatalaksana dengan ginjal akut7

28
Aloritma penananan hipertensi JNC 822

29
Aloritma penananan hipertensi JNC 822

30
Aloritma penananan hipertensi JNC 822

31
Daftar obat Hipertensi8

32
Daftar obat Hipertensi8

33
Daftar obat Hipertensi8

34
c. Hiperglikemi

Tatalaksana Hiperglikemi11

35
Guiedeline pengelolaan DM11

36
Tatalaksana Hiperglikemia

1) Pemeriksaan HbA1C.
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis berjangka panjang, bila
diabaikan terjadi komplikasi diabetik.Komplikasi tersering yaitu adalah
neuropati, retinopati, coronary heart disease dan nefropati diabetik.
Pengelolaan DM sangat diperlukan, pemeriksaan HbA1C digunakan untuk
menilai status glikemik jangka panjang dan menurunkan komplikasi.
2) Pemeriksaan Kreatinin pada Ginjal.
Tekanan darah pada responden rata-rata masih dalam batas normal. Onset
menderita DM responden rata-rata 5 tahun, dimana hal ini akan berpengaruh
pada proses perjalanan penyakit. Komplikasi Nefropati diabetika biasanya
mulai terjadi pada tahun kelima, walaupun klinisnya belum khas.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan sebagai marker prognostik
berguna dan prediktor kerusakan ginjal pada pasien diabetes adalah ureum
kreatinin dan klirens kreatinin. Hiperglikemi menyebabkan gangguan
terhadap permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang menyebabkan
peningkatan ekskresi albumin dalam filtrat glomerulus.
3) Metformin dosis : oral 500 mg sehari 2x dan sehari 3x.

37
d. Anemia

Guideline anemia15

38
Penatalaksanaan Anemia18

39
Obat Anemia15

Obat Anemia15

40
Tatalaksana Anemia

1. Pemeriksaan Haemoglobin
2. Iron
3. Vitamin B12. Dosis obat secara parenteral 1000 mcg IM/SC perhari untuk 7
hari, kemudian mingguan selama 1 bulan
4. Transfusi Darah
Secara umum, tidak direkomendasikan untuk melakukan transfuse
profilaksis dan ambang batas untuk melakukan transfuse darah kadar
haemoglobin dibawah 7,0 atau 8,0/dL, kecuali untuk pasien dengan
penyakit kritis, melaporkan bahwa tidak ada perbedaan laju mortalitas 30
hari pada kelompok yang ditransfusi dengan batas kadar Hb dibawah 10,0
g/dL.

41
C. Penatalaksanaan Kasus dan Pembahasan

SUBJECTIVE OBJECTIVE ASSESMENT PLAN

Ny. R Nadi : 80-100x/m Angina Pectoris Oksigen 2-5LPM


Umur 59 th RR : 24-29x/menit
Nyeri dada Suhu : 36,0-36,40C Aspirin dosis
Keringat Dingin loading 150-300
Jantung berdebar mg

Riwayat penyakit Clopidogrel


jantung 600 mg PO
Riwayat tekanan
darah tinggi Nitrogliserin
0,3-0,6 mg SL
selama 5 menit

Morfin 1-5 mg
intravena
(Digunakan jika
pemberian
nitrogliserin tidak
membaik)
Riwayat tekanan TD : 110-120/70- Hipertensi Captropil 12,5 mg
darah tinggi 80mmHg
Bisoprolol
2,5-5 mg PO 2x1

42
BB 61 kg GDS : 211 Hiperglikemi Metformin
Riwayat penyakit GDP : 124 500 mg PO 1x1
gula GD2JPP : 168-303 Sampai 12 hari

Periksa HbA1C

Periksa Kreatinin
Hb 9,5 Anemia Iron 8ml/hari 1x1
Kreatinin 133
Vitamin B 12
30mcg IM 1X1
untuk 5-10 hari

Transfusi darah

43
Pembahasan Terapi yang Diberikan

A. Angina Pectoris
Pembahasan Pembeerian Terapi sebagai berikut :
1. Tirah baring (Kelas I-C).
2. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2
arteri <95% atau yang mengalami distres respirasi (Kelas I-C)
3. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam
pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri (Kelas IIa-C)
4. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak diketahui
intoleransinya terhadap aspirin (Kelas I-A). Aspirin tidak bersalut lebih
terpilih mengingat absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang lebih cepat
(Kelas I-C)
5. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)
b. Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan
dengan dosis pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien STEMI
yang direncanakan untuk reperfusi menggunakan agen fibrinolitik
(Kelas I-B) atau
c. Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 75 mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk terapi
reperfusi menggunakan agen fibrinolitik, penghambat reseptor ADP
yang dianjurkan adalah clopidogrel) (Kelas I-C).
6. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada
yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat (Kelas I-C). Jika
nyeri dada tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap lima
menit sampai maksimal tiga kali. Nitrogliserin intravena diberikan pada
pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual (kelas I-
C). dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN) dapat
dipakai sebagai pengganti

44
7. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi pasien
yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual (kelas IIa-B).4
Tatalaksana Angina Pectoris2

Kelas I Bukti dan/atau kesepakatan bersama bahwa pengobatan tersebut


bermanfaat dan efektif.
Kelas II Bukti dan/atau pendapat yang berbeda tentang manfaat pengobatan
tersebut.
Kelas IIa Bukti dan pendapat lebih mengarah kepada manfaat atau kegunaan,
sehingga beralasan untuk dilakukan.
Kelas IIb Manfaat atau efektivitas kurang didukung oleh bukti atau pendapat,
namun dapat dipertimbangkan untuk dilakukan.
Kelas III Bukti atau kesepakatan bersama bahwa pengobatan tersebut
tidak berguna atau tidak efektif, bahkan pada beberapa kasus
kemungkinan membahayakan.
Tingkat Bukti A Data berasal dari beberapa penelitian klinik acak berganda atau
metaanalisis
Tingkat Bukti B Data berasal dari satu penelitian acak berganda atau beberapa penelitian
tidak acak
Tingkat Bukti C Data berasal dari konsensus opini para ahli dan/atau penelitian kecil,
studi retrospektif, atau registri

Tatalaksana Angina Pectoris2

45
Penatalakanaan Angina
1) Oksigen
Ketika ada pasien datang dengan chest pain et. Causa SKA di
IGD maka harus segera melakukan assessment dan pemeriksaan SaO2.
Berdasarkan hasil assessment jika pasien tidak terdapat tanda-tanda
hipoksia atau distress pernafasan, syok dan heart failure dan
SaO2≥94% maka tidak perlu diberikan terapi O2, apabila pasien
terdapat salah satu atau ketiga tanda tersebut dan SaO2 ≤94% maka
terapi oksigen dapat diberikan dengan nasal cannul 4-6 L/menit atau
simple mask mulai 6- 10 L/menit.
Jika pasien dalam kondisi gawat darurat dengan airway paten,
pernafasan spontan dengan kedalaman ventilasi yang adekuat dan
membutuhkan oksigen dalam konsentrasi tinggi maka dapat diberikan
dengan non-rebreathing mask.Dilakukan observasi ulang 15-60 menit
kemudian, apabila SaO2<94% dan masih terdapat masalah oksigenasi
maka naikkan pemberian oksigen sampai respon pasien membaik,
tidak ada masalah oksigenasi dan SaO2 >94%.5

46
2) Aspirin
a. Mekanisme kerja
Menghambat sintesis prostaglandin oleh cyclooxygenase;
menghambat Agregasi trombosit; memiliki aktivitas antipiretik dan
analgesic.3
b. Hubungan umur pasien dengan obat
Hubungan antara umur dengan obat yang diberikan yaitu di usia
59 tahun maka pembuluh darah di dalam pasien ini akan mengalami
penurunan fungsinya, sehingga diberikan aspirin agar perubahan
fungsi pembuluh darah tidak terlalu mengalami penurunan yang
sangat signifikan.
c. Hubungan pengobatan dengan data klinik dan laboratorium
Dari keluhan utama pasien mengalami nyeri dada seperti
tertekan yang sudah di rasakan 3 hari.Pasien juga memiliki riwayat
hipertensi dan riwayat jantung.Pada pemeriksaan tanda-tanda vital
dari tanggal 5-9-2018 sampai tanggal 10-9-2018 di dapatkan rata-
rata pernafasan 26 X/menit. Pemberian aspirin berguna untuk
antiplatelet untuk mencegah pembekuan darah dan menghambat
thrombus, dan juga dapat menghambat hipotensi ACE inhibitor
pada hipertensi.
d. Hubungan pengobatan dengan riwayat penyakit dan pengobatan
Hubungan antara pengobatan dengan riwayat pasien yaitu pasien
memiliki penyakit hipertensi, diabetes mellitus, serta jantung
memungkinkan penyakit tersebut akan mempengaruhi volume
darah dan mengalami perubahan struktur dan fungsi dalam tubuh
pasien tersebut. Diberikannya aspirin agar volume darah serta
perubahan struktur dan fungsinya tidak bertambah banyak.
e. Interaksi obat-obat, obat-makanan dan obat-jamu
Tidak ada interaksi dengan pengobatan yang lainnya.

47
f. Aturan pemakaian obat
Aturan pemakaiannya dengan dosis loading 150-300mg. Dosis
pemeliharaan 75-100 mg. Tablet 80 mg, tablet 100 mg.

Jenis dan terapi untuk angina4


g. Efek terapetik atau indikasi obat
Dosis rendah danpenggunaanjangkapanjang obat ini
digunakanuntuk membantu mencegahseranganjantung, stroke, dan
sebagai antiplatelet (menghambat pembekuan darah) pada orang
yang berisiko tinggi terjadinya pembekuan darah.
Aspirin (acetosal) bisa diberikan segera setelah
seranganjantunguntuk mencegahpembekuan dan
mengurangirisikoserangan jantung atau kematian jaringan jantung.
h. Efek samping obat
- nausea,
- vomitus, dan tinnitus (karenasalisilismus).
- nyeri abdominal
- hematemesis.
i. ADME
 Absorpsi
Diabsorbsi dari saluran pencernaan dan segera dihidrolisis
menjadi asam salisilat, dengan kadar puncak asam salisilat dalam
plasma tercapai dalam 1-2 jam.
 Distribusi
Di dalam sirkulasi, banyak terikat dengan protein plasma,
terutama albumin, dapat didistribusikan ke hampir seluruh cairan
tubuh dan jaringan.

48
 Metabolisme
Aspirin dihidrolisis menjadi asam salisilat di dalam sistem
gastrointestinal dan sirkulasi darah (dengan waktu paruh aspirin
15 menit), semakin tinggi dosisnya maka semakin lama waktu
paruhnya.
 Ekskresi
Asam salisilat diekskresikan kedalam urin melalui proses
filtrasi diglomerulus didalam ginjal.3

49
3) Clopidogrel
a. Mekanisme kerja
Clopidogrel secara kompetitif dan ireversibel menghambat
adenosine diphospate (ADP) P2Y12 reseptor.Adenosine
diphosphate yang berikatan dengan PY1 reseptor menginduksi
perubahan ukuran platelet dan kelemahan serta agregasi platelet
yang sementara.Tidak seperti aspirin obat ini tidak memiliki efek
terhadap metabolisme prostaglandin.

Mekanisme kerja obat clopidogrel.6


b. Hubungan umur pasien dengan obat
Hubungan antara umur dengan obat yang diberikan yaitu di usia
59 tahun maka pembuluh darah di dalam pasien ini akan mengalami
gangguan, sehingga diberikan clopidogrel agar menghambat dari
proses ADPnya.
c. Hubungan pengobatan dengan data klinik dan laboratorium
Berdasarkan data klinik pada riwayat penyakit dahulu pasien
memiliki riwayat tekanan darah tinggi serta adanya riwayat diabetes
melitus.Jika ditinjau dari patomekanismenya diabetes mellitus dapat

50
menyebabkan terjadinya aterosklerosis, aterosklerosis merupakan
pengumpulan lemak di pembuluh darah sehingga diperlukan
clopidogrel agar plak-plak di tunika intima pembuluh darah pasien
ruptur.
d. Hubungan pengobatan dengan riwayat penyakit dan pengobatan
Hubungan antara pengobatan dengan riwayat pasien yaitu pasien
memiliki penyakit Hipertensi, Diabetes mellitus, serta jantung
memungkinkan penyakit tersebut akan mempengaruhi volume
darah dan mengalami perubahan struktur dan fungsi dalam tubuh
pasien tersebut. Diberikannya clopidogrel agar menghambat proses
ADP dan ukuran plateletnya. Serta ada riwayat penggunaan obat
sebelumnya.Pasien mempunyai riwayat pengobatan clopidogrel,
dan bisoprolol 2,5 mg.
e. Interaksi obat-obat, obat-makanan dan obat-jamu
Tiklopidin, clopidogrel, absiksimab, tirofiban: peningkatan
bahaya pendarahan pada kombinasi dengan antikoagulan lain.
Perpanjangan efek karena obat tidur dan penenang (tiklopidin).
Kenaikan resiko tukak GIT pada kombinasi dengan antirematik
nonsteroid (clopidogrel)
f. Aturan pemakaian obat
Pemberian dosis loading clopidogrel 600 mg (atau dosis loading
300mg diikuti dosis tambahan 300 mg direkomendasikan untuk
pasien yang dijadwalkan menerima strategi invasif ketika tidak bisa
mendapatkan ticagrelor.4
g. Efek terapetik atau indikasi obat
Mencegah kejadian aterotrombosis pada pasien yang menderita
infark miokard, stroke iskemik, atau penyakit arteri perifer.Sindrom
coroner akut (STEMI, NSTEMI, angina pectoris tidak stabil).

51
Perhatian, hati-hati digunakan pada pasien dengan resiko
terjadinya pendarahan seperti pada keadaan trauma, pembedahan
atau keadaan patologi lainnya.
h. Efek samping obat
Perdarahan GIT, perdarahan hidung, hematom, perubahan
gambaran darah, keluhan GIT.
i. ADME
 Absorpsi
Onset dalam 2 jam, waktu serum puncak dalam 0,75 jam,
konsentrasi plasma puncak adalah 3 mg/L
 Distribusi
Protein terikat: 98%
 Metabolisme
Dimetabolisme di hati oleh enzim hati CYP450 (in vitro oleh
CYP3A4, CYP2C19) untuk menghasilkan metabolit aktif dan
juga oleh esterase untuk menghasilkan metabolit tidak aktif
Metabolit, aktivasi lebih lanjut dari metabolit tiol diperlukan
melalui hidrolisis melalui paraoxonase-1 (PON-1), variasi alel
PON-1 dapat menghambat aktivasi dan meningkatkan risiko
trombosis stent.
 Ekskresi
Waktu paruh adalah 6 jam (obat dewasa); 30 mnt (metabolit
aktif).Ekskresi melalui urin (50%), feses (46%).

52
4) Nitrogliserin
a. Mekanisme kerja
Secara in vivo nitrat organik merupakan prodrug yaitu menjadi
aktif setelah dimetabolisme dan mengeluarkan nitrogen monoksida.
Biotransformasi nitrat organik yang berlangsung intra seluler ini
agaknya dipengaruhi oleh adanyaa reduktase ekstrasel dan reduced
tiol (glutation) intrasel. NO akan membentuk kompleks
nitrosoheme dengan guanilat siklase dan menstimulasi enzim ini
hingga kadar cGMP meningkat. Selanjutnya cGMP akan
menyebabkan defosforilasi miosin, sehingga terjadi relaksasi otot
polos.
Efek vasodilatasi pertama ini bersifat non-endohtelium
dependent.Mekanisme kedua nitrat organik adalah bersifat
endhotelium dependen, dimana akibat pemberian obat ini akan
dilepaskan prostasiklin (PGI2) dari endotel yang bersifat
vasodilator. Pada keadaan dimana endotelium mengalami kerusakan
seperti arterosklerosis dan iskemia, efek ini hilang.4
b. Hubungan umur pasien dengan obat
Penggunaan obat yang sublingual dapat terjadi dengan mudah
karena usia pasien yang sudah mengerti tentang aturan pemakain
obat.
c. Hubungan pengobatan dengan data klinik dan laboratorium
Nitroglirserin berfungsi untuk mem-vasodilatasi pembuluh darah
dan menurunkan preload sehingga pada pasien hipertensi dapat
menurunkan tekanan darah. Aliran darah vena kembali ke jantung
berkurang, menurunkan preload dan afterload sehingga beban kerja
miokardium dan kebutuhan oksigen miokard menurun dan efeknya
adalah mengurangi nyeri dada.
d. Hubungan pengobatan dengan riwayat penyakit dan pengobatan

53
Ada riwayat penyakit jantung serta adaya penggunaan obat
sebelumnya yaitu ISDN 5 mg.
e. Interaksi obat-obat, obat-makanan dan obat-jamu
Kombinasi nitrat organik dan beta bloker dapat meningkatkaan
efektivitas terapi pada angina stabil kronik.
f. Aturan pemakaian obat
Sublingual: (sediaan sublingual memiliki lama kerja 10-30
menit) dan untuk seragan angina diberikan 1 tablet sublingual
(nitrat 0,5mg) diletakan dibawah lidah dan dibiarkan hingga larut
secara perlahan.

Sediaan Nitrat Organik


g. Efek terapetik atau indikasi obat
Nitrat organik digunakan untuk pengobatan berbagai jenis angina
pektoris.Walaupun data yang ada tidak menyebutkan bahwa nitrat
organik dapat menurunkan mortalitas dari infark miokard tetapi
obat ini digunakan secara luas untuk angina.2

54
h. Efek samping obat
Efek samping nitrat organik umumnya berhubungan engan efek
vasodilatasinya.Pada awal terapi sering ditemukan adanya sakit
kepala, atau flushing karena dilatasi arteri serebral.Sakit kepala
dapat berkurang biasanya setelah beberapa kali pemakaian atau
pengurangan dosis obat.Ketergantungan nitrat juga dapat terjadi,
oleh karena itu pengehentian obat harus dilakukan secara bertahap.
i. ADME
 Absorpsi
Nitrogliserin sangat mudah larut dan mudah diangkut melalui
membran. Oleh karena itu, nitrogliserin benar-benar diserap oleh
mukosa usus tetapi mengalami efek first pass hepatic(penyerapan
cepat dan metabolisme agen menjadi senyawa yang tidak aktif
oleh hati) yang massif.
 Distribusi
Memiliki volume distribusi yang besar, karena banyak
berikatan dengan protein plasma.
 Metabolisme
Metabolisme yang cepat dihati dan jaringan lain sehingga
waktu paruhnya hanya 1-4 menit.Enzim reduktase dihati paling
penting dalam metabolisme nitrogliserin menjadi gliserol di- dan
mononitrat, akhirnya menjadi gliserol dan nitrat organik.
 Ekskresi
Nitrogliserin diekskresikan bersama urin melalui ginjal.

55
5) Morfin
a. Mekanisme kerja
Efek analgesik yang ditimbulkan oleh opioid terutama ketika
terjadi sebagai akibat kerja opioid pada reseptor (u).Reseptor delta
dan (k) dapat juga ikut berperan dalam menimbulkan analgesia
terutama pada tingkat spinal. Opioid menimbulkan analgeia dengan
cara berikatan dengan reseptor opioid yang terutama didapatkan di
SSP dan medula spinalis yang berperan pada transmisi nyeri dan
modulasi nyeri.
Agonis opioid melalui reseptor u,k dan delta pada ujung
prasinaps aferen primer nosiseptif mengurangi pelepasan transmiter
dan selanjutnya menghambat saraf yang mentransmisi nyeri di
kornu dorsalis medula spinalis.
b. Hubungan umur pasien dengan obat
Orang lanjut usia dapat lebih peka terhadap efek morfin,
sehingga morfin dinilai efektif untuk pereda nyeri pada infark
miokard dengan pasien usia lanjut.
c. Hubungan pengobatan dengan data klinik dan laboratorium
Dari data klinik yang dapat dilihat terdapat pada riwayat
penyakit sekarang keluhan pasien nyeri dada yang tidak menghilang
dan menetap.Kemudian dari data laboraturium yang kita dapatkan
bahwa Hb pasien rendah (anemia) sehingga manifestasi kliniknya
adalah nyeri dada.Morfin bermanfaat untuk meredakan atau
menghilangkan nyeri dada yang menetap tersebut.
d. Hubungan pengobatan dengan riwayat penyakit dan pengobatan
Pada rekam medik pasien memiliki riwayat penyakit sekarang
yaitu nyeri dada yang tidak hilang dan menetap, dan juga riwayat
penyakit dahulu ada riwayat penyakit jantung.Sehingga kita
memerlukan obat morfin yang memiliki indikasi untuk meredakan
atau menghilangkan nyeri yang hebat pada angina pektoris.

56
e. Interaksi obat-obat, obat-makanan dan obat-jamu
Efek depresi SSP beberapa opioid dapat diperhebat dan
diperpanjang oleh fenotiazin, yaitu penghambat monoamin oksidase
dan antidepresi trisiklik.
f. Aturan pemakaian obat
Morfin atau opiod hanya digunakan ketika pasien sedang
menderita nyeri, karena kemungkinan untuk terjadinya
ketergantungan fisik dapat terjadi jika kita tidak membatasi
penggunaan dari morfin.
g. Efek terapetik atau indikasi obat
Morfin atau opioid lain terutama didindikasikan untuk
meredakan atau menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati
dengan analgesik non opioid.Lebih hebat nyerinya makin besar
dosis yang diperlukan.Untunglah pada nyeri hebat depresi napas
oleh morfin jarang terjadi, sebab nyeri merupakan antidotum
fisiologik bagi efek depresi morfin.
Morfin sering di indikasikan untuk nyeri infark miokard,
neoplasma, kolik renal atau kolik empedu, oklusio akut pembuluh
darah perifer.
h. Efek samping obat
Pasien akan tidur, sopor atau koma jika intoksikasi cukup berat.
Frekuensi napas lambat, dan pernapasan mungkin berupa chyne
stokes. Pasien sianotik, kulit muka merah tidak merata dan agak
kebiruan.Suhu badan rendah, kulit terasa dingin, tonus otot rangka
rendah.
i. ADME
 Absorpsi
Bioavaibilitas 20–40%, onset intravena 5–10 menit, peroral
sekitar 8 jam (lepas lambat). Durasi peroral 8–24 jam (lepas
lambat),

57
 Distribusi
Ikatan dengan protein 30–40%, distribusi volume (volume
distribution/Vd) 3–4 L/kgBB (lepas lambat), 1–4,7 L/kgBB (IV).
 Metabolisme
Dimetabolisme di herpar (90%).Metabolit Morphine-6-
glucoronide memiliki efek analgesic tetapi tidak dapat
menumbus sawar darah otak.
 Ekskresi
Plasma clearance 20–30 ml/menit/kgBB.Waktu paruh 2–4
jam; 2 jam (IV). Ekskresi melalui urine (90%), feses (10%).

58
B. Hipertensi
1) Captopril
a. Mekanisme kerja
Inhibitor enzim (ACE) mengkonversi ngiotensin melebarkan
pembuluh darah dengan sederhana menghambat konversi
angiotensin saya angiotensin II (endogen ampuh vasokonstriktor)
dan dengan menghambat metabolisme bradikinin; tindakan ini
mengakibatkan preload dan penurunan afterload jantung ACE
inhibitor juga mempromosikan ekskresi natrium dan air dengan
menghambat sekresi aldosteron diinduksi angiotensin-II; elevasi
kalium juga dapat diamati inhibitor ACE yang juga menimbulkan
efek renoprotective melalui vasodilatasi ginjal arteriol ACE
inhibitor mengurangi jantung dan pembuluh darah renovasi terkait
dengan hipertensi kronis, gagal jantung, dan infark miokard.9
b. Hubungan umur pasien dengan obat
Pasien diberikan dosis dewasa akan tetapi tidak termasuk
pengobatan pengglongan >60 (Menurut JNC 8).
c. Hubungan pengobatan dengan data klinik dan laboratorium
Berdasarkan NICE guideline, salah satu efek samping obat ini
yang seringkali kurang mendapatkan perhatian adalah peningkatkan
serum kreatinin pada penggunaan jangka panjang.Apabila efek
samping ini diketahui lebih awal maka kerusakan ginjal pasien
dapat dicegah. Pada saat pasien mengalami peningkatan serum
kreatinin, obat tersebut dapat langsung dihentikan atau diturunkan
dosisnya sehingga kondisi ginjal pasien akan berangsur membaik
secara perlahan.Setelah kondisi ginjal pasien stabil, maka obat ini
dapat digunakan kembali. Oleh karena itu, pasien yang
menggunakan obat golongan ACEi maupun ARB harus melakukan
pemeriksaan ginjal secara rutin sehingga peningkatan serum
kreatinin dapat dicegah sejak awal.

59
d. Hubungan pengobatan dengan riwayat penyakit dan pengobatan
Pada rekam medik pasein diketahui pasien pernah memliki
riwayat hipertensi dan penyakit jantung koroner.Sedangkan
hipertensi adalah faktor terjadinya infark miokard akut.Sehingga
kita perlu memerlukan obat antihipertensi untuk terapi kasus ini.
e. Interaksi obat-obat, obat-makanan dan obat-jamu
Captopil dapat dikombinasikan dengan obat anti hipertensi
lainnya seperti vasodilator karena beta bloker dapat mengurangi
gejala batuk.
f. Aturan pemakaian obat
Obat ini diminum dengan dosis 12,5 mg dengan frekuensi dua
sampai tiga kali sehari secara oral.8
g. Lama penggunaan obat untuk terapi
Agar didapat hasil tekanan darah yang terkontrol pasien
diharapakn memakai captropril setiap hari..
h. Efek terapetik atau indikasi obat
Hipertensi, gagal jantung, disfungsi ginjal (terutama pada pasien
diabetes, dapat memperlambat progresifitas diabetes atau penurunan
nefropati fungsional ginjal).Catatan terapetik hipotensi dosis
pertama sering terjadi, dan berikan obat sebelum tidur.
i. Efek samping obat
Batuk, hipotensi, pusing, sakit k epala, diare, kram otot.
j. ADME
 Absorpsi
Pemberian captopril secara oral memberikan penyerapan yang
cepat dengan tingkat darah puncak sekitar 1 mg/mL yang
ditemukan 1/2 sampai 1 jam setelah dosis 100 mg. Penyerapan
minimal rata-rata sekitar 75%. Kehadiran makanan di saluran
pencernaan mengurangi penyerapan sebesar 25 sampai 40%.

60
 Distribusi
Terdistribusikan secara cepat ke dalam sebagian besar jaringan
tubuh, kecuali CNS, melewati plasenta dan didistribusikan ke
ASI. Dapat menembus protein plasma binding sekitar 25-30%
(terutama albumin).
 Metabolisme
Metabolisme captopril terjadi di hati sekitar 50% dan
diekskresikan melalui urin (95%) dalam waktu 24 jam.
 Ekskresi
Proses eksresi yang terjadi di ginjal dimana lebih dari 95%
dosis yang di absorbsi dikeluarkan dalam urin dalam waktu 24
jam.

61
2) Bisoprolol
a. Mekanisme kerja
Berbagai mekanisme penurunan tekanan darah akibat pemberian
beta bloker dapat dikaitkan dengan hambatan reseptor beta 1, antara
lain:
a) Penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard
sehingga menurunkan curah jantung
b) Hambatan sekresi renin di sel jukstaglomerular ginjal dengan
akibat penurunan produksi angisotensi II
c) Efek sentral yang mempengaruhi saraf simpatis, perubahan pada
sensivitas baroreseptor, perubahan pada sensitivitas baroresptor,
perubahan aktivitas neuron adrenergik perifer dan biosintesis
prostasiklin.
d) Penurunan tekanan darah oleh bisoprolol yang diberikan per oral
berlangsung lambat. Efek ini mulai terlihat dalam 24 jam sampai
1 minggu setelah terapi dimulai, dan tidak diperbolehkan
penurunan tekanan darah lebih lanjut setelah 2 minggu bila
dosisnya tetap. Obat ini tidak menimbulkan hipotensi ortostatik
dan tidak menimbulkan retensi air dan garam.10
b. Hubungan umur pasien dengan obat
Dilihat dari umur pasien ini maka umur pasien menjadi salah
satu faktor resiko untuk hipertensi.Karena pada umur tersebut
dinding arteri kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku karena
itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui
pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan
naiknya tekanan darah.sehingga diperlukannya obat antihipertensi
untuk menurunkan tekanan darah pasien.
c. Hubungan pegobatan dengan data klinik
Beta bloker dapat menyebabkan efek lelah, rasa dingin di kaki dan
tangan (lebih jarang terjadi pada beta bloker yang memiliki aktivitas

62
simpatomimetik intrinsik), dan gangguan tidur dengan mimpi buruk
(jarang terjadi pada beta bloker yang larut dalam air). Beta bloker
tidak dikontraindikasikan pada pasien diabetes tetapi dapat sedikit
memperburuk toleransi glukosa, juga mengganggu respons metabolik
dan autonomik terhadap hipoglikemia. Beta-bloker yang kardioselektif
mungkin lebih baik, tetapi semua beta-bloker sebaiknya dihindarkan
pada pasien dengan episode hipoglikemia yang sering.
d. Hubungan pengobatan dengan riwayat penyakit dan pengobatan
Pada rekam medik pasein diketahui pasien pernah memliki
riwayat hipertensi dan penyakit jantung koroner.Sedangkan
hipertensi adalah faktor terjadinya infark miokard akut.Sehingga
kita perlu memerlukan obat antihipertensi untuk terapi kasus ini.
e. Interaksi obat-obat, obat-makanan dan obat-jamu
Bisoprolol dapat dikombinasikan dengan obat antihipertensi
lainnya seperti vasodilator karena beta bloker dapat memblok
refleks takikardia dan peningkatan curah jantung akibat vasodilatasi

63
Interaksi obat Bisoprolol dengan obat-obatan lainnya.21

64
Interaksi obat Bisoprolol dengan obat-obatan lainnya.21

f. Aturan pemakaian obat


Obat ini diminum dengan dosis 2,5 mg dengan frekuensi satu
kali sehari
g. Lama penggunaan obat untuk terapi
Agar didapat hasil tekanan darah yang terkontrol pasien
diharapakn memakai bisprolol dalam rentang waktu 6–18 minggu.
h. Efek terapetik atau indikasi obat
Bisprolol adalah obat antihipertensi yang efektif, dan telah
direkomendasikan dalam JNC VI dan JNC VII.Pemberian secara
kronik dapat menurunkan tekanan darah secara perlahan-lahan.
i. Efek samping obat
Bisoprolol dapat menyebabkan brakikardia, blokade AV,
hambatan nodus SA dan menurunkan kekuatan miokard.Oleh
karena itu obat golongan ini dikontra indikasikan pada keadaan

65
brakikardia, blokade AV derajat 2 dan 3, sick sinus syndrome, dan
gagal jantung yang belum stabil.
Blokade reseptor beta‐2 pada bronkhi dapat mengakibatkan
bronkhospasme, bahkan jika digunakan beta‐bloker kardioselektif.
Efek samping lain adalah bradikardia, gangguan kontraktil miokard,
dan tanga‐kaki terasa dingin karena vasokonstriksi akibat blokade
reseptor beta‐2 pada otot polos pembuluh darah perifer.
Kesadaran terhadap gejala hipoglikemia pada beberapa pasien
DM tipe 1 dapat berkurang. Hal ini karena beta‐blocker memblok
sistem saraf simpatis yang bertanggung jawab untuk “memberi
peringatan“ jika terjadi hipoglikemia. Berkurangnya aliran darah
simpatetik juga menyebabkan rasa malas pada pasien.
Mimpi buruk kadang dialami, terutama pada penggunaan beta-
blocker yang larut lipid seperti propanolol. Impotensi juga dapat
terjadi. Beta-blockers non-selektif juga menyebabkan peningkatan
kadar trigilserida serum dan penurunan HDL.21

66
C. Hiperglikemia
1) Pemeriksaan HbA1C
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis berjangka
panjang, bila diabaikan terjadi komplikasi diabetik.Komplikasi
tersering yaitu adalah neuropati, retinopati, coronary heart disease dan
nefropati diabetik.Pengelolaan DM sangat diperlukan, pemeriksaan
HbA1C digunakan untuk menilai status glikemik jangka panjang dan
menurunkan komplikasi.
Adapun kriteria untuk menyatakan pengendalian yang baik untuk
Diabetes Melitus, diantaranya: tidak terdapat atau minimal glukosaria,
tidak terdapat ketonuria, tidak ada ketoasidosis, jarang sekali terjadi
hipoglikemia, glukosa pp normal, dan HbA1C (Glycated
Hemoglobinatau Glycosylated Hemoglobin) normal. Dari keenam
kriteria tersebut, maka hasil pemeriksaan HbA1C merupakan
pemeriksaan tunggal yang sangat akurat dibanding pemeriksaan yang
lain untuk menilai status glikemik jangka panjang dan berguna pada
semua tipe penyandang DM.13

67
2) Pemeriksaan Kreatinin pada Ginjal
Tekanan darah pada responden rata-rata masih dalam batas
normal. Onset menderita DM responden rata-rata 5 tahun, dimana hal
ini akan berpengaruh pada proses perjalanan penyakit. Komplikasi
Nefropati diabetika biasanya mulai terjadi pada tahun kelima,
walaupun klinisnya belum khas.Pemeriksaanlaboratorium yang dapat
digunakan sebagai marker prognostik berguna dan prediktor kerusakan
ginjal pada pasien diabetes adalah ureum kreatinin dan klirens
kreatinin.Hiperglikemi menyebabkan gangguan terhadap permeabilitas
dinding kapiler glomerulus yang menyebabkan peningkatan ekskresi
albumin dalam filtrat glomerulus.
Kadar ureum dan kreatinin pada penelitian ini meningkat dari
nilai rujukan untuk beberapa responden dengan rata-rata masih dalam
rentang nilai normal. Mikroalbuminuria merupakan tanda kardinal
onset penyakit ginjal akibat DM, dan menunjukkan adanya penyakit
vaskular progresif yang menyeluruh.Laju ekskresi albumin (albumin
excretion rate/AER) urin 24 jam yang normal adalah <15 mg
(konsentrasi <20mg/L).Nilai ini sudah diatas 30 mg/g dimana
menunjukkan pada responden sudah terjadi proteinuria sebagai tanda
awal terjadinya nefropati diabetika.Terdapat hubungan positif anatar
ureum dan kreatinin terhadap proteinuria.Hubungan negatif lemah
juga terlihat dari hubungan klirens kreatinin dengan proteinuria.
Protein merupakan suatu petanda adanya kerusakan ginjal,
kadarprotein yang dapat terdeteksi dalam jumlah yang stabil adalah
albumin urin.
Albumin urin adalah terjadinya kehilangan albumin dalam urin
sebesar 30-300 mg/hari.Albumin urin juga dikenal sebagai tahapan
nefropati insipient.Kadar advanced glycation end products (AGEs)
dalam darah akan meningkat dalam perkembangan komplikasi
mikrovaskuler pada renal mesangial cell growth yang terjadiselama

68
nefropati diabetikum. Ikatan AGEs dengan reseptor AGEs (RAGE)
memicu timbulnya reactive oxygen species (ROS) dan aktivasi nuclear
factor kappa-ß (NF-κß) terhadap sel target, endothelium, sel mesangial
dan makrofag dengan respons peningkatan permeabilitas vaskuler,
sehingga terjadi transvascular albumin leakage yang menimbulkan
albuminuria.
Ureum merupakan produk sisa dari metabolism protein yang
secara normal dipindahkan dari darah ke ginjal. Jumlah ureum dalam
darah ditentukan oleh diet protein dan kemampuan ginjal
mengekskresikan urea. Jika ginjal mengalami kerusakan, urea akan
terakumulasi dalam darah. Peningkatan urea plasma menunjukkan
kegagalan ginjal dalam melakukan fungsi filtrasinya. (Lamb et
al,2006) Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil
akhir metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan
yang hampir konstan dan diekskresi dalam urin dengan kecepatan
yang sama. Kreatinin diekskresikan oleh ginjal melalui kombinasi
filtrasi dan sekresi, konsentrasinya relatif konstan dalam plasma dari
hari ke hari, kadar yang lebih besar dari nilai normal mengisyaratkan
adanya gangguan fungsi ginjal.
Klirens kreatinin adalah pengukuran yang baik untuk tes fungsi
ginjal. Salah satu kelemahan adalah bahwa sel tubulus mensekresikan
sejumlah kecil kreatin kedalam filtrat, sehingga angka klirens sekitar
10% lebih tinggi daripada yang sebenarnya.(K/DOQI) (2012). pada
penelitian ini didapatkan bahwa sudah terjadi peningkatan fungsi
ginjal pada beberapa responden DM tetapi tidak semua mengalami
proteinuria sebagai petanda nefropati DM. Keterbatasan pada
penelitian ini adalah jumlah sampel dan tidak melibatkan faktor
kontrol glikemik pada responden. Responden hanya dilakukan
pemeriksaan sekali tidak serial.14

69
3) Metformin
a. Mekanisme kerja
Metformin meningkatkan penggunaan glukosa di perifer, dengan
cara meningkatkan ambilan (uptake), dan menurunkan
glukoneogenesis. Untuk dapat bekerja, metformin memerlukan
adanya insulin endogen; sehingga.pasien harus mempunyai sel B
yang masih berfungsi.11
b. Hubungan pengobatan dengan makanan
Makanan mengurangi tingkat dan sedikit memperlambar
penyerapan.
c. Aturan pemakaian obat
Oral 500 mg sehari 2x dan sehari 3x.
d. Efek terapetik atau indikasi obat
Diabetes tipe 2 di mana diet dan sulfonilurea sudah tidak
efektif.Rejimen terapetik metformin diberikan pada dosis 1 g dua
atau tiga kali 5 hari.Dapat digunakan sendirian atau dengan
sulfonilurea.Metformin boleh diberikan bersama atau setelah
makan.
Perhatian, dosis metformin diturunkan pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal (gfr 30-60ml/menit/1,73 m2). Hentikan
sebelum pembedahan dan ganti dengan insulin.Periksa fungsi ginjal
sebelum atau sekali setahun selama pengobatan dengan metformin
e. Efek samping obat
Anoreksia, mual, muntah, diare (umunya sementara), nyeri,
perut, rasa logam, asidosis laktat ( jarang,bila terjadi hentikan
terapi), penurunan penyerapan vitamin b12, eritema, pruritis,
urtikaria, dan hepatitis.

70
f. ADME
 Absorpsi
Keadaan stabil dicapai setelah 24-48 jam.
 Distribusi
Vd 654 L, pengikatan protein:dapat diabaikan.
 Metabolisme
Tidak menjalani metabolisme hati atau empedu.
 Ekskresi
Urin 90% (tidak berubah, waktu paruh 17,6 jam (darah), 6,2
jam (plasma).

71
Anemia

1) Pemeriksaan Haemoglobin

Konsentrasi Haemoglobin pada Anemia17

72
2) Iron

Klasifikasi defisiensi besi18


a. Mekanisme kerja
Menggantikan zat besi yang ditemukan di hemoglobin,
Mioglobin dan enzim; memungkinkan transportasi oksigen melalui
hemoglobin.
b. Hubungan umur pasien dengan obat
Hubungan umur pasien dengan obat yaitu dengan memberikan
zat besi dalam tubuhnya yang berubah dengan usianya.
c. Hubungan pengobatan dengan data klinik dan laboratorium
Dari data klinik dapat dilihat bahwa pasien mengalami
penurunan hemoglobin.Kemungkinan hal ini dapat terjadi akibat
jumlah sel darah merah atau hemoglobin (protein pembawa
oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah normal.sel darah
merah mengandung hemoglobin yang berperan dalam mengangkut
oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh bagian
tubuh.Akibat dari anemia adalah transportasi sel darah merah akan
terganggu dan jaringan tubuh si penderita anemia akan mengalami

73
kekurangan oksigen guna mengahasilkan energi.Karena itu
dibutuhkan besi/Fe/ironmenaikkan kadar hemoglobin dalam darah
pada pasien.
d. Hubungan pengobatan dengan riwayat penyakit dan pengobatan
Tidak ada hubungan dalam pengobatan dengan riwayat
penyakitnya.
e. Interaksi obat-obat, obat-makanan dan obat-jamu
Tidak ada hubungan dalam interaksi obat dengan obat, obat
dengan makanan maupun obat dengan jamu.
f. Aturan pemakaian obat
Pengobatan dinyatakan sebagai q12hr PO dibagi 100-200 mg
zat besi; dapat mengelola diperpanjang rilis form setelah harian
profilaksis dinyatakan sebagai zat besi 60 mg PO sekali sehari.19
g. Lama penggunaan obat untuk terapi
Pengobatan dinyatakan sebagai q12hr PO dibagi 100-200 mg zat
besi; dapat mengelola diperpanjang rilis form setelah harian
profilaksis dinyatakan sebagai zat besi 60 mg PO sekali sehari. 19
h. ADME
 Absorpsi
Onset reticulocytosis 3-10 hari
 Distribusi
Didistribusikan ke hati, sumsum tulang dan jaringan lain
terikat Protein: mengikat transcobalamins penghapusan.
 Metabolisme
Protein yang mengikat transferrin penghapusan.
 Ekskresi
Keringat, urin, menstruasi, sloughed mukosa usus halus.19

74
3) Vitamin B12
a. Mekanisme kerja
Sebagai Koenzim. Fungsi metabolisme termasuk protein sintesis
dan karbohidrat metabolisme memainkan peran di replikasi sel dan
hematopoiesis.
b. Hubungan umur pasien dengan obat
Tidak mengapa diberikannya vitamin B12 pada kasus tersebut.
Umur dengan reaksi obatnya tidak akan mempengaruhi kerja organ
ginjal maupun organ yang lainnya.
c. Hubungan pengobatan dengan data klinik dan laboratorium
Dari data klinik dapat dilihat bahwa pasien mengalami
penurunan hemoglobin.Kemungkinan hal ini dapat terjadi akibat
jumlah sel darah merah atau hemoglobin (protein pembawa
oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah normal.Sel darah
merah mengandung hemoglobin yang berperan dalam mengangkut
oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh bagian
tubuh.Akibat dari anemia adalah transportasi sel darah merah akan
terganggu dan jaringan tubuh si penderita anemia akan mengalami
kekurangan oksigen guna mengahasilkan energi.Karena itu
dibutuhkan vitamin B12 menghasilkan sel darah merahpada pasien.
d. Hubungan pengobatan dengan riwayat penyakit dan pengobatan
Tidak ada hubungan dalam pengobatan dengan riwayat
penyakitnya.
e. Interaksi obat-obat, obat-makanan dan obat-jamu
Interaksi obat vitamin B12 dengan metformin, metformin
mengurangi tingkat Sianokobalamin oleh mekanisme interaksi tidak
ditentukan.Mungkin diperlukan beberapa tahun metformin terapi
untuk mengembangkan kekurangan vitamin B12.

75
f. Aturan pemakaian obat
Dosis obat secara parenteral 1000 mcg IM/SC perhari untuk 7
hari, kemudian mingguan selama 1 bulan.
i. Efek terapetik atau indikasi obat
Sianokobalamin adalah bentuk buatan vitamin B12 digunakan
untuk mencegah dan mengobati darah rendah tingkat vitamin
ini.Kebanyakan orang mendapatkan cukup vitamin B12 dari diet
mereka. Vitamin B12 penting untuk menjaga kesehatan
metabolisme, sel-sel darah, dan saraf.Kekurangan serius vitamin
B12 dapat menyebabkan jumlah sel darah merah (kurang darah),
masalah perut usus, dan kerusakan saraf permanen yang
rendah.Kekurangan vitamin B12 dapat terjadi dalam kondisi
kesehatan tertentu (seperti masalah usus/perut, miskin gizi, kanker,
infeksi HIV, kehamilan, usia tua, alkoholisme).Itu juga bisa terjadi
pada orang-orang yang mengikuti diet vegetarian yang ketat
(vegetarian).
j. Efek samping obat
Efek samping >10%.Artralgia (12%), pusing (12%), sakit kepala
(12%).
k. ADME
 Absorpsi
Intranasal solusi relatif terhadap IM
 Distribusi
Didistribusikan ke hati, sumsum tulang dan jaringan lain
terikat Protein: mengikat transcobalamins penghapusan.
 Metabolisme
Dimetabolisme di dalam hepar.
 Ekskresi
Melalui urin (jumlah kelebihan), empedu (sebagian besar
diserap).

76
4) Pemeriksaan lain : Transfusi Darah
Dalam penatalaksanaan anemia renal direkomendasikan untuk menghindari transfusi
sel darah merah untuk meminimalkan risiko. Transfusi juga harus dihindarkan pada
pasien yang akan dilakukan transplantasi ginjal untuk meminimalkan terjadinya
risiko allosensitization dan penularan virus hepatitis.
Transfusi dipertimbangkan bila manfaatnya lebih besar dari risiko yang
ditimbulkannya misalnya pada pasien yang terapi ESAnya tidak efektif, pasien yang
sebelumnya ada riwayat stroke atau menderita keganasan, pasien yang memerlukan
koreksi anemia yang cepat untuk menstabilkan hemodinamik (perdarahan akut,
unstable coronary artery disease) dan pada pasien peroperatif yang memerlukan
koreksi Hb cepat.18
Transfusi memiliki resiko yang cukup besar, mulai dari demam, reaksi alergi,
kontaminasi, dan lain sebaginya. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan dengan
sementara resiko dan manfaatnya. Secara umum, tidak direkomendasikan untuk
melakukan transfuse profilaksis dan ambang batas untuk melakukan transfuse darah
kadar haemoglobin dibawah 7,0 atau 8,0/dL, kecuali untuk pasien dengan penyakit
kritis, melaporkan bahwa tidak ada perbedaan laju mortalitas 30 hari pada kelompok
yang ditransfusi dengan batas kadar Hb dibawah 10,0 g/dL.

Kadar Hb 8,0 g/dL adalah ambang batas transfuse untuk pasien yang dioperasi
yang tidak memiliki faktor resiko iskemia, sementara untuk pasien dengan resiko
iskemia, ambang batasnya dapat dinaikkan sampai 10,0 g/dL. Namun transfusi
profilaksis tetap tidak dianjurkan. Dilihat dari data laboratorium, kadar haemoglobin
darah pasien adalah 9,5 g/dL dan pada pasien yang saat ini menderita nyeri dada yang
diduga adalah angina oleh karena itu, proses transfuse darah mungkin saja dapat
dilakukan.20

77
Kesimpulan

R/Oksigen 2-5 lpm


R/ Aspirin dosis loading 150-300 mg
S 1dd tab 1
R/ Nitrogliserin 0,6 mg/ml No.I
S.SL (paraf)
R/Clopidogrel 300 mg/ml No.V
S1dd tab 1 pc (paraf)
R/Bisoprolol 5 mg/ml No.XX
S2dd tab 1 pc (paraf)
R/Metformin 500 mg/ml No.XII
S1dd tb 1 pc (paraf)
R/Iron(ferrous Sulfate) 15 mg/ml No.X
S3dd1 pc (paraf).
R/ Vitamin 12 30mcg IM once daily untuk 5-10 hari
R/ Transfusi darah

78
4) Resep

79
Daftar Pustaka

1. Harahap, Sari. Infark Miokard Tanpa Elevasi Segmen St (Nstemi).


Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara : Medan. 2014.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler. Pedoman Tatalaksana Sindrom
Koroner Akut. Edisi Keempat. 2018.
3. Angina Medscape Https://Reference.Medscape.Com/Drug/Bayer-Ecotrin-
Aspirin-343279#10.
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler. Pedoman Tatalaksana Sindrom
Koroner Akut. Edisi Keempat. 2015.
5. Widiyanto, Budi. Terapi Oksigen Terhadap Perubahan Saturasi Oksigen
Melalui Pemeriksaan Oksimetri Pada Pasien Infark Miokard Akut (Ima).
Prosiding Konferensi Nasional Ii Ppni : Jawa Tengah. 2014.
6. Clopidorel medscape https://reference.medscape.com/drug/plavix-clopidogrel-
342141.
7. ESC/ESH Guidelines for the management of arterial hypertension. The Task
Force for the management of arterial hypertension of the European Society of
Cardiology (ESC) and the European Society of Hypertension (ESH). European
Heart Journal (2018) 00, 1–98 doi:10.1093/eurheartj/ehy339.
8. Whelton, Paul K. Guideline for the Prevention, Detection, Evaluation, and
Management of High Blood Pressure in Adults. A report of the American
College of Cardiology/American Heart Association Task Force on Clinical
Practice Guidelines : American. 2017.
9. Captropril medscape. https://reference.medscape.com/drug/capoten-captoril-
captopril-342315#0.
10. Bisoprolol medscape. https://reference.medscape.com/drug/monocor-zebeta-
bisoprolol-342367.
11. Canadian Diabetes. A Publication of the Professional Section of Diabetes :
Canada. Volume 42. 2018.

80
12. Fatimah, Restyana Noor. Diabetes Melitus Tipe 2. Medical Faculty, Lampung
University : Lampung. 2015.
13. Yulianti K, Nursiswati, Urip R.Hubungan Tingkat Self Care Dengan Tingkat
Hba1c Pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 ; 2011.
14. Indriani, Vitasari. Hubungan Antara Kadar Ureum, Kreatinin Dan Klirens
Kreatinin Dengan Proteinuria Pada Penderita Diabetes Mellitus. Prosiding
Seminar Nasional Dan Call For Papers ”Pengembangan Sumber Daya
Perdesaan Dan Kearifan Lokal Berkelanjutan Vii: Purwokerto. 17-18
November 2017.
15. Alli, N. Anaemia: Approach To Diagnosis. Department Of Molecular
Medicine And Haematology, School Of Pathology, Faculty Of Health Sciences,
University Of The Witwatersrand, Johannesburg, And National Health
Laboratory Service, Johannesburg, South Africa. January 2017, Vol. 107, No.
1.
16. Miller, Jeffery L. Iron Deficiency Anemia: A Common And Curable Disease.
University Of Buenos Aires : Bethesda. May 14, 2013.
17. Who. Haemoglobin Concentrations For The Diagnosis Of Anaemia And
Assessment Of Severity. 2016.
18. Kandarini, Yenny. Penatalaksanaan Anemia Pada Penyakit Ginjal Kronik.
Divisi Ginjal Dan Hipertensi, Bagian/Smf Ilmu Penyakit Dalam Fk Unud/Rsup
Sanglah : Denpasar. 2017.
19. Iron Medscape. Https://Reference.Medscape.Com/Drug/Slow-Fe-Fer-In-Sol-
Ferrous-Sulfate-342161#10.
20. Setiati S, Alwi I, Sudoyo etc. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Ke-6. Jilid Ke-3.
Jakarta: InternaPublising; 2017.
21.Nurlaelah, Ida. Study Of Drug Interaction In Treatment Of Diabetes Melitus
With Hypertension In Outpatient Installation In Rsud Undata Palu Period
March-June 2014. Fakultas MIPA Universitas Tadulako : Palu. 2015.

81
22. Muhadi. JNC 8: Evidence-based Guideline Penanganan Pasien Hipertensi
Dewasa. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS Cipto Mangunkusumo
: Jakarta. 2016.

82
LAMPIRAN

ANGINA

Aspirin medscape

83
84
85
Clopidogrel medscape

86
87
88
89
HIPERTENSI

Captropril medscape

90
91
92
Bisoprolol medscape

93
94
ANEMIA

Iron medscape

95
Vitamin B12
1. mekanisme obat

Gambar.Mekanisme obat Untuk Anemia2

96
2. Sediaan obat dan dosis obat

Gambar.Sediaan Obat Anemia2

97
Gambar.Sediaan dan dosis obat Anemia2

98
2. ADME

Gambar.ADME Obat Anemia2


3. Inteaksi degan obat metformin

Gambar.Interaksi Obat2

99
4. Indikasi

Gambar.Indikasi dan kontraindikasi2

100
Iron

1. Sediaan obat

101
102
2. Lama penggunaan, aturan pemakaian, dosis obat

103
3. Efek samping

104
4. Adme dan mekanisme aksi

105

Anda mungkin juga menyukai