Disusun oleh:
Welly Surya
112016349
Moderator:
dr. I Dewa Ayu S, Sp.KK
H a l a m a n 1 | 18
BAB I
LAPORAN KASUS
1.1. IDENTITAS
Nama : Ny. D
Umur : 43 Tahun
Agama : Islam
1.2. Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis, pada tanggal 28 Agustus 2018, pukul 11.30 WIB.
Pada 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien kembali datang ke instalasi
gawat darurat (IGD) karena merasa lemas. Di IGD pasien diinfus pada lengan bawah
H a l a m a n 2 | 18
kanan untuk dan diberikan obat yang pasien tidak ketahui, kemudian ia pulang pada
hari itu juga karena sudah membaik. Tiga hari setelah itu, pasien mengeluh adanya 2-
3 lentingan yang terasa gatal. Pasien kemudian menggaruknya dan memberikan
kompers air hangat, namun keluhan semakin memburuk di mana lentingan semakin
banyak dan semakin gatal.
Pasien tidak pernah merasakan keluhan yang serupa sebelumnya. Pasien juga
tidak memiliki riwayat alergi sebelumnya.
Nadi : 78 x /menit
Pernapasan : 16 x /menit
Suhu : Afebris
Abdomen : Datar, Bising usus (+), normal, timpani, nyeri tekan (-)
H a l a m a n 3 | 18
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)
Distribusi: Lokalisata
H a l a m a n 4 | 18
Gambar 1.Bercak eritematosa dengan vesikel dan bula
H a l a m a n 5 | 18
1.6. RESUME
Ny D usia 52 tahun, datang dengan keluhan muncul lenting yang gatal pada lengan
bawah kanan sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Lenting tersebut semakin
banyak yang dari awal hanya 2-3 lentingan. Pasien juga mengeluh adanya bercak
kehitaman pada lengan atas kanan dan kiri. Pasien mengatakan bahwa ia baru selesai
dirawat di rumah sakit 1 bulan yang lalu, pada lengan kanan bawah diinfus dan pada
lengan atas kanan dan kiri disuntikkan obat kemotrapi.
1.10. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa :
Menjaga kebersihan diri serta tidak menggaruk lesi agar tidak timbul infeksi.
Mengedukasi pasien untuk kontrol setelah 7 hari untuk melihat respon pengobatan
dan perbaikan klinis.
Medikamentosa :
Sistemik
Loratadine tablet 1 x 10 mg/hari
H a l a m a n 6 | 18
Topikal
Krim gentamicin sulfat 0,1% dioles 3x sehari pada daerah yang sudah luka
Krim desonide 0.05% dioles 2x sehari (pagi dan sore) pada lentingan
1.12. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad Bonam
Quo ad functionam : ad Bonam
Quo ad sanationam : ad Bonam
H a l a m a n 7 | 18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
Sebagai organ terbesar dalam tubuh manusia, kulit adalah organ yang sangat
kompleks dan dinamis yang berfungsi sebagai perlindungan fisik dan imunologis
terhadap lingkungan. Kulit adalah pertahanan lini pertama dari paparan substansi atau
zat.1
Dikenal dua macam dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan
dermatitis kontak alergik; keduanya dapat bersifat akut atau kronik. Diketahui lebih dari
3700 substansi sebagai penyebab dermatitis kontak alergi pada manusia. Reaksi
imunologi mengeskpresikan reaksi dermatitis dari yang ringan, sementara, sampai
berat, persisten, dan kronik. Maka dari itu perlu pengidentifikasian alergen yang tepat
untuk mengihindari terjadinya dermatitis ini.1,2
2.2 Definisi
Dermatitis kontak alergi adalah suatu reaksi peradangan kulit yang disebabkan
karena kontak dari alergen eksogen spesifik pada orang yang telah mengalami
sensitisasi alergik.1
2.3 Epidemiologi
H a l a m a n 8 | 18
perkembangan lingkungan masing-masing negara. Pada penelitian ditemukan bahwa
prevalensi terjadinya lebih tinggi pada orang yang berumur 41-60 tahun dan lebih sering
pada wanita.1
2.4 Etiologi
Penyebab dermatitis kontak alergi adalah bahan kimia sederhana dengan berat
molekul kurang dari 1000 dalton, merupakan alergen yang belum diproses, disebut
hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum sehingga
mencapai sel epidermis dibawahnya (sel hidup). Berbagai faktor berpengaruh dalam
timbulnya dermatitis kontak alergi, misalnya potensi sensitisasi alergen, dosis per unit
area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu dan kelembaban lingkungan,
vehikulum, dan pH. Juga faktor individu, misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak
(keadaan stratum korneum,ketebalan epidermis), status imunologik (misalnya sedang
menderita sakit, terpajan sinar matahari).2
Alergen yang menjadi penyebab sangat bervariasi mulai dari garam metal
sampai anti biotik, produk cat sampai tanaman. Alergen ini bisa ditemukan pada
perhiasan, produk perawatann sehari-hari, obat-obatan topikal, tanaman, peralatan
rumah tangga, dan kimia yang mungkin terpapar saat individu sedang melakukan
pekerjaannya.1
2.5 Patogenesis
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA adalah mengikuti respons imun
yang diperantai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau reaksi imunologi tipe IV
yaitu reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi ini dihasilkan dari pemaparan dan
sensitisasi dari host yang mudah terpengaruh secara genetik terhadap alergen dari
lingkungan dengan paparan secara berulang menimbulkan reaksi inflamasi kompleks.
Yang akhirnya menyebabkan eritema, edema, dan vesikel serta papul yang
H a l a m a n 9 | 18
distribusinya sesuai dengan kontak alergen dengan pruritus sebagai gejala yang mayor.
Reaksi ini terjadi melalui 2 fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elitisasi.1,2
Gejala klasik yang ditemui pada Dermatitis Kontak Alergi adalah pruritus yang
terlokalisasi pada daerah yang terpapar alergen.1 Kelainan kulit bergantung pada
keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak
eritematosa yang berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel, atau
bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah).
Dermatitis kontak alergi akut ditempat tertentu, misalnya kelopak mata, penis, skrotum,
eritema dan edema lebih dominan daripada vesikel. Pada yang kronis terlihat kulit
kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas.
Dermatitis kontak alergi dapat meluas ke tempat lain, misalnya dengan cara
autosensitisasi, skalp, telapak tangan dan kaki relatif resisten terhadap dermatitis kontak
alergi.2
H a l a m a n 10 | 18
Berbagai lokasi terjadinya dermatitis kontak alergi berupa :
1. Tangan
Kejadian dermatitis kontak baik iritan atau alergi paling sering ditangan,
mungkin karena tangan merupaka organ tubuh yang paling sering digunakan untuk
melakukan pekerjaan sehari – hari. Penyakit kulit akibat kerja, sepertiga atu lebih
mengenai tangan. Tidak jarang ditemukan riwayat atopi pada penderita. Pada
pekerjaan yang basah (wet work), misalnya memasak makanan, mencuci pakaian,
pengatur rambut di salon, angka kejadian dermatitis tangan lebih tinggi.1,2
2. Lengan
Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan
(nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman. Di ketiak dapat disebabkan
oleh deodoran, anti perspiran, formaldehid yang ada di pakaian.1,2
3. Wajah
Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan kosmetik, spons
(karet), obat topikal, alergen diudara (aero – alergen). Nikel (tangkai kaca mata),
semua alergen yang kontak dengan tangan dapat mengenai muka, kelopak mata,
dan leher pada waktu menyeka keringat. Bila dibibir atau sekitarnya mungkin
disebabkan oleh lipstik, pasta gigi, getah buah – buahan. Dermatitis di kelopak mata
dapat disebabkan oleh cat kuku, cat rambut, maskara, eye shadow, obat tetes
mata,salep mata.1,2
4. Telinga
Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis kontak pada
telinga. Penyebab lain, misalnya obat topikal, tangkai kaca mata, cat rambut,
hearing aids, gagang telepon.1,2
H a l a m a n 11 | 18
5. Leher
Penyebab kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung jari),
parfum,alergen di udara, zat warna pakaian.1,2
6. Badan
7. Genitalia
Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh tekstil, dompet, kunci (nikel),
kaos kaki nilon, obat topikal, semen,sepatu atau sandal. Pada kaki dapat disebabkan
oleh deterjen, bahan pembersih lantai.1,2
Terjadi pada individu yang telah tersensitisasi secara topikal oleh suatu
alergen, selanjutnya terpajan secara sistemik, kemudian timbul reaksi terbatas pada
tempat tersebut. Walaupun jarang terjadi, reaksi dapat meluas bahkan sampai
eritoderma. Penyebabnya, misalnya nikel, formaldehid, balsam peru.1,2
1. Uji Tempel
H a l a m a n 12 | 18
Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya dipunggung. Bahan yang secara
rutin dan dibiarkan menempel dikulit, misalnya kosmetik, pelembab, bila dipaka untuk
uji tempel, dapat langsung digunakan apa adanya. Bila menggunakan bahan yang secara
rutin dipakai dengan air untuk membilasnya, mislamya sampo, pasta gigi harus
diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin atau minyak mineral. Produk yang diketahui
bersifat iritan, misalnya deterjen, hanya diuji bila diduga keras penyebab alergi. Apabila
pakaian, sepatu, atau sarung tangan yang dicurigai penyebab alergi, maka uji tempel
dilakukan dengan potongan kecil bahan tersebut yang direndam dalam air garam yang
tidak dibubuhi bahan pengawet, atau air dan ditempelkan dikulit dengan memakai finn
chamber, dibiarkan sekurang – kurangnya 48 jam. Perlu diingat bahwa hasil positif
dengan alergen bukan standar untuk menyingkirkan kemungkinan terkena iritasi.2
Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel : 2,3,4
1. Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan akut atau
berat dapat terjadi reaksi “angry back” atau “excited skin” reaksi positif palsu,
H a l a m a n 13 | 18
dapat juga menyebabkan penyakit yang sedang dideritanya semakin
memburuk
2. Tes dilakukan sekurang – kurangnya satu minggu setelah pemakaian
kortikostiroid sistemik dihentikan (walaupun dikatan bahwa uji tempel dapat
dilakukan pada pemakaian prednison kurang dari 20 mg/hari atau dosis
ekuivalen kortikosteroid lain), sebab dapat menghasilkan reaksi negatif palsu.
Sedangkan antihistamin sistemik tidak mempengaruhi hasil tes, kecuali
diduga karena urtikaria kontak
3. Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca; pembacaan kedua
dilakukan pada hari ke – 3 sampai ke – 7 setelah aplikasi
4. Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebbakan uji tempel menjadi
longgar (tidak menempel dengan baik), karena memberikan hasil negatif
palsu. Penderita juga dilarang mandi sekurang – kurangnya dalam 48 jam, dan
menjaga agar punggung selalu kering setelah dibuka uji tempelnya sampai
pembacaan terakhir selesai
5. Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita yang
mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan (innediate urticaria type), karena
dapat menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis. Pada
penderita semacam ini dilakukan tes dengan prosedur khusus.
7 = excited skin
H a l a m a n 14 | 18
8 = tidak dites (NT = non tested)
2.8 Diagnosis
H a l a m a n 15 | 18
2.10 Penatalaksanaan
2.10.2 Medikamentosa
a. Terapi Topikal
b. Terapi Sistemik
2.11 Pencegahan
H a l a m a n 16 | 18
2.12 Prognosis
Faktor lain yang membuat prognosis kurang baik adalah pajanan alergen yang
tidak mungkin dihindari misalnya berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau yang
terdapat pada lingkungan penderita.2
H a l a m a n 17 | 18
DAFTAR PUSTAKA
1. Castanedo, T., & Zug KA. Allergic Contact Dermatitis. In: Goldsmith, L.A., Katz, S.I.,
Gilchrest, B.A., Paller, A.S., Leffell, D.J., Wolff, K. editor Fitzpatrick's Dermatology
In General Medicine. 8th ed. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2012. p.
152-164.
2. Sularsito, S.A., Soebaryo, RW. Dermatitis. In: Menaldi, SL., Bramono, K., & Indiratmi,
W., editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Ed. 7.,Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2011. p. 130-138
3. Admani, S., & Jacob, S. E. 2014. Allergic contact dermatitis in children: Review of
the past decade. Current Allergy and Asthma Reports,
14(4).http://doi.org/10.1007/s11882-014-0421-0
4. Helm, NT. Allergic Contact Dermatitis. Tanggal akses: 1 September 2018.
https://emedicine.medscape.com/article/1049216-overview.
5. Kemenkes. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayaan Kesehatan
Tingkat Pertama. Edisi Revisi. Jakarta. 2014. p. 325-326
H a l a m a n 18 | 18