Anda di halaman 1dari 19

Jelita Mayang Sari H.

04011281722143 / Beta 2017


Learning Issue Skenario C Blok 14 Tahun 2019

PNEUMONIA

Definisi

Penyakit pneumonia merupakan suatu penyakit berupa inflamasi yang


terjadi pada parenkim paru. Penyakit ini merupakan infeksi saluran pernapasan
yang pada sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme, yaitu virus dan juga
bakteri. Pneumonia merupakan salah satu penyebab kematian paling tinggi pada
anak usia di bawah lima tahun bila dibandingkan dengan penyakit lainnya di
dunia. Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis adalah peradangan
pada parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi
berbentuk bercak-bercak (patchy distribution). Konsolidasi bercak berpusat
disekitar bronkus yang mengalami peradangan multifokal dan biasanya bilateral.
Konsolidasi pneumonia yang tersebar (patchy) ini biasanya mengikuti suatu
bronkitis atau bronkiolitis

Epidemiologi
Klasifikasi

Berdasarkan pedoman tatalaksana dan penegakan diagnosis bronkopneumonia


oleh WHO, maka menurut derajatnya bronkopneumonia dibedakan menjadi:

1. Bronkopneumonia sangat berat: bila terjadi sianosis sentral dan anak


tidak sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi
antibiotik.
2. Bronkopneumonia berat: bila dijumpai retraksi tanpa sianosis dan masih
sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi
antibiotik.
3. Bronkopneumonia: bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan
yang cepat yakni >60 x/menit pada anak usia kurang dari dua bulan; >50
x/menit pada anak usia 2 bulan-1 tahun; >40 x/menit pada anak usia 1-5
tahun.
4. Bukan bronkopneumonia: hanya batuk tanpa adanya gejala dan tanda
seperti di atas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotik.

Etiologi
Bronkopneumonia dapat juga dikatakan suatu peradangan pada parenkim
paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur. Bakteri seperti Diplococus
pneumonia, Pneumococcus sp, Streptococcus sp, Hemoliticus aureus,
Haemophilus influenza, Basilus friendlander (Klebsiella pneumonia), dan
Mycobacterium tuberculosis. Virus seperti Respiratory syntical virus, Virus
influenza, dan Virus sitomegalik. Jamur seperti Citoplasma capsulatum,
Criptococcus nepromas, Blastomices dermatides, Cocedirides immitis, Aspergillus
sp, Candinda albicans, dan Mycoplasma pneumonia. Meskipun hampir semua
organisme dapat menyebabkan bronkopneumonia, penyebab yang sering adalah
stafilokokus, streptokokus, H. influenza, Proteus sp dan Pseudomonas aeruginosa.
Keadaan ini dapat disebabkan oleh sejumlah besar organisme yang berbeda
dengan patogenitas yang bervariasi. Virus, tuberkolosis dan organisme dengan
patogenisitas yang rendah dapat juga menyebabkan bronkopneumonia, namun
gambarannya bervariasi sesuai agen etiologinya.

Patogenesis
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui
berbagai cara, antara lain inhalasi langsung dari udara; aspirasi dari bahan-bahan
yang ada di nasofaring dan orofaring; perluasan langsung dari tempat lain; dan
penyebaran secara hematogen. Dalam keadaan sehat, pada paru tidak terjadi
pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme
pertahanan paru. Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat
efisien untuk mencegah infeksi dan terdiri dari:

1. Susunan anatomis rongga hidung


2. Jaringan limfoid di naso-oro-faring.
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan
sekret liat yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.
4. Refleks batuk
5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi
6. Drainase sistem limfatik dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
7. Fagositosis, aksi enzimatik, dan respon immuno-humoral terutama dari
immunoglobilin A (IgA).

Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme penyebab terhisap


ke paru perifer melalui saluran napas menyebabkan reaksi jaringan berupa edema
yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman. Bronkhopneumonia
dalam perjalanan penyakitnya akan menjalani beberapa stadium, yaitu:

1. Stadium Hiperemi/kongesti (4-12 jam pertama).


Mengacu pada peradangan permulaan yang berlangsung pada
daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran
darah dan permeabilitas kapiler. Ini terjadi akibat pelepasan mediator
peradangan dari sel mast. Mediator tersebut mencakup histamin dan
prostagladin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen
bekerjasama dengan histamin dan prostagladin untuk melemaskan otot
polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini
menyebabkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitial
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus,
yang meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya).


Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat tidak mengandung
udara, warna menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar. Dalam
alveolus didapatkan fibrin, leukosit netrofil, eksudat, dan banyak sekali
eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek.

3. Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari).


Lobus masih tetap padat dan warna merah berubah menjadi pucat
kelabu terjadi karena sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang
terinfeksi. Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus
terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis pneumococcus, kapiler
tidak lagi kongestif.

4. Stadium resolusi (7-11 hari).


Terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel
fibrin dan dan eksudasi lisis. Eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag
bertambah dan leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin
diresorbsi dan menghilang.
Patofisiologi

Jalan pernapasan yang menghantarkan udara ke paru-paru adalah hidung,


faring, laring, trakea, bronkus dan bronkhiolus. Saluran pernapasan dari hidung
sampai bronkhiolus dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Ketika udara masuk
melalui rongga hidung, maka udara disaring, dihangatkan dan dilembabkan Dalam
keadaan normal, saluran pernapasan bagian bawah mulai dari faring sampai
alveoli selalu dalam keadaan steril. Ada beberapa mekanisme pertahanan paru
yaitu filtrasi partikel di hidung, pencegahan aspirasi dengan refleks epiglotis,
refleks batuk, sistem pembersihan oleh lapisan mukosiliar, dan respon imun.
Apabila mekanisme pertahanan paru ini terganggu maka partikel asing atau
organisme dapat masuk atau menginfeksi saluran pernapasan bagian atas hingga
bawah dan kemungkinan besar terjadi pneumonia.

Rute yang dilalui oleh agen infeksi berbeda-beda untuk dapat sampai ke
paru-paru dan menyebakan pneumonia. Agen infeksi ini paling sering masuk ke
paru-paru dengan cara terhirup. Penyebab tersering infeksi saluran pernapasan
adalah virus. Infeksi virus primer menyebabkan mukosa membengkak dan
menghasilkan banyak lendir sehingga bakteri dapat berkembang dengan mudah
dalam mukosa. Pneumonia biasanya mulai pada lobus kanan bawah, kanan tengah,
atau kiri bawah, karena gaya gravitasi daerah-daerah tersebut maka kemungkinan
terbesar untuk membawa sekresi saluran napas bagian atas yang diaspirasi pada
waktu tidur. Refleks batuk yang menjadi gejala klinik pneumonia dirangsang oleh
material-material yang melalui barier-barier yaitu glottis dan laring yang berfungsi
melindungi saluran napas bagian bawah.

Gambaran patologis tertentu dapat ditunjukkan oleh beberapa bakteri


tertentu bila dibandingkan dengan bakteri lain. Infeksi Streptococcus pneumonia
biasanya bermanisfestasi sebagai bercak-bercak konsolidasi merata di seluruh
lapangan paru (bronkopneumonia), dan pada remaja dapat berupa konsolidasi
pada satu lobus (pneumonia lobaris). Pneumotokel atau abses-abses kecil sering
disebabkan oleh Staphylococcus aureus pada neonates, karena Staphylococcus
aureus menghasilkan berbagai toksin dan enzim seperti hemolisin, lekosidin,
stafilokinase, dan koagulase. Toksin dan enzim ini menyebabkan nekrosis
pendarahan, dan kavitasi. Koagulase berinteraksi dengan faktor plasma dan
menghasilkan bahan aktif yang mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin, sehingga
terjadi eksudat fibrinopurulen. Terdapat korelasi antara produksi koagulase dan
virulensi kuman. Staphylococcus yang tidak menghasilkan koagulase jarang
menimbulkan penyakit yang serius. Pneumotokel dapat menetap hingga berbulan -
bulan, tetapi biasanya tidak memerlukan terapi lebih lanjut.

Manifestasi Klinis

Diagnosis

Anamnesis
- Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif dengan dahak
purulen bahkan bisa berdarah
- Sesak napas
- Demam
- Kesulitan makan/minum
- Tampak lemah
- Seranganpertamaatauberulang,untukmembedakandengankondisiimunokomp
romais, kelainan anatomi bronkus, atau asma

Pemeriksaan Fisik
- Penilaian keadaan umum anak, frekuensi napas, dan nadi harus dilakukan
pada saat awal pemeriksaan sebelum pemeriksaan lain yang dapat
menyebabkan anak gelisah atau rewel.
- Penilaian keadaan umum antara lain meliputi kesadaran dan kemampuan
makan/ minum.
- Gejala distres pernapasan seperti takipnea, retraksi subkostal, batuk,
krepitasi, dan penurunan suara paru
- Demam dan sianosis
- Anak di bawah 5 tahun mungkin tidak menunjukkan gejala pneumonia yang
klasik. Pada anak yang demam dan sakit akut, terdapat gejala nyeri yang
diproyeksikan ke abdomen. Pada bayi muda, terdapat gejala pernapasan tak
teratur dan hipopnea.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Radiologi

- Pemeriksaan foto dada tidak direkomendasikan secara rutin pada anak dengan
infeksi saluran napas bawah akut ringan tanpa komplikasi
- Pemeriksaan foto dada direkomendasikan pada penderita pneumonia yang
dirawat inap atau bila tanda klinis yang ditemukan membingungkan
- Pemeriksaan foto dada follow up hanya dilakukan bila didapatkan adanya
kolaps
lobus, kecurigaan terjadinya komplikasi, pneumonia berat, gejala yang
menetap atau memburuk, atau tidak respons terhadap antibiotik
- Pemeriksaan foto dada tidak dapat mengidentifikasi agen penyebab

Pemeriksaan Laboratorium

- Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit perlu dilakukan untuk
membantu menentukan pemberian antibiotik
- Pemeriksaan kultur dan pewarnaan Gram sputum dengan kualitas yang baik
direkomendasikan dalam tata laksana anak dengan pneumonia yang berat
- Kultur darah tidak direkomendasikan secara rutin pada pasien rawat jalan,
tetapi direkomendasikan pada pasien rawat inap dengan kondisi berat dan
pada setiap anak yang dicurigai menderita pneumonia bakterial
- Pada anak kurang dari 18 bulan, dilakukan pemeriksaan untuk mendeteksi
antigen virus dengan atau tanpa kultur virus jika fasilitas tersedia. Jika ada
efusi pleura dilakukan pungsi cairan pleura dan dilakukan pemeriksaan
mikroskopis, kultur, serta deteksi antigen bakteri (jika fasilitas tersedia) untuk
penegakkan diagnosis dan menentukan mulainya pemberian antibiotik.
- Pemeriksaan C-reactive protein (CRP), LED, dan pemeriksaan fase akut
lain tidak dapat membedakan infeksi viral dan bakterial dan tidak
dianjurkan atau tidak termasuk sebagai suatu pemeriksaan rutin.

Pemeriksaan Lain
Pada setiap anak yang dirawat inap karena pneumonia, seharusnya dilakukan
pemeriksaan pulse oxymetry.
Pneumonia Ringan

Di samping batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat napas cepat saja. Napas cepat:

- pada anak umur 2 bulan – 11 bulan : ≥ 50 kali/menit


- pada anak umur 1 tahun – 5 tahun : ≥ 40 kali/menit

Pneumonia Berat

- Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut ini:
 Kepala terangguk-angguk
 Pernapasan cuping hidung
 Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
 Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrat luas, konsolidasi, dll).
- Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini:
 Napas cepat:
Anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali/menit
Anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50 kali/menit
Anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali/menit
Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali/menit
 Suara merintih (grunting) pada bayi muda
 Pada auskultasi terdengar:
Crackles (ronki)
Suara pernapasan menurun
Suara pernapasan bronkial
- Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai:
 Tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya
 Kejang, letargis atau tidak sadar
 Sianosis
 Distres pernapasan berat. Untuk keadaan di atas ini tatalaksana pengobatan dapat
berbeda (misalnya: pemberian oksigen, jenis antibiotik).

Tatalaksana

Kriteria Rawat Inap


Bayi:
- Saturasi oksigen <92%, sianosis
- Frekuensi napas >60 x/menit
- Distres pernapasan, apnea intermiten, atau grunting
- Tidak mau minum/menetek
- Keluarga tidak bisa merawat di rumah

Anak:
- Saturasi oksigen <92%, sianosis
- Frekuensi napas >50 x/menit
- Distress Pernapasan
- Grunting
- Terdapat tanda dehidrasi
- Keluarga tidak dapat merawat di rumah

Tata laksana umum


- Pasien dengan saturasi oksigen <92% pada saat bernapas dengan udara kamar harus
diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau sungkup untuk
mempertahankan saturasi oksigen >92%. Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus
diobservasi setidaknya setiap 4 jam sekali, termasuk pemeriksaan saturasi oksigen.
- Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan intravena dan
dilakukan balans cairan ketat.
- Anjurkan pemberian ASI dan cairan oral.

- Pada anak dengan distres pernapasan berat, pemberian makanan per oral harus dihindari.
Makanan dapat diberikan lewat nasogastric tube (NGT) atau intravena. Tetapi harus diingat
bahwa pemasangan NGT dapat menekan pernapasan, khususnya pada bayi/anak dengan
ukuran lubang hidung kecil. Jika memang dibutuhkan, sebaiknya menggunakan ukuran
yang terkecil.
- Bila anak disertai demam (> 39 derajat celcius) yang tampaknya menyebabkan distres, beri
parasetamol.
- Bila ditemukan adanya wheeze, beri bronkhodilator kerja cepat
- Bila terdapat sekret kental di tenggorokan yang tidak dapat dikeluarkan oleh anak,
hilangkan dengan alat pengisap secara perlahan.
- Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan untuk anak dengan
pneumonia
- Nebulisasi dengan β2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk memperbaiki
mucocilliary clearance

Pemberian Antibiotik
1. Pneumonia ringan
- Anak di rawat jalan
- Beri antibiotik: Kotrimoksasol (4 mg TMP/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari
atau Amoksisilin (25 mg/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk pasien
HIV diberikan selama 5 hari.
- Anjurkan ibu untuk memberi makan anak.
- Nasihati ibu untuk membawa kembali anaknya setelah 2 hari, atau lebih cepat
kalau keadaan anak memburuk atau tidak bisa minum atau menyusu.
- Ketika anak kembali: Jika pernapasannya membaik (melambat), demam
berkurang, nafsu makan membaik, lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 3 hari.
- Jika frekuensi pernapasan, demam dan nafsu makan tidak ada perubahan, ganti ke
antibiotik lini kedua dan nasihati ibu untuk kembali 2 hari lagi.
- Jika ada tanda pneumonia berat, rawat anak di rumah sakit dan tangani sesuai
pedoman pneumonia berat.

2. Pneumonia Berat
- Anak dirawat di rumah sakit
- Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam), yang
harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberi respons
yang baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah
atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral (15 mg/ kgBB/kali tiga kali sehari)
untuk 5 hari berikutnya.
- Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan yang berat
(tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya, kejang,
letargis atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan berat) maka ditambahkan
kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam).
- Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan
pengobatan kombinasi ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.
- Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali sehari).
- Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan buat foto dada.
- Apabila diduga pneumonia stafilokokal, ganti antibiotik dengan gentamisin (7.5
mg/kgBB IM sekali sehari) dan kloksasilin (50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam)
atau klindamisin (15 mg/kgBB/hari –3 kali pemberian). Bila keadaan anak
membaik, lanjutkan kloksasilin (atau dikloksasilin) secara oral 4 kali sehari
sampai secara keseluruhan mencapai 3 minggu, atau klindamisin secara oral
selama 2 minggu.
Monitoring

Anak harus diperiksa oleh perawat paling sedikit setiap 3 jam dan oleh dokter minimal 1
kali per hari. Jika tidak ada komplikasi, dalam 2 hari akan tampak perbaikan klinis (bernapas
tidak cepat, tidak adanya tarikan dinding dada, bebas demam dan anak dapat makan dan minum).
Kriteria Pulang

- Gejala dan tanda pneumonia menghilang


- Asupan per oral adekuat
- Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (per oral)
- Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol
- Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah

Komplikasi

Jika anak tidak mengalami perbaikan setelah dua hari, atau kondisi anak semakin memburuk,
lihat adanya komplikasi atau adanya diagnosis lain. Jika mungkin, lakukan foto dada ulang untuk
mencari komplikasi. Beberapa komplikasi yang sering terjadi adalah sebagai berikut:

1. Pneumonia Stafilokokus.
Curiga ke arah ini jika terdapat perburukan klinis secara cepat walaupun sudah diterapi,
yang ditandai dengan adanya pneumatokel atau pneumotoraks dengan efusi pleura pada
foto dada, ditemukannya kokus Gram positif yang banyak pada sediaan apusan sputum.
Adanya infeksi kulit yang disertai pus/pustula mendukung diagnosis. Terapi dengan
kloksasilin (50 mg/kg/BB IM atau IV setiap 6 jam) dan gentamisin (7.5 mg/kgBB IM
atau IV 1x sehari). Bila keadaan anak mengalami perbaikan, lanjutkan kloksasilin oral
50mg/kgBB/hari 4 kali sehari selama 3 minggu. Catatan: Kloksasilin dapat diganti
dengan antibiotik anti-stafilokokal lain seperti oksasilin, flukloksasilin, atau dikloksasilin.

2. Empiema.
Curiga ke arah ini apabila terdapat demam persisten, ditemukan tanda klinis dan
gambaran foto dada yang mendukung. Bila masif terdapat tanda pendorongan organ
intratorakal. Pekak pada perkusi. Gambaran foto dada menunjukkan adanya cairan pada
satu atau kedua sisi dada. Jika terdapat empiema, demam menetap meskipun sedang
diberi antibiotik dan cairan pleura menjadi keruh atau purulent.

Anda mungkin juga menyukai