Anda di halaman 1dari 4

Adapun strategi yang dilakukan nelayan dalam mengatasi kendala tentang

ketidakstabilan pendapatan adalah dengan memberlakukan sistem pendapatan yang cukup


berimbang antara pemilik dan ABK. Caranya adalah dengan memberikan sejumlah insentif
bagi nakhoda maupun ABK yang lain. Pada prinsipnya, setiap juragan menerapkan sistem
pendapatan yang kurang lebih sama, yaitu hasil kotor dikurangi terlebih dahulu dengan biaya
operasi.
Meskipun demikian, setiap juragan menerapkan kebijakan yang berbeda - beda dalam
memberikan bonus atau insentif kepada nakhoda dan ABK sesuai peran dan tingkat tanggung
jawab mereka. Sebagai contoh adalah sistem pendapatan pada kapal cantrang ”Puji Pangestu
3” milik Kursin.
Hasil bersih adalah sisa setelah menyisihkan biaya operasi dan 8% dari hasil kotor
untuk biaya taktis atau biaya tak terduga serta bonus bagi ABK maupun pemilik kapal.
Separuh dari yang 8% tersebut adalah bagian nakhoda, seperempat untuk ABK dan motoris
yang mempunyai tanggung jawab lebih besar, dan seperempat lagi untuk pemilik kapal.
Separuh dari hasil bersih menjadi hak pemilik kapal dan separuhnya lagi hak ABK yang
berjumlah 16 sampai 20 orang. Jika ditotal, pendapatan nakhoda rata-rata lima kali lipat
pendapatan ABK, dan pendapatan motoris sekitar satu setengah kali pendapatan ABK.
Adapun pendapatan tokoh ABK sedikit lebih tinggi dari pendapatan ABK karena ada
tambahan dari nakhoda yang diambil dari bagian bonus yang 8%.
Mekanisme pemesanan solar di PPP Bajomulyo dimulai dari nelayan yang
memesan solar ke SPBU dan SPBN tanpa adanya dokumen-dokumen persyaratan
pemesanan solar, kemudian pesanan tersebut diteruskan ke PT. Pertamina.
Mekanisme pemesanan solar tersebut memudahkan nelayan karena prosedur
pemesanannya singkat yang hanya melalui SPBU atau SPBN, tidak melalui birokrasi
yang panjang, namun cara tersebut tidak sesuai dengan mekanisme pemesanan solar
yang ditetapkan PT. Pertamina yang mensyaratkan adanya dokumen-dokumen
pemesanan solar.
Mekanisme pendistribusian solar dimulai dari PT. Pertamina mengirim solar
ke SPBU dan SPBN, kemudian solar dimasukkan ke dalam tangki timbun, kemudian
diisikan ke bunker kapal. Pendistribusian ini memerlukan waktu 7-9 jam yang terdiri
dari waktu pendistribusian dari instalasi ke SPBU dan SPBN (3 jam), waktu
pengisian solar dari mobil tangki ke dalam tangki timbun (satu jam), dan waktu
bunker kapal(3-5) jam.
Secara umum dapat disimpukan bahwa mekanisme pemesanan dan
pendistribusian solar ini cukup efektif dan efisien. Kendala yang terdapat dalam
penyaluran solar di PPP Bajomulyo adalah tidak maksimalnya jumlah solar yang
dipesan oleh SPBU sehingga mengakibatkan antrian nelayan.
Konsumsi solar oleh kapal yang menggunakan inboard engine secara aktual
sebanyak 1.350.792 liter per bulan dan secara teoritis sebanyak 1.332.449 liter per
bulan. Sementara itu, ketersediaan solar di PPP Bajomulyo setiap bulannya rata-rata
sebesar 715.429 liter per bulan dan kuota PT. Pertamina sebesar 1.568.627 liter per
bulan. Rasio antara konsumsi dengan ketersediaan solar di PPP Bajomulyo adalah
sebesar 1,89. Hal ini berarti bahwa ketersediaan solar oleh SPBU dan SPBN tidak
memenuhi kebutuhan di PPP Bajomulyo.
.
.

Anda mungkin juga menyukai