Anda di halaman 1dari 110

Jurnal Analis Medika Bio Sains

(JAMBS)
Susunan Redaksi

Pelindung
H. Awan Dramawan, S.Pd, M.Kes (Direktur Poltekkes Kemenkes Mataram)

Penanggung Jawab
Drs. Urip, M.Kes (Ketua Jurusan Analis Kesehatan Mataram)

Ketua Redaksi
Pancawati Ariami, S.Si, M.Ked Trop.

Sekretaris Redaksi
Zaenal Fikri, SKM, M.Sc

Dewan Redaksi
Iswari Pauzi, SKM, M.Sc
Erlin Yustin Tatontos, SKM, M.Kes
Maruni Wiwin Diarti, S.Si. M.Kes

Mitra Bestari (Peer Group)


Prof. Dr. Dwi Soelystya Dyah Djekti, M.Kes
dr. Ety Retno Setyowati, DSPK

Staff Sekretariat Redaksi


I Gusti Putu Wilusantha, S.Si
Agus Supriadi

Alamat Redaksi
Sub Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Jurusan Analis Kesehatan Mataram
Jalan. Praburangkasari Dasan Cermen Cakranegara;Mobile: 081915982777 (Zaenal Fikri);
Telp. (0370) 622143; Faks: (0370)641937; E-mail: mataramanalis7@gmail.com

Diterbitkan oleh:
Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Mataram terbit 2 kali
(Maret dan September)
Jurnal Analis Medika Bio Sains
(JAMBS)
Daftar Isi

POTENSI BAYAM MERAH (Amaranthus tricolor L) SEBAGAI HERBAL 261


ANTIMITOSIS PADA SEL EMBRIO BULU BABI (Diedema antillarum)
Pancawati Ariami, Ida Bagus Punia Adiadnya, Maruni Wiwin Diarti

STUDI KUALITAS AIR SECARA FISIKA DAN KIMIA 278


SUNGAI ANCAR – KOTA MATARAM
Ida Bagus Rai Wiadnya, Gunarti, Sri Witanti Dinasia

PEMBUKTIAN CARA MELAKUKAN LATIHAN OTOT DASAR PANGGUL DALAM 288


MANAJEMEN INKONTINENSIA URIN PADA MASA ANTENATAL DAN POST
PARTUM
Mas'adah

PENERAPAN ALAT DIGITAL PAIN MAPPING (PAIN-QUILT) BERBASIS WEB 295


UNTUK MENGKAJI NYERI KRONIS PADA ANAK REMAJA
Ely Mawaddah

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI PERNAPASAN TERHADAP INKONTINENSIA 302


URINE PADA USIA LANJUT DI PSTW “ MECI ANGI “BIMA
Haris AB, Desty Emilyani

PENINGKATAN PERAN PETUGAS KESEHATAN DALAM PENEMUAN KASUS 312


TUBERKULOSIS (TB) BTA POSITIF MELALUI EDUKASI DENGAN PENDEKATAN
THEORY OF PLANNED BEHAVIOUR (TPB)
Ni Putu Sumartini

KERINLANG (INOVASI KERTAS INDIKATOR ASAM BASA DARI BUNGA TELANG) 329
Ni Nyoman Ariwidiani, Ayu Anulus, Putu Desy Metriani, Maruni Wiwin Diarti

PENGARUH TERAPI KELOMPOK SUPORTIF TERHADAP KEMANDIRIAN 336


PASIEN SKIZOFRENIA YANG MENGALAMI DEFISIT PERAWATAN DIRI
DI RUMAH SAKIT JIWA PROPINSI NTB
Desty Emilyani

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MASYARAKAT DALAM 348


MEMBUANG SAMPAH DI DASAN TINGGI LINGKUNGAN KARANG ANYAR
PAGESANGAN TIMUR MATARAM
Eka Rudy Purwana, Fachrudy Hanafi

PENERAPAN HOME TELEMEDICINE UNTUK PERAWATAN PALIATIF PADA ANAK 353


(PEDIATRIC PALLIATIVE CARE)
Eva Oktaviani
PEDOMAN BAGI PENULIS
Jurnal Analis Medika Bio Sains (JAMBS) Penulisan artikel
merupakan jurnal publikasi ilmiah yang Artikel diketik 1 spasi pada kertas A4,
diterbitkan oleh Jurusan Analis Kesehatan dengan jarak tepi kiri dan atas 3 cm serta
Politeknik Kesehatan Kemenkes Mataram tepi kanan dan bawah 2 cm. Jumlah
menggunakan system peer review untuk halaman 10 – 14 lembar, jenis huruf Times
seleksi artikel. Terbit dua kali dalam satu New Roman ukuran 12. Setiap halaman
tahun (Maret dan September). diberi nomor secara berurutan dimulai dari
Jurnal Analis Medika Bio Sains hanya halaman judul sampai halaman terakhir.
menerima artikel penelitian asli yang Artikel dikirim dalam bentuk Softcopy
relevan dengan bidang analis dan ilmu (CD) dengan mencantumkan nama file
kesehatan. Format artikel penelitian terdiri dan program yang dipergunakan pada label
atas halaman judul, abstrak (Indonesia dan CD serta 3 berkas artikel asli.
Inggris), pendahuluan, metode, hasil,
pembahasan, dan daftar pustaka. Pedoman Halaman Judul
bagi penulis sesuai dengan ketentuan Halaman judul berisi judul artikel, nama
sebagai berikut : penulis artikel tanpa disertai gelar
akademik atau gelar lain apapun, lembaga
Petunjuk Umum afiliasi penulis, nama dan alamat
JAMBS tidak menerima artikel yang sudah korespondensi, nomor telepon, nomor
dipublikasikan atau sedang diajukan faksimili, serta alamat e–mail. Judul artikel
kepada majalah lain, dengan harus pendek tidak melebihi 20 kata,
menandatangani surat pernyataan. Bila spesifik, tidak boleh disingkat dan
diketahui artikel telah dimuat pada jurnal informatif yang ditulis dalam bahasa
lain, maka pada JAMBS edisi selanjutnya Indonesia dan bahasa Inggris
artikel akan dianulir. Semua artikel yang menggunakan huruf Title Case.
masuk akan dibahas oleh dewan redaksi
dan mitra bestari yang sesuai dengan Abstrak dan Kata Kunci
bidang keilmuwan. Artikel yang perlu Abstrak untuk setiap artikel ditulis dalam
perbaikan dikembalikan kepada penulis. bahasa Indonesia dan Inggris. Abstrak
Artikel penelitian yang menggunakan tidak melebihi 250 kata, dan merupakan
subyek penelitian hewan coba, dan intisari seluruh tulisan, meliputi : Latar
manusia harus memperoleh persetujuan belakang, tujuan, metode, hasil dan
komite etik. Penulis dapat mengirimkan kesimpulan. Kata kunci 3–5 buah kata
artikel disertai surat pengantar yang kunci yang dapat membantu penyusunan
ditujukan kepada penanggungjawab indeks dan urutan pengetikan berdasarkan
redaksi dengan alamat : abjad.
Redaksi Jurnal Analis Medika Bio Sains
(JAMBS) Pendahuluan
Sub Unit Penelitian dan Pengabdian Pendahuluan meliputi latar belakang
Masyarakat Jurusan Analis Kesehatan masalah, rumusan masalah serta tujuan
Mataram. penelitian dan harapan untuk waktu yang
Jalan Praburangkasari Dasan Cermen akan datang.
Cakranegara; Mobile: 081915982777
(ZaenalFikri); Telp. (0370) 622143; Faks: Metode
(0270) 641937; E-mail: Metode berisi penjelasan tentang bahan–
analismataram7@gmail.com bahan dan alat–alat yang digunakan
terutama yang spesifik, waktu, tempat,
teknik, rancangan percobaan, dan analisis tahun terakhir untuk rujukan dari jurnal.
statistik (bila ada). Rujukan diupayakan 60% dari jurnal dan
40% dari buku ajar. Rujukan dari artikel
Hasil yang sudah diterima dan menunggu
Hasil dikemukakan dengan jelas bila perlu penerbitan di majalah tertentu harus ditulis
dengan ilustrasi (lukisan, grafik, tabel, “in press”.
diagram, dan foto). Hasil yang telah Contoh :
dijelaskan pada tabel atau grafik tidak Leishner Al. Molecular mechanism of
perlu diuraikan kembali dalam teks. Tabel cocaine addiction.N Engl J Med.In press
disusun berurutan yang disampaikan 2011.
terpisah dalam bentuk lampiran. Setiap
tabel harus diberi judul singkat. Tempatkan
penjelasan dan singkatan pada keterangan Contoh cara menuliskan rujukan :
tabel, bukan pada judul tabel. Jumlah tabel Jurnal Artikel standart
maksimal 6 buah. Hasil yang memuat Weisenburger DD. Environmental
hanya 1 tabel disusun dalam bentuk epidemiology of non-Hodgkin’s lymphoma
kalimat atau di deskripsikan. in Eastern Nebraska. Am J Ind Med.
1990;18(3):305‒5.
Pembahasan
Pembahasan menerangkan arti hasil Langan NP, Pelissier BMM. Gender
penelitian, bagaimana hasil penelitian yang differences among prisoners in drug
dilaporkan dapat memecahkan masalah, treatment.J Subst Abuse.
perkembangan hasil penelitian untuk 2011;13(3):291‒301.
aplikatif atau kemajuan program, dan
perbedaan atau persamaan dengan Rujukan lebih dari 6 penulis
penelitian terdahulu (bila ada). Polanco FR, Dominquez DC, Grady C,
Stoll P, ramos C, Mican JM, dkk.
Kesimpulan Conducting HIV research in racial and
Kesimpulan berisi ringkasan temuan yang ethic minority communities: building a
mengarah pada pembuktian hipotesis. successful interdisciplinary research team.
J Assoc Nurse AIDS Care.
Saran 2011;22(5):388‒96.
Saran berupa rekomendasi dari hasil
temuan pada stakeholder, pengelola Suatu organisasi sebagai sumber
program kesehatan, dan pengambil WHO. Rubella vaccines: WHO position
kebijakan. paper-recommendations.
Vaccines.2011;29(48):8767‒8.
Ucapan Terima Kasih
Bila diperlukan ucapan terima kasih dapat Tanpa nama penulis
diberikan kepada contributor penelitian Role of diagnostic imaging in early
tanpa menuliskan gelar. diagnosis and stage determination of
rheumatoid arthritis.Clin Calcium.
Daftar Pustaka 2011;21(7):949‒53.
Rujukan ditulis sesuai aturan penulisan
Vancouver, diberi nomor urut sesuai Artikel tidak dalam bahasa Inggris
dengan pemunculan dalam artikel, bukan Budiman A, Hilmanto D, Garna H. Musim
menurut abjad. Cantumkan nama penulis hujan sebagai factor risiko kambuh pada
maksimal 6 orang, apabila lebih, tulis anak penderita sindromnefrotik sensitive
nama 6 orang pertama, selanjutnya dkk. steroid. MKB.2011;43(3):112‒6.
Jumlah rujukan 10-20 buah dari terbitan 10
Volume dengan Suplemen therapy. Edisi ke-4. Birmingham: Elsevier
Van Spronsen FJ, Huijbregts SC, Bosch Inc;2011. Hlm. 443‒515.
AM, Leuzzi V. Cognitive,
neurophysiological, neurological and Materi elektronik
psychosocial outcomes in early-treated Artikel Jurnal dalam format elektronik
PKU-patients: a start toward standardized Lipton B, fosha D. Attachment as a
outcome measurement across transformative process in AEDP:
development. MolMetab. 2011;104 (Suppl operationalizing the intersection of
i):S45‒ 51. attachment theory and affective
neuroscience. Journal of psychotherapy
Buku dan Monograf lain Integration [Online Journal] 2011 [diunduh
Penulis Perorangan 25 November 2011].Tersediadari:
Gatterman M. Whiplash: a patient centered http://www.sciencedirect.com.
approach to management. Missouri:
Elsevier Mosby;2011

Editor (Penyunting) sebagai penulis


Nriagu J, Penyunting. Encyclopedia of
environmental health. Michigan: Elsevier
BV;2011.

Disertasi
Suprapto. Penjatuhan pidana mati terhadap
pelaku tindak pidana narkotika dan
psikotropika di Indonesia dalam perspektif
hak asasi manusia berdasarkan UUD 1945
[disertasi]. Bandung: Universitas
Padjadjaran;2011

Organisasi sebagai penulis


UNAIDS. Update on the HIV
epidemic,2011. Global HIV/AIDS
response ‒ progress report 2011.
Geneva:WHO Library Cataloguing
Data;2011

Prosiding konferensi
Nicolai T. Homeopathy. Proceedings of the
Workshop alternative Medicines;2011
November 30; Brussels. Belgium.
Belgium: ENVI;2011.

Bab dalam buku


Belott PH, Reynolds DW. Permanent
pacemaker and implantabel cardioverter-
defibrillator implantation. Dalam:
Ellenbogen K, wilkoff B, Kay GN, Lau
CP, penyunting. Clinical cardiac pacing,
defibrillation and resynchronization
POTENSI BAYAM MERAH (Amaranthus tricolor L)SEBAGAI HERBAL
ANTIMITOSIS PADA SEL EMBRIO BULU BABI (Diedema antillarum)

Pancawati Ariami1, Ida Bagus Punia Adiadnya1, Maruni Wiwin Diarti1,


1
Dosen Poltekkes Kemenkes Mataram

Abstrak
Mitosis dalam waktu 1 – 3 jam akan terjadi pembelahan sel yang menghasilkan 2 buah sel
anak yang identik dan membelah berkali-kali. Peningkatan pembelahan sel menunjukan
keadaan fisiologis sel abnormalyang mengarah kepada sel kanker. Indonesia kaya akan herbal
yang dapat menghambat proses pembelahan sel (antimitosis), seperti bayam merah
(Amaranthus tricolor L). Penelitian ditujukan untuk mengetahui potensi bayam merah
(Amaranthus tricolor L) sebagai herbal antimitosis yang diujikan pada sel embrio bulu babi
(Diadema antillarum). Penelitian eksperimen yang dilaksanakan di Laboratorium, dengan
analisis data secara deskriptif. Konsentrasi teh daun bayam merah (Amaranthus tricolor L)
adalah 5%, 2,5%, 1,25%, 0,625%, 0,315%, dan 0,1%. Hasil penelitian menunjukan bahwa
perlakuan pada semua kelompok konsentrasi bayam merah yang digunakan dapat
menghambat pembelahan sel embrio bulu babi pada tahap zigot. Pada konsentrasi terkecil,
0,1% sampai jam ke-4 tidak dapat menujukkan pembelahan menjasi dua sel. Bayam merah
(Amaranthus tricolor L) dapat digunakan efek anti mitosis pada sel embrio Bulu Babi
(Diedema antillarum)
Kata kunci : antimitosis, bayam merah (Amaranthus tricolor L), bulu babi (Diadema
antilarum)

POTENTIAL RED SPINACH (Amaranthus tricolor L) AS HERBAL ANTI FUR


MITOSIS ON CELL EMBRYO PIG (Diedema antillarum).

Abstrac
Mitosis within 1-3 hours will happen cell division produces two daughter cells identical
pieces and divide many times. Increased cell division showed abnormal physiological state of
cells that lead to cancer cells. Indonesia is rich in herbs that can hinder the process of cell
division (antimitotic), such as red amaranth (Amaranthus tricolor L). The study aimed to
identify potential red amaranth (Amaranthus tricolor L) as herbal antimitotic tested on
embryonic cells of sea urchins (Diadema antillarum). Research experiments conducted in the
laboratory, with descriptive data analysis. The concentration of the tea leaves red amaranth
(Amaranthus tricolor L) is 5%, 2.5%, 1.25%, 0.625%, 0.315%, and 0.1%. The results showed
that the treatment in all groups that use red amaranth concentration can inhibit cell division
urchin embryo at the zygote stage. At a concentration of the smallest, 0.1% until the 4th hour
can not be showed splitting into two cells. Red amaranth (Amaranthus tricolor L) can be used
antimitotic effects on embryonic cells Fur Pig (Diedema antillarum.
Keywords : antimitotic, red amaranth (Amaranthus tricolor L), sea urchin (Diadema
antilarum)

261
Pendahuluan satunya adalah gangguan pada proses
pembelahan sel. Sel yang meningkat
Mahluk hidup dalam pertumbuhan dan
pembelahannya mengindikasikan adanya
perkembangan organ-organ tubuhnya
pertumbuhan dan pembelahan sel yang
ditandai dengan pembelahan sel secara
tidak terkendali, menuju keganasan sel
normal. Pembelahan sel melalui tahap
(Haryanto, 2005).
fertilisasi antara sel sperma dan sel telur
Pembelahan selyang tidak terkendali,
menghasilkan zigot. Zigot akan mengalami
yang disebabkan oleh senyawa karsinogen
pertumbuhan dan perkembangan menjadi 2
dapat membuat perkembangan dan
sel, 4 sel, 8 sel, 16 sel, 32 sel, blastula,
pertumbuhan organ yang cepat.Akibatnya,
gastrula, dan menjadi dewasa (Sukardja,
terjadi penumpukan sel baru yang disebut
2000).
tumor ganas (kanker).Penumpukan sel baru
Mitosis merupakan pembelahan sel
tersebut akan mendesak dan merusak
yang berlangsung selama 1-3 jam,
jaringan normal sehingga mengganggu
kemudian diikuti fase G2 dan
organ yang ditempatinya (Tim Cancer
menghasilkan 2 buah sel anak yang
Helps, 2010).
identik, di dalam tahap perkembangannya
Perkembangan sel kanker berpotensi
zigot akan membelah berkali-kali (Suryo,
menyerang jaringan biologis lainnya, baik
2008). Pembelahan sel diatur oleh genom
dengan pertumbuhan langsung di jaringan
yaitu kompleks dari faktor-faktor
yang bersebelahan (invasi) atau dengan
keturunan yang tertimbun di dalam inti
migrasi sel ke tempat yang jauh
setiap sel tubuh. Secara normal,
(metastasis). Hal ini memicu perubahan
pembelahan sel dilakukan dalam batas-
struktur sel, dari satu sel dengan sel yang
batas yang diperlukan oleh gen spesial
lain tidak homogen (pleiomorpik), letak
sehingga membelah tidak terlalu sering dan
dan susunan sel tidak teratur (anaplastik),
tidak terlalu jarang, tidak dipacu banyak
perbandingan antara inti dan sitoplasma
dan tidak dihambat terlalu banyak (Jong,
besar, dan warna inti sel berubah menjadi
2005).
lebih gelap (hiperkromasi) serta
Sel-sel di dalam tubuh kita berada
bermacam-macam (polikromasi).
dalam keseimbangan yang dipengaruhi
(Sukardja, 2000).
oleh beberapa faktor, yaitu faktor yang
menyebabkan sel-selberproliferasi. Bila Perubahan struktur sel yang
meningkat dapat disebabkan oleh senyawa
proliferasi sudah memadai, ada isyarat agar
karsinogen yang meliputi senyawa-
sel tidak bertumbuh lebih lanjut.
senyawa kimia yang menghasilkan radikal
Sementara itu, sel yang sudah tua
bebas yang berasal dari polusi udara atau
dimusnahkan dengan suatu program
asap rokok, terpapar radiasi sinar
kematian sel. Faktor yang pertama
radioaktif, ultraviolet dan sinar-X serta
dinamakan proto-onkogen yang
pemilihan pola makan yang tidak benar
menghasilkan protein pertumbuhan sel;
(Dalimartha, 2004; Jong, 2005).
yang kedua disebut gen supresor yang
Upaya pengobatan yang digunakan
menghasilkan protein yang menghambat
untuk mengendalikan pertumbuhan dan
pertumbuhan; dan yang terakhir disebut
pembelahan sel yang ganas dengan
gen apoptosis yang menghasilkan bahan
pemberian obat sitostatika yang berperan
yang memprogram kematian sel (FKUI,
sebagai zat anti mitosis atau antineoplastik.
2006).
Namun pemberian obat anti mitosis dalam
Sel-seltubuh mahluk hidup dalam
jangka waktu panjang menimbulkan efek
keadaan normal melakukan pembelahan,
samping, seperti menekan fungsi sumsum
pertumbuhan dan perkembangan sel secara
tulang, gangguan menstruasi, mual-mual,
teratur. Perubahan kode genetik (mutasi)
muntah dan sakit kepala.Untuk
pada sel menyebabkan terjadinya suatu
mengurangi ataumenghindari efek samping
proses fisiologis yang abnormal, salah
262
dari obat tersebut, maka diperlukan bahan pembentukan pembuluh darah pada
alami yang mempunyai potensi sebagai zat jaringan kanker (anti angiogenesis),
anti mitosis dengan efek samping rendah menyebabkan apoptosis dan menahan
yang dapat digunakan untuk memperbaiki peredaran sel (cycle arrest).(Batra &
kerusakan atau gangguan pembelahan sel Sharma, 2013).
secara teori mengandung zat Penelitian anti mitosis menggunakan
antioksidan(Jong, 2005). hewan coba bulu babi telah banyak
Antioksidan diketahui mengandung dilaporkan. Telah dilakukan uji
komponen polifenol dengan senyawa pendahuluan menggunakan teh daun
turunannya antara lain epikatekin, bayam merah pada konsentrasi 5%, terjadi
gallokatekin dan epigallo katekin. Jenis penghambatan pembelahan sel embrio bulu
antioksidan lainnya antara lain flavonoid, babi (tidak terjadi pembelahan). Sehingga
karotenoid, vitamin C, dan senyawa pada konsentrasi 5% digunakan sebagai
alkaloida yaitu tilosrebrin, vinblastin dan konsentrasi tertinggi dalam penelitian ini.
vinkristin. Secarateori kandungan zat-zat Secara teori, kandungan antioksidan
antioksidan telah terbukti dapat daun bayam merah mendukung sebagai
dimanfaatkan sebagai zat anti kanker (anti alternatif anti mitosis. Tetapi secara ilmiah
mitosis). Salah satu tanaman yang banyak belum banyaklaporan khasiat daun` bayam
mengandung antioksidan adalah bayam merah, terutama dalam bentuk sediaan teh.
merah (Jong, 2005 ;Astawan, 2004). Sediaan teh daun bayam merah sangat
Bayam merah telah lama dikenal mudah untuk dibuat oleh masyarakat,
oleh masyarakat Indonesia.Bayam merah dengan cara memotong kecil-kecil daun
merupakan bahan sayuran yang bergizi bayam merah dan dikeringkan dengan cara
tinggi dan digemari oleh semua lapisan diangin-anginkan hingga mendapatkan
masyarakat. Selain sebagai sayuran, sediaan kering.
bayam merah bahkan disajikan sebagai Uji anti mitosis sediaan teh daun
hidangan mewah. Bayam merahjuga salah bayam merah secara kualitatif dalam
satu sayuran dengan sumber protein, bentuk jumlah sel yang membelah dan
vitamin A dan C serta sedikit vitamin B terhambat pembelahannya, dengan variasi
dan mengandung garam-garam mineral konsentrasi teh daun bayam merah yang
seperti kalsium, fosfor, dan zat besi digunakan masih belum diketahui. Oleh
(Sunarjono, 2006). karena itu perlu dilakukan penelitian
Berdasarkan studi yang “Potensi Teh Daun Bayam Merah
dipublikasikan dalam Jurnal Anti cancer (Amaranthus tricolor L)sebagai herbal anti
potential of flavonoids menunjukkan mitosis pada sel embrio bulu babi
kandungan senyawa flavonoid sebagai (Diadema antillarum)”
antioksidan yang terkandung pada daun
bayam merah berperan menurunkan resiko Metode
kanker termasuk sebagai pencegahan Tempat pengambilan hewan percobaan
kenker (kemoterapi) dengan memilah bulu babi dilaksanakan di perairan Pantai
berbagai bagian faktor, regulasi dan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat.
mekanisme molekuler bersama dengan Tempat penelitian pengujian
interaksi protein yang signifikan. penghambatan sel embrio bulu babi
Mekanisme molekuler flavonoid sebagai denganteh daun bayam, dilaksanakan di
anti kanker mampu menghambat Laboratorium Cytohistoteknologi Jurusan
fosforilasi protein, menghambat enzim Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan
prooksidan, mengatur katabolisme Mataram. Waktu Penelitian. Penelitian
karsinogen, menghambat resintensi obat, dilaksanakan pada bulan Meisampai
memberikan efek antioksidan dalam dengan bulan Juli 2014.
menangkal radikal bebas, menghambat

263
Rancangan Penelitian Cara pengumpulan data
Penelitian ini merupakan penelitian 1. Alat dan Reagensia
eksperimen di laboratorium. a. Alat
Unit Eksperimen 1) Bak pemeliharaan
Embrio bulu babi, diperoleh dari bulu babi 2) Aerator
dewasa, umur 5-8 tahun dan mempunyai 3) Labu Erlenmeyer
gonad. Bulu babi diambil di daerah peraian 4) Corong gelas
Pantai Sekotong, Kabupaten Lombok Barat 5) Cawan petri
dan dari perairan Khayangan, Lombok 6) Objeck glass
Timur. 7) Cover glass
Daun Bayam merah, diambil 3 helai dari 8) Beaker glass
pucuk dengan ukuran merata dan 9) Pipet Pasteur
berwarna merah pada tanaman yang sama 10) Mikropipet
hingga memenuhi kebutuhan. 11) Spuit volume 1 cc
Jumlah Unit Eksperimen 12) Kertas saring
Hanafiah (2010) menyatakan bahwa 13) Botol semprot
jumlah replikasi minimal yang 14) Kapas
diperkenankan pada penelitian 15) Autoclave
laboratorium yang dianggap mewakili 16) Termometer
derajat penelitian adalah triplo. Keragaman 17) Kipas angin
bahan, alat, media dan lingkungan 18) Penangas air
percobaan serta biaya penelitian yang 19) Tang crus
tersedia. Unit eksperimen berjumlah 6 b. Reagensia
(perlakuan) × 5 (replikasi)didapatkan hasil 1) Larutan KCl 0,5 M
sebanyak 30unit eksperimen dan ditambah 2) Air laut steri
1 (faktor koreksi) × 6 (perlakuan) 2. Penentuan konsentrasi seduhan Teh
didapatkan hasil sebanyak 6 faktor koreksi, Daun Bayam Merah (Amaranthus
sehingga hasil seluruhnya sebanyak 36 unit tricolor L) yang digunakan dalam
eksperimen. perlakuan.
Jenis data dan Skala data Penentuan konsentrasi teh daun bayam
1. Jenis data merah (Amaranthus tricolor L) untuk
a. Data dari variabel independent uji kemampuan penghambatan proses
berupa data primer. pembelahan sel bulu babi sebagai
b. Data dari variabel dependent berupa senyawa anti mitosis dilakukan
data primer. berdasarkan studi pendahuluan, dengan
2. Skala data menggunakan konsentrasi teh daun
a. Data dari variabel independent bayam merah 5% mampu menghambat
berupa konsentrasi seduhan teh daun pembelahan sel embrio bulu babi secara
bayam yang dikategorikan dalam total, sehingga digunakan konsentrasi
kelompok konsentrasi 5%, 2,5%, menurun dari 5%, 2,5%, 1,25%,
1,25% , 0,625%, 0,315% dan 0,1% , 0,625%, 0,315%, dan 0,1%.
maka skala datanya adalah ordinal. 3. Pembuatan konsentrasi teh daun
b. Data dari variabel dependent berupa bayam
persentase penghambatan tahapan Pembuatan seduhan teh daun bayam
pembelahan sel embrio bulu babi konsentrasi 5%
berupa tahap zigot, 2 sel, 4 sel, 8 sel, a. Ditimbang 5 gr irisan daun bayam
16 sel, 32 sel, blastula, gastrula, dan merah kering.
pluteus, maka skala datanya adalah b. Diambil irisan daun bayam merah
rasio. kering sebanyak 5 gr dan diseduh

264
dengan air panas suhu 80° C 6. Uji aktivitas proses pembelahan sel
sebanyak 100 ml. embrio bulu babi
c. Rendam selama 5 menit sambil Pengujian dilakukan dengan cara :
dihomogenkan dan dinginkan untuk a. Ditambahkan 250 µL sperma dan
mendapatkan seduhan teh daun 1250 µL sel telur di dalam beaker
bayam merah. glass yang telah ditampung
d. Air seduhan teh disaring dan sebelumnya di dalam 25 ml air laut
ditampung dalam wadah bersih dan steril.
steril (tanpa terpapar sinar matahari). b. Dituang air laut dengan sel embrio
e. Seduhan teh daun bayam merah bulu babi tersebut ke dalam cawan
konsentrasi 5% adalah hasil seduhan petri steril. Tunggu hingga terbentuk
5 gr teh daun bayam merah dengan membran fertilisasi.
penambahan aquabidest sebanyak c. Ditambahkan air seduhan teh bayam
100 ml sebagai sediaan teh yang merah sebanyak 1500 µL
digunakan. (perbandingan 1:1) dari jumlah sel
Pembuatan seduhan teh daun bayam sperma dan sel telur yang
konsentrasi 2,5%; 1,25%; 0,625%; ditambahkan untuk masing-masing
0,315;dan 0,1% dibuat dengan perlakuan.
penimbangan seperti proses di atas. d. Dilakukan pengamatan proses-proses
4. Pemeliharaan bulu babi sebelum pembelahan sel setiap 15 menit
penelitian sampai tahapan pembelahan pertama
Bulu babi dewasa dikoleksi dari (menjadi 2 sel), setiap 1 jam untuk
perairan Pantai Sekotong Kabupaten tahapan pembelahan kedua (menjadi
Lombok Barat, dipelihara di dalam bak 4 sel, 8 sel, 16 sel, dan 32 sel) dan
pemeliharaan volume 37 liter air laut setiap 24 jam untuk mengamati
dengan suhu konstan 10ºC (aquarium bentuk blastula, gastrula dan pluteus
berisi 37 liter laut maksimal berisi 10 ketika dalam bentuk pluteus embrio
ekor bulu babi). Pemeliharaan sudah mulai aktif makan maka diberi
menggunakan 3 buah bak pemeliharaan makanan air laut yang mengandung
untuk pemeliharaan bulu babi jantan plankton (Agrijanti dkk, 2010).
dan betina. Bulu babi diberi makan alga Cara pengolahan data
dan air laut dalam bak pemeliharaan Data yang diperoleh dari hasil pengamatan
diganti setiap satu kali seminggu dan berupa tahapan penghambatan pembelahan
dipantau salinitas dan pH (Agrijanti sel dengan persentase jumlah sel yang
dkk, 2010). terhambat pembelahannya dapat dilihat
5. Koleksi gamet pada tabel
Gamet bulu babi diperoleh dengan Analisa Data
tahapan-tahapan sebagai berikut: Data yang diperoleh mengenai ada
a. Dilakukan penyuntikan melalui tidaknya potensi penghambatan tahapan
bagian oral bulu babi masuk ke pembelahan sel oleh seduhan teh daun
dalam rongga badan (intercoelomic) bayam dan data jumlah (persentase) sel
menggunakan larutan Kalium bulu babi (Diadema antillarum) yang
chloride (KCl) 0,5 M sebanyak 0,5-1 terhambat pembelahannya pada setiap
ml. tahapan pembelahannya dianalisis secara
b. Telur yang dikoleksi langsung deskriptif menggunakan prosentase.
dimasukkan ke dalam beaker glass
yang berisi 25 ml air laut yang sudah Hasil
disaring dan disteril (Agrijanti dkk, Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal
2010). 15-27 Juni 2014 di Laboratorium
Cytohistotekhnologi Jurusan Analis
265
Kesehatan Politeknik Kesehatan Mataram. bulu babi di dalam beaker glass steril
Penelitian ini bertujuan untuk melihat yang berisi 25 ml air laut steril,
adanya potensi yang dimiliki teh daun kemudian masukkan air laut dengan sel
bayam merah dalam menghambat aktivitas embrio bulu babi tersebut ke dalam
pembelahan sel embrio bulu babi. cawan petri steril, tunggu hingga
Daun bayam merah yang digunakan terbentuk membran fertilisasi. Setelah
adalah daun bayam yang diambil secara terbentuk membran fertilisasi,
random sebanyak 3 tangkai yang dihitung tambahkan air seduhan teh bayam
mulai dari pucuk dan berwarna merah, merah sebanyak 1500 µL (perbandingan
kemudian dibuat sediaan kering 1:1) dari jumlah sel sperma dan sel telur
(simplisia), diseduh dan disaring sesuai yang ditambahkan untuk masing-
dengan konsentrasi 5%, 2,5%, 1,25%, masing perlakuan.
0,625%, 0,315%, dan 0,1%. Pengamatan proses pembelahan
Bulu babi yang digunakan dalam sel dilakukan setiap 15 menit sampai
penelitian ini adalah bulu babi yang sudah tahapan pembelahan pertama (menjadi 2
dewasa dan mempunyai gonad, dengan sel), setiap 1 jam untuk
kriteria umur berkisar antara 5-8 tahun tahapanpembelahan kedua (menjadi 4
yang diambil dari perairan Pantai Sekotong sel, 8 sel, 16 sel, dan 32 sel) dan setiap
Lombok Barat dan jumlah bulu babi yang 24 jam untuk mengamati bentuk
digunakan adalah 30 buah. blastula, gastrula dan pluteus dibawah
Pemeriksaan aktivitas penghambatan mikroskop dengan perbesaran 400x.
tahap pembelahan sel embrio bulu babi Hasil pengamatan penghambatan
dengan seduhan teh daun bayam merah ini aktivitas pembelahan sel embrio bulu
diamati secara mikroskopik dan data hasil babi setelah penambahan teh daun
penghambatan pembelahan sel embrio bulu bayam merah dengan konsentrasi 5%
babi dengan teh daun bayam merah dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1
dianalisis secara deskriptif. menunjukkan pada kelompok kontrol
Data Hasil Penelitian jumlah sel embrio bulu babi yang
1. Aktivitas penghambatan tahap membelah pada tahapan pertama
pembelahan sel embrio bulu babi (menjadi 2 sel) terlihat pada hasil
(Diadema antillarum)yang diberi teh pengamatan selama 90 menit, 120 menit
daun bayam merah (Amaranthus membelah menjadi 4 sel, 150 menit
tricolor L) pada konsentrasi 5%. membelah menjadi 8 sel, 240 menit
Pengamatan aktivitas penghambatan membelah menjadi 16 sel dan 360 menit
tahap pembelahan sel embrio bulu babi membelah menjadi 32 sel, dan hasil
dilakukan dengan memperoleh sel telur pengamatan lanjutan dalam waktu 24
dan sel sperma bulu babi dengan jam pembelahan sel menjadi bentuk
melakukan penyuntikan melalui bagian blastula dan gastrula setelah
oral bulu babi, masuk ke dalam rongga pengamatan 2 hari dengan jumlah 12 sel
badan (intercoelomic) menggunakan (100%).
larutan Kalium chloride (KCl) 0,5 M
sebanyak 0,5-1 ml. Telur yang
dikoleksi langsung dimasukkan ke
dalam beaker glass yang berisi 25 ml
air laut yang sudah disaring dan disteril.
Aktivitas penghambatan tahap
pembelahan sel embrio bulu babi
dilakukan dengan cara menambahkan
250 µL sperma dan 1250 µL sel telur

266
Tabel 1. Aktivitas penghambatan pembelahan sel embrio bulu babi (Diadema antillarum)
yang diberi teh daun bayam merah (Amaranthus tricolor L) konsentrasi 5%.

Kontrol Konsentrasi 5%
Tahapan Tahapan
negative Replikasi
pembelah- Waktu pembela- rerata
1 2 3 4 5
an sel ∑ % han sel
∑ % ∑ % ∑ % ∑ % ∑ % ∑ %
Telur + 0 Menit 12 100 Telur + 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100
sperma sperma
Fertilisasi 15 menit 12 100 Fertilisa 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100
/zigot 30 menit 12 100 -si/zigot 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100
45 menit 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100
60 menit 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100
75 menit 12 100 10 83 10 83 10 83 9 66 8 66 9,4 90,4
2 sel 90 menit 12 100 9 75 10 83 9 75 8 66 8 66 8,8 80,8
105 menit 12 100 9 75 9 75 9 75 8 66 8 66 8,6 80,6
4 sel 120 menit 12 100 9 75 9 75 9 75 8 66 8 66 8,6 80,6
8 sel 150 menit 12 100 9 75 9 75 9 75 8 66 8 66 8,6 80,6
180 menit 12 100 8 66 9 75 9 75 8 66 7 58 8,2 80,2
16 sel 240 menit 12 100 8 66 8 66 9 75 8 66 7 58 8 80
300 menit 12 100 2 sel 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
32 sel 360 menit 12 100 4 sel 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Blastula 24 jam 12 100 8 sel 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Gastrula 2 hari 12 100 16 sel 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Pluteus 5 hari - - 32 sel 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Keterangan :∑= Jumlah sel, % = Prosentase tahap pembelahan Sel.

Kelompok perlakuan yang diberi dalam bentuk fertilisasi/zigot dengan


seduhan teh daun bayam merah penurunan jumlah dan prosentase sel
konsentrasi 5% dari lima replikasi yang diamati.
menunjukkan hasil pengamatan sel dari 2. Aktivitas penghambatan tahap
sel telur dan sperma dalam 10 LP pembelahan sel embrio bulu babi
berjumlah 12 sel (100%). Memasuki (Diadema antillarum) yang diberi teh
tahapan pembelahan sel menjadi fase daun bayam merah (Amaranthus
fertilisasi/zigot dalam 10 LP berjumlah tricolor L) pada konsentrasi 2,5%.
12 sel (100%) yang diamati pada 15 Kelompok perlakuan ini menggunakan
menit pertama, 30 menit, 45 menit dan teh daun bayam merah dengan
60 menit. Pembelahan dianggap konsentrasi 2,5%. Aktivitas
terhenti pada tahap fertilisasi/zigot yang penghambatan tahap pembelahan sel
diamati dalam waktu 75 menit yang embrio bulu babi dilakukan dengan cara
menunjukkan adanya penurunan jumlah menambahkan 250 µL sperma dan 1250
sel yang membelah sebanyak 10 sel µL sel telur bulu babi di dalam beaker
(83%) pada replikasi 1, 2 dan 3, 9 sel glass steril yang berisi 25 ml air laut
(75%) pada replikasi 4, dan 8 sel (66%) steril, kemudian masukkan air laut
pada replikasi 5, sehingga didapat rerata dengan sel embrio bulu babi tersebut ke
jumlah sel yang terhenti pembelahannya dalam cawan petri steril, tunggu hingga
dari lima replikasi sabanyak 9,4 sel terbentuk membran fertilisasi. Setelah
(90,4%). Hasil ini dibuktikan dengan terbentuk membran fertilisasi,
pengamatan lanjutan sampai pada jam ditambahkan air seduhan teh bayam
keempat (240 menit) bentuk sel masih merah sebanyak 1500 µL (perbandingan
267
1:1) dari jumlah sel sperma dan sel telur dan setiap 24 jam untuk mengamati
yang ditambahkan untuk masing- bentuk blastula, gastrula dan pluteus
masing perlakuan. Pengamatan proses dibawah mikroskop dengan perbesaran
pembelahan sel dilakukan setiap 15 400x. Hasil pengamatan penghambatan
menit sampai tahapan pembelahan pembelahan sel dapat dilihat pada tabel
pertama (menjadi 2 sel), setiap 1 jam 2.
untuk tahapan pembelahan kedua
(menjadi 4 sel, 8 sel, 16 sel, dan 32 sel)

Tabel 2. Aktivitas penghambatan pembelahan sel embrio bulu babi (Diadema antillarum)
yang diberi teh daun bayam merah (Amaranthus tricolor L) konsentrasi 2,5%.

Kontrol Konsentrasi 5%
Tahapan Tahapan
negative Replikasi
pembelah- Waktu pembela- rerata
1 2 3 4 5
an sel ∑ % han sel
∑ % ∑ % ∑ % ∑ % ∑ % ∑ %
Telur + 0 menit 12 100 Telur + 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100
sperma sperma
Fertilisas 15 menit 12 100 Fertilisa 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100
i/zigot 30 menit 12 100 -si/zigot 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100
45 menit 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100
60 menit 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100
75 menit 12 100 9 75 10 83 10 83 9 75 8 66 9,2 90,2
2 sel 90 menit 12 100 10 83 10 83 9 75 9 75 8 66 9,2 90,2
105 menit 12 100 10 83 9 75 9 75 9 75 8 66 9 90
4 sel 120 menit 12 100 10 83 9 75 9 75 9 75 8 66 9 90
8 sel 150 menit 12 100 10 83 9 75 9 75 9 75 8 66 9 90
180 menit 12 100 10 83 9 75 9 75 8 66 7 58 8,6 80,6
16 sel 240 menit 12 100 8 66 8 66 9 75 8 66 7 58 8 80
300 menit 12 100 2 sel 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
32 sel 360 menit 12 100 4 sel 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Blastula 24 jam 12 100 8 sel 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Gastrula 2 hari 12 100 16 sel 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Pluteus 5 hari - - 32 sel 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Keterangan :∑= Jumlah sel, % = Prosentase tahap pembelahan Sel.


pengamatan 2 hari dengan jumlah 12 sel
Tabel 2 menunjukkan pada kelompok (100%). Kelompok perlakuan yang
kontrol jumlah sel embrio bulu babi diberi seduhan teh daun bayam merah
yang membelah pada tahapan pertama konsentrasi 2,5% dari lima replikasi
(menjadi 2 sel) terlihat pada hasil menunjukkan hasil pengamatan sel dari
pengamatan selama 90 menit, 120 menit sel telur dan sperma dalam 10 LP
membelah menjadi 4 sel, 150 menit berjumlah 12 sel (100%). Memasuki
membelah menjadi 8 sel, 240 menit tahapan pembelahan sel menjadi fase
membelah menjadi 16 sel dan 360 menit fertilisasi/zigot dalam 10 LP berjumlah
membelah menjadi 32 sel, dan hasil 12 sel (100%) yang diamati pada 15
pengamatan lanjutan dalam waktu 24 menit pertama, 30 menit, 45 menit dan
jam pembelahan sel menjadi bentuk 60 menit. Pembelahan dianggap terhenti
blastula dan gastrula setelah pada tahap fertilisasi/zigot yang diamati
dalam waktu 75 menit yang
menunjukkan adanya penurunan jumlah
268
sel yang membelah sebanyak 9 sel bulu babi yang membelah pada tahap
(75%) pada replikasi 1, 10 sel (83%) pertama (menjadi 2 sel) terlihat pada
pada replikasi 2 dan 3, 9 sel (75%) pada hasil pengamatan selama 90 menit, 120
replikasi 4, dan 8 sel (66%) pada menit membelah menjadi 4 sel, 150
replikasi 5, sehingga didapat rerata menit membelah menjadi 8 sel, 240
jumlah sel yang terhenti pembelahannya menit membelah menjadi 16 sel dan 360
dari lima replikasi sabanyak 9,2 sel menit membelah menjadi 32 sel, dan
(90,2%). Hasil ini dibuktikan dengan hasil pengamatan lanjutan dalam waktu
pengamatan lanjutan sampai pada jam 24 jam pembelahan sel menjadi bentuk
keempat (240 menit) bentuk sel masih blastula dan gastrula setelah
dalam bentuk fertilisasi/zigot dengan pengamatan 2 hari dengan jumlah 12 sel
penurunan jumlah dan prosentase sel (100%). Kelompok perlakuan yang
yang diamati. diberi seduhan teh daun bayam merah
3. Aktivitas penghambatan tahap konsentrasi 1,25% dari lima replikasi
pembelahan sel embrio bulu babi menunjukkan hasil pengamatan sel dari
(Diadema antillarum)yang diberi teh sel telur dan sperma dalam 10 LP
daun bayam merah (Amaranthus berjumlah 12 sel (100%). Memasuki
tricolor L) pada konsentrasi 1,25%. tahapan pembelahan sel menjadi fase
Kelompok perlakuan ini menggunakan fertilisasi/zigot dalam 10 LP berjumlah
teh daun bayam merah dengan 12 sel (100%) yang diamati pada 15
konsentrasi 1,25%. Hasil pengamatan menit pertama, 30 menit, 45 menit dan
berupa penghambatan tahapan 60 menit. Pembelahan dianggap terhenti
pembelahan sel embrio bulu babi pada tahap fertilisasi/zigot yang diamati
(Diadema antillarum) oleh teh daun dalam waktu 75 menit yang
bayam merah (Amaranthus tricolor L) menunjukkan adanya penurunan jumlah
dengan konsentrasi 1,25% dan sel yang membelah sebanyak 8 sel
prosentase (%) pembelahan sel embrio (66%) pada replikasi 1, 10 sel (83%)
bulu babi (Diadema antillarum. pada replikasi 2 dan 3, 7 sel (58%) pada
Aktivitas penghambatan tahap replikasi 4, dan 8 sel (66%) pada
pembelahan sel embrio bulu babi replikasi 5, sehingga didapat rerata
dilakukan dengan cara menambahkan jumlah sel yang terhenti pembelahannya
250 µL sperma dan 1250 µL sel telur dari lima replikasi sabanyak 8,6 sel
bulu babi di dalam beaker glass steril (80,6%). Hasil ini dibuktikan dengan
yang berisi 25 ml air laut steril, pengamatan lanjutan sampai pada jam
kemudian masukkan air laut dengan sel keempat (240 menit) bentuk sel masih
embrio bulu babi tersebut ke dalam dalam bentuk fertilisasi/zigot dengan
cawan petri steril, tunggu hingga penurunan jumlah dan prosentase sel
terbentuk membran fertilisasi. Setelah yang diamati.
terbentuk membran fertilisasi,
ditambahkan air seduhan teh bayam
merah sebanyak 1500 µL (perbandingan
1:1) dari jumlah sel sperma dan sel telur
yang ditambahkan untuk masing-
masing perlakuan.
Hasil pengamatan penghambatan
pembelahannya dapat dilihat pada tabel
3.
Tabel 3 menunjukkan pada
kelompok kontrol jumlah sel embrio

269
Tabel 3. Akivitas penghambatan pembelahan sel embrio bulu babi (Diadema antillarum) yang
diberi teh daun bayam merah (Amaranthus tricolor L) konsentrasi 1,25%.

Kontrol Konsentrasi 5%
Tahapan Tahapan
negative Replikasi
pembelah- Waktu pembela- rerata
1 2 3 4 5
an sel ∑ % han sel
∑ % ∑ % ∑ % ∑ % ∑ % ∑ %
Telur + Telur +
0 menit 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100
sperma sperma
15 menit 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100

30 menit 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100


Fertilisasi
/zigot 45 menit 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100
60 menit 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100
75 menit 12 100 Fertilisa 8 66 10 83 10 83 7 58 8 66 8,6 80,6
-si/zigot
90 menit 12 100 8 66 10 83 9 75 7 58 8 66 8,4 80,4
2 sel
105 menit 12 100 8 66 9 75 9 75 7 58 8 66 8,7 80,7
4 sel 120 menit 12 100 8 66 9 75 9 75 7 58 8 66 8,2 80,2
150 menit 12 100 7 58 9 75 9 75 7 58 8 66 8 80
8 sel
180 menit 12 100 5 41 9 75 9 75 6 50 7 58 7,2 70,2
240 menit 12 100 5 41 8 66 9 75 6 50 7 58 7 70
16 sel
300 menit 12 100 2 sel 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

32 sel 360 menit 12 100 4 sel 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Blastula 24 jam 12 100 8 sel 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Gastrula 2 hari 12 100 16 sel 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Pluteus 5 hari - - 32 sel 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Keterangan :∑= Jumlah sel, % = Prosentase tahap pembelahan Sel


.
4. Aktivitas penghambatan tahap yang ditambahkan untuk masing-
pembelahan sel embrio bulu babi masing perlakuan. Hasil pengamatan
(Diadema antillarum) oleh teh daun penghambatan pembelahan dapat dilihat
bayam merah (Amaranthus tricolor L) pada tabel 4.
pada konsentrasi 0,625%.
Kelompok perlakuan ini menggunakan
teh daun bayam merah dengan
konsentrasi 0,625%. Aktivitas
penghambatan tahap pembelahan sel
embrio bulu babi dilakukan dengan cara
menambahkan 250 µL sperma dan 1250
µL sel telur bulu babi di dalam beaker
glass steril yang berisi 25 ml air laut
steril, kemudian masukkan air laut
dengan sel embrio bulu babi tersebut ke
dalam cawan petri steril, tunggu hingga
terbentuk membran fertilisasi. Setelah
terbentuk membran fertilisasi,
ditambahkan air seduhan teh bayam
merah sebanyak 1500 µL (perbandingan
1:1) dari jumlah sel sperma dan sel telur

270
Tabel 4. Aktivitas penghambatan pembelahan sel embrio bulu babi (Diadema antillarum)
yang diberi teh daun bayam merah (Amaranthus tricolor L) konsentrasi 0,625%.

Kontrol Konsentrasi 5%
Tahapan Tahapan
negative Replikasi
pembelah- Waktu pembela- rerata
1 2 3 4 5
an sel ∑ % han sel
∑ % ∑ % ∑ % ∑ % ∑ % ∑ %
Telur + Telur +
0 menit 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100
sperma sperma
15 menit 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100

30 menit 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100


Fertilisas
i/zigot 45 menit 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100
60 menit 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100
75 menit 12 100 Fertilisa 10 83 10 83 10 83 9 75 8 66 9,4 90,4
-si/zigot
90 menit 12 100 10 83 10 83 9 75 9 75 8 66 9,2 90,2
2 sel
105 menit 12 100 10 83 9 75 9 75 9 75 8 66 9 90
4 sel 120 menit 12 100 10 83 9 75 9 75 9 75 8 66 9 90
150 menit 12 100 10 83 9 75 9 75 9 75 8 66 9 90
8 sel
180 menit 12 100 10 83 9 75 9 75 8 66 7 58 8,6 80,6
240 menit 12 100 8 66 8 66 9 75 8 66 7 58 8 80
16 sel
300 menit 12 100 2 sel 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

32 sel 360 menit 12 100 4 sel 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Blastula 24 jam 12 100 8 sel 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Gastrula 2 hari 12 100 16 sel 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Pluteus 5 hari - - 32 sel 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Keterangan : ∑ = Jumlah sel, % = Prosentase tahap pembelahan sel

Tabel 4 menunjukkan pada kelompok pertama, 30 menit, 45 menit dan 60 menit.


kontrol jumlah sel embrio bulu babi yang Pembelahan dianggap terhenti pada tahap
membelah pada tahapan pertama (menjadi fertilisasi/zigot yang diamati dalam waktu
2 sel) terlihat pada hasil pengamatan 75 menit yang menunjukkan adanya
selama 90 menit, 120 menit membelah penurunan jumlah sel yang membelah
menjadi 4 sel, 150 menit membelah sebanyak 10 sel (83%) pada replikasi 1, 2
menjadi 8 sel, 240 menit membelah dan 3, 9 sel (75%) pada replikasi 4, dan 8
menjadi 16 sel dan 360 menit membelah sel (66%) pada replikasi 5, sehingga
menjadi 32 sel, dan hasil pengamatan didapat rerata jumlah sel yang terhenti
lanjutan dalam waktu 24 jam pembelahan pembelahannya dari lima replikasi
sel menjadi bentuk blastula dan gastrula sabanyak 9,4 sel (90,4%). Hasil ini
setelah pengamatan 2 hari dengan jumlah dibuktikan dengan pengamatan lanjutan
12 sel (100%). Kelompok perlakuan yang sampai pada jam keempat (240 menit)
diberi seduhan teh daun bayam merah bentuk sel masih dalam bentuk
konsentrasi 0,625% dari lima replikasi fertilisasi/zigot dengan penurunan jumlah
menunjukkan hasil pengamatan sel dari sel dan prosentase sel yang diamati.
telur dan sperma dalam 10 LP berjumlah
12 sel (100%). Memasuki tahapan
pembelahan sel menjadi fase 5. Aktivitas penghambatan tahap
fertilisasi/zigot dalam 10 LP berjumlah 12 pembelahan sel embrio bulu babi
sel (100%) yang diamati pada 15 menit (Diadema antillarum) yang diberi teh

271
daun bayam merah (Amaranthus merah sebanyak 1500 µL (perbandingan
tricolor L) pada konsentrasi 0,315%. 1:1) dari jumlah sel sperma dan sel telur
Kelompok perlakuan ini menggunakan yang ditambahkan untuk masing-
teh daun bayam merah dengan masing perlakuan.
konsentrasi 0,315%. Aktivitas Hasil pengamatan berupa
penghambatan tahap pembelahan sel penghambatan tahapan pembelahan sel
embrio bulu babi dilakukan dengan cara embrio bulu babi (Diadema atillarum)
menambahkan 250 µL sperma dan 1250 oleh teh daun bayam merah
µL sel telur bulu babi di dalam beaker (Amaranthus tricolor L) dengan
glass steril yang berisi 25 ml air laut konsentrasi 0,315% dan prosentase (%)
steril, kemudian masukkan air laut pembelahan sel embrio bulu babi yang
dengan sel embrio bulu babi tersebut ke terhambat pembelahannya dapat dilihat
dalam cawan petri steril, tunggu hingga pada tabel 5.
terbentuk membran fertilisasi. Setelah
terbentuk membran fertilisasi,
ditambahkan air seduhan teh bayam
Tabel 5. Aktivitas penghambatan pembelahan sel embrio bulu babi (Diadema antillarum)
yang diberi teh daun bayam merah (Amaranthus tricolor L) konsentrasi 0,315%
Kontrol Konsentrasi 5%
Tahapan Tahapan
negative Replikasi
pembelah- Waktu pembela- rerata
1 2 3 4 5
an sel ∑ % han sel
∑ % ∑ % ∑ % ∑ % ∑ % ∑ %
Telur + 0 menit 12 100 Telur + 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100
sperma sperma
Fertilisasi/ 15 menit 12 100 Fertilisa- 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100
zigot si/zigot
30 menit 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100
45 menit 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100
60 menit 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100
75 menit 12 100 8 66 10 83 10 83 7 58 8 66 8,6 80,6
2 sel 90 menit 12 100 8 66 10 83 9 75 7 58 8 66 8,4 80,4
105 menit 12 100 8 66 9 75 9 75 7 58 8 66 8,7 80,7
4 sel 120 menit 12 100 8 66 9 75 9 75 7 58 8 66 8,2 80,2
8 sel 150 menit 12 100 7 58 9 75 9 75 7 58 8 66 8 80
180 menit 12 100 5 41 9 75 9 75 6 50 7 58 7,2 70,2
16 sel 240 menit 12 100 5 41 8 66 9 75 6 50 7 58 7 70
300 menit 12 100 2 sel 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
32 sel 360 menit 12 100 4 sel 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Blastula 24 jam 12 100 8 sel 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Gastrula 2 hari 12 100 16 sel 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Pluteus 5 hari - - 32 sel 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Keterangan: ∑ = Jumlah sel, % = Prosentase tahap pembelahan sel

Tabel 5 menunjukkan pada kelompok membelah menjadi 16 sel dan 360 menit
kontrol jumlah sel embrio bulu babi membelah menjadi 32 sel, dan hasil
yang membelah pada tahapan pertama pengamatan lanjutan dalam waktu 24
(menjadi 2 sel) terlihat pada hasil jam pembelahan sel menjadi bentuk
pengamatan selama 90 menit, 120 menit blastula dan gastrula setelah
membelah menjadi 4 sel, 150 menit pengamatan 2 hari dengan jumlah 12 sel
membelah menjadi 8 sel, 240 menit (100%). Kelompok perlakuan yang
272
diberi seduhan teh daun bayam merah ditambahkan untuk masing-masing
konsentrasi 1,25% dari lima replikasi perlakuan. Pengamatan proses
menunjukkan hasil pengamatan sel dari pembelahan sel dilakukan setiap 15
sel telur dan sperma dalam 10 LP menit sampai tahapan pembelahan
berjumlah 12 sel (100%). Memasuki pertama (menjadi 2 sel), setiap 1 jam
tahapan pembelahan sel menjadi fase untuk tahapan pembelahan kedua
fertilisasi/zigot dalam 10 LP berjumlah (menjadi 4 sel, 8 sel, 16 sel, dan 32 sel)
12 sel (100%) yang diamati pada 15 dan setiap 24 jam untuk mengamati
menit pertama, 30 menit, 45 menit dan bentuk blastula, gastrula dan pluteus
60 menit. Pembelahan dianggap dibawah mikroskop dengan perbesaran
terhenti pada tahap fertilisasi/zigot yang 400x. Hasil pengamatan berupa
diamati dalam waktu 75 menit yang penghambatan tahapan pembelahan sel
menunjukkan adanya penurunan jumlah embrio bulu babi (Diadema atillarum)
sel yang membelah sebanyak 8 sel oleh teh daun bayam merah
(66%) pada replikasi 1, 10 sel (83%) (Amaranthus tricolor L) dengan
pada replikasi 2 dan 3, 7 sel (58%) pada konsentrasi 0,1% dan prosentase (%)
replikasi 4, dan 8 sel (66%) pada pembelahan sel embrio bulu babi yang
replikasi 5, sehingga didapat rerata terhambat pembelahannya dapat dilihat
jumlah sel yang terhenti pembelahannya pada tabel 6.
dari lima replikasi sabanyak 8,6 sel Tabel 6 menunjukkan pada
(80,6%). Hasil ini dibuktikan dengan kelompok kontrol jumlah sel embrio
pengamatan lanjutan sampai pada jam bulu babi yang membelah pada tahapan
keempat (240 menit) bentuk sel masih pertama (menjadi 2 sel) terlihat pada
dalam bentuk fertilisasi/zigot dengan hasil pengamatan selama 90 menit, 120
penurunan jumlah dan prosentase sel menit membelah menjadi 4 sel, 150
yang diamati. menit membelah menjadi 8 sel, 240
6. Hasil aktivitas penghambatan tahap menit membelah menjadi 16 sel dan 360
pembelahan sel embrio bulu babi menit membelah menjadi 32 sel, dan
(Diadema antillarum) oleh teh daun hasil pengamatan lanjutan dalam waktu
bayam merah (Amaranthus tricolor L) 24 jam pembelahan sel menjadi bentuk
pada konsentrasi 0,1%. blastula dan gastrula setelah
Hasil penelitian berupa penghambatan pengamatan 2 hari dengan jumlah 12 sel
tahap pembelahan sel embrio bulu babi (100%). Kelompok perlakuan yang
oleh teh daun bayam merah konsentrasi diberi seduhan teh daun bayam merah
0,1%. Aktivitas penghambatan tahap konsentrasi 2,5% dari lima replikasi
pembelahan sel embrio bulu babi dilak menunjukkan hasil pengamatan sel dari
ukan dengan cara menambahkan 250 sel telur dan sperma dalam 10 LP
µL sperma dan 1250 µL sel telur bulu berjumlah 12 sel (100%).
babi di dalam beaker glass steril yang
berisi 25 ml air laut steril, kemudian
masukkan air laut dengan sel embrio
bulu babi tersebut ke dalam cawan petri
steril, tunggu hingga terbentuk
membran fertilisasi.Setelah terbentuk
membran fertilisasi, ditambahkan air
seduhan teh bayam merah sebanyak
1500 µL (perbandingan 1:1) dari jumlah
sel sperma dan sel telur yang

273
Tabel 6. Pembelahan sel embrio bulu babi (Diadema antillarum) yang diberi teh dau bayam
merah (Amaranthus tricolor L) konsentrasi 0,1%.Keterangan: ∑ = Jumlah sel, % =
Prosentase tahap pembelahan sel

Kontrol Konsentrasi 5%
Tahapan Tahapan
negative Replikasi
pembelah- Waktu pembela- rerata
1 2 3 4 5
an sel ∑ % han sel
∑ % ∑ % ∑ % ∑ % ∑ % ∑ %
Telur + 0 menit 12 100 Telur + 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100
sperma sperma
Fertilisasi/ 15 menit 12 100 Fertilisa 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100
zigot -si/zigot
30 menit 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100
45 menit 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100
60 menit 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100 12 100
75 menit 12 100 10 83 10 83 10 83 9 75 8 66 9,4 90,4
2 sel 90 menit 12 100 10 83 10 83 9 75 9 75 8 66 9,2 90,2
105 menit 12 100 10 83 9 75 9 75 9 75 8 66 9 90
4 sel 120 menit 12 100 10 83 9 75 9 75 9 75 8 66 9 90
8 sel 150 menit 12 100 10 83 9 75 9 75 9 75 8 66 9 90
180 menit 12 100 10 83 9 75 9 75 8 66 7 58 8,6 80,6
16 sel 240 menit 12 100 8 66 8 66 9 75 8 66 7 58 8 80
300 menit 12 100 2 sel 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
32 sel 360 menit 12 100 4 sel 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Blastula 24 jam 12 100 8 sel 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Gastrula 2 hari 12 100 16 sel 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Pluteus 5 hari - - 32 sel 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Keterangan: ∑ = Jumlah sel, % = Prosentase tahap pembelahan sel

Memasuki tahapan pembelahan Pembahasan


sel menjadi fase fertilisasi/zigot dalam Bayam merah merupakan bahan sayuran
10 LP berjumlah 12 sel (100%) yang yang bergizi tinggi dan digemari oleh
diamati pada 15 menit pertama, 30 semua lapisan masyarakat. Bayam merah
menit, 45 menit dan 60 menit. juga salah satu sayuran dengan sumber
Pembelahan dianggap terhenti pada protein, lemak, karbohidrat, vitamin A, B
tahap fertilisasi/zigot yang diamati dan C, dan mengandung garam-garam
dalam waktu 75 menit yang mineral seperti kalium, pospor, zat besi,
menunjukkan adanya penurunan jumlah amarantin, rutin dan purin. Kandungan
sel yang membelah sebanyak 10 sel mineral seperti purin, merupakan zat hasil
(83%) pada replikasi 1, 2 dan 3, 9 sel metabolisme yang masuk ke dalam tubuh
(75%) pada replikasi 4, dan 8 sel (66%) akan diubah menjadi asam urat dan
pada replikasi 5, sehingga didapat rerata berperan dalam pembentukan batu ginjal
jumlah sel yang terhenti pembelahannya (Dalimartha, 2000).
dari lima replikasi sabanyak 9,4 sel Informasi mengenai adanya aktifitas
(90,4%). Hasil ini dibuktikan dengan penghambatan pembelahan sel embrio bulu
pengamatan lanjutan sampai pada jam babi pada sediaan teh daun bayam merah
keempat (240 menit) bentuk sel masih belum diketahui. Penelitian ini bertujuan
dalam bentuk fertilisasi/zigot dengan mengetahui potensi yang dimiliki oleh teh
penurunan jumlah dan prosentase sel daun bayam merah (Amaranthus tricolor
yang diamati.
274
L) sebagai zat anti mitosis yang dapat Memasuki tahapan pembelahan sel
menghambat aktivitas dari pembelahan sel menjadi fase fertilisasi/zigot dalam 10 LP
embrio bulu babi. Pengamatan berjumlah 12 sel (100%) yang diamati
penghambatan proses pembelahan sel pada 15 menit pertama, 30 menit, 45 menit
embrio bulu babi dilakukan dengan dan 60 menit. Pembelahan dianggap
memberikan berbagai kelompok perlakuan terhenti pada tahap fertilisasi/zigot yang
teh daun bayam merah dengan konsentrasi diamati dalam waktu 75 menit yang
5%, 2,5%, 1,25%, 0,625%, 0,315%, dan menunjukkan adanya penurunan jumlah sel
1%. yang membelah sebanyak 10 sel (83%)
Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada replikasi 1, 2 dan 3, 9 sel (75%) pada
yang telah dilakukan pada kelompok replikasi 4, dan 8 sel (66%) pada replikasi
perlakukan dengan konsentrasi teh daun 5, sehingga didapat rerata jumlah sel yang
bayam merah 5% menunjukkan hasil terhenti pembelahannya dari lima replikasi
penghambatan pembelahan sel (tidak sabanyak 9,4 sel (90,4%).
terjadi pembelahan) dengan prosentase Hasil ini dibuktikan dengan
sebesar 100%. Hal ini mengindikasi pengamatan lanjutan sampai pada jam
konsentrasi yang digunakan masih keempat (240 menit) bentuk sel masih
tergolong tinggi sehingga konsentrasi dalam bentuk fertilisasi/zigot dengan
diturunkan mulai dari 2,5%,1,25%, penurunan jumlah dan prosentase sel yang
0,625%, 0,315%, dan 0,1% sebagai diamati. Sehingga pengamatan dianggap
tahapan konsentrasi teh daun bayam merah sudah tidak dilanjutkan dan dianggap
yang digunakan. sudah terjadi efek penghambatan
Perbedaan masa pembelahan yang pembelahan sel. Hal ini juga berlangsung
terjadi antara kelompok kontrol (tanpa pada konsentrasi 2,5%, 1,25%, 0,625%,
perlakukan) dan kelompok perlakuan 0,315%, dan 0,1% menunjukkan
(yang diberikan teh daun bayam merah), pembelahan sel embrio bulu babi terhenti
terlihat berlangsung lebih lambat pada pada tahapan pembelahan zigot dengan
kelompok perlakuan dibandingkan dengan prosentase sebesar 100%, dengan kata lain
kelompok kontrol. Pada kelompok kontrol tidak terjadi pembelahan menjadi 2 sel, 4
sel sudah masuk ke fase 8 sel dan 16 sel sel, 8 sel, 16 sel, 32 sel, bentuk Blastula,
dan 32 sel tetapi pada kelompok perlakuan Gastrula sampai Pluteus.
masih dalam fase zigot. Hal ini terlihat Pemberian dosis dengan variasi
dari hasil pengamatan yang menunjukkan konsentrasi teh daun bayam merah pada
pada kelompok kontrol jumlah sel embrio setiap perlakuan menunjukan tidak adanya
bulu babi yang membelah pada tahapan pembelahan sel yang terlihat dari hasil
pertama (menjadi 2 sel) terlihat pada hasil pengamatan yang dilakukan pada setiap
pengamatan selama 90 menit, 120 menit perlakuan konsentrasi dengan
membelah menjadi 4 sel, 150 menit perbandingan hasil kontrol. Namun ada
membelah menjadi 8 sel, 240 menit kecenderungan bahwa makin rendah
membelah menjadi 16 sel dan 360 menit konsentrasi teh daun bayam merah makin
membelah menjadi 32 sel, dan hasil tinggi umur harapan hidup dari sel telur
pengamatan lanjutan dalam waktu 24 jam yang sudah dibuahi. Efek penghambatan
pembelahan sel menjadi bentuk blastula pada pembelahan sel yang diberikan
dan gastrula setelah pengamatan 2 hari seduhan teh daun bayam merah disebabkan
dengan jumlah sel sebanyak 12 sel (100%). karena adanya zat aktif yang kuat yang
Kelompok perlakuan yang diberi berperan dalam proses penghambatan
seduhan teh daun bayam merah konsentrasi tahapan pembelahan sel, zat tersebut
5% dari lima replikasi menunjukkan hasil adalah antioksidan.
pengamatan sel dari sel telur dan sperma Daun Bayam merah diketahui
dalam 10 LP berjumlah 12 sel (100%). memiliki kandungan antioksidan yang

275
kuat. Antioksidan diketahui mengandung radiasi dibandingkan dengan sel yang
komponen polifenol dengan senyawa hipoksik (sel yang miskin oksigen).
turunannya antara lain epikatekin, Peningkatan kadar oksigen pada sel kanker
gallokatekin dan epigallo katekin dan jenis bertujuan agar saat pemberian terapi
antioksidan lainnya antara lain flavonoid, radiasi sel tersebut lebih sensitif dan tidak
karotenoid, vitamin C, dan senyawa dapat memperbaiki kerusakannya setelah
alkaloida yaitu tilosrebrin, vinblastin dan radiasi.
vinkristin (Jong, 2005; Astawan, 2004). Berdasarkan studi yang
Kandungan zat aktif yang terdapat dipublikasikan dalam Jurnal Anti cancer
dalam daun bayam merah (Amaranthus potential of flavonoids menunjukan
tricolor L) seperti flavonoid dilaporkan kandungan senyawa flavonoid sebagai
juga terdapat pada ekstrak etanolik dari antioksidan yang terkandung pada daun
daun kelor (Moringa oleifera) dan ekstrak bayam merah berperan menurunkan resiko
daun Gynura procumbens yang berpotensi kanker termasuk sebagai pencegahan
menurunkan mitosis sel sehingga dapat kanker (kemoterapi) dengan memilah
menurunkan proliferasi sel dan mencegah berbagai bagian faktor, regulasi dan
perkembangan kanker. Hal ini juga mekanime molekuler bersama dengan
didukung dari penelitian oleh Khoiri tahun interaksi protein yang signifikan.
2009 dan Khafalla tahun 2010 bahwa Mekanisme molekuler flavonoid sebagai
kandungan flavonoid mempunyai aktifitas anti kanker mampu menghambat
antioksidan 77% dalam menghambat fosforilasi protein, menghambat enzim
pembentukan radikal bebas. prooksidan, mengatur katabolisme
Mekanisme antioksidan sebagai anti karsinogen, menghambat resintensi obat,
kanker seperti flavonoid mampu memberikan efek antioksidan dalam
menginduksi enzim GST (Glutation S menangkal radikal bebas, menghambat
Tranferase) pada tikus jantan yang diberi pembentukan pembuluh darah pada
DMBA (dimetilbenzen antrasen) dengan jaringan kanker (anti angiogenesis),
meningkatkan ekspresi enzim GST yang menyebabkan apoptosis dan menahan
dapat mendetoksifikasi karsinogen reaktif peredaran sel (cycle arrest).(Batra &
menjadi tidak reaktif dan lebih polar Sharma, 2013).
sehingga cepat dieliminasi dari tubuh Kelemahan dari penelitian ini adalah
dengan menstimulasi respon imun terhadap sulitnya untuk mengendalikan adanya
sel kanker yang dimulai dengan kontaminasi protozoa, sehingga pada
pengenalan antigen sel kanker oleh limfosit proses pengamatan sel embrio bulu babi
T melalui mekanisme penyajian antigen sampai pada hari kelima, terutama pada
oleh sel makrofag, selanjutnya akan terjadi kelompok kontrol, tidak ditemukan bentuk
aktivasi respon imun berupa proliferasi sel sampai tahap Pluteus karena bentuk
limfosit. Selanjutnya akan diaktifkannya Gastrula pada saat pengamatan banyak
mekanisme efektor untuk mengeliminasi dirusak oleh protozoa. Kontaminan
sel kanker (Meiyanto, 2009; Kusharyanti, berpeluang besar terjadi saat pengumpulan
2004). dan koleksi gamet meski bulu babi yang
Hasil penelitian lainnya yang terkait akan diambil gametnya sudah di cuci dan
penggunaan bayam merah yaitu Fajria dikonversi nilainya maka perlu penelitian
tahun 2011 tentang pengukuran zat besi lebih lanjut untuk uji coba pada hewan
yang terkandung dalam bayam merah coba dengan tingkatan yang lebih tinggi
terhadap peningkatan hemoglobin dan zat seperti tikus putih yang memiliki nilai
besi dalam darah. Dengan peningkatan konversi pada manusia.
kadar hemoglobin dalam darah maka sel
kanker yang normoksik (sel yang kaya
akan oksigen) lebih sensitif terhadap

276
Kesimpulan 4. Dalimartha.,2000. Atlas Tumbuhan
Obat Indonesia. Jakarta: PT. Pustaka
1. Seduhan Teh Daun Bayam Merah
Pembangunan Swadaya Nusantara.
dengan konsentrasi 5%, 2,5%, 1,25%,
5. Dalimartha.,2004. Deteksi Dini
0,625%, 0,315%, 0,1% memperlihatkan
Kanker dan Simplisia Anti Kanker.
efek anti mitosis pada sel embrio bulu
Jakarta: Penebar Swadaya.
babi pada tahap zigot dengan rerata
6. Haryanto, Loo Raharjo, 2005.
100%.
Pengaruh Diet Vegan Terhadap
2. Teh Daun Bayam Merah (Amaranthus
Insiden Terjadinya Kanker Payudara.
tricolor L) berpotensi menghambat
Fakultas Kedokteran Universitas
tahap pembelahan sel (anti mitosis) sel
Wijaya Kusuma Surabaya
embrio bulu babi (Diadema antillarum)
7. Jong, Wim De., 2005. Kanker, Apakah
.
Itu? Pengobatan, Harapan Hidup, dan
Saran
Dukungan Keluarga. Jakarta: Arcan.
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut 8. Meiyanto E., Susilowati S., Taminatun
mengenai filtrat daun bayam merah dan S., Murwanti R., Sugiyanto. Efek
zat bioaktif yang spesifik dan Kemopreventif Ekstrak Gynura
mekanisme kerja senyawa aktif yang procumbent (Lour) Merr pada
terkandung dalam teh daun bayam Karsinogenesis Kanker Payudara
merah (Amaranthus tricolor L) sebagai Tikus. MFI, 2007, 18(3):154-161.
anti mitosis. 9. Mulyadi. 1997.Kanker : Karsinogen,
2. Perlu dilakukan penelitian mengenai zat Karsinogenesis, dan Antikanker.
antimitosis pada daun bayam merah Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
(Amaranthus tricolor L) pada kultur sel 10. Notoatmodjo S., 2005. Metodologi
ganas dan secara invivo pada hewan Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
coba sesuai dengan konsentrasi yang Cipta.
telah menghambat. 11. Sukardja.,2000. ONKOLOGI klinik.
3. Perlu diukur efek kristal oksalat yang Surabaya: UAP.
terdapat pada teh daun bayam merah 12. Tim Cancer Helps. 2010. Stop Kanker:
pada hewan coba. “Kanker bukan Vonis Mati”. Jakarta:
4. Bagi peneliti yang ingin melakukan Agromedia Pustaka.
penelitian yang serupa diharapkan 13. Yoga. 2013. Potensi Filtrat Daun
pengambilan bulu babi lebih dari satu Kelor (Moringa oleifera) Terhadap
koloni agar bisa memenuhi kebutuhan Aktivitas Penghambatan Tahap
bulu babi betina karena dalam satu Pembelahan Sel (anti mitosis) Sel
koloni biasanya hanya terdapat 1-2 Embrio Bulu Babi (Diadema
betina. antillarum). Poltekkes Mataram.

Daftar Pustaka
1. Agrijanti, Wilusantha IGP, Andyka,
Jannah M., 2010. Laporan Akhir
Risbinakes. Poltekkes Kemenkes
Mataram Tahun Anggaran 2010.
2. Astawan, Made.,2004. Khasiat
Makanan Mentah. Jakarta: Gramedia.
3. Batra P.,Sharma AK.,2013. Anti-
cancer potential of flavonoids: recent
trends and future perpectives.
Departement of Biotecnhology,
MMEC.
277
STUDI KUALITAS AIR SECARA FISIKA DAN KIMIA
SUNGAI ANCAR – KOTA MATARAM

Ida Bagus Rai Wiadnya1, Gunarti, Sri Witanti Dinasia2


1
Dosen Poltekkes Kemenkes Mataram Jurusan Analis Kesehatan
2
Balai Pengujian Dinas Kimpraswil Prov. NTB

Abstrak
Air sungai Ancar merupakan sungai yang melalui daerah yang berpenduduk padat dan
digunakan juga untuk pertanian, pembuangan limbah rumah tangga, sampah dan limbah
Industri rumah tangga (tahu dan tempe) serta berbagai bentuk aktivitas penduduk dilakukan di
sana seperti mandi, cuci, kakus dan lain-lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kualitas air secara fisik dan kimia sungai Ancar – Kota Mataram. Penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif yaitu, penelitian yang bertujuan untuk mendalami masalah yang telah
ada secara luas, penelitian ini untuk menemukan keterangan mengenai segala sesuatu yang
relevan dengan masalah yang diteliti, yakni teori yang dipakai, pendapat para ahli mengenai
aspek tersebut, penyelidikan-penyelidikan yang telah dilakukan selama ini dan hasil-hasilnya
yang sedang berjalan ataupun masalah-masalah yang disarankan oleh ahli-ahli. (Surakhmad,
1980). Tempat pengambilan sampel dilakukan pada 3 titik lokasi di daerah aliran sungai
Ancar, yaitu : Gontoran – Bertais, Karang Bedil – Mataram Timur dan Gerisak – Tanjung
Karang. Dengan parameter penelitian secara fisika; suhu, pH, Warna, dan Kekeruhan
sedangkan parameter kimia meliputi: DO, BOD, Ammoniak, Nitrit, Organik Jumlah,
Alkaliniti dan Asiditi. Dari hasil pengujian parameter fisika dan kimia yang diperoleh, dapat
diambil suatu kesimpulan bahwa kualitas air sungai Ancar masih memenuhi ketentuan baku
mutu kualitas air golongan B atau air baku menurut PP. No. 20 Th. 1990 tentang
pengendalian pencemaran air dan PERMENKES. RI 416/MENKES/PER/IX/1990. Dampak
pencemaran limbah pertanian akibat pemakaian pupuk umumnya, dan limbah industri rumah
tangga belum menunjukkan gejala yang serius.
Kata kunci : kualitas air, fisika, kimia.

STUDY OF WATER QUALITY IN PHYSICS AND CHEMISTRY ANCAR


RIVER – MATARAM CITY

Abstract
Ancar river water is a river through densely populated areas and used also for agricultural,
domestic sewage, garbage and household waste industry ( tofu and tempeh ) and various
forms of population activities carried out there such as bathing, washing , toilets and so on
other. This study aims to determine the water quality of physical and chemical Ancar,
Mataram city. This research is descriptive , the research aimed to explore the problems that
already exist broadly, this study to find information about everything relevant to the problems
examined, the theories used, the opinion of experts on this aspect, investigations have done so
far and the results are currently running or problems suggested by experts. ( Surakhmad,
1980). Where sampling is undertaken at three point locations in the watershed Ancar, namely

278
: Gontoran - Bertais, Karang Bedil – Mataram Timur and Gerisak - Tanjung Karang. With the
parameters in physics research; temperature, pH , color and turbidity while chemical
parameters include: DO, BOD, Ammonia, Nitrite, Organic Total, Alkaliniti and Asiditi. From
the results of testing of physical and chemical parameters were obtained , it can be concluded
that the water quality of the river Ancar still comply with water quality standards of class B or
raw water according to the government regulations 1990 on water pollution control and
PERMENKES. RI 416 / MENKES / Per / IX / 1990. The impact of agricultural waste
pollution resulting from the use of fertilizers in general, household and industrial waste have
not shown serious symptoms .
Keywords : water quality , physics, chemistry .

279
Latar Belakang mengarah ke badan sungai, di sebelah utara
sungai terdapat tumpukan sampah dan di
Aliran air Sungai Ancar melalui daerah
dalam sungai banyak sampah yang
yang berpenduduk padat juga digunakan
tertahan. Untuk keadaan lingkungan di
untuk pertanian, pembuangan limbah
sekitar tempat pengambilan sampel di
rumah tangga, sampah dan limbah Industri
daerah Gerisak terlihat aliran buangan
rumah tangga (tahu dan tempe) serta
limbah penduduk dialirkan ke sungai,
berbagai bentuk aktivitas penduduk
sampah-sampah dan limbah pembuatan
dilakukan di sana seperti mandi, cuci,
tempe dan tahu juga dibuang ke sungai,
kakus. Air merupakan kebutuhan mutlak
baik yang berupa limbah cair maupun
bagi setiap mahluk hidup, bagi manusia air
limbah padat, di pinggiran sungai juga
diperlukan diantaranya untuk minum,
terdapat kandang-kandang ternak
memasak, mandi, mencuci, kegiatan
penduduk. Berdasarkan data Biro Pusat
pertanian dan industri.
Statistik Mataram tahun 2014, diketahui
Air makin mahal dan sulit diperoleh
tingkat kepadatan penduduk dari ke tiga
karena sumber air sudah menipis atau
keluruhan, dimana titik lokasi tempat
akibat pencemaran sehingga menyebabkan
pengambilan sampel termasuk di dalam
menurunnya fungsi air dari fungsi
wilayah-wilayah Kelurahan tersebut, yaitu:
sebelumnya. Berdasarkan survei di
Kelurahan Bertais-Gontoran dengan
lapangan diketahui keadaan lingkungan di
tingkat kepadatan penduduk sebesar 5.482
sekitar lokasi pengambilan sampel di
Jiwa/km2, Kelurahan Mataram Timur-
daerah Bertais terdapat areal persawahan
Karang Bedil dengan tingkat kepadatan
dan kebun – kebun, aktivitas penduduk
penduduk sebesar 6.449 Jiwa/km2 dan
seperti mandi, cuci, kakus juga dilakukan
Kelurahan Tanjung Karang-Gerisak
di lokasi tersebut, keadaan lingkungan di
dengan tingkat kepadatan penduduk 3,608
sekitar lokasi pengambilan sampel di
Jiwa/km2. Untuk lebih jelasnya dapat
daerah Karang Bedil terlihat bangunan
dilihat pada tabel 1 di bawah ini :
rumah penduduk cukup padat dimana pipa-
pipa buangan dari rumah – rumah tersebut

Tabel. 1 Kepadatan Penduduk per kelurahan

Luas Wilayah Jumlah Kepadatan Penduduk


No. Kelurahan
(km2) Penduduk Per km2
1 2 3 4 5
1 Bertais 2,04 11.183 5.482
2 Mataram Timur 2,27 14.639 6.449
3 Tanjung Karang 4,60 16.598 3.608
Sumber : Biro Pusat Statistik – Mataram, 2014
penyelidikan yang telah dilakukan selama
Metode ini dan hasil-hasilnya sedang berjalan
ataupun masalah-masalah yang disarankan
Penelitian ini merupakan penelitian
oleh ahli-ahli. (Surakhmad, 1980).
deskriptif yaitu, penelitian yang bertujuan
Penentuan lokasi pengambilan sampel
mendalami masalah yang telah ada secara
didasarkan atas keadaan lingkungan pada
luas, penelitian ini untuk menemukan
lokasi pengambilan sampel. Teknik
keterangan mengenai segala sesuatu yang
pengambilan sampel adalah stratified
relevan dengan masalah yang diteliti, yakni
cluster sample dan diambil di tiga titik
teori yang dipakai, pendapat para ahli
lokasi yaitu :
mengenai aspek tersebut, penyelidikan -
a. Gontoran Bertais ………… ( A1 )
b. Kr. Bedil-Mataram Timur. ( A2 )
280
c. Gerisak – Tanjung Karang ( A3 ) Uji pH
Alat, Bahan dan Pereaksi 1. Kalibrasi alat, (Departemen PU,1986)
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian a. Perhatikan petunjuk pemakaian alat
ini adalah Penyuling, botol BOD Winkler, dari pabrik
Bulb / filter, biuret, cuvet, gelas ukur, gelas b. Bilas elektroda dengan larutan
piala, kertas saring, labu ukur, labu penyangga pH 7 sebanyak tiga kali,
Erlenmeyer, magnetic stirrer, kemudian keringkan dengan kertas
Nephelometer, pipet tetes, pipet ukur, pipet tissue, ukur pH larutan buffer dan
volumetric, pH meter, penangas air, atur alat sehingga skala pH
Spektrofotometer, thermometer dan tabung menunjukkan angka yang sesuai
COD. dengan pH larutan buffer.
Bahan dan pereaksi yang digunakan c. Bilas elektroda dengan larutan
dalam penelitian ini adalah air suling, penyengga pH 4 sebanyak tiga kali,
Mangan Sulfat, Alkali Iodida Azida, kemudian keringkan dengan kertas
Natrium Tiosulfat 0,025 N, Amilum 1%, tissue, ukur pH larutan buffer dan
skala warna 500 mg/L, baku kekeruhan 40 atur alat sehingga skala pH
UKN, baku Nitrit 250 mg/L, Sulfanilat, menunjukkan angka yang sesuai
Naftiletilendiamin Dihidroklorida, Asam dengan pH buffer.
Sulfat pekat, baku Amonium 1000 mg/L, 2. Penentuan pH, (Departemen PU,1986).
larutan Nessler, buffer pH 4, buffer pH 7, a. Bilas elektroda dengan air suling
NaOH 6 N, NaOH 1 N, NaOH 0,02 N, sebanyak tiga kali dan keringkan
Asam Sulfat 1 N, Asam Sulfat 0,1 N, dengan kertas tissue.
Asam Sulfat 0,02 N, Kalium Bikromat, b. Rendamlah eletroda ke dalam contoh
Mercury Sulfat, Perak Sulfat, Ferro selama ± 1 menit kemudian
Amonium Sulfat, Asam Sulfat 8 N bebas keringkan dengan kertas tissue.
Zat Organik, Asam Oxalat 0,01 N, Kalium c. Ganti contoh dan rendamlah
Permanganat 0,01 N, (Alaerts dan Santika, elektroda ke dalam contoh tersebut
1987) sampai pH meter menunjukkan
Prosedur Kerja pembacaan yang tetap.
Uji Suhu Uji Oksigen Terlarut (DO)
a. Termometer di kalibrasi dengan Metode : Titrimetri Iodometri,
thermometer baku sebaiknya dilakukan (Depkes,1990)
secara berkala. a. Tambahkan 1 ml larutan MnSO4
b. Dilakukan pemeriksaan suhu di daerah dan 1 ml larutan Alkali Iodida
lokasi dengan cara menempatkan Azida berturut-turut ke dalam botol
thermometer sedemikian rupa sehingga BOD yang berisi contoh.
tidak kontak langsung dengan cahaya b. Tutup botol BOD dengan hati-hati
matahari biasanya dilindungi dengan kemudian kocok dengan
bayangan badan, tunggu sampai skala membolak-balikan botol beberapa
suhu pada thermometer menunjukkan kali, biarkan mengendap.
angka yang stabil, kemudian catat suhu c. Buka tutup botol BOD dan
udara. tambahkan 1 ml H2SO4 pekat
c. Termometer langsung diselupkan ke melalui dinding dalam botol,
dalam air sampai batas skala baca, kemudian botol segera ditutup
biarkan 2-5 menit sampai skala suhu kembali.
pada thermometer menunjukkan angka d. Kocok dengan cara membolak-
yang stabil, pembacaan skala balikkan botol sampai semua
thermometer harus dilakukan tanpa endapan melarut.
mengangkat lebih dahulu thermometer e. Diamkan selama 5-10 menit
dari air, (Departemen PU,1986).

281
f. Ukur 200 ml larutan dan masukkan c. Pemeriksaan contoh yang
ke dalam labu Erlenmeyer titrasi mempunyai kekeruhan lebih tinggi
dengan larutan baku Natrium dari 40 UKN maka harus dilakukan
Tiosulfat 0,025N sampai terjadi pengenceran. Sehingga di peroleh
warna kuning muda. skala kekeruhan antara 30 – 40
g. Tambahkan indikator amilum 1% UKN.
1-2 ml sampai timbul warna biru Uji Nitrit
dan titrasi dilanjutkan hingga warna Metode : Brusin Sulfat, (Depkes,1990)
biru hilang pertama kali. a. Optimalkan alat spektrofotometer
h. Catat seluruh pemakaian larutan sesuai petunjuk penggunaan alat.
Natrium tiosulfat. Apabila b. Pipet 50 ml masing-masing larutan
perbedaan pemakaian larutan standar Nitrit dan contoh air,
natrium tiosulfat secara duplo lebih kemudian masukkan ke dalam labu
dari 0,10 ml ulangi pengujian, Erlenmeyer.
apabila kurang dari 0,01 ml rata- c. Tambahkan 1 ml larutan asam
ratakan hasilnya untuk perhitungan sulfanilat.
oksigen terlarut. d. Biarkan larutan tersebut bereaksi
Uji Warna selama 2-8 menit.
Metode : Spektrofotometri, e. Tambah 1 ml larutan naftil
(Departemen PU,1986). etilendiamin dihidroklorida, aduk
a. Buat kurva kalibrasi dengan dan biarkan paling sedikit 10 menit,
membaca larutan baku dengan tetapi tidak lebih dari 2 jam.
skala warna 2,0 5,0 ,10,0 dan 25,0 f. Masukkan ke dalam cuvet pada alat
mg/L PtCo dengan spektrofotometer dengan panjang
spektrofotometer pada panjang gelombang 543 nm, baca serapan
gelombang 355 nm. masuknya.
b. Contoh uji terlebih dahulu di saring g. Perhitungan :
dengan kertas saring berpori 0,45 1. Kadar Nitrit di cari dengan
um, kemudian dibaca serapan- menggunakan kurva kalibrasi.
masuknya seperti pada larutan baku 2. Apabila kadar Nitrit >0,5 mg/L
di atas, nilai warna contoh uji akan ulangi pengujian dengan cara
terbaca pada display mengencerkan contoh uji.
spektrofotometer. Uji Amoniak
Uji Kekeruhan Metode : Nessler, (Depkes,1990).
Metode : Nephelometri, (Departemen a. Tahap Penyulingan Contoh Uji.
PU,1986). 1. Ukur 300 ml contoh, masukkan
a. Kalibrasi Nephelometer dilakukan ke dalam labu penyuling 500
dengan mengikuti petunjuk Peng- ml.
gunaan alat yang dikeluarkan oleh 2. Tambahkan 25 ml larutan
pabriknya. penyangga borat serta beberapa
b. Pemeriksaan kekeruhan lebih butir batu didih.
rendah dari 40 UKN, dilakukan 3. Tepatkan pH menjadi 9,5
dengan mengocok dan membiarkan dengan penambahan larutan
hingga gelembung udara hilang, NaOH, 6 N menggunakan pH
kemudian masukkan ke dalam meter.
tabung pada Nephelometer. Baca 4. Hidupkan alat penyuling dan
skala kekeruhan secara langsung atur kecepatan penyulingan 6-10
dari alat, hitung kekeruhan dari ml/menit.
kurva kalibrasi. 5. Tampung air sulingan ke dalam
labu Erlenmeyer 250 ml yang

282
telah di isi 30 ml larutan asam d. Panaskan hingga mendidih selama
borat dan tampung air suling 1 menit.
sebanyak 120 ml atau sampai e. Tambahkan 10 ml larutan baku
tidak mengandung ammonia kalium permanganat 0,01 N.
yang dapat diketahui dengan f. Panaskan hingga mendidih selama
kertas lakmus. 10 menit.
6. Encerkan menjadi 300 ml g. Tambahkan 10 ml larutan baku
dengan penambahan air suling. asam oxalat 0,01 N.
7. Contoh uji siap untuk di uji. h. Titrasi dengan larutan kalium
b. Pengujian Kadar Amonium, permanganat hingga warna merah
(Depkes,1990) muda.
1. Ukur 50 ml masing-masing i. Catat pemakaian larutan baku
larutan baku Amonium dan kalium permanganat.
contoh uji, masukkan ke dalam j. Apabila pemakaian larutan baku
labu Erlenmeyer. kalium permanganat >7 ml, ulangi
2. Tambahkan 1 ml larutan pengujian dengan cara
Nessler, kocok dan biarkan mengencerkan contoh uji.
proses reaksi berlangsung paling Uji Aciditas (Keasaman)
sedikit 10 menit. Metode : Potensiometri, (Departemen
3. Masukkan ke dalam cuvet pada PU,1986).
alat spektrofotometer dengan a. Ukur 100 ml contoh uji dan
panjang gelombang 410 nm, masukkan ke dalam labu
baca serapan-masuknya. Erlenmeyer 300 ml.
4. Perhitungan : b. Celupkan elektroda ke dalam
Kadar Amonium di cari dengan contoh uji, baca dan catat pH
menggunakan kurva kalibrasi. contoh uji.
Apabila kadar Amonium > 5 mg/L, c. Apabila pH contoh uji di bawah 3,7
ulangi pengujian dengan cara titrasi contoh uji dengan larutan
mengencerkan contoh uji. baku NaOH 0,02 N sampai pH 3,7
Uji BOD dan catat pemakaian NaOH (A’)
Metode : Titrimetrik, (Depkes,1990) yang digunakan.
Sama dengan cara kerja pada pengujian d. Apabila pH contoh uji 3,7 titrasi
Oksigen terlarut. contoh uji dengan larutan baku
Keterangan : NaOH 0,02 N sampai pH 8,3 dan
DO0 : mg/L Oksigen terlarut sebelu catat pemakaian larutan NaOH
terjadi proses perombakan. (A”).
DO5 : mg/L Oksigen terlarut sesudah e. Jumlahkan pemakaian NaOH (A)
terjadi proses perombakan. yang diperlukan untuk perhitungan
Uji Zat Organik Jumlah ( Angka keasaman total dari data 1) dan 2).
Permanganat ) f. Apabila perbedaan pemakaian
Metode : Permanganometri NaOH dalam titrasi secara duplo >
(Depkes,1990). 0,1 ml ulangi pengujian, apabila
a. Kocok dan ukur 100 ml contoh uji kurang atau sama dengan 0,1 ml
ke dalam labu Erlenmeyer 300 ml. rata-ratakan hasilnya.
b. Tambahkan larutan baku kalium Uji Alkalinitas (Kebasaan)
permanganat beberapa tetes ke Metode : Potensiometri, (Departemen
dalam contoh uji hingga terjadi PU,1986)
warna merah muda. a. Ukur 100 ml contoh uji masukkan
c. Masukkan 3 butir batu didih. ke dalam labu erlenmeyer 300 ml.

283
b. Celupkan eletroda pH meter ke Dari hasil pengujian masing-masing
dalam contoh uji. sampel diperoleh nilai pH A1 : 7,6 ; A2
c. Titrasi contoh uji dengan larutan : 7,3 dan A3 : 7,4
baku asam sulfat 0,02 N sampai pH 2. Parameter Kimia
4,9. a. Nitrit - N
d. Cata pemakaian larutan asam untuk Nilai nitrit sampel A1 & A2 : 0,02
perhitungan. ppm dan A3 : 0,03 ppm
e. Apabila pemakaian larutan baku b. Amoniak
asam sulfat 0,02 N > 3 ml ulangi c. hasil pengujian sampel nilai
Pengujian sebagai berikut : ammonium untuk sampel A1 : 0,10
a. Ukur 100 ml contoh uji masukkan ; A2 & A3 : 0,20 mg/L
ke dalam labu Erlenmeyer. d. Oksigen Terlarut
b. Titrasi contoh uji dengan larutan Nilai oksigen terlarut untuk sampel
baku asam sulfat 0,1 N sampai pH A1 : 7,2 ; A2 : 5,8 ; dan A3 : 4,8 mg/L
4,6 e. BOD
c. Catat pemakaian larutan asam, Nilai BOD untuk sampel A1 : 2,6 ;
masukkan ke dalam perhitungan. A2 : 3,2 dan A3 : 4,8 mg/L
d. Apabila pemakaian larutan baku f. KMnO4 ( Zat Organik Jumlah )
asam sulfat 0,1 N > 3 ml ulangi Nilai Permanganat untuk sampel A1 :
pengujian seperti langkah 5), 1) di 6,9 ; A2 : 8,7 dan A3 : 10,3 mg/L
atas dan lanjutkan titrasi sampai pH g. Asiditas
4,3 dan catat pemakaian larutan Hasil pemeriksaan nilai sampel A1 :
baku asam sulfat. 7,0 ; A2 : 8,0 ; dan A3 : 9,0 mg/L
e. Apabila perbedaan pemakaian h. Alkalinitas
larutan baku asam secara duplo > Hasil pemeriksaan nilai alkalinitas
0,01 ml ulangi pengujian, apabila untuk sampel A1 : 145; A2 : 100 dan
kurang atau sama dengan 0,1 ml A3 : 100 mg/L
rata-ratakan hasilnya untuk Untuk lebih jelasnya hasil pemeriksaan
perhitungan. parameter fisika dan parameter kimia
pada sampel air Sungai Ancar dapat
Hasil dilihat pada tabel rekapitulasi berikut :
1. Parameter Fisika
a. Suhu
Hasil pengukuran sampel diperoleh
Suhu udara di lokasi A1 & A2 : 29 oC
dan A3 : 30,6 oC, jika dibandingkan
dari hasil pengukuran suhu yang di
peroleh untuk A1 : 27,5 oC, A2 : 27,2
o
C dan A3 : 28,6 oC.
b. Warna
Hasil pengukuran sampel diperoleh
A1 : 4,8 ; A2 : 5,7 dan A3 : 4,0 skala
PtCo.
a. Kekeruhan :
Jika di lihat dari hasil pengujian sampel
nilai kekeruhan untuk sampel A1 : 8,37 ;
A2 : 15,5 dan A3 : 16 skala NTU
a. pH

284
A1 A2 A3
No. Parameter
( Gontoran ) ( Karang Bedil) ( Gerisak )
1. Fisika
a. Suhu 27,5oC 27,2oC 28,6oC
b. Warna 4,8 skala PtCo 5,7 skala PtCo 4,0 skala PtCo
c. Kekeruhan 8,37 skala TU 15 skala NTU 16 skala NTU
d. pH 7,6 7,3 7,4
2. Kimia
a. Nitrit 0,02 ppm 0,02 ppm 0,03 ppm
b. Ammoniak 0,10 ppm 0,20 ppm 0,20 ppm
c. DO 7,2 ppm 5,8 ppm 4,8 ppm
d. BOD 2,6 ppm 3,2 ppm 4,8 ppm
e. Angka KMnO4 6,9 ppm 8,7 ppm 10,3 ppm
f. Asiditas 7,0 ppm 8,0 ppm 9,0 ppm
g. Alkalinitas 145 ppm 100 ppm 100 ppm
oleh zat-zat Organik yang berasal
Pembahasan dari tumbuh-tumbuhan atau dari
Berdasarkan hasil pengujian parameter tanah, derajat keasaman atau pH
fisika dan kimia dari ke tiga sampel yang sangat besar pengaruhnya pada
dilakukan terdapat beberapa hal penting warna air. Perbedaan nilai warna
yaitu : yang diperoleh kemungkinan
1. Parameter Fisika
disebabkan oleh adanya zat-zat
a. Suhu
Organik dalam jumlah yang berbeda
Hasil pengukuran sampel diperoleh
atau keadaan geologi aliran sungai
Suhu udara di lokasi A1 & A2 : 29 oC
dan nilai warna dari Nilai ini masih
dan A3 : 30,6 oC, jika dibandingkan
berada di bawah ketentuan batas
dari hasil pengukuran suhu yang di
maksimum air bersih menurut
peroleh untuk A1 : 27,5 oC, A2 : 27,2
o PERMENKES. RI.
C dan A3 : 28,6 oC. Pengukuran
416/MENKES/PER/IX/1990 yaitu
suhu sangat penting dilakukan karena
50 skala PtCo, tetapi nilai warna
mempengaruhi kelarutan zat-zat di
tidak boleh terdapat dalam kriteria
dalam air sehingga akan berpengaruh
air golongan B menurut PP. No. 20
pada nilai pH, DO dan sebagainya.,
Th. 1990 tentang pengendalian
nilainya masih memenuhi ketentuan
pencemaran air.
baku mutu air golongan B menurut
c. Kekeruhan :
PP. No. 20 Th. 1990 tentang
Jika di lihat dari hasil pengujian
pengendalian pencemaran air dan
sampel nilai kekeruhan untuk sampel
ketentuan batas maksimum air bersih
A1 : 8,37 ; A2 : 15,5 dan A3 : 16 skala
menurut PERMENKES RI.
NTU. Kekeruhan disebabkan oleh
416/MENKES/PER/IX/1990.
partikel-partikel tanah liat dan
b. Warna
beberapa mineral, ukuran partikel ini
Hasil pengukuran sampel diperoleh
berkisar antara 0,2 – 0,5 u , yang bila
A1 : 4,8 ; A2 : 5,7 dan A3 : 4,0 skala
dibiarkan beberapa lama akan
PtCo. Warna air biasanya disebabkan
mengendap. nilai tersebut masih di
bawah ketentuan batas maksimum air

285
bersih menurut PERMENKES. RI menyebabkan timbulnya bau yang
416/MENKES/PER/IX/1990 yaitu : sagat tajam dan menusuk hidung
25 skala NTU. Nilai kekeruhan tidak sehingga mempengaruhi estetika dari
nilai tersebut masih berada di bawah
boleh terdapat dalam kriteria air
ketentuan baku mutu kualitas air
golongan B menurut PP. No. 20 Th. golongan B yaitu 0,5 mg/L menurut
1990 tentang pengendalian PP. No. 20 Th. 1990 tetapi nilai
pencemaran air. ammonium tidak boleh ada dalam
d. pH ketentuan batas maksimum air bersih
Dari hasil pengujian masing-masing menurut PEMRMENKES. RI
sampel diperoleh nilai pH A1 : 7,6 ; 416/MENKES/PER/IX/1990,
A2 : 7,3 dan A3 : 7,4. Nilai pH yang (Trangna N., 1993)
lebih besar dari 9,2 atau lebih kecil c. Oksigen Terlarut
dari 6,5 dapat menyebabkan Nilai oksigen terlarut untuk sampel
korosifitas pada pipa-pipa air dan A1 : 7,2 ; A2 : 5,8 ; dan A3 : 4,8
menyebabkan beberapa senyawa mg/L. Nilai Oksigen terlarut di
kimia berubah menjadi racun yang dalam air dapat digunakan sebagai
mengganggu kesehatan dan nilai salah satu indikasi adanya
nilai tersebut masih pada range nilai pencemaran bila nilai oksigen
pH pada baku mutu kualitas air tersebut kecil. nilai yang diperoleh
golongan B menurut PP. No. 20 Th. untuk sampel A1 masih memenuhi
1990 tentang pengendalian persyaratan baku mutu kualitas air
pencemaran air yaitu 5,0 – 9,0 dan golongan B menurut PP. No. 20 Th.
ketentuan batas maksimum air 1990 tentang pengendalian
bersih menurut PERMENKES. pencemaran air dan untuk sampel
RI 416/MENKES /PER/IX/1990 yang lain tidak memenuhi
yaitu 6,5 – 9,0. persyaratan tersebut, (Trangna N.,
2. Parameter Kimia 1993)
a. Nitrit - N d. BOD
Nilai nitrit sampel A1 & A2 : 0,02 Nilai BOD untuk sampel A1 : 2,6 ;
ppm dan A3 : 0,03 ppm. Keberadaan A2 : 3,2 dan A3 : 4,8 mg/L. Besarnya
senyawa nitrit di dalam air dapat nilai BOD merupakan indikasi secara
menyebabkan “Methahemoglobine” biologis tentang adanya pencemaran
yang menghambat perjalanan Zat Organik yang terjadi di suatu
oksigen dalam tubuh dan perairan, besarnya nilai parameter ini
menyebabkan penyakit “Blue dipengaruhi oleh tingkat pencemaran
Babies”. nilai yang diperoleh masih yang terjadi. akan tetapi nilai BOD
di bawah batas maksimal yang tidak boleh ada dalam kriteria air
diperbolehkan menurut baku mutu golongan B menurut PP. No. 20 Th.
kualitas air golongan B menurut PP. 1990 tentang pengendalian
No. 20 Th. 1990 dan ketentuan batas pencemaran air dan ketentuan batas
maksimum air bersih menurut maksimum air bersih menurut
PERMENKES. RI PERMENKES RI.
416/MENKES/PER/IX/1990 1,0 416/MENKES/PER/IX/1990
mg/L. (Anonim,1990) (Anonim,1990).
b. Amoniak e. KMnO4 ( Zat Organik Jumlah )
Hasil pengujian sampel nilai Nilai Permanganat untuk sampel A1 :
ammonium untuk sampel A1 : 0,10 6,9 ; A2 : 8,7 dan A3 : 10,3 mg/L
; A2 & A3 : 0,20 mg/L. Adanya Nilai permanganat atau mg/L
senyawa ammonium dapat KMnO4 juga merupakan indikasi

286
keberadaan Zat Organik dalam suatu Kesimpulan
perairan dan nilai KMnO4 > 10 Dari hasil pengujian parameter fisika dan
mg/L dapat menyebabkan bau yang kimia yang diperoleh, dapat diambil suatu
tidak sedap dan menimbulkan sakit kesimpulan yaitu. Dari hasil pemeriksaan
perut dan nilai sampel masih berada parameter kimia dan fisika bahwa air
pada batas maksimum air bersih Sungai Ancar masih memenuhi ketentuan
menurut PERMENKES. RI baku mutu kualitas air golongan B atau
416/MENKES/PER/IX/1990 akan air baku menurut PP. No. 20 Th. 1990
tetapi nilai permanganat tidak boleh tentang pengendalian pencemaran
ada pada kriteria air golongan air dan PERMENKES. RI 416/
B (PP. No. 20 Th. 1990 tentang MENKES /PER/IX/1990.
pengendalian pencemaran air),
(Trangna N., 1993) Daftar Pustaka
f. Asiditas 1. Anonim, 1986, Jilid II Pedoman
Hasil pemeriksaan nilai sampel A1 : Pemeriksaan Kualitas Air. Balitbang
7,0 ; A2 : 8,0 ; dan A3 : 9,0 mg/L Pengairan Departemen Pekerjaan
Asiditas dapat juga menimbulkan Umum.
korosifitas terhadap pipa-pipa air dan 2. Anonim, 1990, SNI Bidang
semakin tinggi nilai asiditas sampel Pekerjaan Umum mengenai Kualitas
maka korosifitas pada pipa-pipa air Air. Edisi akhir. Departemen
akan semakin cepat terjadi, tetapi Pekerjaan Umum Jakarta.
nilai asiditas tidak boleh ada dalam 3. Anonim,1990, Petunjuk Pemeriksaan
kriteria air golongan B menurut PP. Air Minum/Air Bersih.
No. 20 Th. 1990 dan ketentuan batas Departemen Kesehatan – Pusat
maksimum air bersih menurut Laboratorium Kesehatan Jakarta.
PERMENKES. RI 4. Anonim, 2014, Laporan Biro Pusat
416/MENKES/PER/IX/1990, Statistik Mataram Tahun 2014
(Trangna N., 1993) 5. Anonim,1990, Peraturan Menteri
g. Alkalinitas Kesehatan RI No. 416 Tahun 1990,
Hasil pemeriksaan nilai alkalinitas Tentang Kualitas dan Persyaratan
untuk sampel A1 : 145; A2 : 100 dan Air.
A3 : 100 mg/L. Seperti halnya 6. Anonim,1990. Peraturan Pemerintah
asiditas, alkalinitas juga dapat No. 20 Tahun 1990, Tentang
menyebabkan korosifitas terhadap Pengendalian Pencemaran Air.
pipa-pipa air, tetapi nilai alkalinitas 7. Alaerts dan Santika, 1987. Metode
tidak boleh ada dalam kriteria air Penelitian Air. Usaha Nasional.
golongan B menurut PP. No. 20 Th. Surabaya
1990 maupun ketentuan batas 8. Surakhmad. W. , 1980. Pengantar
maksimum air bersih menurut Penelitian Ilmiah (dasar, metode dan
PERMENKES. RI. teknik) Edisi – 7. Tarsito
416/MENKES/PER/IX/1990 Bandung, Bandung
9. Trangna N., 1993. Aspek Kualitas Air
Dalam Pemanfaatan Sumber-sumber
Air. Puslitbang Pengairan. Bandung

287
PEMBUKTIAN CARA MELAKUKAN LATIHAN OTOT DASAR PANGGUL
DALAM MANAJEMEN INKONTINENSIA URIN PADA MASA ANTENATAL DAN
POST PARTUM

Mas’adah1
1
Poltekkes Kemenkes Mataram Jurusan Keperawatan

Abstrak
Inkonsitensia Urin adalah stres adalah masalah yang diderita oleh wanita dewasa yang hamil
trimester ke-3 dan sudah pernah melahirkan pervaginam. Manajemen yang direkomendasikan
sebagai manajemen konservatif adalah latihan otot dasar panggul. Tujuan dari literatur ini
adalah menggambarkan hasil terbaik yang dapat diperoleh dari melakukan latihan otot dasar
panggul untuk manajemen inkontinensia urin. Pencarian artikel melalui database : Cochrane,
Springer Link, Sience direct dan sage Pub dibatasi mulai tahun 1997 – 2011. Terdapat 5
artikel berdasarkan kata kunci dan topik yang sesuai. Metode yang dimentori oleh
Fisioterapis, bahan latihan manggunakan booklets dengan frekuensi yang berbeda yaitu 60
menit seminggu sekali selama 12 minggu, 2-4 bulan post partum, 2 minggu untuk ibu hamil,
45 menit perminggu selama 8 minggu port partum dan 16 minggu post partum 35 minggu dan
1 tahun setelah melahirkan dengan intensitas. Setiap hari selama 5 menit. Hasil yang
dianjurkan adalah latihan otot dasar panggul membutuhkan waktu paling sedikit 12 minggu
selama kehamilan atau setelah melahirkan yang dilakukan secara teratur setiap hari sekitar 5
menit atau seminggu sekali selama 45 menit sehingga mendapat hasil yang maksimal perlu
mempertimbangkan angka frekuensi dengan waktu yang tepat untuk mendapatkan hasil yang
maksimal. Keberadaan Instruktur sebagai pelatih latihan otot dasar panggul dapat
memberikan afek yang jauh lebih baik.
Kata Kunci : antenatal-postpartum, inkontinensia urin, pelatihan otot dasar panggul, metode-
frekuensi

IMPROVED WAYS OF DOING PELVIC FLOOR MUSCLE TRAINING IN THE


MANAGEMENT OF URINARY INCONTINENCE IN WOMEN ANTENATAL AND
POSTPARTUM

Abstract
Stress Urinary incontinence is a common problem among adult women particularly
experienced by women in the third trimester of pregnancy and after normal vaginal delivery.
Recommended treatment with conservative management is physical therapy pelvic floor
muscle training. The purpose of this literature review is to describe the best results obtained in
the use of pelvic floor muscle training in the management of urinary incontinence.The article
searched to databases: Cochrane, SpringerLingk, direct Scince, and Sage Pub constrained
1997-2011. There are 5 articles based on keywords and topics are appropriate.Methods of
mentoring by the physiotherapist, booklets with different frequencies are 60 minutes once a
week for 12 weeks, 2-4 months postpartum, 2 weeks of pregnancy, 45 minutes once a week
for 8 weeks postpartum and 16 weeks postpartum, 35 weeks and 1 year after delivery with
intensity every day more than 5 minutes.Providing pelvic floor muscle exercise intervention

288
regularly every day for more than 5 minutes or once a week for 45 minutes so it can deliver
maximum results.Overcoming the method and effectiveness of PFMT alone interventions
need to consider the frequency and time it takes to get the maximum results. In addition to
pelvic floor muscle exercises there are factors that will affect the success of treatment PFMT
training instructor or physiotherapist during execution.
Keywords: antenatal-postpartum, urinaryincontinence, pelvic floormuscletraining, methods-
frequency

289
Pendahuluan hamil dan setelah melahirkan untuk
membantu otot-otot panggul kembalike
Otot-otot dasar panggul (PFM) memainkan
fungsi normal. Apabila dilakukan secara
peran penting dalam sistem kontrol
teratur, latihan ini dapat membantu
inkontinensia dan organ panggul support.
mencegah prolaps uterus dan stres
Faktor risiko untuk disfungsi otot-otot
inkontinensia di kemudian hari (Bobak,
panggul dan melemahnya PFM adalah
2004). Dari hasil penelitian yang pernah
vaginaldelivery. Selama persalinan
dilakukan oleh penulis sendiri pada tahun
pervaginam, PKP, saraf, dan jaringan ikat
2008 tentang pengaruh senam kegel
secara paksa menggeliat, dikompresi, dan
terhadap inkontinensia urine pada ibu
memar (Bobak, 2006).
postpartum menunjukkan hasil yang
Studi neurofisiologi stelah
signifikan dimana terjadi penurunan
menunjukkan bahwa kelahiran pervaginam
inkontinensia urine pada ibu postpartum
menyebabkan den ervasi sebagian dari otot
setelah diberikan intervensi selama 2
dasar panggul lurik pada sebagian besar
minggu dengan perlakuan 5 kali sehari
wanita, 8-10 sedangkan pencitraan telah
dengan masing-masing pelaksanaan
menunjukkan cacat utama dari bagian
paling medial PFM, otot pubococcygeus sebanyak 10 kali kontraksi dengan istirahat
selama 5 menit, namun dari hasil studi
Oleh karena itu, ada kemungkinan bahwa
literatur baik dari artikel maupun majalah
dampak dari persalinan pervaginam dapat
dikatakan bahwa latihan otot dasar panggul
menyebabkan penurunan tekanan istirahat
kurang memberikan hasil yang maksimal
vagina (VRP) dan mengurangi kekuatan
pada penurunan inkontinensia urine.
PFM dan daya tahan, dan bahwa operasi
Tujuan dari studi ini adalah untuk
caesar dapat melindungi PFM (J unizaf,
melakukan literatur review pada efek dari
2011).
pemberian latihan otot dasar panggul pada
Studi epidemiologi di negara-negara
ibu hamil dan melahirkan,dengan harapan
barat menunjukkan prevalensi sekitar 25-
metode yang efisien dan tepat dapat
55 %. Prevalensi IU menurut Asia Pacific
digunakan untuk menghindari terjadinya
Continence Advisory Board (APCAB)
inkontinensia berulang pada ibu
sebanyak 20,9-35%, dimana perempuan
postpartum sehingga dapat memperbaiki
lebih banyak menderita (15,1%) daripada
cara yang sudah pernah dilakukan.
laki-laki (5,8%). Prevalensi IU di
Makalah ini terdiri dari 5 bagian utama
Indonesia belum ada angka pasti. Dari
yaitu pendahuluan, material/method,
hasil beberapa penelitian didapatkan angka
hasil/review, implikasi dalam praktik dan
kejadian berkisar antara 20 % sampai
kesimpulan.
dengan 30%. Prevalensi ini bervariasi di
setiap negara karena banyak faktor,
Metode
diantaranya adalah adanya perbedaan
definisi inkontinensia yang dipergunakan, Pencarian literature jurnal yang sesuai
populasi sampel penelitian, dan metodologi dengan topic menggunakan pendekatan
penelitian.(Kimberly, 2014). yang sistematik. Pertanyaan yang diajukan
Menurut Purnomo (2011), senam adalah: berapa lama pemberian PMFT
Kegel adalah terapi non operatif paling dilakukan dan faktor apa yang dapat
populer untuk mengatasi inkontinensia mempengaruhi efek terapi sehingga
urine. Latihan ini dapat memperkuat otot- memberikan hasil yang maksimal ?
otot di sekitar organ reproduksi dan Database yang digunakan dalam pencarian
memperbaiki tonus tersebut. Senam Kegel literature adalah Cohrane, Springer Lingk,
membantu meningkatkan tonus dan Scince Direct, dan Sage Pub yang tidak
kekuatan otot lurik uretra dan periuretra. dibatasi 10 tahun terakhir. Keyword yang
Senam Kegel sebaiknya dilakukan saat digunakan adalah incontinence, pelvic
290
floor muscle training, pelvic floor muscle informasi perawatan postpartum secara
exercise, kegel’s exercise, incontinence umum. Evaluasi dilakukan dg cara ibu
during pregnancy and postpartum, melaporkan adanya keluhan
incontinence after vaginal delivery. inkontinensia urine atau berdasarkan
Berbahasa Inggris, artikel full text, jurnal. catatan harian ibu pada 3 tahap yaitu
Dari hasil pencarian studi literatur setelah minggu ke 20, minggu ke 36 dan 3
dilakukan pengerucutan menggunakan bulan postpartum apakah membaik,
keyword diatas diperoleh jurnal sebanyak tidak berubah atau lebih buruk setelah
112 namun yang relevan dengan topik diberikan PFMT. Hasil penelitian pada
yang diinginkan penulis didapatkan 5 group training 48 dari 148 (32%)
artikel. dibanding 74 dari 153 (48%) pada
minggu ke 36 kehamilan dan 29 dari
Hasil 148 (20%) dibanding 49 dari 153 (32%)
1. Penelitian yang dilakukan Siv morkved, pada 3 bulan postpartum melaporkan
Kari Bo, Berit Schei, and Kjell Asmund adanya inkontinensia urine.
Salvesen melakukan penelitian yang 2. Penelitian yang dilakukan oleh Wang Li
berjudul ‘Pelvic Floor Muscle Training dan Ying Li berjudul “ Effect of pelvic
During Pregnancy to Prevent Urinary floor muscle training on the pelvic floor
Incontinence : A Single Blind muscle tonus’’. Sample direkrut pada
Randomized Controlled Trial” bulan januari 2006 sampai desember
mengambil sampel Nulipara yang rutin 2007 pada 4 RS di Shijiazhuang.
melakukan kontrol USG di Pusat Kelompok persalinan normal sebanyak
Pengobatan Nasional untuk bayi, 35 pasien (38-40 minggu) dan
Rumah Sakit Universitas Trondheim, kelompok persalinan SC sebanyak 30
pada usia kehamilan 18 minngu mereka pasien (38-40 minggu), kelompok
diajak untuk menjadi partisipan. postpartum dg inkontinensia urine
Kriteria inklusi usia 18 tahun keatas, sebanyak 32 pasien (2 bulan
single fetus dan rutin USG. Kriteria postpartum, 3 bulan postpartum, 4 bulan
eksklusi kehamilan dengan komplikasi, postpartum). Kriteria inklusi single
resiko tinggi kelahiran preterm, nyeri fetus, primipara, posisis kepala. Kriteria
selama kontraksi otot dasar panggul, eksklusi tidak ada riwayat pembedahan
mempunyai penyakit infeksi saluran sistem genitourinary, penyakit saraf dan
kencing. Jumlah sampel 301 wanita pernah melakukan PFMT. Evaluasi
dirandom kemudian dibagi menjadi 153 menggunakan biofeedback untuk
kelompok kontrol dan 148 kelompok melihat kekuatan otot dasar panggul,
perlakuan. Group training diberikan electromyography (EMG) digunakan
kursus PFMT dan latihan umum oleh untuk investigasi PMFT efektif atau
physioterapist selama 60 menit tidak. Hasil penelitian menunjukkan
seminggu sekali selama 12 minggu tidak ada perbaikan inkontinensia urine
(antara 20 dan 36 minggu kehamilan). setelah PFMT pada semua kelompok.
Mereka disuruh melakukan kontraksi PMFT yang dilakukan dalam jangka
kemudian menahannya selama 6-8 pendek tidak membuktikn signifikan
detik, dan pada akhir kontraksi pada kekuatan dasar panggul dibanding
kecepatan kontraksi ditambah dengan dengan atau tanpa PFMT.
periode istirahat 6 detik, ditambah 3. Penelitian yang dilakukan oleh
dengan didorong untuk menggunakan S.Morkved dan K.Bo dengan judul The
posisi yang mereka sukai dan Effect Postpartum Pelvic Floor Muscle
melakukan 8 sampai 12 kali PFMT Exercise in the Prevention and
yang sama intensifnya 2 kali per hari di Treatment of urinary Incontinence’.
rumah. Kelompok kontrol menerima Jumlah sampel 198, dengan 99

291
kelompok training dan 99 kelompok Variabel training intensity didasari pada
kontrol. Sampel training direkrut dari 2 variabel dengan kategaori a) tidak
komunitas Norwegian yang melahirkan melakukan sama sekali, b) kadang-
di rumah sakit yang sama selama kadang (kurang dari 3 kali dalam
periode 1 tahun (12 bulan) dan kontrol seminggu kurang dari 5 menit), reguler
direkrut dari komunitas yang berdekatan dengan intensitas rendah (hampir tiap
dengan kriteria yang sama yaitu paritas hari kurang dari 5 menit) dan intensive
1,2,3,4 atau lebih, type persalinan, beda training (latihan hampir tiap hari lebih
usia kira-kira 2 tahun. Tehnik dari 5 menit). Hasil yang didapat bahwa
pelaksanaan PFMT pada kelompok wanita yang melakukan latihan secara
kontrol dibagi, tiap 5-10 partisipan di intensive setiap hari lebih dari 5 menit
ajari oleh physical terapis selama 45 menunjukkan penurunan inkontinensia
menit seminggu sekali selama 8 urine dibanding yang tidak rutin ( setiap
minggu, ditambah mereka melakukan hari kurang dari 5 menit) terutama
sendiri 8-12 kali kontraksi, tiap wanita yang mengalami inkontinensia
kontraksi tahan 6-8 detik selama 2 kali urine serius.
sehari dirumah dengan dan pada akhir 5. Penelitian yang dilakukan Ayten Dinc,
masing kontraksi dipercepat 3-4 kali. Nezihe Kizilkaya Beji. Onay Yalcin
Atau dilakukan 3 hari seminggu. dengan judul Effect of pelvic floor
Evaluasi berdasar catatan partisiapan, muscle exercise in the treatment of
pasien disuruh minum 1 liter air dalam urinary incontinence during pregnancy
30 menit, menggunakan pad dan and the postpartum period’’. Sampel
disuruh meloncat-loncat selama 30 diambil dari kehamilan 20 -34 minggu,
detik, dan batuk 3 kali, kemudian diukur sebanyak 40 kelompok kontrol dan 46
berat pad selain itu menggunakan kelompok training PFMT. Hasil
urodynamic assesment dan vaginal dievaluasi pada minggu ke 36 dan 38
ballon catheter. Sedangkan pada (training dilakukan selama 16 minggu
kelompok kontrol menerima instruksi masa kehamilan), sedangkan pada saat
perawatan umum postpartum. Pasien postpartum dievaluasi pada 6 bulan
dievaluasi 8 minggu postpartum dan 16 postpartum dimana hasilnya
minggu postpartum. Hasil menunjukkan menunjukkan signifikansi baik pada
8 minggu postpartum tidak signifikan saat kehamilan maupun postpartum.
sedangkan pada minggu ke 16 Dari kelima penelitian diatas terdapat
menunjukkan signifikan p < 0,01. beberapa metode dan tehnik pelaksanaan
4. Penelitian yang dilakukan oleh Clara pelvic floor muscle training yang dapat
woldringh, Mary van den Wijngaart, memberikan efek terhadap penurunan
Pytha Albers-Heitner, August A.B inkontinensia urin baik pada ibu hamil
Lycklama a Nijeholt. Toine Lagro- maupun postpartum yaitu metode
Janssen dengan Judul Pelvic Floor pendampingan oleh fisioterapis, booklet
Muscle Training is not effective in dengan frekwensi yang berbeda yaitu 60
women with UI in pregnancy a menit seminggu sekali selama 12 minggu,
randomised controlled trial. Sampel 2-4 bulan postpartum, 2 minggu masa
diambil dari timur, utara dan barat kehamilan, 45 menit seminggu sekali
Netherland antara bulan april 2000 selama 8 minggu postpartum dan 16
sampai juli 2002 dengan jumlah 2369 minggu postpartum, minggu ke-35 dan 1
sampel, kel. Kontrol 1625 pasien dan tahun setelah melahirkan dengan intensitas
kel. Training 737 pasien intervensi setiap hari lebih dari 5 menit, dimana
PFMT dalam 4 tahap, yaitu minggu ke masing-masing mempunyai kelemahan dan
22 kehamilan, minggu ke-35, 6 minggu kelebihan (terlampir).
postpartum dan 1 tahun postpartum.

292
Pengembangan intervensi pelvic Penelitian lebih lanjut diperlukan
floor muscle training pada antenatal efektif untuk mengetahui efektifitas pemberian
dilakukan selama 12 minggu mulai dari intervensi pelvic floor muscle training
minggu ke 22 sampai ke 36 minggu usia dapat menurunkan inkontinensia urine
kehamilan karena ibu hamil pada pada ibu postpartum sehingga tidak
umumnya menunjukkan inkontinensia mengalami kekambuhan berulang.
urine pada trimester ke-3 kehamilan akibat
terdesaknya uterus oleh janin sehingga Kesimpulan
melemahkan otot dasar panggul Hasil literatur review pada penelitian yang
sedangkang pada periode postpartum dilakukan oleh penulis pada 5 artikel
intervensi PMFT lebih efektif dilakukan tentang efek latihan otot-otot dasar panggul
setelah 6 bulan postpartumsetelah ada terhadap inkontinensia urine selama hamil
gejala inkontinensia urine karena otot dasar dan postpartum menunjukkan bahwa
panggul mulai kembali ke kondisi sebelum intervensi yang dilakukan oleh individu
hamil pada bulan ke-6 postpartum, akan lebih maksimal hasilnya bila
frekwensi pemberian PFMT dilakukan diajarkan atau didampingi oleh terapis
secara reguler atau intensiv setiap hari dalam pelaksanaannya, serta dibutuhkan
selama lebih dari 5 menit akan jangka waktu yang panjang untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. pelaksanaan pelvic floor muscle training
Penelitian yang telah direview dalam dengan frekuensi secara reguler dan terus-
artikel ini menunjukkan bahwa menerus.
inkontinensia urine pada ibu selama hamil Kelemahan dari beberapa penelitian
sampai melahirkan dapat dicegah dengan diatas, ada penelitian yang tidak
pemberian latihan otot-otot dasar panggul mencantumkan intensitas pemberian pelvic
secara rutin. Untuk mendapatkan hasil floor muscle training berapa lama dalam
yang maksimal diperlukan intensitas setiap harinya dan seberapa besar
latihan yang cukup. literatur review ini penurunan inkontinensia urine yang
dapat dijadikan bahan masukan bagi ilmu dialami oleh ibu hamil atau postpartum
keperawatan terutama keperawatan setelah melakukan intervensi tersebut.
maternitas dalam pemberian health
education tentang pencegahan Daftar Pustaka
inkontinensia urine yang disebabkan oleh
faktor kehamilan atau kelahiran 1. Bobak, Lawdermik (2006). Dasar-
pervaginam akibat rusaknya atau dasar Keperawatan Maternitas.Jakarta
melemahnya otot-otot dasar panggul :EGC
terutama pada lini kesehatan pertama untuk 2. Dinc, Beji, Yalcin (2009). Effect of
selalu memberikan pendidikan kesehatan pelvic floor muscle exercises in the
pada ibu yang datang untuk pemeriksaan treatment of urinary incontinence
kehamilan atau kontrol postpartum tanpa during pregnancy and the postpartum
memandang faktor sosial ekonomi, usia period.Int Urogynecol Journal (2009)
saat melahirkan anak pertama, atau jumlah 20:1223– 1231.
kelahiran anak dan bila perlu dilakukan 3. Dumoulin, C (2006). Postnatal pelvic
screening untuk dapat diketahui pasien floor muscle training for preventing
yang menderita inkontinensia urine and treating urinary incontinence =
sehingga dapat segera ditangani, Hal ini where do we stand . Curropin Obstet
penting kegunaannya, apabila tidak segera Gynecol, 2006, 18 = 538.Int
diatasi inkontinensia dapat menimbulkan Urogynecol J (2007) 18:383–390
dampak yang kurang baik terhadap faktor 4. Fine, Paul et al (2007).Teaching and
fisiologis dan psikologis ibu seumur hidup. practicing of pelvic floor muscle
exercises in primiparous women
during pregnancy and the postpartum
293
period. American Journal of Obstetrics International Urogynecology Journal
& Gynecology 107.e3. July 2007 2006.
5. Holroyd-Leduc JM, Straus SE
(2004) Management of urinary
incontinence in women. Scientific
review. JAMA 291:986–995.
6. Junizaf (2011), Perkembangan
Uroginekologi Masa Lalu, kinidan
Mendatang. Diakses pada
web:http://www.urogyn-indonesia.
com. Diakses tanggal 13 Maret 2015
7. Kimberly (2014), About Female
Inkontinence,diaksespadaweb : http
://www.Kimberly-Cklarck.Com. pada
tanggal 14 Maret 2015.
8. Kashanianet al (2011). Evaluation of
the effect of pelvic floor muscle
training (PFMT or Kegel exercise) and
assisted pelvic floor muscle training
(APFMT) by a resistance device
(Kegelmaster device) on urinary
incontinence in women: a randomized
trial. Elsevier Ireland
Ltd.ejogrb.2011.06.037. 9 June 2011
9. Li, Wang et al (2009) Effect of pelvic
floor muscle training on the pelvic
floor muscle tonus. Journal of chinese
clinical medicine volume 4/number
8/agustus 2009
10. Morkved& BO (1997). The Effect
of Postpartum Pelvic Floor Muscle
Exercise in the Prevention and
Treatmentof Urinary Incontinence
.International Urogynecology
Journal (1997) 8:217-222.
11. Siv Morkev at al (2003).Pelvic floor
muscle training during pregnancy to
prevent urinary incontinence = A
single blind randomized controlled
trial, Vol. 101 No 2 february 2003 by
the American college of obstetricians
and gynecologists published by
elseiver
12. Purnomo, B. Basuki (2011), Dasar-
dasarUrologi, Jakarta : CV
SagungSeto, EdisiKedua.
13. Woldringh, Clara et al (2006). Pelvic
floor muscle training is not effective in
women with UI in pregnancy: a
randomised controlled trial.

294
PENERAPAN ALAT DIGITAL PAIN MAPPING (PAIN-QUILT) BERBASIS WEB
UNTUK MENGKAJI NYERI KRONIS PADA ANAK REMAJA

Ely Mawaddah1
1
Dosen Poltekkes Kemenkes Mataram Jurusan Keperawatan

Abstrak
Nyeri kronis merupakan nyeri persisten yang terjadi dalam jangka waktu lebih dari 90 hari
dan berlanjut terus menerus. Nyeri kronis saat ini menjadi masalah kesehatan yang
membutuhkan perhatian dan terjadi pada jutaan anak di dunia. Nyeri kronis berdampak
negative terhadap kualitas hidup anak termasuk kondisi fisik, emosional, social dan
psikologis.. Pengkajian nyeri kronis perlu menjadi perhatian tenaga kesehatan dalam
memantau perjalanan nyeri sehingga dapat memberikan perawatan dan pengobatan yang
efektif. Salah satu metode pengkajian nyeri kronis pada anak berbasis teknologi yang dapat
diaplikasikan pada praktik klinis adalah penggunaan aplikasi digital pain mapping berbasis
web yang disebut Pain-QuILT. Pain-QuILT mendeskripsikan komponen yang akan dikaji
dalam alat ini yang merupakan akronim dari pain quality, intensity, location dan tracked over
time.
Kata kunci: pengkajian, nyeri kronis, digital pain mapping, Pain-QuILT

APPLICATION OF PAIN DIGITAL MAPPING TOOL ( PAINQUILT ) WEB -BASED


FOR ASSESSING OF CHRONIC PAIN IN CHILDREN ADOLESCENT

Abstract
Chronic pain is persistent pain that occurs in a period of more than 90 days and goes on
forever. Chronic pain is currently a health problem that requires attention and happens to
millions of children in the world. Chronic pain negatively affecting the quality of life of
children, including physical, emotional, social and psychological. Assessment of chronic pain
should be a concern of health workers in monitoring the journey of pain so that it can provide
effective treatment and care. One method of assessment of chronic pain in children based on
technology that can be applied to clinical practice is the use of digital applications web-based
mapping pain called Pain – Quilt. Pain- Quilt describes the different components that will be
studied in this tool which is an acronym of pain quality, intensity, location and tracked over
time
Keywords : assessment, chronic pain, pain digital mapping, Pain – quilt

295
Latar Belakang Tantangan terbesar dalam pengkajian nyeri
adalah perbedaan kompleks sensorik dan
International Association for the Study of
pengalaman emotional seseorang sehingga
Pain (IASP) mendefinisikan nyeri sebagai
kondisi nyeri seseorang tidak bisa langsung
perasaan dan pengalaman emosi yng tidak
dihitung dengan angka (Tulkw&Melzack,
menyenangkan yang berkaitan dengan
2011). Sifat alamiah nyeri membutuhkan
kenyataan atau potensi terjadinya
laporan dari individu yang mengalaminya.
kerusakan jaringan atau gambaran yang
Berdasarkan hasil penelitian, usia
berkaitan kerusakan jaringan tersebut
kronologis menentukan kemampuan
(Vaajoki, 2013). Nyeri akut dan kronik
individu untuk dapat melaporkan nyeri
dibedakan dari jangka waktu penderita
yang dialaminya (Von, Uman, Chambers et
mengalaminya. Nyeri kronik disebut juga
al, 2011). Menurut Von Baeyer (2011)
dengan nyeri persisten, terjadi lebih dari 90
anak yang berumur 5 tahun ke atas telah
hari dan berlangsung terus menerus
mampu melaporkan intensitas nyeri yang
(ACPA, 2012). Estimasi global
dialaminya asalkan memiliki alat yang
menunjukkan prevalensi nyeri kronik
sesuai dengan usia perkembangannya.
berkisar antara 18-41%, kondisi ini juga
Meskipun demikian, alat yang digunakan
dialami oleh anak dan remaja
perlu disesuaikan dengan usia tumbuh
(Schopflocher, Taenzer & Jovey, 2011).
kembang anak
Nyeri kronis berdampak negative terhadap
Perkembangan pengkajian nyeri
kualitas hidup anak termasuk kondisi fisik,
kronis telah mengalami perubahan yang
emosional, social dan psikologis.
cukup signifikan. Sebelumnya, pengkajian
Pasien dengan nyeri kronis perlu
nyeri hanya berdasarkan riwayat nyeri
dilakukan pengkajian yang tepat dan
yang dialami pasien dan saat ini telah
adekuat. Pengkajian nyeri kronis meliputi
berkembang menggunakan alat digital
dokumentasi lokasi nyeri, intensitas,
yang terstandar, efisien dan dapat
kualitas,onset/durasi/irama/variasi,ekspresi
dioperasikan dengan mudah. Penggunaan
nyeri, factor pencetus, efek nyeri dan
alat digital memungkinkan data yang
respon terhadap pengobatan (Hooten et al,
diperoleh lebih lengkap dan menunjukkan
2013). Pengkajian nyeri yang tepat dan
perjalanan nyeri yang dialami anak dari
adekuat diperlukan agar dapat menentukan
penanganan nyeri yang tepat, hal ini waktu ke waktu. Peningkatan penggunaan
teknologi digital (misalnya computer,
merupakan komponen kritis dari asuhan
internet, smartphones, tablet) memberikan
keperawatan pada anak-anak dari seluruh
kesempatan dan keuntungan untuk
kelompok usia di rumah sakit (Hooten et al
mengembangkan pengkajian nyeri berbasis
2013; Marceau, Smith, & Jamison 2011).
digital (Baeyer, Seidman, Lin, et al, 2011).
Pengkajian dan manajemen nyeri kronis
Penggunaan teknologi digital juga lebih
melibatkan tenaga kesehatan professional
interaktif dibandingkan dengan kuisioner
diantaranya Dokter, Perawat, Occupational
yang berbasis kertas. Salah satu contoh
therapiest, fisioterapis dan psikolog.
penggunaan alat digital untuk mengkaji
Pengkajian nyeri kronis yang konsisten dan
nyeri kronis pada anak adalah iconic pain
terus menerus merupakan strategi yang
assessment (digital sensory pain mapping
efektif untuk management nyeri (Tulk &
menggunakan standar iconography), alat
Melzack, 2011). Beberapa penyakit yang
ini lebih dikenal dengan Pain-QuILT yang
diderita oleh anak-anak yang memiliki
merupakan akronim dari pain quality,
gejala nyeri kronis seperti kanker, juvenile
intensity, location dan tracked over time.
idiopathic arthritis, anemia sel sabit,
Tujuan penulisan artikel ini adalah
kanker, spina bifida, hemofilia, dan lain-
untuk mengkaji literature tentang Pain
lain.
QuILT dan metode penggunaannya untuk
Nyeri kronis merupakan pengalaman
individu yang bersifat sangat individual.
296
mengkaji nyeri kronis pada anak-anak Pasero, 2010). .Nyeri akut merupakan
terutam anak remaja indikator terjadinya kerusakan jaringan,
Kajian Literatur yang memberitahukan individu untuk
International Association for the Study of melindungi area yang terkena dari injuri
Pain (IASP) mendefinisikan nyeri sebagai lebih lanjut. Nyeri akut berlangsung
perasaan dan pengalaman emosi yng tidak kurang dari 3 bulan dan dapat menjadi
menyenangkan yang berkaitan dengan nyeri kronis. Nyeri kronis merupakan nyeri
kenyataan atau potensi terjadinya yang berlarut-larut, memanjang, lama
kerusakan jaringan atau gambaran yang sesudah lesi atau penyakit awal yang
berkaitan kerusakan jaringan tersebut. menimbulkan nyeri tersebut sembuh.
Nyeri merupakan pengalaman yang Seringkali penyebabnya tidak dapat
universal yang berfungsi sebagai tanda diidentifikasi. Nyeri kronis dapat
penting bahwa tubuh tidak berfungsi atau berlangsung berbulan-bulan dan seakan-
mengalami kerusakan (Vaajoki, 2013). akan tidak dapat disembuhkan, sehingga
Nyeri melibatkan sistem syaraf, emosi dan dapat disebut sebagai penyakit tersendiri
konteks social (Gatzel, McGeary&Lippe, (pain illness) (ACPA, 2012)
2014). Nyeri bersifat subyektif dan Nyeri kronik merupakan masalah
merupakan kombinasi dari respon sensorik, yang berdampak signifikan pada anak dan
afektif dan psikomotor, sehingga hubungan keluarganya (ACPA, 2012). Anak dengan
nyeri dengan kerusakan jaringan tidak nyeri kronik akan mempengaruhi proses
sama sehingga laporan atau keluhan dari tumbuh kembang sehingga berdampak
pasien merupakan penilaian yang paling pada kondisi fisik dan psikologis anak dan
penting dalam menegakkan diagnosa nyeri. dapat berlanjut sampai dewasa.
Nyeri dibedakan menjadi tiga tipe Penatalaksanaan nyeri kronis seringkali
berdasarkan mekanismenya yaitu nyeri memerlukan penanganan multidispliner
nosiseptif, nyeri neuropathi dan nyeri dari berbagai bidang spesialisasi, serta
inflamasi. Nosiseptif merupakan nyeri penanganan intradisipliner berbagai profesi
yang dihasilkan akibat aktivasi dari dalam tim rehabilitasi medik (Gatchel,
nociceptor di syaraf perifer. Perjalanan McGear,& Lippe 2014). Profesi yang
nyeri ini merefleksikan empat proses yaitu terkait diantaranya Dokter, Perawat,
transduksi, transmisi, modulasi dan Psikolog, terapis fisik dan occupational
persepsi, dimana terjadinya stimulasi yang therapies. Sebelum merencanakan program
kuat diperifer sampai dirasakannya nyeri rehabilitasi yang komprehensif untuk
disusunan saraf pusat (cortex cerebri) menangani nyeri, perlu dilakukan
(Daniela, Clarisa, Virgil, Elisabeta, & pengkajian yang komprehensive. Salah
Schneider, 2010). Nyeri neuropathi terjadi satu alat ukur yang saat ini dikembangkan
karena adanya injury atau kerusakan dalam mengkaji kuantitas dan kualitas
jaringan syaraf perifer atau dapat nyeri kronis adalah Pain QuILT yang
diakibatkan oleh neuropathi diabetic. Nyeri sebelumnya dikenal Iconic pain
lainnya dikenal dengan nyeri inflamasi, assessment tool, alat ini mengintegrasikan
nyeri ini terjadi karena adanya inflamasi antara teknologi hardware dengan program
pada berbagai organ maupun jaringan software pengkajian nyeri yang telah diuji
tubuh (Hooten, et al, 2013). kualitasnya.
Nyeri dapat bersifat akut, namun Teknologi Digital Pengkajian Nyeri
dalam beberapa kasus terjadi nyeri yang berdasarkan Digital Pain Mapping Pain
menetap atau persisten yang dikenal QuILT
dengan nyeri kronis. Nyeri akut merupakan Pengkajian nyeri berdasarkan pengkajian
nyeri yang terjadi secara tiba-tiba yang sensorik telah dikembangkan secara
bisa disebabkan oleh injury, penyakit, bertahap (Tulk&Melzack, 2011).
ataupun pembedahan (McCaffrey, & Pengkajian nyeri pada anak telah banyak

297
dikembangkan diantaranya intensitas dan lokasi nyeri yang diisi oleh
Varni/Thompson Pediatric Pain pasien secara langsung (Lallo&Henry,
Questionaire, Abu Saad Pediatric Pain 2011; Lallo, Stynson & Hochman, 2012).
Assesment Tool, dan Adolescent Pediatric Alat ini mengkombinasikan electronic,
Pain Tool. Pengkajian tersebut koleksi data real time, dan ilustrasi nyeri
menggunakan model McGill Pain yang dibuat dalam bentuk icon-icon dan
Quistionaire yang terdiri atas deskripsi deskripsi kata dalam virtual body map.
kualitas nyeri, intensitas visual analogue Pasien dapat memilih gambar (icons) yang
scale dan body manikin untuk melihat menggambarkan nyeri yang dialaminya
lokasi nyeri (Lallo, 2014). Kelemahan alat saat itu dan memberikan rating angka (0-
tersebut adalah tidak mampu mengkaji 10) sesuai dengan yang dialaminya, pasien
nyeri sensorik secara lengkap, sehingga juga dapat menunjuk lokasi nyeri yang
dikembangkan Iconic Pain Assesment Tool dialaminya secara detail pada virtual body
yang dikenal dengan Pain QuILT. Alat ini map dengan menggunakan mouse. Pain
dikembangkan secara bertahap mulai dari QuILT ini dikembangkan menggunakan
versi 1, 2 dan 3 (Gambar 1 dan 2). Adobe Flash ® dan dapat diakses secara
Pain QuILT merupakan alat yang gratis. Alat ini telah terbukti dapat
mengintegrasikan antara teknologi digunakan pada berbagai kondisi dan
hardware dan software berbasis web untuk berbagai level usia.
memandu pasien melaporkan nyeri
sensorik yang dialaminya meliputi kualitas,

Gambar 1 : Iconic Pain Assessment Tool (Pain QuILT versi 2), Sumber : McMaster
University, 2014.

298
Gambar 2 : Iconic Pain Assessment Tool (Pain QuILT versi 3), Sumber : McMaster
University, 2014
Lallo, Stinson, Hochman, Adachi& Henry rata 3,3 – 3,6 menit untuk menyelsaikan
(2013) telah melakukan penelitian pengkajian. Tenaga kesehatan yang terlibat
menggunakan iconic pain assessment versi menyatakan bahwa Pain QuILT dapat
2 (IPAT2) ini pada orang dewasa dan diimplementasikan diklinik untuk
remaja dengan juvenile idiopathic arthritis. menyimpan data pengalaman sensorik
Penelitian ini dilakukan pada 15 orang anak dengan nyeri kronis. Pain QuILT
dewasa dan 15 remaja. Hasil penelitian tidak hanya dapat diaplikasikan pada anak,
menunjukkan bahwa penggunanaan IPAT2 namun dapat diaplikasikan pada orang
mudah digunakan dan mudah dipahami dewasa. Penelitian yang dilakukan oleh
untuk melaporkan nyeri arthritis. Nyeri Lallo, Kumbhare, Stinson dan Henry
yang dirasakan kemudian dilaporkan pada (2014) membandingkan penggunaan
tenaga kesehatan. Rata-rata waktu yang metode berbasis kertas yaitu McGill Pain
digunakan untuk menyimpan data nyeri Questionaire (MPQ), Brief Pain Inventory
yang dialami membutuhkan waktu 2,3 (BPI), dan Pain QuILT. Partisipan dalam
menit dan semua icon yang tertera dalam penelitian adalah pasien yang rutin
alat tersebut dapat diterima dengan baik. mengunjungi rumah sakit dengan kondisi
Versi alat tersebut dapat diakses secara nyeri kronis dan klinik rehabilitasi fisik di
gratis di http://www.emiliemcmahon. Ontario. Penelitian dilakukan pada 50
ca/pain-tool.html.IPAT2. Alat ini dapat orang partisipan dan hasilnya
digunakan apabila terhubung dengan menunjukkan bahwa Pain QuILT lebih
internet dan dapat diakses secara online. mudah untuk digunakan dibandingkan
Penggunaan Pain QuILT berbasis web dengan MPQ dan BPQ, waktu rata-rata
telah diuji cobakan pada anak dengan. yang digunakan untuk melengkapi
kondisi nyeri kronis, pengkajian dilakukan pengkajian kurang dari 5 menit.
sebelum anak datang ke klinik (Lallo, et al, Penggunaan Pain QuILT memiliki
2013). Studi ini melibatkan 17 anak remaja keuntungan yaitu mudah digunakan, cepat
berusia 12-18 tahun dan 9 tenaga dalam proses pengisian, dapat mudah
kesehatan dengan metode qualitative. Hasil dipahami oleh mayoritas pasien dan valid
penelitian menunjukkan seluruh anak yang dalam mengkaji nyeri pada pasien dengan
dilibatkan merasakan Pain QuILT mudah nyeri kronis.
Penggunaan Pain QuILT merupakan
untuk digunakan dan mudah untuk proses transfer tanda dan gejala nyeri yang
dipahami. Waktu yang dibutuhkan rata- bersifat subjektif menjadi objektif.

299
Aplikasi ini memungkinkan untuk diterjemahkan dalam berbagai bahasa dan
menurunkan hambatan komunikasi saat dilengkapi dengan alat untuk mengkaji
dilakukan pengkajian di rumah sakit dan perilaku nyeri dan dampaknya pada anak.
memudahkan anak remaja untuk membuat Aplikasi ini belum pernah diuji coba pada
dokumen terkait dengan nyeri kronis yang anak dibawah 12 tahun, sehingga
dirasakan. Hal ini sesuai dengan mamfaat penggunaannya perlu menyesuaikan
tekhnologi sistem informasi manajemen dengan tumbuh kembang anak, selain itu
kesehatan berbasis internet yang bersifat studi penggunaan aplikasi ini pada kondisi
individual yaitu dapat memberikan nyeri akut dan kondisi emergensi belum
kenyamanan, privasi dan keamanan. dilakukan (Lallo, 2014).
Individu atau subyek yang dilayani bisa
mengakses arsip informasi kesehatan Kesimpulan
yang telah tersimpan dalam database Kondisi nyeri baik akut maupun kronis
menggunakan internet setiap saat dan di merupakan pengalaman yang bersifat
setiap tempat secara online (Ball&Hannah, subjektif bagi setiap individu yang
2011). mengalaminya. Pada anak khususnya anak
Perkembangan penggunaan internet remaja pengkajian nyeri kronis telah dapat
dan smartphone saat ini mengalami dilakukan, dan informasi yang telah
peningkatan yang signifikan, hal ini diberikan menjadi acuan dalam
menyebabkan peningkatan jumlah aplikasi menentukan program penatalaksanaan
pengkajian nyeri berbasis smartphone. yang tepat dan efektif. Metode Pain QuILT
Pada tahun 2014 terdapat 31 aplikasi dapat menjadi salah satu cara untuk
terkait dengan pain diary (Lallo, Jibb, et al, mengumpulkan data nyeri kronis yang
2014). Aplikasi tersebut memamfaatkan dialami oleh anak remaja melalui integrasi
digital body manikin untuk program software dan teknologi hardware.
mendokumentasikan lokasi nyeri, namun Penggunaan Pain QuILT mudah digunakan
tidak ada aplikasi yang menggunakan icon dan tidak membutuhkan waktu yang lama
untuk memetakan nyeri. Selain itu, aplikasi dalam menggunakannya. Pain QuILT
yang tersedia juga tidak memungkinkan dapat digunakan pada berbagai kondisi
untuk menyimpan data terkait kualitas dan nyeri kronis dan dapat digunakan dirumah
intensitas nyeri pada beberapa lokasi tubuh sakit. Penerapan aplikasi Pain QuILT perlu
dan belum di evaluasi penggunaannya di memperhatikan usia tumbuh kembang
setting rumah sakit dalam mengkaji nyeri anak, agar data yang diperoleh dapat
kronik (Lallo, 2014). akurat. Oleh karena itu dapat diajukan
Aplikasi Pain QuILT telah terbukti beberapa rekomendasi sebagai berikut :
memiliki berbagai kelebihan dalam Penggunaan aplikasi ini telah diteliti
penerapannya, namun demikian aplikasi ini memberi kemudahan dalam melakukan
juga memiliki keterbatasan. Keterbatasan pengkajian nyeri kronis pada anak remaja,
aplikasi ini diantaranya belum dilakukan namun belum pernah diteliti pada anak
komparasi dengan aplikasi lainnya dan dibawah 12 tahun, sehingga penggunaan
aspek penting nyeri lainnya (aspek fisik, dan aplikasinya perlu menyesuaikan
emotional, dan fungsi social) belum ada dengan usia tumbuh kembang anak. Para
dalam konten aplikasi. Aplikasi ini masih klinisi diharapkan dapat mengaplikasikan
terbatas web-based belum terintegrasi metode ini terkait dengan sifat nyeri yang
sistem pencatatan kesehatan elektronik, bersifat subjektif, sehingga dapat
selain itu software Pain QuILT memberikan manajemen nyeri yang tepat.
menggunakan Adobe Flash ® sehingga Penggunaan aplikasi ini masih
penggunaan pada mayoritas mobile phone menggunakan bahasa inggris, tidak semua
mungkin incompatible. Pengembangan ke anak mampu memahami kontennya,
depannya, aplikasi ini diharapkan dapat sehingga ke depannya dapat dilakukan
300
pengembangan dalam bentuk bahasa yang interdisciplinary pediatric chronic pain
berbeda. clinic. The Clinical Journal of Pain,
Ahead of Print.
Daftar Pustaka DOI:10.1097/AJP.0000000000000049
1. American Chronic Pain Association 9. Lalloo, C., Kumbhare D., Stinson JN
(ACPA). (2012). Chronic pain & Henry, J.L. (2014). Pain-QuILT:
medication & treatment. American Clinical feasibility of a web-based
Chronic Pain Association, Inc: visual pain assesment tool in adults
Rocklin, CA 95677. with chronic pain. Journal of Medical
2. Ball, M.J, Hannah, K.J (2011). Internet Research, 16(5), 127-136.
Nursing informatics where technology 10. Lallo, C. (2014). Development of a
and caring meet. Four edition. digital pain mapping tool using
Springer-Verlay : London Limited iconography for the assessment of
3. Daniela, M., Clarisa, N., Virgil., sensory pain. (Disertation McMaster
Elisabeta, V., & Schneider, F. (2010). University). Retrivied from
Physiology of pain – general https://macsphere.mcmaster.ca/handle/
mechanisms and individual 11375/15977
differences. Journal Medical Aradean, 11. Lallo, C., Jibb L., et al. (2014).
8(4), 19-23. “There’s a pain app for that”; review
4. Gatchel.,R, McGeary, C.A, Lippe Ben of patient targeted smarthphone
(2014). Interdisciplinary Chronic Pain application for pain management. The
Management. American Psychological Clinical Journal of Pain, doi:
Association, 69(2), 119–130. DOI: 10.1097/AJP.0000000000000171.
10.1037/a0035514 12. Marceau, L.D., Smith, L.D., Jamison,
5. Hooten WM, Timming R, Belgrade R.N. (2011). Electronic pain
M, Gaul J, Goertz M, Haake B, Myers assessment in clinical practice. Pain
C, Noonan MP, Owens J, Saeger L, Manage, 1 (4), 325-336.
Schweim K, Shteyman G, Walker N. 13. McCaffrey, D., & Pasero, R. (2010).
(2013). Assessment and Management Pain assesment and management in
of Chronic Pain. Institute for Clinical children and adolescent. Pediatrics,
Systems Improvement. Retrivied from 108(3), 793-797.
www.icsi.org. 14. Schopflocher, D, Taenzer, P, Jovey, R.
6. Lalloo, C., Henry, J.L. (2011). (2011). The prevalence of chronic pain
Evaluation of the iconic pain in Canada. Pain Res Manag, 16, 445-
assessment tool by a heterogeneous 450.
group of people pain. Pain Res Manag, 15. Tulk, DC.,Melzack, R.(2011).
16(1), 13-18. Handbook of pain assesment. New
7. Lalloo, C., Stinson JN., Hochman, York : The Guilford Press
J.R.,Adachi, J.D & Henry, J.L. (2013). 16. Von Baeyer, CL.,Uman
Adapting the iconic pain assessment LS&Chambers, CT., et al. (2011). Can
tool version 2 (IPAT2) for adults and we screen young children for their
adolescents with arthritis pain through ability to provide accurate self-reports
usability testing and refinement of of pain?. Pain, 152, 1327-1333.
pain quality icons. The Clinical 17. Vaajoki, A. (2013). We have to take
Journal of Pain, 29(3), 253-264. pain definition, pain management, and
8. Lalloo, C., Stinson, J.N., Brown, the results of non-pharmacological
S.C., Campbell, F.,Isaa, L & Henry, studies seriously. Altern Integ Med,
J.L. (2013).Pain-QuILT : Assessing 2(7), 134. doi:10.4172/2327-
clinical feasibility of a web-based tool 5162.1000134.
for the visual self-report of pain in an
301
PENGARUH TEKNIK RELAKSASI PERNAPASAN TERHADAP
INKONTINENSIA URINE PADA USIA LANJUT DI PSTW “ MECI ANGI “BIMA

Haris AB1, Desty Emilyani1


1
Dosen Poltekkes Kemenkes Mataram Jurusan Keperawatan

Abstrak
Inkontinensia urine merupakan pelepasan urine secara tidak terkontrol dalam jumlah yang
cukup banyak sehingga diperkirakan prevalensia inkontinensia urine berkisar antara 15-30%
pasien geriatri yang dirawat di rumah sakit. Teknik relaksasi yaitu intervensi yang diajarkan
kepada pasien untuk memodifikasi prilaku kesehariaannya terhadap kontrol kandung
kemih.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh teknik relaksasi berupa penurunan
frekwensi keluhan inkontinensia urine pada usila. Penelitian ini menggunakan penelitian Pra-
Eksperimental dengan menggunakan desain One Group Pra Test- Post Test. Sample
penelitian adalah usia lanjut yang menderita inkontinensia urine di Panti Sosial Tresna
Werdha “ Meci angi “ Bima. Teknik pengambilan sampel dengan aksidental sampling,
didapat 10 responden. Instrumen penelitian yang digunakan yaitu pedoman wawancara,
observasi dan dokumentasi. Analisa data menggunakan uji statistik t-test dengan taraf
signifikan 0,05. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh P = 0,00 dengan taraf kesalahan 5 %
(0,05) sehingga Ho ditolak dan Ha diterima, artinya ada pengaruh teknik relaksasi terhadap
inkontinensia urine pada usia lanjut di Panti Sosial Tresna Werdha “ Meci Angi “ Bima. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa teknik relaksasi mempunyai pengaruh yang bermakna
terhadap Inkontinensia Urine pada usia lanjut di Panti Sosial Tresna Werdha “ Meci Angi “
Bima. Pada responden diharapkan dapat melakukan Teknik Relaksasi secara mandiri agar
dapat menurunkan frekuensi keluhan inkontinensia urine yang dialami tersebut.
Kata Kunci : Inkontinensia Urine, Usia Lanjut, Teknik Relaksasi

EFFECT OF RESPIRATORY RELAXATION TECHNIQUES IN AGE URINARY


INCONTINENCE FURTHER IN PSTW "MECI ANGI" BIMA

Abstract
Incontinence urine is the uncontrolly releace of urine in large numbers which can be assumed
as the problem of someone. The estimation of incontinence prevalency urine about 15-20%
old age in society and 20-30% geriatri patient who is cared in hospital.Relaxation this is
thecknick is the intervension which is taught to the patient to modify their dally activity to
thecontrol of vecical urinaria. The aim of dthis research is to know the influences of
relaxation to the decrease of the incontinence urine sigh frequency in old age. This research is
pre-experimental with one group design pre and post test the research sample is the
incontinencia urine old age in Panti Sosial Tresna Werdha “Meci Angi” Bima. The
tecnhnique of sampling is total sampling.From 10 responden. The research instrument is
interviewing, observation and documentation, the data analysis is statistic test with 0.05
significant level. Based on the result calculation P= 0,00 with level meaning 0,05 so H0 is
refused and Ha as accepted, it mean that there is an influence of relaxation tho the age in
Panti Sosial Tresna Werdha “Meci Angi” Bima. The result of the research shows that
relaxation has a meaningful influences tho the incontinence urine of old age in Panti Sosial

302
Tresna Werdha “Meci Angi” Bima.to all respondence are expecter to do the relaxation
individually to decrease the sigh of incontinence urine frequency whish they experienced.
Keywords : Incontinence urine, Old age an Relaxation

303
Latar Belakang pendahuluan melalui wawancara dan
observasi dari tanggal 25-27 oktober
Inkontinensia urin merupakan salah satu
menjelaskan bahwa dengan teknik
keluhan utama pada usila dan bukan
relaksasi pernapasan dapat menunda miksi
merupakan konsekuensi normal yang
dan meringankan inkontinensia urine.
terjadi, sehingga perlu dicari penyebabnya
Penelitian pada populasi usia lanjut di
serta pemberian perhatian khusus
masyarakat, prevalensi inkontinensia urine
(Brocklehurst dkk,1987 dalam
berkisar antara 15-30 % usia lanjut di
Nursalam,2009). Penyakit-penyakit pada
masyarakat dan 20-30% pasien geriatric
usila tersebut sebagai akibat dari proses
yang dirawat di rumah sakit mengalami
degeneratif. Karena dengan semakin
inkotinensia urine dan kemungkinan
bertambahnya usia seseorang maka
bertambah berat inkontinensia urinenya
kemungkinan terjadinya penurunan
25-30% saat berumur 65-75 tahun. Adapun
anatomi dan fungsional atas organ-
penatalaksanaan inkontinensia urine yaitu
organnya semakin besar sehingga akan
dengan menggunakan teknik relaksasi
mengakibatkan lebih mudah timbulnya
pernapasan, intervensi yang diajarkan
penyakit. Salah satunya adalah pada sistem
kepada pasien untuk memodifikasi
perkemihan.
perilaku kesehariannya terhadap control
Dari tahun ke tahun jumlah
kandung kemih. Dengan melakukan terapi
penduduk usia lanjut mengalami
tersebut bertujuan memperpanjang
peningkatan yang signifikan. Pada tahun
interval saat berkemih dan volume miksi
2010 jumlah penduduk usia lanjut sebesar
yang lebih banyak sehingga inkontinensia
18,96 juta jiwa dan meningkat menjadi
urine yang dialami usila dapat berkurang
20.547.541 pada tahun 2012. Jumlah
Menurut Wiramihardja (2008).
tersebut termasuk terbesar keempat setelah
Dari fenomena di atas peneliti
China, India dan Jepang (U.S.Census
tertarik untuk melakukan penelitian
Bureau, Internasional Data Base, 2012).
tentang pengaruh teknik relaksasi terhadap
Demikian juga diperkirakan mulai tahun
inkontinensia urin pada usia lanjut di Panti
2013 akan terjadi ledakan jumlah
Sosial tresna Werdha “Meci Angi” Bima.
penduduk usia lanjut. Hasil prediksi
menunjukkan bahwa persentase penduduk
Metode
usia lanjut akan mencapai 9,77 persen dari
total pendudukan pada tahun 2013 dan Rancangan penelitian yang digunakan
menjadi 11,34 persen pada tahun 2020 dalam penelitian ini adalah rancangan
(Badan Pusat Statistik, 2012 penelitian Pra-Eksperimental (One Group
www.menegpp.go.id ). Pra Test-Post Test Design) yaitu
Berdasarkan hasil study pendahuluan mengungkapkan hubungan sebab akibat
di Panti Sosial Tresna Werda “Meci Angi” dengan cara melibatkan satu kelompok
Bima, pada bulan juli tahun 2012 terdapat subyek. Kelompok subyek diobservasi
32 orang usia lanjut di panti Sosial Tresna sebelum dilakukan intervensi, Kemudian
Werda “Meci Angi” dengan distribusi jenis diobservasi lagi setelah intervensi (
kelamin laki-laki sebanyak 25 orang dan Nursalam, 2010 ).
yang berjenis kelamin perempuan Dalam penelitian ini yang menjadi
sebanyak 12 orang. Pada bulan agustus populasi penelitian adalah semua usia
tahun 2013 jumlah usia lanjut meningkat lanjut yang disantuni di Panti Sosial Tresna
sebanyak 50 orang dengan distribusi jenis Werdha “Meci Angi “Bima. dengan
kelamin laki-laki sebanyak 30 orang dan jumlah populasi sebanyak 50 orang.
yang berjenis kelamin perempuan Sampel yang digunakan adalah usila yang
sebanyak 20 orang. Dari 10 orang usila mengalami inkontinensia urine yang ada
yang mengalami inkontinensia urine, 3 dipanti sosial tresna werdha “ meci angi”
orang diantaranya dilakukan studi Bima sebanyak 10 orang.
304
Dalam menentukan sampel Tresna Werdha “ Meci Angi” Bima dan
menggunakan Total sampling yaitu teknik penilitian dilakukan pada tanggal 17
penentuan sampel apabilah semua anggota Januari – 17 Pebruari 2014.
populasi digunakan sebagai sampel. Pengumpulan data untuk variabel
(Hidayah,2009). Dengan jumlah sampel independen dikumpulkan dengan observasi
sebanyak 10 orang dengan kriteria pasien dengan menggunakan alat bantu chek list,
bersedia diteliti dan yang mengalami jumlah pertanyaan sebanyak 5 pertanyaan
inkontinensia urine. dengan pilihan jawaban Ya/Tdak. Apabilah
Adapun metode pengumpulan data responden melakukan teknik relaksasi
dalam penelitian ini adalah peneliti sesuai dengan pedoman pelaksanaan teknik
melakukan wawancara dengan pedoman relaksasi maka jawabannya Ya dan
wawancara tentang pemenuhan kebutuhan nilainya adalah 2 dan dikalikan dengan
eliminasi urine pada responden untuk jumlah pertanyaan 5 maka skor
mementukan frekwensi berkemih usila tertingginya adalah 10, dan jika responden
selama 24 jam dengan metode pre tes tidak melakukan teknik relaksasi sesuai
kemudian dilakukan teknik relaksasi dengan pedoman pelaksanaan teknik
pernapasan yang kemudian dilakukan post relaksasi maka jawabannya Tidak dan
tes dengan mengisi lembar check list pada nilainya adalah 1 dan dikalikan dengan
variabel independent dan penulisan hasil jumlah pertanyaan 5 maka skor terendah
wawancara pada variabel dependent. adalah 5. Untuk mendapatkan kategori
Untuk mengetahui usia lanjut yang Teknik Relaksasi maka dibagi 3 yaitu:
menderita inkontinensia urine peneliti Baik: 10-12, Cukup: 7 – 9, Kurang: < 7.
meminta data dari petugas atau perawat Pengumpulan data untuk variabel
yang bertugas di Panti Sosial Tresna dependen dikumpulkan dengan
Werdha ”Meci Angi “Bima yang diambil wawancara, dengan menggunakan alat
dari dokumentasi catatan panti yang akan bantu check list, jumlah pertanyaan
dijadikan sebagai sampel peneliti oleh sebanyak 10 pertanyaan dengan pilihan
peneliti. Pengumpulan data didapatkan dari jawaban sering, kadang-kadang dan tidak.
instrumen penelitian yaitu menggunakan Apabilah responden memilih jawaban
teknik observasi dan wawancara terstruktur sering maka nilainya adalah 2 dan
yaitu dengan menggunakan pedoman dikalikan dengan 10 maka jumlahnya
observasi dengan melalui catatan tanda skornya tertinggi 20, dan jika memilih
mengikuti teknik relaksasi pernapasan dan kadang-kadang maka nilainya 1 dikalikan
pedoman wawancara tentang pemenuhan dengan 10 maka jumlah skornya adalah 10
kebutuhan eliminasi urine. dan jika memilih tidak maka jumlahnya 0.
Pengolahan data dilakukan untuk Untuk mendapatkan kategori Inkontinensia
mengetahui hubungan variabel maka Urine maka dibagi 3 yaitu: Inkontinensia
digunakan nilai probabilitas dengan tingkat Urine Ringan: 0 – 7, Inkontinensia Urine
kemaknaan 95% (α = 0,05), pengambilan Sedang: 8 – 14, Inkontinensia Urine Berat:
keputusan dilakukan dengan menggunakan 15 -20.
nilai probabilitas, yaitu: p < 0,05 : Ada
pengaruh pemberian teknik relaksasi Hasil
pernapasan terhadap inkontinensia urine Berdasarkan hasil penelitian yang
pada usia lanjut di panti sosial tersna dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha “
werdha “Meci Angi” Kota Bima. Apabila Meci Angi “ Bima, dalam penelitian ini
p > 0,05 : Tidak ada pengaruh pemberian jenis kelamin responden dapat
teknik relaksasi pernapasan terhadap dikelompokkan 2 kategori. Agar lebih
inkontinensia urine pada usila di Panti jelasnya dapat dilihat pada tabel 1 dibawah
Sosial Tresna Werdha “Meci Angi” Kota ini, sebagai berikut :
Bima. Penelitian ini di lakukan di Panti

305
Tabel 1. Distribusi Frekwensi Responden dilihat pada tabel 3 dibawah ini, sebagai
Berdasarkan Jenis Kelamin di Panti Sosial berikut :
Tresna Werdha “Meci angi”Bima Pebruari
2014 Tabel 3 Distribusi Frekwensi
Inkontinensia Urine Pada Usia lanjut
N Jenis Sebelum Diberikan Relaksasi di Panti
Frekwensi Presentase Sosial Tresna Werdha “ Meci Angi”
o Kelamin
1 Laki-Laki 4 40% Bima Pebruari 2014
2 Perempuan 6 60%
Jumlah 10 100% No Inkontinensia Frek Persentase
Urine wensi
Berdasarkan tabel 1 di atas maka 1 Inkontinensia 0 0%
dapat dilihat bahwa pada distribusi Urine
responden menurut kelompok jenis Ringan
kelamin, terlihat bahwa jenis kelamin 2 Inkontinensia 8 80%
perempuan ternyata lebih banyak, dimana Urine Sedang
responden perempuan berjumlah 6 orang ( 3 Inkontinensia 2 20%
60 % ), sedangkan responden berjenis Urine Berat
kelamin laki-laki 4 orang ( 40 % ). Dalam Jumlah 10 100%
penelitian ini distribusi responden
berdasarkan kelompok umur dapat Berdasarkan Tabel 3 di atas,
dikelompokkan 2 kategori. Agar lebih dapat dilihat bahwa hasil wawancara
jelasnya dapat dilihat pada tebel 2. dan observasi kepada responden (usia
dibawah ini, sebagai berikut : lanjut yang yang mengalami
inkontinensia urine) di Panti Sosial
Tabel 2 Distribusi Frekwensi Responde Tresna Werdha “ Meci Angi “ Bima
Berdasarkan Kelompok Umur di Panti mengalami inkontinensia urine yang
Sosial Tresna Werdha “Meci angi”Bima berbeda-beda. Sebagian besar
Pebruari 2014 responden mengalami Inkontinensia
urine sedang yaitu berjumlah 8 orang (
Kelompok 80 % ) dan yang mengalami
No Frekwensi Presentase
Umur inkontinensia berat berjumlah 2 orang (
1 60 - 74 6 60% 20 % ). Hal ini menunjukan bahwa
Tahun sebelum di berikan teknik Relaksasi,
2 75 – 90 4 40% inkontinensia urine yang paling banyak
Tahun di responden yaitu pada inkontinensia
Jumlah 10 100% sedang.
2. Inkontinensia Urine Pada Usia lanjut
Berdasarkan tabel 2 diatas dapat Sesudah Diberikan Teknik Relaksasi
dilihat bahwa sebagian besar responden Berdasarkan hasil pengumpulan data
yaitu berumur 60 – 74 tahun sebanyak 6 tentang Inkontinensia urine pada usila
responden ( 60 % ) dan berumur 75 – 90 sesudah diberikan teknik Relaksasi
tahun sebanyak 4 responden ( 40 % ) dapat dikelompokkan 4 kategori. Agar
1. Inkontinensia Urine Pada Usia lanjut lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4
Sebelum Diberikan Teknik Relaksasi dibawah ini, sebagai berikut :
Berdasarkan hasil pengumpulan data
tentang inkontinensia urine pada usia Tabel 4. Distribusi Frekwensi
lanjut sebelum dilakukan teknik Inkontinensia Urine Pada Usila Sesudah
Relaksasi dapat dikelompokkan 3 Diberikan Teknik Relaksasi di Panti
kategori. Agar lebih jelasnya dapat
306
Sosial Tresna Werdha “ Meci Angi “ sesudah dilakukan teknik relaksasi
Bima Pebruari 2014 sebagian besar yaitu dalam kategori
ringan 6 responden (60 %) dan kategori
N Inkontinensi Frekw Persentase sedang 4 responden (40 %).
o a Urine ensi 3. Analisa Pengaruh Teknik Relaksasi
1 Normal 0 0% Terhadap Inkontinensia Urine Pada
Inkontinensia Usila di Panti Sosial Tresna Werdha
2 6 60% “ Meci angi “ Bima Pebruari 2014.
Urine Ringan
Inkontinensia Berdasarkan data-data identifikasi di
3 4 40% atas dapat dilakukan analisa
Urine sedang
Inkontinensia 0% Inkontinensia Urine sebelum dan
4 0 sesudah dilakukan pemberian teknik
Urine Berat
Jumlah 10 100% Relaksasi dapat diperoleh hasil uji
sebagai berikut :
Berdasarkan tabel 4 di atas dapat
ditunjukkan bahwa Inkontinensia urine

Tabel 5 Analisa Pengaruh Teknik Relaksasi Terhadap Inkontinensia Urine Pada Usia Lanjut
di Panti Sosial Tresna Werdha “ Mec. Angi “ Bima Pebruari 2014.

No. Inkontinensia Urine


Hasil
Responden Sebelum Kategori Sesudah Kategori
1 13 Sedang 7 Ringan Ada pengaruh
2 13 Sedang 7 Ringan Ada pengaruh
3 10 Sedang 6 Ringan Ada pengaruh
4 13 Sedang 11 Sedang Ada pengaruh
5 15 Berat 12 Sedang Ada pengaruh
6 10 Sedang 7 Ringan Ada pengaruh
7 15 Berat 12 Sedang Ada pengaruh
8 10 Sedang 7 Ringan Ada pengaruh
9 14 Sedang 12 Sedang Ada pengaruh
10 10 Sedang 7 Ringan Ada pengaruh
p = 0,00
inkontinensia urine ringan sebanyak 6
Dari tabel diatas dapat di jabarkan orang dan responden yang mengalami
bahwa sebelum diberikan teknik inkontintinensia urine sedang sebanyak
4 orang artinya ada Pengaruh Teknik
Relaksasi terhadap Inkontinensia Urine
relaksasi responden yang mengalami pada Usila di Panti Sosial Tresna
inkontinensia urine berat sebanyak 2 Werdha “Meci Angi “ Bima.
orang dan responden yang mengalami Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh
inkontinensia sedang sebanyak 8 orang, hasil p = 0,00. Dengan taraf kesalahan 5
setelah diberikan teknik relaksasi % (0,05) maka nilai p = 0.00 ˂ α = 0.05
responden yang mengalami sehingga Ho ditolak dan Ha diterima,

307
artinya ada pengaruh inkontinensia mencoba menghambatnya dan selanjutnya
urine sebelum diberikan teknik relaksasi menunda saat miksi dan mengevaluasi
dan sesudah diberikan teknik relaksasi. inkontinensia urine pada usila setelah 12
hari berturut-turut diberikan teknik
Pembahasan relaksasi dengan menggunakan pedoman
Menurut Undang – Undang Ri No.13 tahun wawancara tentang pemenuhan kebutuhan
1998 tentang kesejahteraan lanjut usia eliminasi urine dan observasi catatan tanda
pasal 2 ayat (2) : Lanjut Usia adalah mengikuti teknik relaksasi.
seseorang yang telah mencapai usia 60 1. Identifikasi Inkontinensia Urine
tahun ke atas. Usia Lanjut merupakan Sebelum Diberikan Teknik Relaksasi
tahapan hidup manusia yang paling rentang Berdasarkan hasil analisa data pada
dengan berbagai permasalahan yang tabel 3 terlihat bahwa sebelum
berkaitan dengan lanjut usia muncul salah diberikan teknik relaksasi dari 10
satunya masalah kesehatan, dimana pada responden, persentase inkontinensai
umumnya lanjut usia mengalami berbagai sedang yang paling tinggi terdapat
penurunan fungsi diantaranya kemunduran sebanyak 8 responden (80 %) dan
fisik, malnutrisi, perasaan kesepian, inkontinensia urine berat terdapat 2
berkurangnya penghasilan, dan terbatasnya responden (20 %)
interaksi sosial, sehingga para lanjut usia Hasil analisa data tersebut
rentan terhadap penyakit. menunjukkan bahwa inkontinensia
Adanya penurunan fungsi pada lanjut urine lebih banyak ditemukan pada usia
usia dapat menimbulkan berbagai macam lanjut. Hal ini didukung oleh teori
gangguan fisik salah satunya adalah menurut Nursalam (2010), yang
gangguan sistem perkemihan yang berupa menyatakan bahwa Inkontinensia urine
inkontinensia urine. Merujuk pada tujuan merupakan salah satu keluhan utama
khusus penelitian ini adalah untuk pada usia lanjut karena adanya
mengetahui pengaruh teknik relaksasi perubahan-perubahan akibat proses
terhadap inkontinensia urine pada usila di menua yang dapat mempengaruhi
Panti Sosial Tresna Werdha “Meci Angi” saluran kemih bagian bawah. Sehingga
Bima yang sebelumnya dilakukan mengakibatkan pengeluaran urine tanpa
wawancara dengan pedoman wawancara disadari atau mengompol yang cukup
pemenuhan kebutuhan eliminasi urine dan menjadi masalah.
observasi catatan tanda mengikuti teknik Hasil dari penelitian
relaksasi, maka peneliti mendapatkan 10 menunjukkan 60% responden sebagian
orang responden yang mengalami besar berumur 60 – 74 tahun hal ini
inkontinensia urine. didukung oleh teori menurut Miselfen
Penelitian ini dilakukan dari tanggal (2008), masalah inkontinensia urine
17 Januari – 17 Pebruari 2014 di Panti kemungkinan bertambah berat 25 – 30
Sosial Tresna Werdha “Meci Angi” Bima. % saat berumur 65 – 74 tahun. Semakin
Satu hari sebelum diberikan teknik tua, maka semakin besar resiko
relaksasi, peneliti melakukan wawancara sesorang terkena inkontinensia urine
dengan pedoman wawancara tentang karena proses penuaan dimana adanya
pemenuhan kebutuhan eliminasi urine pada perubahan pada sistem perkemihan usila
responden untuk menentukan frekwensi yang terjadi pada ginjal yang
berkemih usia lanjut selama 24 jam, mengalami pengecilan dan nefron
sensasi atau rangsangan berkemih dan lain- menjadi atrofi. Aliran ginjal menurun
lain. Sedangkan untuk teknik relaksasi hingga 50%, fungsi tubulus berkurang
diberikan pada usila dalam hal ini akibatnya kemampuan mengkonsentrasi
responden dilatih untuk mengenal urine berkurang, berat jenis urine
timbulnya sensasi urgensi kemudian menurun, otot-otot vesika urinaria

308
menjadi lemah sehingga kapasitasnya sesudah dilakukan teknik relaksasi
menurun atau menyebabkan buang air sebagian besar dalam kategori ringan 6
seni meningkat (Maryam dkk, 2008 ). responden (60 %) dan kategori sedang 4
Faktor jenis kelamin juga responden (40%).
berpengaruh terhadap inkontinensia Hasil analisa data menunjukkan
urine dimana pada penelitian ini adanya perubahan Inkontinensia urine
terdapat 60% responden berjenis setelah diberikan teknik relaksasi, dari
kelamin perempuan. Menurut Purnomo kategori inkontinensia urine berat
(2004), bahwa prevalensi inkontinensia menurun menjadi inkontinensia urine
urine pada laki-laki lebih rendah dari sedang dari kategori inkontinensia
pada perempuan yaitu kurang lebih urines sedang menurun menjadi
separuhnya. Hal ini berarti perempuan inkontinensiaurine ringan. Dari 10
mempunyai resiko yang lebih tinggi responden yang telah diberikan teknik
untuk menderita inkontinensia urine. relaksasi yang mengalami penurunan
Adapun faktor resiko pada perempuan kategori inkontinensia urine sebanyak 8
sering menderita inkontinensia urine orang (80 %) dan yang tidak
yaitu perempuan mengalami proses mengalami penurunan kategori
kehamilan, persalinan, menoupause, inkontinensia urine sebanyak 2 orang
kelebihan berat badan, pengaruh obat- (20 %), walaupun 2 orang responden
obatan tertentu, kebiasaan berkemih tidak mengalami perubahan kategori
yang salah sejak muda, beberapa inkontinensia urine tetapi tetap
masalah kesehatan seperti diabetes dan mengalami penurunan jumlah skor.
parkinson serta perempuan mempunyai Hal ini menunjukkan bahwa
struktur kandung kemih yang berbeda teknik relaksasi dapat menurunkan
dengan laki-laki. Inkontinensia urine frekwensi keluhan inkontinensia urine.
pada perempuan biasanya disebabkan Menurut Rakhmawan (2008), terapi
karena kelemahan otot-otot dasar yang sebaiknya dipilih adalah terapi
panggul yang menyangga saluran kemih nonfarmokologi sebelum menetapkan
dan otot pintu saluran kemih (uretra) menggunakan terapi farmokologi atau
sehingga urine keluar begitu saja tanpa terapi pembedahan. Karena terapi
dapat ditahan (Juniardi, 2008). nonfarmokologi memiliki resiko rendah
Inkontinensia urine dapat dengan sedikit efek samping dibanding
menyebabkan masalah kebersihan atau dengan terapi lainnya. Dengan
medik, sosial maupun ekonomi. menggunakan teknik relaksasi interval
Masalah medik berupa iritasi dan antara miksi menjadi lebih lama dan
kerusakan kulit di sekitar kemaluaan didapatkan volume miksi yang lebih
akibat urine. Masalah sosial berupa banyak sehingga inkontinensia urine
perasaan malu, mengisolasi diri dari yang dialami usia lanjut dapat
pergaulan, menimbulkan stres keluarga, berkurang. (Purnomo, 2012).
teman dan orang yang merawat. 3. Menganalisa Pengaruh Teknik
Menurut Juniardi (2008), dalam jangka Relaksasi Terhadap Inkontinensia
panjang dan tanpa pengobatan Urine
inkontinensia urine dapat menyebabkan Berdasarkan hasil analisa data
kelumpuhan pada otot uretra. Sehingga menggunakan uji t-test hasil
salah satu cara untuk menangganinya perhitungan diperoleh p = 0,00 dengan
adalah dengan operasi. taraf kesalahan 5 % ( 0,05) maka nilai p
2. Identifikasi Inkontinensia Urine = 0.00 ˂ α = 0.05 sehingga Ho ditolak
Sesudah Diberikan Teknik Relaksasi dan Ha diterima.
Berdasarkant tabel 4 diatas dapat Hal ini menunjukkan pengaruh
ditunjukkan bahwa Inkontinensia urine yang signifikan teknik relaksasi

309
terhadap inkontinensia urine pada usia %). Setelah diberikan teknik relaksasi
Lanjut di Panti Sosial Tresna Werdha terjadi penurunan inkontinensia urine pada
“Meci Angi “ Bima, karena P = 0.00 ˂ usia lanjut dari 10 responden yaitu kategori
α = 0.05 sehingga Ho ditolak dan Ha di ringan 6 responden (60% ), kategori
terima. Jadi dapat diartikan bahwa ada sedang 4 responden (40% ) dan kategori
pengaruh teknik relaksasi terhadap berat 0 responden (0%).
inkontinensia urine pada usila di Panti Berdasarkan hasil analisa data
Sosial Tresna Werdha “ Meci Angi “ menggunakan uji t-test hasil perhitungan
Bima. diperoleh p = 0,00 dengan taraf kesalahan
Hasil analisa data tersebut dapat 5 % ( 0,05) maka nilai p = 0.00 ˂ α = 0.05
didukung oleh teori menurur Purnomo sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Hal
(2003), yang menyatakan bahwa pada ini menunjukkan ada pengaruh yang
teknik relaksasi pasien dilatih untuk signifikan pada pemberian teknik relaksasi
mengenal timbulnya sensasi urgensi, terhadap inkontinensia urine pada usia
kemudian mencoba menghambat dan lanjut di Panti Sosial Tresna Werdha “
selanjutnya menunda saat miksi. Meci Angi “ Bima
Latihan tersebut dapat dilakukan dengan Hasil penelitian ini diharapkan dapat
teknik relaksasi. Usia lanjut dianjurkan dijadikan sebagai bahan masukan bagi
untuk berkemih pada interval waktu institusi Panti Sosial Tresna Werdha Meci
tertentu yaitu setiap 2-3 jam serta Angi Bima dalam meningkatkan pelayanan
diharapkan dapat menahan keinginan keperawatan kepada klien usia lanjut
untuk berkemih sehingga frekwensi sebagai bentuk asuhan keperawaan
berkemih 6 – 7 kali perhari (Miselfen, gerontik.
2008)
Menurut Reeves dkk (2001), Daftar Pustaka
bahwa inkontinensia urine pada usia 1. Baradero, (2011). Seri Asuhan
lanjut bukan merupakan masalah yang Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta
tidak dapat ditanggulangi. Dalam : EGC.
banyak kasus, jadwal berkemih yang 2. Hidayat, A.A.A., (2009). Riset
mengharuskan usia lanjut yang Keperawatan dan teknik Penulisan
menderita inkontinensia urine untuk Ilmiah. Surabaya : Salemba Medika
membuang urinenya setiap 2-3 jam 3. Jurniadin, ( 2008 ). Seni asuhan
dapat mereduksi atau mengurangi Keperawatan Gerontik Edisi Edisi 1.
episode inkontinensia urine yang Jakarta : EGC.
dialami. Tetapi dalam hal ini 4. Koozier, (1999). dalam Nursalam,
dibutuhkan motivasi yang kuat dan (2010). Asuhan keperawatan pada
kerja sama yang baik dari penderita pasien dengan Gangguan Sistem
untuk berlatih menahan keluarnya urine Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika
dan hanya berkemih pada interval 5. Maryam dkk, (2008). Mengenal usia
waktu tertentu sehingga teknik relaksasi lanjut dan Perawatannya. Jakarta :
tersebut dapat bermanfaat untu Salemba Medika.
inkontinensia urine (Simposia, 2006). 6. Miselven, (2008). dalam Nursalam,
(2010). Asuhan keperawatan pada
Kesimpulan pasien dengan Gangguan Sistem
Berdasarkan hasil analisa data didapatkan Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika
persentase inkontinensia urine pada usia 7. Nugroho, (2008). Keperawatan
lanjut sebelum pemberian teknik relaksasi Gerontik & Geriatrik, edisi 3. Jakarta :
dari 10 responden yaitu inkontinensia urine EGC.
sedang sebanyak 8 responden (80%) dan 8. Nursalam, (2010). Konsep dan
inkontinensia urine berat 2 responden (20 Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu
310
Keperawatan : Pedoman, Skripsi,
Tesis, dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika.
9. Purnomo, (2012). Dasar-dasar Urologi
Edisi Kedua. Jakarta : sagung Seto.
10. Reeves dkk, (2010). Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta : Salemba
Medika
11. Rakhmawan, (2008). Penatalaksanaan
Inkontinensia Urine. http : //
agungrakhmawan. wordpress.com
/2008/09/17/ Penatalaksanaa-
Inkontinensia -urine//
12. Stainley dan Beare. (2007). Buku Ajar
Keperawatan gerontik Edisi 2. Jakarta
: EGC.
13. Smeltzer & Bare, (2002). Wikipedia,
(2013) Teknik relaksasi Pernapasan
http : // en.
Wikipedia.org/Wiki/Teknik Relaksasi
/ diakses tanggal 28 Desember 2013
14. Sugiyono, (2010). Statistika Untuk
Penelitian. Bandung : Alfabeta
15. U.S.Census Bureau, Internasional
Data Base, (2012). Data Penduduk
Lanjut Usia. http : //
www.menegpp.go.id/ aplikasidata /
index.php?option=
16. Wiramihardja, (2008). Pengantar
Psikologi Klinis Bandung : Refika
Aditama

311
PENINGKATAN PERAN PETUGAS KESEHATAN DALAM PENEMUAN KASUS
TUBERKULOSIS (TB) BTA POSITIF MELALUI EDUKASI DENGAN
PENDEKATAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOUR (TPB)

Ni Putu Sumartini1
1
Dosen Poltekkes Kemenkes Mataram Jurusan Keperawatan

Abstrak

Pendahuluan: Penyakit Tuberkulosis (TB) BTA positif yang tidak terdeteksi menyebabkan
pasien tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan. Deteksi penyakit TB BTA positif yang
rendah merupakan salah satu masalah kesehatan termasuk di Kota Mataram dengan tingkat
penemuan kasus (Case Detection Rate/CDR) sebesar 43,65% pada tahun 2011. Dengan
demikian peran petugas kesehatan dalam deteksi kasus TB perlu ditingkatkan melalui edukasi
dengan pendekatan Theory of planned behaviour (TPB). Penelitian ini bertujuan untuk
membuktikan pengaruh edukasi dengan pendekatan TPB terhadap peran petugas kesehatan
dalam penemuan kasus TB BTA Positif. Metode: rancangan penelitian menggunakan quasi-
experimental dengan pretest-posttest group design. Besar sampel sebanyak 16 responden yang
memenuhi kriteria inklusi. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis
menggunakan Wilcoxon Sign Rank Test, Mann-Whitney Test and chi-square with dengan
tingkat kepercayaan 5 % (α = 0,05). Hasil: hasil penelitian menunjukkan bahwa pelatihan
TB/DOTS yang diperoleh oleh petugas kesehatan memiliki hubungan dengan peran petugas
kesehatan dalam penemuan kasus TB dengan nilai p 0,093; edukasi dengan menggunakan
pendekatan TPB berpengaruh terhadap peran petugas kesehatan dalam penemuan kasus TB
dengan nilai p=0,012. Kesimpulan: edukasi dengan pendekatan TPB terbukti memiliki
pengaruh terhadap peran petugas kesehatan dalam penemuan kasus TB

Kata kunci : petugas kesehatan, edukasi, penemuan kasus

ENHANCING THE ROLE OF HEALTH OFFICER IN CASE DETECTION OF


TUBERCULOSIS (TB) BTA EDUCATION THROUGH POSITIVE APPROACH
THEORY OF PLANNED BEHAVIOUR (TPB)

Abstract

Introduction: Undetected TB case makes the patients do not benefit from TB treatment. The
low detection rate of TB with positive acid fast bacillus is one of the health problem including
in Mataram city by case detection rate is 43,65% in 2011, therefore the role of health workers
in TB case detection need to be strengthened through education using Theory of planned
behaviour (TPB) approach. This study aimed to prove the influence of education with TPB
approach in strengthening the role of health workers in TB case detection. Methods: The
study design was quasi-experimental with pretest-posttest group design. Samples size of 16
respondents who were meet inclusion criteria. Data were collected using a questionnaires.
Statistical analysis used Wilcoxon Sign Rank Test, Mann-Whitney Test and chi-square with a
significance level of 5 % (α = 0,05). Result: The result revealed that training TB/DOTS of
health workers has a relationship with the role of health workers in TB case finding with p
value 0,093; education using TPB approach affects the role of health workers in TB case
finding with p=0,012. Discussion: In conclusion, education with TPB approach affects the
role of health officers in TB case finding.
Keywords : health workers, education, case finding, planned behaviour.

312
Pendahuluan atau 189 per 100.000 penduduk. Angka
insiden tersebut menempatkan Indonesia di
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit
urutan ke-4 dunia untuk kasus insiden
infeksi menular yang disebabkan oleh basil
terbanyak di tahun 2011 setelah India
Mycobacterium tuberculosa, khususnya
(2.000.000-2.500.000 kasus), Cina
menyerang paru dan disebut TB paru,
(900.000-1.100.000 kasus), dan Afrika
namun dapat juga menyerang organ lain
Selatan (400.000-600.000 kasus).
(WHO, 2011). Sebagian besar kasus baru
Prevalensi TB di Indonesia adalah 680.000
penyakit TB salah satunya terjadi di Asia,
(range 310.000 – 1.200.000) kasus TB yang
termasuk Indonesia yang merupakan salah
ekuivalen dengan 289 kasus per 100.000
satu negara di wilayah Asia Tenggara
penduduk (WHO, 2012). Jumlah kematian
(Villamor et al, 2008). Namun ternyata,
(mortality) akibat TB adalah 65.000 orang
World Health Organization (WHO) tahun
(27/100.000 penduduk) atau dalam setiap
2011 memperkirakan sekitar dua pertiga
harinya terdapat 175 orang yang meninggal
dari individu dengan TB tidak terdiagnosa
akibat TB (WHO, 2012; Ditjen PP&PL,
sebagai pasien TB dan membuat kasus TB
2011). Kondisi ini menyebabkan TB
tidak terdeteksi, sehingga pasien tidak
menjadi penyebab kematian nomor dua
mendapatkan manfaat dari pengobatan TB.
setelah stroke, dan menurut data Riset
Dengan demikian deteksi/penemuan kasus
Kesehatan Dasar tahun 2007 TB menempati
TB khususnya TB Paru BTA Positif
urutan pertama penyakit menular penyebab
menjadi sangat penting agar penderita
kematian baik di perkotaan maupun
selanjutnya dapat diobati dengan tepat.
pedesaan.
Penemuan kasus TB Paru ini tentunya
Penyakit TB juga menjadi salah satu
membutuhkan peran dari berbagai pihak
fokus perhatian pemerintah Propinsi Nusa
terutama petugas kesehatan.
Tenggara Barat (NTB) agar angka kejadian
Insiden penyakit TB di dunia tahun
TB sebesar 117 per 100.000 penduduk di
2011 diperkirakan sebesar 8,7 juta (range
tahun 2010 dapat diturunkan mencapai
8,3 juta - 9,0 juta), ekuivalen dengan 125
target Millennium Development Goal’s
kasus per 100.000 penduduk. Sebagian
(MDG’s) 2015 sebesar 70 per 100.000
besar insiden terjadi di Asia (59%) dan
penduduk (BAPPEDA NTB, 2012). Jumlah
Afrika (26%). Prevalensi penyakit TB di
dunia pada tahun 2011 diperkirakan sebesar kasus TB di Provinsi NTB mengalami
peningkatan dari 3.066 kasus di tahun 2009
12 juta (range 10 juta – 13 juta) yang
menjadi 5.122 kasus di tahun 2011. Angka
ekuivalen dengan 170 kasus per 100.000
penemuan kasus (Case detection rate/CDR)
penduduk. Prevalensi ini menunjukkan
adalah salah satu indikator dalam
bahwa hampir seperlima penduduk dunia
pencapaian MDG’s (WHO, 2012). Angka
terinfeksi oleh TB. Penyakit TB secara
penemuan kasus adalah prosentase jumlah
global menempati peringkat kedua sebagai
pasien baru BTA positif yang ditemukan
penyebab kematian akibat penyakit infeksi
dan diobati dibandingkan dengan jumlah
setelah HIV. Angka mortalitas TB di dunia
pasien baru BTA positif yang diperkirakan
pada tahun 2011 adalah 990.000 orang atau
ada dalam wilayah tersebut (Depkes, 2007).
14 orang per 100.000 penduduk. Angka
Case Detection Rate menggambarkan
kematian yang berkaitan dengan HIV
cakupan penemuan pasien baru BTA positif
diperkirakan menambah mortalitas sebesar
pada wilayah tersebut. Target CDR
0,43 juta sehingga total kematian akibat TB
program penanggulangan TB nasional
adalah 1,4 juta orang.
minimal 70 %. Case Detection Rate
Insiden penyakit TB di Indonesia
Provinsi NTB tahun 2011 adalah 36,6% dan
menurut perkiraan adalah sebesar 380.000 –
Kota Mataram adalah 43,65%, masih
540.000 dengan point estimated 450.000
rendah (belum memenuhi target nasional
313
70% dari perkiraan sasaran) dan cenderung sendiri juga memberi kontribusi bagi
menurun dibanding tahun 2010 yaitu rendahnya penemuan kasus TB akibat
sebesar 48,75%. Puskesmas Cakranegara kesulitan suspek mengeluarkan dahak
sebagai salah satu wilayah kerja Kota meskipun telah diberikan mukolitik-
Mataram juga termasuk area yang masih ekspektoran dan kualitas dahak yang
menunjukkan pencapaian yang rendah diperiksa kurang baik. Hasil penelitian
yakni sebesar 47,62 % pada tahun 2011, Awusi et all (2009) mengidentifikasi bahwa
demikian juga dengan Puskesmas Mataram penjaringan suspek TB (OR=8,92),
sebesar 36,36% (Dinkes Kota Mataram, pelayanan KIE (Komunikasi, Informasi,
2012). Edukasi) TB (OR=8,85) dan pelatihan
Rendahnya angka penemuan kasus DOTS (OR=5,84) petugas puskesmas
TB dapat disebabkan oleh berbagai faktor, mempengaruhi penemuan kasus TB dan
diantaranya adalah sistem surveillance yang dapat meningkatkan CDR jika dilakukan.
belum kuat, kemampuan mendiagnosa Penyakit TB yang tidak diobati menurut
penyakit TB yang kurang disertai riwayat alamiahnya maka setelah 5 tahun
kurangnya akses ke pelayanan kesehatan menunjukkan 50% akan meninggal, 25 %
(WHO, 2011). Survey terhadap populasi akan sembuh sendiri dengan daya tahan
menggunakan radiografi massa dengan tubuh yang tinggi, dan 25 % akan menjadi
biaya yang tinggi dapat mendeteksi sekitar kasus kronis yang tetap menular (Depkes,
90% prevalensi kasus TB yang 2007).
berpartisipasi dalam survey, sementara itu Kondisi ini mengindikasikan
survey populasi menggunakan gejala TB pentingnya memastikan bahwa semua
untuk menjaring suspek biayanya lebih penderita TB ditemukan dan kemudian
rendah tetapi hanya dapat mendeteksi 70% diobati sedini mungkin, jadi penemuan
kasus, tergantung pada kelompok target dan kasus TB khususnya TB BTA Positif
metode yang digunakan untuk mendapatkan adalah langkah awal agar penderita
gejala (Borgdorff et al, 2002). Kemampuan mendapat manfaat dari pengobatan TB.
mendiagnosa penyakit TB akan dipengaruhi Perawatan dan pengobatan memiliki peran
oleh kemampuan petugas kesehatan dan yang sangat penting dalam mengendalikan
faktor sarana dan prasarana seperti TB dengan cara menyembuhkan pasien dan
mikroskop, reagen, pot dahak dan lainnya mengembalikan kualitas hidup pasien untuk
yang memadai, serta ditunjang oleh adanya produktifitasnya, mencegah kematian akibat
Standar Operasional Prosedur TB aktif dan efek jangka panjang penyakit,
(SOP)/prosedur tetap (protap) tentang mencegah kekambuhan TB, mengurangi
penemuan kasus TB. Akses ke pelayanan transmisi penyakit kepada orang lain, dan
kesehatan akan dipengaruhi oleh jarak dan mencegah perkembangan dan transmisi
juga faktor ekonomi pasien. resistensi obat yang merupakan komplikasi
Kurangnya pengetahuan masyarakat serius penyakit ini (WHO, 2003). Dengan
tentang gejala-gejala awal TB Paru dan demikian penemuan kasus TB yang rendah
sistem penjaringan penderita di puskesmas dapat berakibat meningkatnya morbiditas,
dalam melakukan anamnesa yang belum disabilitas, mortalitas dan transmisi TB di
optimal juga mempengaruhi rendahnya masyarakat; meningkatkan kemungkinan
cakupan suspek yang diperiksa (Dinkes terapi yang tidak sesuai sehingga
Kota Mataram, 2012). Studi pendahuluan meningkatkan angka Multiple Drug
oleh peneliti pada Bulan Januari 2013 Resistance (MDR) TB serta menurunkan
menghasilkan bahwa suspek kadang tidak kualitas hidup penderita yang tidak
kembali lagi untuk mengumpulkan dahak terdeteksi tersebut.
yang ke-2 dan ke-3, menandakan edukasi Hasil penelitian menurut Khan et al
ke suspek belum maksimal. Suspek TB (2007) mengidentifikasi bahwa pemberian
314
instruksi sederhana mengenai cara melakukan penemuan kasus TB (Wahyuni,
mengumpulkan dahak oleh tenaga 2012).
kesehatan dapat meningkatkan angka Berbagai program intervensi telah
penemuan kasus menjadi 13% (dibanding diteliti dalam kaitannya dengan usaha untuk
8% pada kelompok kontrol), menurunkan meningkatkan angka penemuan kasus TB,
pot yang hanya berisi saliva (p=0,003) dan namun program intervensi dengan
meningkatkan jumlah perempuan yang melibatkan petugas kesehatan di puskesmas
kembali dengan spesimen pagi hari dalam melaksanakan perannya
(p=0,02). Tuberkulosis didiagnosis dalam menggunakan pendekatan perubahan
50,6% pasien yang mendapat konseling perilaku berdasarkan TPB masih terbatas.
tambahan oleh paramedis, yang sesuai Oleh karena itu, peningkatan peran petugas
dengan tingkat deteksi yang lebih tinggi kesehatan dalam penemuan kasus TB
15,1 % dengan demikian dapat melalui edukasi dengan pendekatan TPB
meningkatkan diagnosa TB secara diharapkan dapat meningkatkan peran
mikroskopik (Alisjahbana et al, 2005). dalam penemuan kasus TB BTA Positif.
Standar minimum untuk active case finding Tujuan penelitian ini adalah untuk
adalah melakukan skrining untuk semua menjelaskan pengaruh dengan pendekatan
orang yang kontak dengan pasien TB Paru Theory of planned behaviour terhadap
dengan BTA positif, disamping skrining peran dalam penemuan kasus TB BTA
terhadap semua kontak pasien TB Paru Positif.
BTA negatif dan individu dengan HIV juga
dapat memperkuat hasil. Metode
Upaya untuk meningkatkan angka Rancangan penelitian ini adalah
penemuan kasus TB dapat dilakukan oleh eksperimental. Jenisnya adalah pretest
masyarakat dan semua tenaga kesehatan posttest group design yaitu dengan
termasuk perawat. Menjaring suspek TB melibatkan 2 (dua) kelompok subyek yaitu
dan memberikan pelayanan KIE TB kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
merupakan peran petugas kesehatan. Peran tanpa dilakukan randomisasi. Populasi
adalah seperangkat perilaku individu yang dalam penelitian ini adalah semua petugas
diharapkan oleh orang lain sesuai kesehatan di wilayah kerja Puskesmas
kedudukannya dalam sistem (Kozier et al, Cakranegara dan Mataram Kota Mataram.
2008), maka upaya untuk meningkatkan Sampel penelitian berjumlah 8 orang untuk
peran berkaitan dengan intervensi faktor masing-masing kelompok perlakuan dan
perilaku. Upaya untuk meningkatkan kelompok kontrol, dipilih dari populasi
perilaku, dapat menggunakan edukasi yang memenuhi kriteria inklusi, jadi besar
dengan pendekatan Theory of planned sampel adalah 18 orang.
behaviour (TPB). Berdasarkan TPB, Pengumpulan data tentang
perilaku penemuan kasus TB dapat karakteristik responden dan peran dalam
diprediksi dari intensi/niat melakukan penemuan kasus TB dilaksanakan dengan
penemuan kasus TB, dan niat dipengaruhi cara wawancara menggunakan kuesioner.
oleh sikap tentang perilaku (attitude toward Instrumen pendukung lainnya adalah
behaviour), norma subyektif dan kendali- Satuan Acara Penyuluhan (SAP), leaflet
perilaku-yang-dipersepsikan (perceived tentang TB dan peran dalam penemuan TB,
behavioral control/PBC). Edukasi daftar suspek TB yang diperiksa dahak dan
diharapkan dapat meningkatkan lembar observasi sarana dan prasarana
pengetahuan sehingga membentuk sikap penkes dan laboratorium. Perlakuan yang
yang positif terhadap penemuan kasus TB, diberikan berupa edukasi tentang penyakit
meningkatkan norma subyektif dan PBC TB dan peran dalam penemuan TB
yang pada akhirnya meningkatkan intensi
315
menggunakan pendekatan TPB, perawat, perawat gigi, tenaga gizi, penyuluh
dilaksanakan selama Bulan Mei-Juni 2013 kesehatan, apoteker dan asisten apoteker,
yaitu sebanyak 4 kali pertemuan masing- tenaga laboratorium, tenaga higiene
masing selama ± 60 menit bertempat di sanitasi, pekarya kesehatan dan administrasi
Puskesmas Cakranegara. umum. Sarana/fasilitas kesehatan yang ada
Analisis data menggunakan statistik di wilayah Puskesmas Cakranegara
non parametris. Uji Wilcoxon Signed Rank meliputi 3 (tiga) pustu, 4 (empat)
Test digunakan untuk melihat perbedaan poskesdes, 6 (enam) bidan praktek swasta,
peran petugas kesehatan dalam penemuan 2 (dua) rumah sakit serta dokter umum
kasus TB hasil pre test dan post test pada praktek swasta maupun dokter gigi dan
kelompok perlakuan dan kelompok dokter spesialis.
kontrol. Uji Mann Whitney U Test Gambaran Faktor Lingkungan.
digunakan untuk melihat perbedaan peran Puskesmas Cakranegara dan Mataram
petugas kesehatan dalam penemuan kasus memiliki fasilitas berupa leaflet /brosur
TB hasil post test pada kelompok /poster / lembar balik tentang TB dan
perlakuan dan kelompok kontrol. Uji Chi- perlunya deteksi dini, mikroskop, reagen,
square dan Fisher’s Exact Test digunakan dan pot sputum yang didistribusikan dari
untuk melihat hubungan antara karakteristik Dinas Kesehatan Kota Mataram. Puskesmas
responden (umur, pendidikan, masa kerja Cakranegara memiliki 4 orang tenaga analis
dan pelatihan TB/DOTS) dengan peran laboratorium namun yang aktif bekerja di
responden dalam penemuan kasus TB. laboratorium 2 orang, 2 mikroskop yang
Hipotesis alternatif diterima jika p < 0,05. berfungsi baik, reagen yang cukup dan pot
sputum sebanyak 500 buah, SOP tentang
Hasil prosedur kerja laboratorium namun tidak
Gambaran Umum Lokasi Penelitian. ada SOP tentang waktu standar untuk
Puskesmas Cakranegara adalah salah satu pelaksanaan pemeriksaan BTA dan
puskesmas dari 10 (sepuluh) puskesmas pembacaan hasil BTA. Puskesmas
yang ada di wilayah Kota Mataram, yang Cakranegara merupakan puskesmas yang
terletak paling timur dari Kota Mataram. melayani wilayah kecamatan sekitar
Puskesmas Cakranegara terletak di Jalan puskesmas sehingga jarak ke puskesmas
Brawijaya No.3b, Kelurahan Turide relatif cukup dekat (< 5 km).
Kecamatan Sandubaya, Kota Mataram Puskesmas Mataram memiliki 2
Provinsi Nusa Tenggara Barat. Kecamatan orang petugas laboratorium, 4 mikroskop
Sandubaya juga merupakan pusat yang berfungsi baik namun yang dipakai
perdagangan/ekonomi di Kota Mataram. hanya 2 buah, reagen yang cukup dan pot
Luas wilayah kerja UPT Puskesmas sputum sebanyak 500 buah, SOP tentang
Cakranegara adalah 601,664 Ha terdiri dari prosedur kerja laboratorium namun tidak
6 (enam) kelurahan yaitu Cakra Timur, ada SOP tentang waktu standar pelaksanaan
Cakra Selatan, Bertais, Mandalika, Turida pemeriksaan BTA dan pembacaan hasil
dan Selagalas dengan batas-batas yaitu BTA. Pada waktu penelitian sempat terjadi
sebelah timur dengan Kecamatan Narmada, kekosongan leaflet karena banyak
sebelah barat dengan Kelurahan Cakra didistribusikan ke masyarakat untuk
Barat, sebelah utara dengan Kelurahan pelaksanaan kegiatan promosi kesehatan
Cakra Utara dan sebelah selatan dengan tentang TB. Puskesmas Mataram adalah
Kelurahan Babakan. puskesmas yang melayani wilayah
Ketenagaan di Puskesmas kecamatan sekitar Mataram sehingga jarak
Cakranegara berjumlah 49 orang terdiri dari ke puskesmas relatif dekat dengan jarak
tenaga dokter umum, dokter gigi, bidan, terjauh kurang dari 5 km.

316
Karakteristik Responden
Hasil penelitian untuk karakteristik Puskesmas Cakranegara dan Puskesmas
responden berdasarkan usia, jenis Mataram dapat dilihat pada Tabel 1 :
kelamin, pendidikan, masa kerja dan
pelatihan TB/DOTS di wilayah kerja

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Wilayah Kerja Puskesmas


Cakranegara dan Mataram Bulan Mei - Juni Tahun 2013

Karakteristik Kelompok Kelompok Total


Perlakuan Kontrol
(n=8) (n=8)
f % f % ∑ %
Umur
1. 23 – 25 Tahun 2 25 0 0 2 12,5
2. 26 – 35 Tahun 3 37,5 4 50 7 43,75
3. 36 – 55 Tahun 3 37,5 4 50 7 43,75

Jenis Kelamin
1. Laki-laki 3 37,5 1 12,5 4 25
2. Perempuan 5 62,5 7 87,5 12 75

Pendidikan Terakhir
1. SLTA 1 12,5 2 25 3 18,75
2. Sarjana 7 87,5 6 75 13 81,25

Masa Kerja
1. 1 – 5 Tahun 3 37,5 2 25 5 31,25
2. 6 – 10 Tahun 3 37,5 3 37,5 6 37,5
3. 11 – 15 Tahun 2 25 1 12,5 3 18,75
4. 16 – 20 Tahun 0 0 1 12,5 1 6,25
5. 21 – 25 Tahun 0 0 1 12,5 1 6,25

Pelatihan TB/DOTS
1. Belum pernah 5 62,5 5 62,5 10 62,5
2. Pernah 3 37,5 3 37,5 6 37,5

tahun. Jenis kelamin responden sebagian


Tabel 1 menunjukkan bahwa kelompok besar yaitu sebanyak 5 orang (62,5%)
umur responden pada kelompok
perlakuan hampir seluruhnya berada pada adalah jenis kelamin perempuan pada
umur 26-55 tahun yaitu sebanyak 6 orang kelompok perlakuan. Hampir semua
(75%), sedangkan pada kelompok kontrol responden yaitu sebanyak 7 orang
seluruhnya berada pada umur 26-55 (87,5%) adalah jenis kelamin perempuan
tahun yaitu sebanyak 8 orang (100%). pada kelompok kontrol.
Umur responden bervariasi antara 23 Pendidikan responden terbanyak
sampai dengan 55 tahun, dengan rerata pada kelompok perlakuan yaitu 7 orang
36 tahun dan paling banyak umur 27 (87,5%) adalah tamat sarjana. Responden

317
kelompok kontrol sebagian besar yaitu Hubungan karakteristik responden
sebanyak 6 orang (75%) adalah tamat dengan peran dalam penemuan kasus
sarjana. TB
Masa kerja responden terbanyak Karakteristik responden yang akan
pada kelompok perlakuan yaitu 3 orang dianalisis adalah umur, pendidikan
(37,5%) memiliki masa kerja 1-5 tahun terakhir, masa kerja dan pelatihan
dan 6-10 tahun. Responden kelompok TB/DOTS. Hasil analisa statistik
kontrol hampir sebagian yaitu sebanyak mengenai hubungan karakteristik
3 orang (37,5%) memiliki masa kerja 6- responden dengan peran dalam penemuan
10 tahun. kasus TB dapat dilihat pada tabel 3 :
Pelatihan TB/DOTS yang pernah Tabel 3 diatas memberi informasi
diikuti baik pada kelompok perlakuan bahwa hasil analisa statistik dengan
maupun kelompok kontrol sebagian besar menggunakan uji Fisher’s Exact Test
belum pernah mengikuti pelatihan untuk melihat hubungan antara umur
TB/DOTS yaitu sebanyak 5 orang (62,5 dengan peran responden dalam
%). menemukan kasus TB diperoleh hasil p-
Uji Homogenitas value 0,166 > 0,05 yang artinya tidak ada
Uji homogenitas bertujuan untuk hubungan yang bermakna antara
mengetahui apakah kelompok perlakuan karakteristik umur dengan peran
dan kelompok kontrol sebanding responden dalam menemukan kasus TB
(comparable), maka dilakukan uji Mann- di Puskesmas Cakranegara dan Mataram
Whitney Test. Hasil uji untuk responden Nusa Tenggara Barat. Hasil analisa
dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut statistik dengan menggunakan uji
: Fisher’s Exact Test untuk melihat
Tabel 2. Uji Homogenitas Data hubungan antara pendidikan terakhir
Karakteristik Responden di Puskesmas dengan peran responden dalam
Cakranegara dan Mataram, Bulan Mei- menemukan kasus TB diperoleh hasil p-
Juni 2013 value 1,000 > 0,05 yang berarti tidak ada
hubungan yang bermakna antara
Karakteristik karakteristik pendidikan terakhir dengan
No. Z p-value peran responden dalam menemukan
Responden
1. Umur -1,159 0,247 kasus TB di Puskesmas Cakranegara dan
2. Jenis Kelamin -1,118 0,264 Mataram Nusa Tenggara Barat. Hasil
3. Pendidikan -1,118 0,264 analisa statistik dengan menggunakan uji
4. Masa Kerja -1,424 0,154 Fisher’s Exact Test untuk melihat
5. Pelatihan 0,000 1,000 hubungan antara masa kerja dengan peran
TB/DOTS responden dalam menemukan kasus TB
diperoleh hasil p-value 0,431 > 0,05 yang
Hasil uji tersebut menunjukkan nilai artinya tidak ada hubungan yang
signifikansi p lebih besar dari alfa α bermakna antara karakteristik masa kerja
(0,05), hal ini berarti tidak ada perbedaan dengan peran responden dalam
yang signifikan karakteristik responden menemukan kasus TB di Puskesmas
yang meliputi umur, jenis kelamin, Cakranegara dan Mataram Nusa
pendidikan, masa kerja dan pelatihan Tenggara Barat. Hasil analisa statistik
TB/DOTS antara kelompok perlakuan dengan menggunakan uji Fisher’s Exact
dan kelompok kontrol. Berdasarkan hal Test untuk melihat hubungan antara
tersebut maka data karakteristik pelatihan TB/DOTS dengan peran
responden dalam penelitian ini adalah responden dalam menemukan kasus TB
homogen. diperoleh hasil p-value 0,093 < 0,05 yang
artinya terdapat hubungan yang bermakna

318
antara karakteristik pelatihan TB/DOTS
dengan peran petugas kesehatan dalam
menemukan kasus TB di Puskesmas
Cakranegara dan Mataram Nusa
Tenggara Barat.

Tabel 3. Hubungan Karakteristik Responden dengan Peran dalam Penemuan Kasus TB di


Puskesmas Cakranegara dan Mataram Bulan Mei Juni 2013

Peran Penemuan TB
Total
Karakteristik Responden Baik Cukup p value
F % f % f %
Umur
21-35 Tahun 8 50 1 6 9 56
36-45 Tahun 2 13 3 19 5 31
0,166
46-55 Tahun 1 6 1 6 2 13
Total 11 69 5 31 16 100
Pendidikan
SLTA 2 13 1 6 3 19
Sarjana 9 56 4 25 13 81 1,000
Total 11 69 6 31 16 100
Masa Kerja
1-5 Tahun 4 25 1 6 5 32
6-10 Tahun 5 31 1 6 6 37
11-15 Tahun 1 6 2 12 3 19 0,431
16-20 Tahun 1 6 1 6 2 13
Total 11 68 5 32 16 100
Pelatihan TB/DOTS
Belum pernah 5 31 5 32 10 63
Pernah 6 37 0 0 6 37 0,093
Total 11 68 5 32 16 100

Pengaruh edukasi dengan pendekatan dalam kategori baik, setelah edukasi


Theory of planned behaviour terhadap meningkat menjadi seluruhnya dalam
peran responden dalam penemuan kategori baik. Hasil pre test pada
kasus TB kelompok kontrol menunjukkan sebagian
Peran petugas kesehatan dalam penemuan besar (62,5%) dalam kategori baik dan
kasus TB, berdasarkan hasil penelitian hasil post test juga menunjukkan
menunjukkan kelompok perlakuan sebagian besar dalam kategori baik. Data
sebelum edukasi sebagian besar (75%) tersebut dapat dilihat pada tabel 4:

319
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Peran Petugas Kesehatan dalam Penemuan Kasus TB di
Puskesmas Cakranegara dan Mataram, Bulan Mei-Juni 2013

Peran Petugas Kesehatan Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol


dalam Penemuan Kasus Pre test Post test Pre test Post test
TB f % f % f % f %
Baik 6 75 8 100 5 62,5 5 62,5
Cukup 2 25 0 0 3 37,5 3 37,5
Jumlah 8 100 8 100 8 100 8 100
Wilcoxon Signed Rank Test
p = 0,012 p = 0,527
(pre-post dalam kelompok)
Mann-Whitney Test
p=0,031
(post only antar kelompok)

Tabel 4 diatas menunjukkan bahwa peran menunjukkan positif TB. Adanya suspek
petugas kesehatan dalam penemuan kasus yang masih enggan untuk melakukan
TB hasil post test pada kelompok pemeriksaan kesehatan ke puskesmas
perlakuan seluruhnya dalam kategori baik berdasarkan informasi kader juga masih
(100%), sedangkan pada kelompok ditemui dalam penelitian ini. Alasan yang
kontrol sebagian besar dalam kategori dikemukakan antara lain karena yakin
baik (62,5%). Hasil uji Wilcoxon Signed dirinya bukan sakit TB, karena sibuk
Rank Test untuk melihat perbedaan hasil bekerja, karena menunggu kader
pre test dan post test pada kelompok kesehatan mengantar ke puskesmas dan
perlakuan menunjukkan adanya perbedaan karena alasan ekonomi terutama jika harus
peran petugas kesehatan dalam penemuan dirujuk ke rumah sakit karena terdapat
kasus TB dengan nilai p=0,012 (p<0,05), juga suspek yang termasuk golongan
sedangkan pada kelompok kontrol tidak ekonomi tidak mampu tetapi tidak
menunjukkan adanya perbedaan dengan mempunyai kartu jamkesmas.
nilai p=0,527 (p>0,05). Hasil uji Mann-
Whitney Test untuk melihat adanya Pembahasan
perbedaan hasil post test pada kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol Hubungan karakteristik responden
menunjukkan nilai p=0,031 (p<0,05), dengan peran dalam penemuan kasus
yang berarti ada perbedaan yang TB BTA Positif
signifikan antara hasil post test pada 1. Umur
kelompok perlakuan dan kelompok Responden berusia 21-35 tahun
kontrol. Temuan lain dalam penelitian ini sebagian memiliki peran yang baik
adalah adanya suspek yang hasil dalam penemuan kasus TB. Hasil uji
pemeriksaan dahaknya 2 kali statistik menyatakan tidak ada
menunjukkan negatif untuk kuman BTA hubungan yang bermakna antara
sehingga kemudian dirujuk ke rumah sakit karakteristik umur dengan peran
karena tetap batuk-batuk dan setelah responden dalam penemuan kasus TB
dirontgen menunjukkan positif TB. di Kota Mataram. Hasil penelitian yang
Suspek lainnya ada juga yang hasil sesuai dengan penelitian ini dinyatakan
pemeriksaan dahaknya menunjukkan oleh Widjanarko et al (2006) bahwa
scanty sehingga dilakukan pengulangan tidak terdapat hubungan yang
pemeriksaan dahak dan kemudian bermakna antara umur petugas TB
hasilnya negatif, namun karena tetap dengan praktik penemuan pasien TB
batuk-batuk, suspek kemudian dirujuk ke Paru. Hasil penelitian lainnya
rumah sakit dan setelah dirontgen menyatakan bahwa tidak ada perbedaan

320
karakteristik yang dapat mempengaruhi sesuai dengan penelitian sebelumnya
kinerja petugas TB Paru di Kabupaten oleh Nugroho (2004) namun
Bengkulu Utara (Tabrani, 2008). bertentangan dengan penelitian
Penelitian lainnya tentang hubungan Widjanarko et al (2006) yang
umur dengan kinerja perawat pegawai menyatakan bahwa ada hubungan
daerah di puskesmas Kabupaten Kudus antara pendidikan dengan praktik
tidak sesuai dengan hasil penelitian ini penemuan suspek TB.
dimana umur merupakan salah satu Tidak adanya hubungan
variabel yang berhubungan dengan pendidikan dengan peran responden
kinerja sedangkan pendidikan tidak dalam penemuan kasus TB pada
berhubungan (Nugroho, 2004). penelitian ini dapat disebabkan antara
Tidak adanya hubungan umur lain karena mayoritas pendidikan
dengan peran responden dalam responden dalam penelitian ini sudah
penemuan kasus TB pada penelitian ini dalam tingkat sarjana sehingga dengan
dapat disebabkan karena peran dalam tingkat pendidikan yang tinggi tersebut
penemuan TB antara lain untuk maka tingkat kematangan intelektual
memberikan penyuluhan kesehatan dan wawasan serta pengetahuan juga
tentang TB dan menjaring suspek TB meningkat sehingga memiliki motivasi
dapat dilaksanakan oleh responden kerja yang tinggi yang mendukung
apalagi dengan bekal pengetahuan yang pelaksanaan tugas dan tanggung jawab
cukup yang diperoleh melalui menjadi lebih baik. Faktor penyebab
pendidikan yang telah diselesaikan lainnya adalah kurangnya responden
misalnya setingkat Diploma III atau dengan tingkat pendidikan
Sarjana, walaupun responden tersebut SLTA/sederajat sebagai sampel dalam
masih tergolong dalam kelompok umur penelitian ini yaitu hanya 4 orang jika
yang lebih muda. Penyebab lainnya dibandingkan dengan 12 orang yang
adalah karena dalam pelaksanaan peran sarjana sehingga dapat menjadi
untuk menemukan kasus TB yang pembanding yang proporsional untuk
terutama dibutuhkan adalah melihat hubungan antara tingkat
pengetahuan dan keterampilan dimana pendidikan dengan peran responden
kedua hal ini dapat tidak tergantung dalam penemuan kasus TB.
pada usia maupun pengalaman dari 3. Masa kerja
petugas kesehatan. Posisi sebagai Responden dengan masa kerja 6-10
petugas kesehatan sudah cukup untuk tahun hampir sebagian memiliki peran
dapat memperoleh kepercayaan dari dalam penemuan TB dengan kategori
masyarakat sehingga masyarakat mau baik dan hasil uji statistik menunjukkan
mengikuti nasehatnya tanpa tidak ada hubungan antara karakteristik
memandang usia mereka. masa kerja dengan peran responden
2. Pendidikan. dalam penemuan kasus TB di Kota
Responden yang berpendidikan tinggi Mataram. Hasil penelitian ini tidak
(Sarjana termasuk DIII) menduduki sejalan dengan hasil penelitian
porsi yang besar yaitu hampir Widjanarko et al (2006) yang
seluruhnya sedangkan sebagian menyatakan bahwa terdapat hubungan
responden memiliki peran dalam yang signifikan antara masa kerja
penemuan kasus TB dalam kategori dengan praktik penemuan kasus TB
baik. Hasil uji statistik menyatakan Paru. Hasil penelitian lainnya sesuai
tidak ada hubungan yang bermakna dengan penelitian ini bahwa tidak
antara pendidikan dengan peran terdapat hubungan yang signifikan
responden dalam penemuan kasus TB antara umur, jenis kelamin, pendidikan
di Kota Mataram. Hasil penelitian ini dan masa kerja dengan kinerja petugas

321
pengelola TB Paru di puskesmas yang berpengaruh secara signifikan
Kabupaten Solok dan Solok Selatan terhadap penemuan kasus TB.
(Syamsuar, 2006). Penelitian Widjanarko et al (2006)
Masa kerja berkaitan erat dengan memperkuat bahwa hubungan yang
pengalaman dalam bekerja. paling bermakna ditemukan antara
Pengalaman kerja yang monoton dan pelatihan petugas kesehatan dengan
cenderung menimbulkan kejenuhan penemuan kasus TB.
bisa jadi dapat mempengaruhi kinerja Pelatihan adalah proses
seseorang untuk tetap stagnan sistematis dalam mengubah perilaku
walaupun masa kerjanya terus kerja seseorang atau kelompok dalam
bertambah. Tidak adanya suatu seminar rangka meningkatkan kinerja
maupun pelatihan mengenai suatu organisasi (Ivancevich, 2008). Adanya
masalah kesehatan sebagai bentuk pelatihan akan membantu individu
refreshing bagi petugas kesehatan untuk menguasai keterampilan dan
dalam kurun waktu yang cukup lama kemampuan (kompetensi) spesifik
dapat berakibat pada penampilan peran untuk dapat berhasil dalam
dan tanggung jawab yang cenderung pekerjaannya. Pelatihan merupakan
relatif konstan dari waktu ke waktu. bagian dari proses pendidikan yang
Faktor lain yang dapat menyebabkan bertujuan untuk meningkatkan
tidak adanya hubungan masa kerja kemampuan dan keterampilan khusus
dengan peran dalam penemuan kasus seseorang atau kelompok
TB adalah karena peran untuk (Notoatmodjo, 2010).
menemukan kasus TB dengan Pelatihan TB/DOTS yang pernah
memberikan penyuluhan atau diikuti oleh petugas kesehatan akan
menjaring suspek lebih banyak menambah pengetahuan, kemampuan
membutuhkan pengetahuan dan (kompetensi) spesifik dan keterampilan
keterampilan dibandingkan dengan khusus petugas kesehatan mengenai
masa kerja atau pengalaman. penyakit TB, manajemen perawatan
TB, sistem administrasi yang
4. Pelatihan TB/DOTS digunakan, target-target yang harus
Responden yang pernah mengikuti dicapai termasuk dalam penemuan
pelatihan TB/DOTS seluruhnya kasus TB, yang berdampak terhadap
memiliki peran dalam penemuan kasus peran petugas kesehatan dalam
TB dengan kategori baik dan hasil uji penanggulangan TB umumnya dan
statistik menunjukkan terdapat penemuan kasus TB khususnya.
hubungan yang signifikan antara Organisasi pelatihan yang sistematis
pelatihan TB/DOTS dengan peran dan terencana memungkinkan transfer
responden dalam penemuan kasus TB. pengetahuan dan keterampilan spesifik
Hasil penelitian ini mendukung dengan baik sehingga tujuan pelatihan
penelitian Hariadi et al (2009) yang dapat tercapai dan berdampak positif
menyatakan bahwa keterampilan bagi pelaksanaan tugas-tugas. Dengan
petugas kesehatan, pelatihan petugas demikian maka pelatihan TB/DOTS
kesehatan dan adanya fasilitas sangat penting untuk diberikan kepada
berhubungan dengan cakupan semua petugas kesehatan yang terllibat
penemuan pasien TB dengan BTA dalam penanggulangan TB termasuk
positif yang merupakan target akhir perawat dan petugas promosi kesehatan
dari peran petugas kesehatan dalam serta yang lainnya dan tidak hanya
penemuan kasus TB. Penelitian Awusi difokuskan untuk petugas pemegang
et al (2009) juga menyatakan bahwa program TB atau petugas laboratorium
training DOTS adalah salah satu faktor

322
sebagaimana yang sudah dilakukan informasi/pesan kesehatan bagi
oleh Dinas Kesehatan saat ini. masyarakat/klien.
Pengaruh edukasi dengan pendekatan Theory of planned behaviour
Theory of planned behaviour terhadap menyatakan bahwa perilaku yang
peran responden dalam penemuan ditampilkan oleh individu timbul karena
kasus TB BTA Positif. adanya intensi/niat untuk berperilaku, dan
Hasil penelitian (tabel 4) menunjukkan timbulnya intensi dapat diprediksi dari
terdapat perbedaan yang signifikan antara sikap terhadap perilaku (attitude toward
peran responden dalam penemuan kasus behaviour), yaitu keyakinan individu akan
TB BTA Positif sebelum dan sesudah hasil dari suatu perilaku dan evaluasi
edukasi yang berarti bahwa terdapat terhadap hasil tersebut; norma subjektif
pengaruh edukasi dengan pendekatan (subjective norms), yaitu persepsi tentang
Theory of planned behaviour terhadap tekanan sosial untuk terlibat atau tidak
peran responden dalam penemuan kasus dalam suatu perilaku; dan persepsi
TB di Puskesmas Cakranegara dan terhadap pengendalian (perceived
Mataram. Hasil penelitian yang terkait behavioral control), yaitu persepsi
langsung dengan intervensi yang sama terhadap mudah atau sulitnya sebuah
belum peneliti temukan, namun penelitian perilaku dapat dilaksanakan. Individu
dengan melibatkan petugas kesehatan yang percaya bahwa dia tidak memiliki
termasuk dokter swasta dalam skala yang sumber daya atau kesempatan untuk
lebih besar terbukti meningkatkan CDR menampilkan tingkah laku tertentu
menjadi jauh lebih tinggi (Tjekyan, 2008). cenderung tidak membentuk intensi yang
Peran adalah seperangkat perilaku kuat untuk melakukannya (Ajzen, 2005).
individu yang diharapkan oleh orang lain Intensi merupakan faktor
sesuai kedudukannya dalam sistem motivasional yang memiliki pengaruh
(Kozier et al, 2008), dalam hal ini adalah pada perilaku sehingga orang dapat
sebagai petugas kesehatan di puskesmas, mengharapkan orang lain berbuat sesuatu
sehingga upaya untuk menguatkan peran berdasarkan intensinya (Ajzen, 1991).
berkaitan dengan intervensi faktor Disamping faktor utama, terdapat
perilaku. Strategi perubahan perilaku beberapa variabel yang mempengaruhi
antara lain pemberian informasi, diskusi keyakinan tersebut, yaitu background
dan partisipasi, dimana menurut WHO, factor. Berdasarkan hasil penelitian
diskusi dan partisipasi adalah salah satu Wahyuni (2012) bahwa pengetahuan
cara yang baik dalam rangka memberikan adalah salah satu background factor yang
informasi atau pesan kesehatan dalam penting yang mempengaruhi sikap, norma
rangka perubahan perilaku (Notoatmodjo, subyektif dan perceived behavioral
2010). Pendidikan atau edukasi kesehatan control.
adalah suatu penerapan konsep pendidikan Adanya peningkatan hasil post test
dalam bidang kesehatan, yang di dibanding pre test pada kelompok
dalamnya terdapat proses belajar pada perlakuan dalam penelitian ini disebabkan
individu, kelompok atau masyarakat karena strategi perubahan perilaku dalam
sehingga pengetahuan dan kemampuan rangka meningkatkan peran dalam
meningkat. Menurut Notoatmodjo (2007) penemuan kasus TB tidak hanya melalui
edukasi kesehatan dapat dilakukan dengan pemberian informasi saja tetapi juga
metode pendidikan individual dan diskusi dan partisipasi. Diskusi dan
kelompok dengan menggunakan media partisipasi memungkinkan edukasi
sebagai alat saluran (channel) untuk berjalan dua arah sehingga peserta juga
menyampaikan informasi/pesan kesehatan aktif untuk memberikan pendapatnya
guna mempermudah penerimaan dengan demikian pengetahuan yang
diperoleh akan lebih mantap dan

323
mendalam. Diskusi juga memungkinkan dan juga pada kelompok kontrol
pengungkapan kesulitan yang ditemui dipersepsikan baik. Temuan hasil
selama ini dalam menjalankan peran penelitian ini memperkuat hasil penelitian
untuk penemuan kasus TB sehingga dapat sebelumnya yang dilakukan oleh Maryun
dipecahkan bersama, dan hal-hal yang (2007) yang menyatakan bahwa sebagian
masih kurang dalam pelaksanaan besar petugas program TB Paru memiliki
penemuan kasus TB sehingga dapat pengetahuan baik dan persepsi terhadap
ditingkatkan. Faktor lainnya adalah karena pekerjaan baik, demikian juga dengan
dengan edukasi memungkinkan terjadinya hasil penelitian Abbas et al (2008) namun
proses belajar pada individu/kelompok untuk indikator yang berbeda yaitu
sehingga pengetahuan, kemampuan dan pencapaian angka kesembuhan,
keterampilan dalam penemuan kasus TB menunjukkan bahwa petugas P2TB
dapat meningkat. Penggunaan saluran dengan kinerja baik sebesar 78,6%.
(channel) berupa leaflet juga memudahkan Pendidikan dan pelatihan meningkatkan
penerimaan informasi dan dapat sebagai pengetahuan dan keterampilan spesifik
sarana pengingat sehingga pengetahuan seseorang sesuai teori sebelumnya.
dapat lebih mendalam. Temuan dalam penelitian ini disebabkan
Edukasi dengan pendekatan TPB oleh karena petugas kesehatan telah
dalam penelitian ini bertujuan untuk memiliki bekal pengetahuan/keterampilan
meningkatkan intensi untuk melakukan dasar yang cukup tentang TB dan
penemuan kasus TB melalui peningkatan penemuan kasus TB melalui pendidikan
pengetahuan dan keterampilan dalam formal maupun seminar/pelatihan yang
penemuan kasus TB, diskusi tentang hasil telah diikutinya sehingga berpengaruh
dari peningkatan penemuan kasus, terhadap pelaksanaan perannya dalam
kesulitan dan kemudahan dalam penemuan kasus TB. Di samping itu
penemuan kasus dan adanya target berdasarkan karakteristik pendidikan
nasional untuk penemuan kasus minimal terakhir responden juga menunjukkan
70% dari suspek. Dengan demikian, sebagian besar pada kelompok perlakuan
melalui edukasi dengan menggunakan dan pada kelompok kontrol adalah sarjana
pendekatan TPB ini memungkinkan untuk termasuk diploma III. Hanya sebagian
meningkatkan pengetahuan dan kecil petugas kesehatan yang masih
keterampilan sehingga membentuk sikap memiliki peran dalam penemuan kasus
responden yang positif terkait penemuan TB yang dipersepsikan cukup saat pre test
kasus TB bahwa penemuan kasus TB pada kelompok perlakuan yaitu perawat
yang meningkat akan berdampak positif dan terutama petugas promosi kesehatan.
terutama dalam menurunkan transmisi TB Adanya temuan ini disebabkan karena
di masyarakat; meningkatkan norma faktor pengetahuan tentang TB maupun
subyektif karena adanya tekanan sosial penemuan kasus TB, faktor
dari Dinas Kesehatan untuk mencapai sarana/prasarana yang tersedia dan
target penemuan kasus TB; dan persepsi terutama karena faktor berhubungan
terhadap pengendalian yang positif bahwa dengan dana yang tersedia karena
individu memiliki sumber daya dan kegiatan promosi kesehatan pada
kesempatan untuk melakukan penemuan masyarakat tidak terlepas dari anggaran
kasus TB sehingga ketiga hal tersebut yang disediakan oleh pihak manajemen
akan meningkatkan motivasi untuk dinas kesehatan.
melakukan penemuan kasus TB. Hasil pre test masih terdapat
Temuan hasil penelitian beberapa hal yang memang perlu
menunjukkan sebagian besar peran ditingkatkan khususnya berkaitan dengan
petugas kesehatan dalam penemuan kasus keterampilan dalam penemuan kasus TB
TB saat pre test pada kelompok perlakuan, yaitu mengenai pengajaran tentang batuk

324
efektif dan organisasi pendidikan dalam penemuan kasus TB dapat
kesehatan yang diberikan kepada suspek. meningkatkan obyektifitas pengukuran
Penjelasan dan demonstrasi tentang batuk persepsi pelaksanaan peran dalam
efektif untuk mendapatkan dahak/sputum penemuan kasus TB dengan kuesioner
dengan benar sering terabaikan, padahal saja. Dengan check list dapat
menurut Chrisantus (2010) tehnik batuk diidentifikasi frekuensi petugas
efektif diidentifikasi efektif meningkatkan kesehatan dalam melakukan
volume sputum sehingga meningkatkan pendidikan kesehatan tentang TB,
kualitas dahak sebagai bahan pemeriksaan demonstrasi batuk efektif, rujukan
laboratorium. Disamping itu, tehnik batuk suspek ke puskesmas dan lainnya.
efektif termasuk intervensi dependen 2. Keterbatasan responden penelitian
perawat untuk mengatasi masalah Penelitian ini tidak melibatkan pihak
keperawatan bersihan jalan nafas inefektif manajemen puskesmas ataupun dinas
yang sering terjadi pada suspek TB kesehatan kota sebagai respondennya
sehingga intervensi ini seyogyanya selalu sehingga permasalahan yang ditemui di
diberikan oleh perawat kepada suspek TB. lapangan yang berhubungan dengan
Pendidikan kesehatan tentang TB kepada kebijakan manajerial tidak dapat
suspek TB juga seringkali diberikan tanpa dicarikan solusinya untuk menjamin
melakukan organisasi pembelajaran pelaksanaan promosi kesehatan yang
dengan memadai, padahal menurut berkesinambungan di masyarakat
Bastable (2008), organisasi situasi belajar, secara optimal.
termasuk memanipulasi materi
pembelajaran dan ruangan tempat Kesimpulan
kegiatan belajar dilakukan, serta Dari hasil penelitian dapat disimpulkan
pengaturan berurutan materi dari yang bahwa Pelatihan TB/DOTS petugas
paling sederhana ke yang paling kompleks kesehatan memiliki hubungan yang
adalah tugas perawat dan petugas signifikan dengan peran petugas kesehatan
kesehatan lain sebagai edukator. dalam penemuan kasus TB di Puskesmas
Organisasi situasi belajar misalnya dengan Cakranegara dan Mataram Nusa Tenggara
memberikan leaflet/brosur, menyediakan Barat. Kesimpulan lainnya adalah edukasi
lembar balik dan poster dan menyusunnya dengan pendekatan Theory of Planned
dari aspek yang mudah ke yang rumit Behaviour terbukti berpengaruh terhadap
dapat memfasilitasi tercapainya tujuan peran petugas kesehatan dalam penemuan
pembelajaran/pendidikan kesehatan yang kasus TB di Puskesmas Cakranegara dan
diberikan kepada suspek. Adanya aspek Mataram Nusa Tenggara Barat.
yang kurang dalam pre test pada Hasil penelitian kiranya dapat
penelitian ini disebabkan karena dijadikan dasar ilmiah agar petugas
kurangnya pengetahuan/keterampilan atau kesehatan selalu meningkatkan
karena keinginan petugas kesehatan untuk pengetahuan dan keterampilan dalam
meningkatkan efisiensi waktu pelayanan penemuan kasus TB melalui seminar,
kepada pasien. pelatihan dan lainnya serta meningkatkan
Keterbatasan Penelitian peran dalam penemuan kasus TB sehingga
Penelitian ini terdapat beberapa angka penemuan kasus sesuai target
keterbatasan yang dapat menjadi nasional dapat dicapai oleh puskesmas.
pertimbangan bagi penelitian yang serupa Disamping itu, pihak manajemen
di masa yang akan datang. Keterbatasan puskesmas agar selalu melakukan
dalam penelitian ini antara lain : koordinasi dan monitoring untuk
Keterbatasan instrumen penelitian memantau jumlah suspek yang diperiksa
1. Instrumen berupa check list untuk dan jumlah penderita TB yang ditemukan
pengukuran peran petugas kesehatan sehingga dapat segera mengambil

325
tindakan yang diperlukan guna mencapai and Sutton. Journal of Health
target penemuan kasus TB dengan BTA Psychology Vol. 10 No.1 , 27-31.
positif baru. Dinas Kesehatan Kota dalam 6. Alisjahbana, B., Crevel, R.,
hal ini puskesmas juga dapat lebih Danusantoso, H., Gartinah, T.,
mengoptimalkan promosi kesehatan Soemantri, E., & Nelwan, H. v.
kepada masyarakat dalam pemberantasan (2005). Better patient instruction for
penyakit menular khususnya TB Paru sputum sampling can improve
melalui penjadwalan kegiatan penyuluhan microscopic tuberculosis diagnosis.
secara rutin dengan menggunakan Int Journal Tuberculosis Lung
berbagai media pembelajaran seperti Disease Vol. 9 , 814-817.
leaflet, booklet, poster dan spanduk, 7. Almatsier, S. (2004). Penuntun Diet.
sekaligus menyediakan anggaran yang Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
memadai untuk terselenggaranya kegiatan 8. Awusi, R., Saleh, Y., & Hadiwijoyo,
tersebut. Y. (2009). Faktor-faktor yang
Penelitian lanjutan perlu dilakukan mempengaruhi penemuan penderita
dengan melibatkan manajemen puskesmas TB Paru di Kota Palu Provinsi
maupun dinas kesehatan setempat untuk Sulawesi Tengah. Berita Kedokteran
meningkatkan penemuan kasus TB dan Masyarakat Vol. 25 (2) , 59-68.
menggunakan check list untuk 9. BAPPEDA. (2012). Musrenbang
meningkatkan obyektifitas kuesioner. RKPD 2013. Dipetik Desember 2012,
dari Bappeda NTB:
Daftar Pustaka http://bappedantb.go.id
1. Abbas, A., Thaha, I., & Ansariadi. 10. Bastable, S. (2008). Nurses as
(2008). Kinerja petugas TB dalam Educator : Principles of Teaching and
pencapaian angka kesembuhan TB Learning for Nursing Practice . USA:
Paru di Puskesmas Kabupaten Sidrap Jones & Bartlett Publisher.
Tahun 2012. Dipetik Juli 19, 2013, 11. Borgdorff, M., Floyd, K., &
dari Hasanuddin University: Broekmans, J. (2002). Intervention to
http://www.repository.unhas.ac.id reduce Tuberculosis mortality and
2. Aditama, T., & Soepandi, P. (2000). transmission in low and middle -
Tuberkulosis : Diagnosis, Terapi dan income country. Bulletin of World
Masalahnya Edisi 3. Jakarta: Lab Health Organization Vol.80 (3) , 217-
Mikobakteriologi RSUP 227.
Persahabatan/WHO Collaborating 12. Bothamley, G., Ditiu, L., Migliori, G.,
Center for Tuberculosis. Lange, C., & contributors, T. (2008).
3. Ajzen, I. (1991). The Theory of Active case finding of Tuberculosis in
Planned Behaviour. Organizational Europe : a Tuberculosis Network
Behaviour and Human Decision European Trials Group (TBNET)
Processes. Massachusetts, USA. survey. Eur Respiration Journal
Diambil kembali dari Volume 32 , 1023-1030.
http://people.umass.edu/psyc661/pdf/t 13. Budi, I., Damayanti, N., &
pb.obhdp.pdf Maret 16,2013 Wulandari, R. (2012). Kontribusi
4. Ajzen, I. (2006). Theory of Planned koordinasi terhadap penemuan suspek
Behaviour. Dipetik Maret 16, 2013, TB Paru. Jurnal Manajemen
dari TPB Diagram: Pelayanan Kesehatan Vol.15 No.01 ,
http://people.umass.edu/aizen/tpb.dia 7-11.
g.html#null-link 14. CDC. (2012). Basic TB Facts. Dipetik
5. Ajzen, I., & Fishbein, M. (2005). December 13, 2012, dari
Theory-based behaviour change www.cdc.gov.
intervention: comments on Hobbis

326
15. Chrisanthus, W. (2010). Efektifitas 25. Ilyas. (1999). Kinerja : teori,
batuk efektif dalam pengeluaran penilaian dan penelitian. Depok:
sputum untuk penemuan BTA pada Badan Penerbit FKM UI.
pasien Paru di ruang rawat inap 26. Ismail, V., & Zain, E. (2008). Peranan
Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus. sikap, norma subyektif dan perceived
Thesis. Dipetik February 25, 2013, behavioral control terhadap intensi
dari Undip website: pelajar SLTA untuk memilih Fakultas
http://eprints.undip.ac.id Ekonomi. Jurnal Ekonomi dan Bisnis
16. Crofton, J. (1999). Clinical Vol. 5 , 237-257.
Tuberculosis. London: MacMillan 27. Ivancevich, J. (2008). Perilaku dan
Education Ltd. Manajemen Organisasi . Jakarta:
17. Depkes. (2007). Pedoman Nasional Erlangga.
Penanggulangan Tuberkulosis. 28. Khan, M., Dar, O., Sismanidis, C.,
Jakarta: Depkes RI. Shah, K., & Godfrey-Fausset, P.
18. Dharma, K. K. (2011). Metodologi (2007). Improvement of tuberculosis
Penelitian Keperawatan Panduan case detection & reduction of
Melaksanakan dan Menerapkan Hasil discreprancies between men &
Penelitian. Jakarta: Trans Info Media. women by simple sputum submission
19. Dinkes. (2012). Profil Kesehatan instruction : a pragmatic Randomized
Kota Mataram Tahun 2011. Mataram: Controlled Trial. The Lancet Volume
Dinas Kesehatan Kota Mataram. 369 , 1955-1960.
20. DitjenPP&PL. (2011). Laporan 29. Kozier, B., Erb, G., Berman, A., &
Situasi Terkini Perkembangan Snyder, S. (2008). Kozier & Erb's
Tuberkulosis di Indonesia Januari- Fundamentals of Nursing Concepts,
Juni 2011. Jakarta: Kementerian Process and Practice Eight Edition.
Kesehatan RI. New Jersey USA: Pearson Education
21. Dwiningsih, I. (2012). Pengembangan Inc.
perilaku perawat dalam melaksanakan 30. Lewin, S., Dick, J., Zwarenstein, M.,
program patient safety sesuai standar & Lombard, C. (2005). Staff training
IPSG dari JCI dengan pendekatan and ambulatory tuberculosis
Theory of Planned Behaviour di treatment outcomes : a cluster
RSAL Dr. Ramelan Surabaya. Tesis randomized controlled trial in South
Magister Keperawatan Universitas Africa. Bulletin of the World Health
Airlangga . Organization Vol. 4 , 83.
22. Glanz, K., Rimer, B. K., & 31. Maryun, Y. (2007). Beberapa faktor
Viswanath, K. (2008). Health yang berhubungan dengan kinerja
Behavior and Health Education : petugas program TB Paru terhadap
Theory, Research, and Practice (4th cakupan penemuan kasus baru BTA
ed. ed.). San Francisco: Jossey-Bass (+) di Kota Tasikmalaya Tahun 2006.
A Wiley Imprint. Dipetik Juli 19, 2013, dari UNDIP
23. Hariadi, E., Iswanto, & Ahmad, R. Institutional repository:
(2009). Hubungan faktor petugas eprints.undip.ac.id
puskesmas dengan cakupan penderita 32. Munro, S., Lewin, S., Swart, T., &
TB Paru BTA positif. Berita Volmink, J. (2007). A review of
Kedokteran Masyarakat Vol.25 No.4 , health behaviour theories: how useful
189-194. are these for developing interventions
24. Hurlock, E. (2004). Psikologi to promote long-term medications
perkembangan. Jakarta: Gramedia adherence for TB and HIV/AIDS?
Pustaka. BioMed Central Public Health .

327
33. Notoatmodjo, S. (2007). Kesehatan the Theory of Planned Behaviour and
Masyarakat Ilmu & Seni. Jakarta: Health Belief Model. Journal of
Rineka Cipta. Nutrition Education and Behaviour
34. Notoatmodjo, S. (2010). Promosi Vol. 38 (5) , 276-285.
Kesehatan Teori dan Aplikasinya 45. Syamsuar, S. (2006). Komitmen dan
(Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta. kinerja petugas pengelola TB Paru
35. Nugroho, M. (2004). Analisis faktor- pada Puskesmas di Kabupaten Solok
faktor yang berhubungan dengan dan Solok Selatan. Dipetik Juli 17,
kinerja perawat pegawai daerah di 2013, dari ETD Gadjah Mada
Puskesmas Kabupaten Kudus. Dipetik University: http://etd.ugm.ac.id
Juli 20, 2013, dari Electronic 46. Tabrani. (2008). Evaluasi faktor-
Thesis&Dissertation Gadjah Mada faktor yang mempengaruhi kinerja
University : http://etd.ugm.ac.id petugas TB Paru di Kabupaten
36. Nursalam. (2011). Konsep dan Bengkulu Utara. Dipetik Juli 20,
Penerapan Metodologi Penelitian 2013, dari ETD Gadjah Mada
Ilmu Keperawatan : Pedoman Skripsi, University: http://etd.ugm.ac.id
Tesis, dan Instrumen Penelitian 47. Tjekyan, R. (2008). Hasil satu tahun
Keperawatan. Jakarta: Salemba intervensi jaringan penanggulangan
Medika. Tuberkulosis Paru Kecamatan Ilir
37. Permenkes No. 19 Tahun 2011 Barat II Kota Palembang. Jurnal
tentang Pedoman Pengintegrasian Kedokteran Brawijaya Vol. XXIV
Layanan Sosial Dasar di Posyandu. No. 2 , 143-150.
Jakarta. 48. Villamor, E., Mugusi, F., & Urassa,
38. Potter, P.A., & Perry, A.G. (2009). W. (2008). A trial of the effect of
Fundamental of nursing (7th edition). micronutrient supplementation on
Jakarta: EGC treatment outcome,T cell counts,
39. Riduwan. (2010). Metode dan Teknik morbidity, and mortality in adults
Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta. with Pulmonary Tuberculosis. The
40. Santha, T., Garg, R., Subramani, R., Journal of Infectious Disease Vol.
Chandrasekaran, V., Selvakumar, N., 197 , 1499-1505.
& Sisodia, R. (2005). Comparison of 49. Wahyuni, E. (2012). Pengembangan
cough of 2 & 3 weeks to improve model perilaku perawat dalam
detection of smear positive pendokumentasian asuhan
tuberculosis cases amongs out- keperawatan berbasis Theory of
patients in India. Int J Tuberculosis Planned Behaviour di RSD Mardi
Lung Disease Vol.9 , 61-68. Waluyo Kota Blitar. Tesis Program
41. Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2001). Studi Magister Keperawatan UA .
Buku Ajar Keperawatan Medikal 50. WHO. (2012). Global Tuberculosis
Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8. Control : WHO report 2011. Geneva,
Jakarta: EGC. Switzerland: WHO Press.
42. Sudoyo, A., Setiyohadi, B., Alwi, I., 51. Widjanarko, B., Prabamurti, P., &
Simadibrata, M., & Setiati, S. (2006). Widayat, E. (2006). Pengaruh
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Karakteristik, Pengetahuan Dan Sikap
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Petugas Pemegang Program
Ilmu Penyakit Dalam. Tuberkulosis Paru Puskesmas
43. Sugiyono. (2011). Statistika untuk Terhadap Penemuan Suspek TB Paru
Penelitian. Bandung: Alfabeta. di Kabupaten Blora. Jurnal Promosi
44. Sun, X., Guo, Y., & Wang, S. (2006). Kesehatan Indonesia Vol.1 (1) , 41-
Predicting iron Fortified Soy Sauce 52.
consumption intention : application of

328
KERINLANG (INOVASI KERTAS INDIKATOR ASAM BASA DARI BUNGA
TELANG)

Ni Nyoman Ariwidiani1, Ayu Anulus1, Putu Desy Metriani1, Maruni Wiwin Diarti1
1
Program Studi D IV Analis Kesehatan Jurusan Analis Kesehatan

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk membuat Kerinlang yaitu inovasi kertas alternatifindikator
asam basa dengan memanfaatkan bunga Telang (Clitoria ternatea).Penelitian ini merupakan
penelitian eksperimental dengan rancang bangun cross sectional. Jenis penelitian ini
menggunakanmaserasibunga Telang dengan larutan etanol 70% untuk menghasilkan ekstrak
dari bunga Telang (Clitoria ternatea). Ekstrak etanol bunga telang (Clitoria
ternatea)direndam dengan menggunakan kertas HVS, kertas BC dan kertas Whatman
kemudian diuji dengan larutan uji asam basa dan melihat perubahan warna yang dihasilkan
serta struktur dan ketahanan warna dari kertas yang diuji. Hasil dari penelitian ini
yaituKerinlang bisa digunakan sebagai kertas alternatifindikator asam basa bunga Telang
(Clitoria ternatea) dengan media kertas Whatman yang mengahasilkan perubahan warna
terbaik, tahan lama, dan murah.
Kata kunci : Bunga Telang, Kerinlang, Kertas indikator asam basa

KERINLANG (ALTERNATIF ACID-BASE INDIKATOR PAPER BY USING


TELANG FLOWER)

Abstract
This study aims to create Kerinlang an alternative ph indikator paper by utilizing Telang
flowers (Clitoria ternatea). This study was an experimental study with cross sectional design.
This research uses a maceration of Telang flowers with 70% ethanol solution to produce
extracts of Telang flowers (Clitoria ternatea). The ethanol extract of Telang flowers (Clitoria
ternatea) soaked with HVS paper, paper Whatman BC and then tested with a test solution of
acid-base and see the color change produced as well as the structure and color durability of
the paper tested. The results of this study is Kerinlang can be used as a Telang flower
(Clitoria ternatea)alternative ph indikatorpaper with Whatman paper media which give best
result in discoloration,durable, and inexpensive.
Key words : Acid-base indikator paper, Kerinlang, Telang Flower

329
Pendahuluan Antosianin dari berbagai tanaman semakin
banyak digunakan dalam industri makanan
Dalam praktikum sering ditemukan
dan obat-obatan karena warnanya menarik
penggunaan kertas indikator asam-basa
dan aman bagi kesehatan. Warna
dalam untuk mengetahui suatu larutan
antosianin sangat dipengaruhi oleh struktur
bersifat asam maupun basa dengan melihat
antosianin serta derajat keasaman (pH).
adanya perubahan warna pada kertas
Antosianin cenderung tidak berwarna di
indikator. Kertas indikator asam basa yang
daerah pH netral, di dalam larutan yang
digunakan dalam praktikum sehari-hari
pHnya sangat asam (pH< 3) memberikan
biasanya adalah kertas lakmus merah
warna merah yang maksium, sedangkan di
maupun biru. Kertas lakmus yang dijual
dalam larutan alkali (pH 10,5) pigmen
dipasaran merupakan produk impor yang
antosianin mengalami perubahan warna
dibuat dari meserasi tanaman Rocella
menjadi biru(3).
tinctoria (South America), Rocella
Berdasarkan perubahan warna pada
fucifomis (Angola and Madagascar),
range pH tersebut, memungkinkan bahan
Rocella pygmaea (Algeria), Rocella
alam khususnya bunga yang mengandung
phycopsis, Lecanora tartarea (Norway,
antosianin dapat digunakan sebagai
Sweden), Variolaria dealbata, Ochrolecia
indikator titrasi asam-basa. Salah satu
parella, Parmotrema tictorum, and
tanaman local yang mengandung
Parmelia, Rocella montagnei
antosianin dalam jumlah besar adalah
(Mozambique), and Dendrographa
bunga Telang. Bunga telang (Clitoria
leucophoea (California)(1).
ternatea L.) merupakan tanaman tahunan
Penggunaan kertas indikator asam
merambat, batang bulat, daun berupa daun
basa pada daerah terpencil sangatlah
majemuk dengan jumlah anak daun 3-5
terbatas, maka diperlukan suatu alternatif
buah. Bunga telang yang berwarna biru
kertas indikator asam basa yang dapat
telah banyak dimanfaatkan sebagai
dibuat dengan memanfaatkan tanaman
pewarna makanan terutama nasi. Zat warna
lokal. Salah satu senyawa yang dapat
utama yang terdapat pada bunga telang
dimanfaatkan dalam perubahan warna
adalah antosianin, terutama delfinidin
suatu larutan yang bersifat asam maupun
glikosida(2,4). Tanaman C. ternatea berasal
basa adalah Antosianin.
Antosianin merupakan salah satu dari Amerika Selatan bagian tengah yang
menyebar ke daerah tropik sejak abad 19,
kelompok pigmen utama pada tanaman.
terutama ke Asia Tenggara termasuk
Antosianin tergolong pigmen flavonoid.
Indonesia. C. ternatea merupakan salah
Antosianin tersusun oleh sebuah aglikon
satu tanaman semak belukar yang umum
berupa antosianidin yang teresterifikasi
tumbuh di tempat terbuka sepanjang jalan
dengan satu atau lebih molekul gula.
dan lereng. Tanaman ini secara alami
Pigmen antosianin sebagian besar terdapat
ditemukan pada padang rumput, hutan
pada tamanan yang berbunga dan
terbuka, semak, pinggiran sungai, dan
menghasilkan warna dari merah tua sampai
tempat-tempat terbuka lainnya(5).
biru pada bunga, buah, dan daun. Semua
Perubahan kondisi keasaman
antosianin merupakan turunan suatu
larutan di ekstrak bunga telang
struktur aromatik tunggal yaitu sianidin
mengakibatkan perubahan warna yang
dengan penambahan atau pengurangan
terekspresikan oleh pigmen ini. Intensitas
gugus hidroksil, metilasi, atau glikosilasi
warna dari ekstrak bunga telang yang
maka jenis antosianin lain dapat
terbentuk juga dipengaruhi oleh pH. Warna
terbentuk(2).
biru telang dapat di ekstrak dengan
Pigmen antosianin sebagian besar
menggunakan pelarut air atau pelarut polar
terdapat pada tamanan yang berbunga dan
lainnya karena pigmen warna bunga telang
menghasilkan warna dari merah tua sampai
bersifat polar. Penggunaan dari larutan
biru pada bunga, buah, dan daun.
330
maserasi bunga telang telah dibuktikan Bunga Telang (Clitoria ternatea) sebagai
dapat digunakan sebagai indikator asam variable bebas dan variabel terikatnya
basa, namun penggunaan larutan maserasi adalah kadar asam basa larutan uji.
bunga telang tidak dapat disimpan lama Populasi penelitian ini adalah indikator
karena dapat mengalami pembusukan(2,4). alami yang dibuat dari bahan alam,
Untuk itu perlu dicari metode pemanfaatan sedangkan sampel yang digunakan adalah
dalam penggunaan indikator asam basa Bunga Telang (Clitoria ternatea). Sampel
dari bunga telang. bunga Telang (Clitoria ternatea) diambil
Kertas merupakan lembar tipis hasil di Sindu, Cakranegara, NTB. Penelitian ini
kempaan yang tersusun dari serat selulosa dilakukan di laboratorium kimia Analis
yangdiendapkan dan dikeringkan sehingga Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes
membentuk suatu anyaman. Pada Mataram.
umumnya bahan baku untuk membuat Cara Pengumpulan Data :
kertas adalah serat kayu (fiber). Serat kayu 1. Persiapan Bunga Telang
yang digunakan memiliki kriteria khusus Penelitian ini menggunakan bunga
seperti memiliki panjang dan kekuatan telang yang masih segar dan berwarna
serat tertentu serta berasal dari pohon biru. Bunga telang yang telah dipilih di
dengan jangka panen pendek(6). Kertas cuci dan bagian mangkuk bunga yang
digunakan sebagai media dari kertas berwarna hijau dipisahkan dari
indikator asam basa alternative karena bunganya. Bunga tersebut dipotong
kemampuannya dalam menyerap larutan kecil dan ditimbang sebanya 2 gram
dan harganya yang ekonomis serta mudah untuk dilakukan maserasi dengan
didapat. Beberapa jenis kertas yang banyak menggunakan larutan etanol 70%.
digunakan masyarakat yaitu kertas HVS, 2. Pembuatan larutan pH asam dan basa
Art Paper & Matt Paper, Art Karton, Larutan uji dibuat dengan melakukan
Duplex (Coated), CWB (Coated White pengeceran pada larutan HCl 1% dan
Board)/duplex putih, Ivory, Kertas Samson larutan NaOH 1%. Masing-masing
atau Kraft Paper, BW/BC/Manila, Jasmine, larutan dibuat sehingga didapatkan
dan Corugated (gelombang)/Karton(7). larutan asam dan basa dengan pH 1-14.
Peneliti menggunakan media kertas Dilihat keasaman dan kebasaan dari
HVS dan BC yang sering ditemukan dalam larutan tersebut dengan menggunakan
aktifitas sehari – hari dan juga kertas kertas indikator universal.
Whatman yang sering digunakan sebagai 3. Uji Pendahuluan
media kertas asam basa alternatif. Uji pendahuluan dilakukan dengan
Penelitian memanfaatkan larutan maserasi menghancurkan bunga telang dengan
bunga Telang sebagai indikator asam basa mortar dan alu. Yang kemudian
dalam bentuk kertas indikator asam basa. ditambahkan dengan aquades
Kertas yang digunakan dibandingkan secukupnya. Pada uji pH, pada plate
dengan beberapa kertas diantaranya kertas tetes di teteskan masing-masing 2 tetes
saring Whatman, kertas BC (Brief Card) larutan asam dan basa. Pada larutan
dan kertas HVS. Selain itu dilakukan tersebut di teteskan filtrate dari bunga
pengujian terhadap daya tahan masing- telang, dihomogenkan dan dilihat warna
masing kertas dan mengidentifikasi warna yang terbentuk. Dicatat perubahan
yang terbentuk dari kertas indikator warna tersebut.
dimasing-masing larutan asam dan basa. 4. Maserasi bunga telang dengan etanol
70%
Metode Bunga yang telah dipotong kecil-kecil
Penelitian ini merupakan penelitian dan yang sudah ditimbang seberat 2
eksperimental dengan rancang bangun gram dimaserasi dalam larutan etanol
cross sectional. Dengan menggunakan 70% sebanyak 2 ml. maserasi dilakukan

331
dengan wadah beaker dan dilakukan telah dilakukan perendaman dan
dalam waktu 30 menit. pengeringan. Perubahan warna yang
5. Perendaman Kertas dalam larutan terbentuk dan struktur kertas setelah di
maserasi celupkan pada larutan uji. Diamati juga
Disiapkan masing-masing kertas (kertas perubahan kertas dan ketahanan kertas
saring whatman, kertas BC (Brief Card selama tiga hari.
dan kertas HVS) dengan ukuran 5 cm x
1 cm. masing-masing kertas di siapkan Hasil
dalam wadah cawan petri dan di rendam Kertas indikator yang digunakan
dalam larutan maserasi bunga telang menggunakan sampel maserasi Bunga
selama 1 x 24 jam dalam lemari yang Telang dengan media kertas Whatman,
tidak terpapar matahari langsung. HVS dan BC. Percobaan dilakukan selama
6. Uji Kertas Indikator bunga telang 3 hari pada rentang pH 1 – 14 untuk
Masing-masing larutan dengan pH 1-14 mengetahui ketahanan warna dan struktur
diteteskan pada plate tetes sebanyak 2 kertas sebagai media kertas indikator.
tetes. Pada masing-masing larutan pH
dicelupkan dengan kertas indikator yang

Tabel 1. Hasil uji perubahan warna kertas pada rentang pH 1 - 14

Perubahan Warna
Warna kertas Warna kertas Warna kertas Warna kertas BC
Rentang pH
sebelum Whatman HVS sesudah sesudah
yang diukur
dicelupkan sesudah dicelupkan dicelupkan
dicelupkan
pH 1 Biru Merah Muda Merah Muda Merah Muda
pH 2 Biru Merah Muda Merah Muda Merah Muda
pH 3 Biru Ungu Ungu Ungu
pH 4 Biru Ungu Ungu Ungu
pH 5 Biru Biru Biru Biru
pH 6 Biru Biru Biru Biru
pH 7 Biru Biru Biru Biru
pH 8 Biru Biru Biru Biru
pH 9 Biru Biru Biru Biru
pH 10 Biru Biru Biru Biru
pH 11 Biru Hijau Hijau Hijau
pH 12 Biru Hijau Hijau Hijau
pH 13 Biru Hijau Lumut Hijau Lumut Hijau Lumut
pH 14 Biru Hijau Lumut Hijau Lumut Hijau Lumut

Pada tabel 1 menunjukan bahwa


ketiga kertas tersebut memberikan
perubahan warna yang sama setelah
dilakukan uji pada rentang pH 1 – 14.

332
Gambar 1 Uji Kerilang pada rantang pH 1-14 Gambar. 2 Uji kertas dengan larutan pH

Tabel 2. Struktur (keadaan) kertas setelah 3 hari

Kertas Whatman Kertas HVS Kertas BC


Kertas whatman setelah Kertas HVS setelah dibiarkan Kertas BC setelah direndam
dibiarkan selama 3 hari tetap selama 3 hari nampak keadan selama 3 hari keadaanya
dalam kondisi yang baik, kertasnya masih lemas,tidak masih cukup kokoh, tidak
tidak lemas, tidak berbau, kokoh, sulit dipisahkan antara berbau, dan warnanya mulai
dan warna yang tetap. Setelah kertas yang lain, tidak pudar. Setelah di uji dengan
di uji dengan larutan pH berbau, dan warna birunya larutan pH terlihat warna dari
kertas tetap dalam kondisi memudar. Setelah di uji kertas sedikit merembes
bagus, menghasilkan warna dengan larutan pH Nampak keluar ke larutan pH, pada
yang terang, dan tidak warna dari kertas merembes larutan asam tinggi (pH 1)
mempengaruhi warna larutan keluar ke larutan pH, pada kertas menunjukan perubahan
awal (tidak mudah larutan asam tinggi (pH 1) struktur menjadi
merembes) kertas menunjukan perubahan bergelembung, perubahan
struktur menjadi warna yag diberikan tidak
bergelembung. perubahan sebaik kertas Whatman.
warna yag diberikan tidak
sebaik kertas Whatman.

di Indonesia, dan aman untuk dikonsumsi


Tabel 2 menunjukan bahwa ketiga kertas maka antosianin dari bunga telang
Whatman setelah 3 hari menunjukan berpotensi untuk dijadikan pewarna alami
keadaan struktur kertas dan warna yang pada bahan pangan. Warna biru dari bunga
terbaik dibandingkan dengan kertas HVS telang telah dimanfaatkan sebagai pewarna
dan kertas BC sebagai kertas indikator biru pada ketan di Malaysia. Bunga telang
Bunga Telang. juga dimakan sebagai sayuran di Kerala
(India) dan di Filipina.
Pembahasan Pigmen antosianin lebih stabil pada
Warna biru dari bunga telang menunjukkan larutan yang bersifat asam daripada larutan
keberadaan dari antosianin. Ekstrak kasar yang bersifat netral atau basa karena pada
dari bunga telang dapat digunakan sebagai suasana asam antosianin akan berada
alternatif pewarna untuk pewarnaan dalam bentuk kation flavilium hingga basa
preparat sel darah hewan.Melihat manfaat, kuinodal sehingga tidak terjadi degradasi
sifat dari bunga telang yang mudah tumbuh warna. Antosianin dari bunga dapat
diekstraksi dengan cara maserasi. Maserasi

333
merupakan jenis ekstraksi padat cair, yaitu universal. Dari uji banding didapatkan
dengan cara merendam jaringan tumbuhan bahwa larutan coba yang digunakan sesuai
yang telah diblender dalam pelarut yang dengan rentang pH yang telah ditentukan
sesuai selama 24 jam kemudian disaring yaitu dari pH 1 hingga pH 14.
dengan corong Buchner dan akhirnya Pada uji indikator Bunga Telang
dievaporasi untuk mendapatkan ekstrak dengan kertas Whatman didapatkan hasil
pigmen(8). berupa perubahan warna yang jelas yaitu
Penelitian ini bertujuan untuk hijau pada pH 14 – pH 11, dan biru pada
mengetahui jenis kertas terbaik yang dapat larutan pH 10 - 5, serta ungu – merah
digunakan sebagai kertas untuk inovasi muda pada larutan pH 4 – 1. Warna dasar
Kerinlang yaitu kertas indikator asam basa dari bunga telang itu sendiri adalah warna
Bunga Telang untuk menjadi kertas biru dimana qarna biru ini muncul
alternatif alami indikator asam basa. dikarenakan adanya degradasi warna dari
Indikator pH dapat dibuat dengan antosianin yang berada dalam bentuk
memanfaatkan zat warna yang ada pada kation flavilium yang berwarna merah
tanaman. Zat warna pada tanaman menjadi basa kuinodal yang berwarna biru.
merupakan senyawa organik yang Dalam medium cair, antosianin mengalami
berwarna seperti yang dimiliki oleh perubahan struktur karena ketidakstabilan
indikator sintetis. Indikator ini selain antosianin dipengaruhi oleh pH.
mudah dibuat juga murah karena Antosianin yang berada pada kondisi
bahan‐bahannya mudah didapat. Tanaman sangat asam (pH di bawah 2) didominasi
yang digunakan untuk membuat indikator oleh kation flavilium yang berwarna
pH harus memiliki karakteristik warna merah, sedangkan pada kondisi tingkat
sehingga ketika digunakan sebagai keasaman yang lemah, netral, dan basa
indikator pH, ekstrak tanaman tersebut maka karbinol (tidak berwarna) dan basa
dapat memberikan perubahan warna yang kuinodal (biru) mendominasi kation
berbeda‐ beda pada setiap pH(9). flavilium sehingga warna memudar (tidak
Pada penelitian ini dilakukan berwarna) dan warna berubah dari merah
maserasi Bunga Telang menggunakan menjadi biru. Semakin meningkatnya pH
etanol 70% karena menurut penelitian akan semakin banyak terbentuk senyawa
sebelumya yang melakukan uji dengan basa karbinol dan kalkon yang
aquadest, n -heksan dan etanol didapatkan menyebabkan tidak berwarna(11).
hasil bahwa maserasi dengan etanol tidak Selama 3 hari dibiarkan kertas
menunjukan gejala pembusukan karena Whatman pada tempat yang tidak terpapar
etanol bersifat antimikroba sehingga matahari langsung kertas ini masih dalam
mampu berperan dalam menghambat kondisi yang baik dan tetap memberikan
pertumbuhan mikroba. Selain itu hasil perubahan warna yang sama. Sedangkan
penelitian dengan berbagai konsentrasi untuk kertas HVS dan BC warna yang
etanol menunjukan semakin tinggi dihasilkan tidak terlalu bagus karena tidak
konsentrasi etanol maka semakin pekat terserap secara merata dan warna bunga
ekstrak yang dihasilkan(3). Telang ikut merembes di larutan pH.
Uji pembanding atau variable Struktur atau keadaan kertas BC dan HVS
control menggunakan indikatoruniversal. setelah direndam juga tidak sekokoh kertas
Indikator universal adalah indikator pH Whatman dimana kertas HVS terlihat
berisi larutan dari beberapa senyawa yang paling lemas dan mudah robek.
menunjukkan beberapa perubahan warna Menurut penelitian sebelumnya
yang halus pada rentang pH antara 1-14 menjelaskan adanya pengaruh pH, terjadi
untuk menunjukkan keasaman atau perubahan intensitas warna seiring dengan
kebasaan larutan(10).Indikator universal berubahnya pH. Pada pengaruh penyinaran
yang digunakan adalah kertas pH matahari, semakin lama ekstrak terpapar

334
sinar kestabilannya akan turun, ditandai Dalam Industri Percetakan Koran. Din
dengan nilai absorbansi yang Tek. 2012;Vi(2):64–75.
menurun(12).Dari sini dapat diketahui 7. Yogyakartas. Jenis Kertas Ukuran Dan
bahwa kertas yang efektif untuk membuat Penggunaanya [Internet]. 2015.
inovasi kertas alternatif asam basa Available From:
(Kerinlang) adalah kertas Whatman. Http://Yogyakartas.Com/Jenis-Kertas-
Ukuran-Dan-Penggunaanya/
Kesimpulan 8. Arisandi Y. Studi Tentang Pengaruh
Berdasarkan data yang didapat data Kopigmentasi Terhadap Stabilitas
disimpulkan bahwa Bunga Telang Antosianin Dari Kulit Buah Anggur
(Clitoria ternatea) bisa digunakan sebagai (Alphonso Lavalle). Universitas
alternatif kertas indikator asam basa Brawijaya Malang; 2001.
dengan menggunakan bahan dasar berupa 9. W Mh, Yuliyanto E, Retnoyuanni M.
kertas Whatman yang mengahasilkan Pemanfaatan Bunga Tapak Dara
perubahan warna terbaik, tahan lama, dan Sebagai Alternatif Pembuatan
murah. Indikator Ph Asam ‐ Basa. 2003;1–11.
10. Wikipedia. Indikator Universal
Saran [Internet]. 2015 [Cited 2003 Jun 20].
Available From:
Bagi pembaca pada umumnya diharapkan Https://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Indikat
agar dapat melakukan penelitian pada or_Universal
tahap lanjutan mengenai lama daya tahan 11. P S, Agustina F, M K, M Uf, T L.
kertas indikator Bunga Telang untuk tetap Ekstraksi Dan Stabilitas Antosianin
mempertahankan kemampuannya sebagai Dari Kulit Buah Duwet (Syzgium
indikator pH. Cumini). J Teknol Dan Ind Pangan.
2005;Xvi(2):142–6.
Daftar Pustaka
12. Fristianingrum G, Andika Y. Ekstraksi
1. Siregar Ydi. Pembuatan Kertas Dan Uji Kestabilan Warna Pigmen
Indikator Asam Basa Dari Bunga Antosianin Dari Bunga Telang (
Kembang Sepatu (Hibiscus Rosa- Clitoria Ternatea L .) Sebagai Bahan
Sinesnsis L.). 2012;1–6. Pewarna Makanan. 2013;44–51.
2. Hartono Ma. Pemanfaatan Ekstrak
Bunga Telang (Clitoria Ternatea L.)
Sebagai Pewarna Alami Es Lilin.
Biologi. 2013;1–15
3. Nuryanti S, Matsjeh S, Anwar C,
Raharjo Tj. Indikator Titrasi Asam-
Basa Dari Ekstrak Bunga Sepatu.
Agritech. 2010;30(3):178–83
4. Center S. Pewarna Alami Untuk
Pangan. Lppm-Ipb; 2012. 23-43 P
5. Sutedi E. Potensi Kembang Telang (
Clitoria Ternatea ) Sebagai Tanaman
Pakan Ternak. 2013;16002(Nulik
2009):51–62.
6. Adhi A, Susanto Sa, Fakultas D,
Universitas T, Semarang S,
Pendahuluan A. Pengaruh Pemilihan
Kertas Terhadap Kualitas Cetak

335
PENGARUH TERAPI KELOMPOK SUPORTIF TERHADAP KEMANDIRIAN
PASIEN SKIZOFRENIA YANG MENGALAMI DEFISIT PERAWATAN DIRI
DI RUMAH SAKIT JIWA PROPINSI NTB

Desty Emilyani1
1
Dosen Poltekkes Kemenkes Mataram Jurusan Keperawatan

Defisit perawatan diri adalah masalah yang sering dijumpai pada pasien dengan skizofrenia.
Gangguan perawatan diri ini terjadi karena pasien mengalami gangguan kognitif, sehingga
mengakibatkan ketidakmampuan pasien dalam mengatur dan merawat dirinya sendiri seperti
mandi, berhias, makan minum serta toileting. Pendekatan Terapi Supportif pada pasien yang
mengalami defisit perawatan diri mampu memberikan dukungan terapis terhadap pasien
sehingga pasien dapat berkontribusi dalam pemecahan masalah kelompok dan mampu
meningkatkan kemampuan mencapai kemandirian yang optimal. Tujuan penelitian ini adalah
membuktikan pengaruh terapi kelompok supportif terhadap kemandirian pasien skizofrenia
yang mengalami defisit perawatan diri di Rumah Sakit Jiwa Propinsi NTB. Desain penelitian
Pra eksperiment dengan besar sampel 9 orang pasien yang dirawat di Ruang Dahlia Rumah
Sakit Jiwa Propinsi NTB yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Analisa data
menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test dengan taraf signifikansi α <0,05. Hasil Wilcoxon
signed Rank Test sebelum dan setelah pemberian terapi suportif pada kelompok perlakuan
memiliki p = 0,002. menunjukkan adanya pengaruh terapi suportif pada kemandirian pasien
skizofrenia yang mengalami defisit perawatan diri. Terapi suportif memiliki pengaruh
signifikan terhadap kemandirian pasien shizophrenic yang mengalami defisit perawatan diri.
Oleh karena itu, terapi suportif harus diterapkan untuk pasien dengan masalah defisit
perawatan diri sebagai upaya untuk membantu pasien meningkatkan kemandirian dalam
perawatan diri.
Kata Kunci: terapi supportif, kemandirian, defisit perawatan diri

SUPPORTIVE GROUP THERAPY INFLUENCE OF INDEPENDENCE OF


SCHIZOPHRENIA PATIENTS THAT HAVE SELF CARE DEFICIT MENTAL
HOSPITAL IN THE PROVINCE NTB

Abstract
Self-care deficit is one of problems commonly found in schizophrenic patients. The deficit
occurs because the patients have cognitive disorder, resulting in their inabilities to take care of
themselves, such as bathing, dressing, eating, and toileting. Supportive Therapy is one of
approach models to the patients with problems of self care deficit, in which the patients
provide support and contribution one another in solving the pronblems and able to improve
their capabilities to gain optimum independence. The objective of this study was to analyze
the influence of supportive therapy on the independence of schizophrenic patients who have
self-care deficit. This study used pra-experimental design.sample size was 9 individuals,
taken from Provincial Mental Hospital, dahlia room, by determining target population that
met the inclusion and exclusion criteria. Data were analyzed using Wilcoxon Signed Rank
Test with significance level of < 0.05. The result of Wilcoxon signed Rank Test before and
after supportive therapy administration in treatment group had p = 0.002. indicating the
presence of supportive therapy influence on the independence of schizophrenic patients with
336
self-care deficit. Supportive therapy has significant influence on the independence of
shizophrenic patients who have self-care deficit. Therefore,supportive therapy should be
applied to patients with self-care problems as an effort to help the patients improving their
independence in self-care.
Keywords: supportive therapy, independence, self-care deficit

337
Latar Belakang komunitas. Keterlibatan kelompok berupa
terapi dukungan pada pasien gangguan
Skizofrenia merupakan gangguan mental
jiwa yang mengalami defisit perawatan
berat yang sering ditemukan di seluruh
dapat dilakukan dengan terapi suportif
dunia. Data menunjukkan prevalensi
(Stuart & Laraia,1998). Terapi suportif
skizofrenia bervariasi terentang dari 1-
termasuk salah satu model psikoterapi
1,5% (Kaplan&Sadock, 2003). Insiden
yang biasanya sering digunakan di
kejadian kasus skizofrenia setiap tahun
masyarakat dan di rumah sakit. Pendekatan
diseluruh dunia menunjukkan angka
terapi suportif pada pasien skizofrenia
sebesar 0,7 kasus perpenduduk
yang mengalami defisit perawatan diri
(Taylor,2005). Berdasarkan angka
mampu memberikan dukungan terapis
kejadiannya skizofrenia perlu mendapat
terhadap pasien sehingga pasien dapat
perawatan dengan seksama. Skizofrenia
berkontribusi dalam pemecahan masalah
adalah sekelompok reaksi psikotik yang
kelompok dan mampu meningkatkan
memengaruhi berbagai area fungsi
kemampuan mencapai kemandirian
individu, termasuk gangguan dalam
seoptimal mungkin.
berpikir dan berkomunikasi, menerima dan
menginterpretasikan realitas, merasakan
Metode
dan menunjukkan emosi dan gangguan
berperilaku dengan sikap yang maladaptif Dalam penelitian ini rancangan penelitian
(Isaacs, 2001). yang digunakan adalah Pra experimental
Gangguann psikotik pada skizofrenia dengan menggunakan One group Pre test-
ini, ditemukan gejala yang berat, post test design (tanpa menggunakan
ketidakmampuan pasien untuk merawat kelompok kontrol). Desain penelitian ini
dirinya sendiri, gangguan hubungan sosial, merupakan salah satu jenis penelitian
halusinasi, gangguan perilaku, inkoherensi eksperimen design untuk melihat adanya
dan penelantaran diri (Kaplan dan Sadock, pengaruh pada kelompok subjek. Dalam
2003). Dari gejala tersebut,ketidak penelitian ini pasien diobservasi tingkat
mampuan pasien untuk merawat dirinya, kemandirian pasien sebelum dilakukan
sehingga berdampak pada defisit terapi kelompok suportif (pre test), dan
perawatan diri pasien adalah salah satu diobservasi lagi setelah diberikan terapi
masalah yang sering kali dijumpai secara kelompok suportif (post test) kemudian
langsung baik di rumah sakit maupun di membandingkan hasil dari penelitian
luar rumah sakit. Gangguan perawatan diri (Nursalam.2008).
ini terjadi karena pasien mengalami Penelitian ini dilakukan di Rumah
gangguan kognitif, sehingga Sakit Jiwa Propinsi NTB dan waktu
mengakibatkan ketidakmampuan pasien penelitian dilaksanakan bulan September
dalam mengatur dan merawat dirinya sampai dengan Oktober 2014. Penelitian
sendiri seperti mandi, berhias, makan dan ini merupakan penelitian komparatif,
minum serta toileting. Masalah defisit karena penelitian ini ingin mengetahui
perawatan diri pasien skizofrenia harus pengaruh terapi kelompok suportif
segera diatasi, karena dapat menimbulkan terhadap kemandirian pasien yang
gangguan pemenuhan Activity Daily mengalami defisit perawatan diri. Populasi
Living (ADL) yang berdampak pada dalam penelitian ini adalah pasien
penelantaran diri dan penurunan dan skizofrenia yang mengalami defisit
terhadap status kesehatan (Keliat,1998). perawatan diri di Rumah Sakit Jiwa
Penanganan masalah defisit Propinsi NTB dengan sampel yang
perawatan diri pada pasien dengan memenuhi kriteria inklusi Kriteria Inklusi
gangguan jiwa harus dilakukan secara yaitu Pasien skizofrenia dengan defisit
bersamaan dan butuh keterlibatan langsung perawatan diri yaitu tidak mampu untuk
dari pasien, kelompok, keluarga, .dan melakukan perawatan diri: mandi,
338
berdandan, makan/minum dan BAB/BAK, bantuan nilai 2 dan belum mampu nilai 1,
Usia 18 – 50 tahun, Pasien kooperatif dan kemudian menjumlahkan seluruh skor
dapat berkomunikasi verbal dengan cukup dibagi skor maksimal dikali 100%,
baik, Pasien bersedia menjadi responden kemudian mengkategorikan tingkat
dibuktikan dengan penandatanganan surat kemandirian pasien 75-100% : mandiri,
persetujuan oleh pasien atau keluarga atau 60-74% : cukup mandiri, 40-59% : kurang
perawat yang bertanggung jawab dan mandiri dan < 39 % : tidak mandiri.
Kriteria Eksklusi yaitu Pasien skizofrenia Anaisis data yang digunakan dalam
gaduh gelisah, Pasien tidak kooperatif dan penelitian ini adalah dengan menggunakan
belum dapat berkomunikasi dengan baik uji statistik non parametrik (sebaran tidak
Dalam penelitian ini tehnik yang normal) dengan menggunakan analisa data
digunakan adalah tehnik purposive wilcoxon signed rank test dengan skala
sampling dengan jumlah sampel minimal ordinal dan tingkat kemaknaan α<0,05.
dalam penelitian ini adalah 9 orang pasien (bermakna bila α = < 0,05 maka ada
yang memenuhi kriteria ditentukan pengaruh yang signifikan antara variabel
berdasarkan jumlah anggota kelompok independen dengan variabel dependen).
dalam terapi aktivitas kelompok yaitu 7 – 9 Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah
orang dalam setiap kelompok. ada pengaruh terapi kelompok suportif
Pengumpulan data pada penelitian ini terhadap kemandirian pasien skizofrenia
melalui pemberian kuisioner yang yang mengalami defisit perawatan diri
dikembangkan oleh peneliti mengacu pada sebelum (pre) dan sesudah (post)
teori defisit perawatan diri dari Nanda dilakukan intervensi.
(2008) dan lembar observasi pada pre dan
post intervensi terapi suportif. Kuisioner Hasil
ini diberikan untuk variabel dependent A. Karakteristik Responden
yaitu penilaian tingkat kemandirian pasien 1. Karakteristik responden berdasarkan
yang mengalami defisit perawatan diri dan usia.
menggunakan intervensi terapi kelompok Usia responden bervariasi antara 18
suportif pada variabel independent yang sampai 47 tahun. Usia
dilakukan oleh peneliti bersama perawat dikelompokkan menjadi 5 kelompok
ruangan. yaitu 18-23 tahun, 24-29 tahun, 30-
Terapi Kelompok Suportif dilakukan 35 tahun, 36-41 tahun dan 42-47
selama 4 minggu dengan rincian Minggu I tahun, untuk lebih jelasnya dapat
tahap pra terapi suportif, Minggu II dan III dilihat pada Tabel 1 :
pasien dilakukan terapi suportif 4 sesi
(setiap minggu 2 sesi setiap hari senin dan
kamis) dan Minggu IV dilakukan post
terapi suportif. Pengumpulan data pre test
dengan melakukan observasi tentang
kemandirian pasien skizofrenia yang
mengalami defisit perawatan diri.
Frekuensi pelaksanaan terapi suportif
mengacu pada pendapat Rockland (1995),
dilakukan seminggu 2 kali dengan durasi
50 menit setiap sesi.
Pengolahan data dilakukan dengan
mengklasifikasi data hasil observasi
berdasarkan karakteristik defisit perawatan
diri menggunakan skala ordinal dengan
penilaian mandiri nilai 3, mampu dengan

339
Tabel 1. Distribusi frekuensi Tabel 3. Distribusi frekuensi
responden berdasarkan usia di Ruang responden berdasarkan agama di
Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa
Propinsi NTB Tanggal 8 September Propinsi NTB tanggal 8 September –
– 5 Oktober 2014 5 Oktober 2014
Prosentase Prosentase
No Umur Jumlah No Agama Jumlah
(%) (%)
1 18-25 tahun 2 22,2
1 Islam 9 100,0
2 26-33 tahun 3 33,4
3 34-43 tahun 2 22,2 Total 9 100,0
4 44-50 tahun 2 22,2
Total 9 100 ,0 Berdasarkan table 3 dapat diketahui
bahwa agama responden seluruhnya
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui (100%) beragama Islam.
bahwa kelompok umur responden 4. Karakteristik responden berdasarkan
terbanyak adalah sebanyak 3 orang pendidikan.
(33,4%) pada usia 26-33 tahun. Distribusi frekuensi responden
2. Karakteristik responden berdasarkan berdasarkan pendidikan bervariasi
jenis kelamin. dari tamat SD sampai dengan tamat
Distribusi frekuensi responden SMA, untuk lebih jelasnya dapat
berdasarkan jenis kelamin yaitu jenis dilihat pada Tabel 4 :
kelamin perempuan dan laki-laki
dapat dilihat pada Tabel 2 : Tabel 4. Distribusi frekuensi
responden berdasarkan pendidikan di
Tabel 2. Distribusi frekuensi responden Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa
berdasarkan jenis kelamin di Ruang Rawat Propinsi NTB tanggal 8 September –
Inap Rumah Sakit Jiwa Propinsi NTB 5 Oktober 2014
tanggal 8 September – 5 Oktober 2014
Jum Prosentase
No Pendidikan
Prosentase lah (%)
No Umur Jumlah
(%) 1 Tamat SD 3 33,3
1 Laki-laki 6 66,6 2 Tamat SMP 4 44,5
2 Perempuan 3 33,4 3 Tamat SMA 2 22,2
Total 9 100 % Total 9 100,0
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui
bahwa jenis kelamin responden bahwa pendidikan responden
terbanyak laki-laki sebanyak 6 orang terbanyak adalah sebanyak 4 orang
(66,6%). (44,5%) adalah tamat SMP .
3. Karakteristik responden berdasarkan 5. Karakteristik responden berdasarkan
Agama. pekerjaan.
Distribusi frekuensi responden Distribusi responden berdasarkan
berdasarkan agama dapat dilihat pada pekerjaan yang sedang dijalani
Tabel 3 berikut : responden sebelum dirawat di
Rumah Sakit Jiwa Propinsi NTB,
dapat dilihat pada Tabel 5 berikut:

340
Tabel 5. Distribusi frekuensi responden Tabel 7. Distribusi frekuensi
berdasarkan pekerjaan di Ruang Rawat responden berdasarkan jumlah kali
Inap Rumah Sakit Jiwa Propinsi NTB dirawat di RSJ di Ruang Rawat Inap
tanggal 8 September – 5 Oktober 2014 Rumah Sakit Jiwa Propinsi NTB
tanggal 8 September – 5 Oktober
Juml Prosentase 2014.
No Pekerjaan
ah (%)
1 Bekerja 3 33,4 Responden
No Perawatan
2 Tidak Bekerja 6 66,6 n %
Total 9 100% 1 Pertama kali 2 22,3
2 Lebih dari 1 kali 7 77,7
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui
Total 9 100,0
bahwa pekerjaan responden
terbanyak sebanyak 6 orang (66,6%)
adalah tidak bekerja. Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui
6. Karakteristik responden berdasarkan bahwa berdasarkan jumlah kali
status perkawinan. dirawat di rumah sakit jiwa
Distribusi responden berdasarkan terbanyak adalah pasien yang dirawat
status pekawinan dapat dilihat pada lebih dari 1 kali perawatan sebanyak
Tabel 6 : 7 orang (77,7%).

Tabel 6. Distribusi frekuensi B. Kemadirian Pasien


responden berdasarkan status 1. Distribusi Kemandirian Responden
perkawinan di Ruang Rawat Inap Terhadap Perawatan Diri Sebelum
Rumah Sakit Jiwa Propinsi NTB Diberikan Terapi Suportif
tanggal 8 September – 5 Oktober Berdasarkan Tabel 8 dibawah ini
2014. dapat dilihat bahwa kemandirian
pasien sebelum dilakukan terapi
Responden suportif untuk melakukan perawatan
No Perawatan
n % diri: Mandi, sebagian besar 55,5%
1 Pertama kali 2 22,3 responden mampu dengan bantuan.
2 Lebih dari 1 kali 7 77,7 Untuk melakukan perawatan diri:
Total 9 100,0 Berdandan/Berhias, sebagian besar
(44,5%) responden belum mampu
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui melakukan perawatan diri. Untuk
bahwa status perkawinan responden Perawatan Diri: Makan dan Minum
terbanyak yaitu sebanyak 5 orang sebagian besar yaitu 55,5% mampu
(55,5%) sudah menikah. melakukan tanpa bantuan.
7. Karakteristik responden berdasarkan Sedangkan untuk melakukan
jumlah kali perawatan. Perawatan Diri: BAB/BAK, sebagian
Distribusi responden berdasarkan besar responden 55,5% mampu
jumlah kali mendapat perawatan di melakukannya dengan bantuan.
rumah sakit jiwa dapat dilihat pada
Tabel 7 :

341
Tabel 8. Distribusi Kemandirian Responden Terhadap Perawatan Diri Sebelum Diberikan
Terapi Suportif di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Propinsi NTB tanggal 8
September – 5 Oktober 2014.

Jml (N)
Kemandirian
Belum Mampu dengan Mampu Tanpa Jml (N)
No Pasien dalam
mampu Bantuan Bantuan
Perawatan Diri
(1) (2) (3)
1 Melakukan
Perawatan Diri: 2 5 2 9
Mandi
2 Melakukan
Perawatan Diri:
4 4 1 9
Berhias/Berdand
an
3 Melakukan
Perawatan Diri:
- 4 5 9
Makan dan
Minum
4 Melakukan
Perawatan Diri: - 5 4 9
BAB/BAK

Tabel 9. Distribusi Kemandirian Responden Terhadap Perawatan Diri Setelah


Diberikan Terapi Suportif di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Propinsi NTB
tanggal 8 September – 5 Oktober 2014.

Tingkat Kemandirian
Kemandirian Pasien Belum Mampu dengan Mampu Tanpa Jml
No
dalam Perawatan Diri mampu Bantuan Bantuan (N)
(1) (2) (3)
1 Melakukan Perawatan - 2 7 9
Diri: Mandi
2 Melakukan Perawatan 1 5 3 9
Diri: Berhias/Berdandan
3 Melakukan Perawatan - 1 8 9
Diri: Makan dan Minum
4 Melakukan Perawatan - 2 7 9
Diri: BAB/BAK
melakukan perawatan diri:
2. Distribusi Kemandirian Responden Berdandan/Berhias, sebagian besar
Terhadap Perawatan Diri Setelah (55,5%) responden mampu
Diberikan Terapi Suportif. melakukan dengan bantuan. Untuk
Berdasarkan Tabel 9 diatas dapat Perawatan Diri: Makan dan Minum
dilihat bahwa kemandirian pasien sebagian besar yaitu 88,8% mampu
setelah dilakukan terapi suportif melakukan tanpa bantuan.
untuk melakukan perawatan diri: Sedangkan untuk melakukan
Mandi, sebagian besar 77,7% Perawatan Diri: BAB/BAK, sebagian
responden mampu tanpa bantuauntuk besar responden 77,7% mampu
melakukan tanpa bantuan.
342
3. Pengaruh Terapi Supotif Terhadap
Kemandirian Pasien Skizofrenia
Yang Mengalami Defisit Perawatan
Diri.
Tabel 10. Kemandirian responden terhadap Perawatan Diri Sebelum dan Setelah
Diberikan Terapi Suportif di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Propinsi NTB
tanggal 8 September – 5 Oktober 2014.

No Kemandirian Pasien Sebelum Terapi Setelah Terapi


dalam Perawatan Suportif Suportif
Diri Belum Mampu Mampu Belum Mampu Mampu
mampu dengan Tanpa mampu dengan Tanpa
Bantuan Bantuan Bantuan Bantuan
1 Melakukan 2 5 2 - 2 7
Perawatan Diri:
Mandi
2 Melakukan 4 4 1 1 5 3
Perawatan Diri:
Berhias/Berdandan
3 Melakukan - 4 5 - 1 8
Perawatan Diri:
Makan dan Minum
4 Melakukan - 5 4 - 2 7
Perawatan Diri:
BAB/BAK
Uji Statistik Wilcoxon Sign Rank Test
Z Asymp. Sig (2- -3,035
tailed) ,002
H1 diterima. Hal ini menunjukkan
Tabel 10 menunjukkan bahwa bahwa pemberian terapi suportif
terdapat 7 responden (77,7%) mempengaruhi kemandirian pasien
menjadi mandiri dalam hal dalam perawatan diri.
perawatan diri: mandi, terdapat 3
responden (33,3%) menjadi mandiri Pembahasan
dan 5 responden (55,5%) cukup Berdasarkan data karakteristik pasien
mandiri yang berarti pasien masih berdasarkan usia, sebagian besar responden
membutuhkan bantuan sebagian (33,3%) berusia 26-33 tahun, dimana usia
dalam hal perawatan diri: tersebut adalah usia produktif dan hampir
berdandan/berhias, terdapat 8 sebaya pada golongan umur, dengan
responden (88,8%) menjadi madiri berbagai tugas perkembangan yang harus
dalam hal perawatan diri: makan dan diselesaikan. Kegagalan dalam
minum, terdapat 7 responden melaksanakan tugas-tugas perkembangan
(77,7%) menjadi mandiri dalam hal di masa lalu akan menyebabkan terjadinya
perawatan diri: BAB/BAK. gangguan di masa sekarang. Freud (1939)
Berdasarkan uji statistic menyatakan bahwa ketika seseorang
menggunakan Wilcoxon sign rank mendapat masalah di masa lalunya dan
test didapatkan p = 0,002 dimana ɑ belum terselesaikan, seringkali hal itu akan
< 0,05 yang berarti H0 ditolak dan menyebabkan distorsi di masa sekarang.
Dengan demikian pengalaman masa
lalu menjadi penghambat bagi
343
perkembangan masa sekarang. Itulah yang dan keinginan untuk menghindar dari
dimaksud dengan kondisi terfiksasi orang lain (Sulivan 1953 dalam Sudjarwo
(arrested development), yaitu kondisi 2010).
keterpakuan di masa lalu. Tugas-tugas Penyebab gangguan jiwa yang sangat
perkembangan pada tahap perkembangan kompleks (bio, psiko, sosial, spiritual)
dewasa muda pasien yang belum terpenuhi sehingga seharusnya dalam penanganan
adalah mendapat pekerjaan, memilih pasien tidak hanya terfokus pada
karier, dan melangsungkan perkawinan. psikofarmaka saja tetapi pasien perlu
Sebagian besar penderita skizofrenia dilibatkan pada suatu aktifitas untuk
berada pada usia produktif, resiko tinggi menyelesaikan masalah sosialnya sehingga
ini disebabkan karena pada tahap ini pasien lebih cepat berorientasi pada realita
banyak stressor yang dihadapi. Kondisi ini dan dapat membina hubungan dengan
seringkali terlambat disadari keluarga dan lingkungannya dengan baik.
lingkungan karena dianggap sebagai David (2004) mengatakan bahwa
bagian dari tahap penyesuaian. Kegagalan skizofrenia lebih sering terdapat pada
pada tahap ini akan menyebabkan kelompok sosial ekonomi rendah dan
produktifitas dan kreatifitas berkurang, orang-orang pengangguran yang tidak
pasien hanya perhatian pada diri sendiri fungsional. Kegagalan dalam
dan kurang perhatian terhadap orang lain. melaksanakan tugas-tugas perkembangan
Hal ini sangat sesuai dengan data pada tahap ini juga akan menyebabkan
demografi bahwa sebagian besar pasien menghindari hubungan intim,
responden (77,7%) tidak bekerja. menjauhi orang lain, dan merasa putus asa.
Irmansyah (2006) menyatakan Hal ini sesuai dengan data karakteristik
bahwa pada pasien skizofrenia sering responden berdasarkan status perkawinan
terdapat gejala negatif seperti menurunnya 55,5% responden belum menikah.
jarak dan intensitas ekspresi emosi, Pada skizofrenia sering terjadi
miskinnya kemampuan berbicara, perilaku menarik diri/mengisolasi diri,
lambatnya mengemukakan gagasan/ide, hilangnya minat dan kemauan melakukan
penurunan/kesulitan memulai dan sesuatu termasuk kehilangan motivasi
melakukan kegiatan secara langsung, melaksanakan kegiatan harian. Pasien
gangguan pengaturan pribadi, kesulitan lebih banyak tidur, menyendiri dan
dalam berkonsentrasi dan mengingat, menghindari aktivitas. Mekanisme
pikiran tidak terarah dan lamban dalam pertahanan diri yang sering dipakai
berfikir. Pada pasien skizofrenia pada penderita skizofrenia dengan gangguan
umumnya terdapat gangguan hubungan persepsi adalah represi dan isolasi (Kaplan
sosial yang merupakan suatu gangguan & Sadock, 2004). Dengan represi pasien
hubungan interpersonal yang terjadi akibat berupaya untuk menyingkirkan frustasi,
adanya kepribadian yang tidak fleksibel konflik batin, mimpi buruk yang dapat
yang menimbulkan perilaku yang menimbulkan kecemasan. Sedangkan
maladaptif dan mengganggu fungsi sosial dengan isolasi, reaksi yang ditampilkan
seseorang. Hubungan interpersonal yang dapat berupa reaksi fisik yaitu pasien pergi
tidak adekuat atau tidak memuaskan akan atau lari menghindari sumber stressor,
menimbulkan kecemasan yang merupakan maupun reaksi psikologis yaitu pasien
dasar untuk semua masalah emosional. menunjukkan apatis, mengisolasi diri,
Pemutusan proses hubungan terkait erat tidak berminat, sulit mempercayai orang
dengan ketidakpuasan individu terhadap lain, rasa takut dan bermusuhan.
proses hubungan yang disebabkan oleh Dalam asuhan keperawatan pasien
kurangnya peran serta, respon lingkungan sehari-hari, perawat selalu mengajarkan
yang negatif. Kondisi ini dapat setiap pasien untuk melakukan perawatan
mengembangkan rasa tidak percaya diri diri dan memenuhi kebutuhan sehari-

344
harinya seperti makan, minum, mandi, yang menumbuhkan motivasi pada pasien
berhias, dan toileting. Walaupun dalam yang pada akhirnya terbentuk sikap
kenyataanya masih banyak pasien yang bersedia dan kemauan sendiri untuk
membutuhkan bantuan dari perawat baik melakukan suatu tindakan atau
parsial maupun total. Pendidikan kesehatan kemandirian pasien dalam berperilaku
kepada pasien dan keluarga tentang yang adaptif. Charles (1997) mengatakan
pentingnya melakukan perawatan diri juga bahwa dalam mengubah perilaku
perlu disampaikan sehingga dapat seseorang perlu disertai dengan informasi
membantu meningkatkan kemandirian prosedural dan diberikan secara berulang-
pasien yang mengalami defisit perawatan ulang.
diri. Dalam pelaksanaan penelitian,
TAK merupakan terapi yang selama proses penelitian sangat
bertujuan mengubah perilaku pasien dipengaruhi oleh tingkat kestabilan kondisi
dengan memanfaatkan dinamika jiwa dari pasien skizofrenia, sehingga pada
kelompok. Wilson dan Kneisl (1992) kondisi jiwa yang mengalami
menyatakan bahwa TAK adalah manual, penurunan/labil responden tidak dapat
rekreasi dan teknik kreatif untuk menyelesaikan terapi. Hal-hal yang
memfasilitasi pengalaman seseorang serta mempengaruhi keberhasilan atau
meningkatkan respons sosial dan harga perubahan tingkat kemandirian pasien
diri. Di dalam kelompok terjadi dinamika setelah diberikan terapi kelompok suportif
interaksi yang saling bergantung, saling adalah: 1) defisit perawatan diri yang
membutuhkan dan menjadi laboratorium dialami adalah sama bagi setiap anggota
tempat klien berlatih perilaku baru yang kelompok sehingga memudahkan terapis
adaptif untuk memperbaiki perilaku lama dalam pelaksanaan TAK dan seluruh
yang maladaptif. Penggunaan kelompok responden atau anggota kelompok merasa
dalam praktik keperawatan jiwa memiliki masalah yang sama dapat
berdampak positif dalam upaya mengoptimalkan fungsi kelompok
pencegahan, pengobatan atau terapi serta sehingga diskusi pemecahan masalah dan
pemulihan kesehatan seseorang. pencapaian tujuan lebih mudah, 2)
Meningkatkan penggunaan kelompok pelaksanaan TAK yang berkelanjutan
terapeutik akan memberikan hasil yang sehingga akan memudahkan responden
positif terhadap perubahan perilaku pasien untuk saling mengenal dan bertukar
dan meningkatkan perilaku adaptif dan pengalaman, berkomunikasi dan menggali
mengurangi perilaku maladaptif pengetahuan tentang perawatan diri baik
(Purwaningsih & Karlina, 2010). Terapi dalam sesi terapi maupun di luar sesi saat
kelompok secara umum bertujuan untuk pasien berada di ruangan, 3) dalam
meningkatkan kesadaran pasien mengenai pelaksanaan TAK juga tidak hanya
diri mereka sendiri melalui interaksi mendapat informasi dan pendidikan
dengan anggota kelompok lain yang kesehatan tentang perawatan diri tetapi
memberikan umpan balik mengenai juga berfungsi sebagai terapi supportif
perilaku mereka; memberikan pasien yang akan memberi dorongan dan motivasi
peningkatan keterampilan interpersonal kepada responden untuk merubah perilaku
dan sosial; membantu anggota untuk yang maladaptif menjadi perilaku adaptif,
beradaptasi dengan lingkungan dan 4) pengaruh usia responden yang berkisar
meningkatkan komunikasi antara pasien antara 26 sampai dengan 33 tahun, dimana
dan petugas (Kaplan & Sadock, 2010). usia tersebut tergolong pada usia dewasa
Perubahan ini terjadi juga karena sehingga perubahan mekanisme koping
pasien diberi pengetahuan yang berulang- setelah pemberian TAK akan lebih mudah
ulang, dioptimalkan dalam setiap sesi dan juga pada usia tersebut kepribadian
terapi sehingga terjadi proses pembelajaran seseorang lebih matang secara emosional,

345
5) tingkat pendidikan responden yang mengobservasi dan mengkaji tingkat
sebagian besar tamat SMP yang kemandirian pasien terlebih dahulu dengan
merupakan modal awal bagi terapis yang memperhatikan usia, pendidikan,
dapat mempermudah terapis dalam pekerjaan, status pernikahan, dan berapa
pemberian informasi dan mengajarkan kali dirawat di rumah sakit, sehingga
kemandirian dalam perawatan diri karena intervensi kepada pasien menjadi lebih
responden memiliki tingkat pemahaman terfokus karena sasaran pasien yang
yang lebih baik. Hal ini dapat dimengerti homogen dapat memudahkan pelaksanaan
bahwa makin tinggi pendidikan seseorang terapi. Perlu diterapkannya terapi
makin mudah orang tersebut menerima kelompok suportif ini di Rumah Sakit
informasi (Notoadmodjo, 2007), 6) seluruh Jiwa sebagai salah satu program yang
responden beragama Islam sehingga lebih harus dilaksanakan secara rutin dan
mudah bagi terapis untuk menggunakan berkesinambungan sebagai persiapan
pendekatan spiritual karena sesuai dengan pulang bagi pasien yang mengalami
ajaran Islam bahwa kebersihan adalah masalah defisit perawatan diri.
sebagian daripada iman, sehingga hal ini
juga bisa membantu meningkatkan Daftar Pustaka
kemandirian pasien yang mengalami 1. Azizah,L.M ( 2011 ),Keperawatan
defisit perawatan diri. Jiwa Aplikasi Praktek Klinik,
Jogyakarta, Graha Ilmu
Kesimpulan 2. Arikunto, S. (2002). Prosedur
Kemadirian pasien skizofrenia yang Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
mengalami defisit perawatan diri PT. Rineka Cipta. Jakarta.
menunjukkan perbedaan pada sebelum dan 3. David, A. (1998). Premorbid
sesudah pemberian terapi supportif. adjustment and personality in people
Sebelum dilakukan terapi suportif with schizophrenia. The British
kemandirian pasien semuanya bervariasi Journal of Psychiatry 172: 308-313.
sebagian kurang mandiri dan cukup 4. Hawari, D (2003) Pendekatan Holistik
mandiri serta membutuhkan bantuan dari Pada Gangguan Jiwa : Skozofrenia,
perawat. Setelah dilakukan terapi suportif Jakarta: Fakultas Kesokteran
terjadi peningkatan kemandirian pasien Universitas Indonesia.
menjadi sebagian besar mandiri dan tidak 5. Ibrahim A.S. (2011), Skizofrenia
membutuhkan bantuan dari perawat. Splinting Personality, Tanggerang :
Terapi kelompok suportif berperan Jelajah Nusa
dalam meningkatkan kemandirian pasien 6. Irmansyah. (2006). Influence
skizofrenia yang mengalami masalah Performance IQ in Schizophrenia
defisit perawatan diri, melalui sistem Cases and Healthy Controls. Diakses
dukungan kelompok dan fasilitas dan 20 Mei 2012. dari
adanya upaya untuk memberikan anggota http://www.aseanjournalofpsychiatry.o
kelompok yang saling berkontribusi dan rg/index.php/aseanjournalofpsychiatry
memberikan dukungan satu sama lain 7. Kaplan & Sadock. (2006). Sinopsis
terkait masalah defisit perawatan diri yang Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Psikiatri
dihadapi pasien. Klinis. Jilid 2. Edisi 7. Jakarta: Bina
Diharapkan adanya pemberian terapi Rupa Aksara.
suportif pada pasien skizofrenia yang 8. Keliat, B.A., & Akemat (ed.). (2010).
mengalami defisit perawatan diri sebagai Model Praktik Keperawatan
upaya untuk memacu kemandirian pasien Profesional Jiwa: Terapi Aktivitas
dalam melakukan perawatan diri. Perawat Kelompok. Jakarta: EGC.
dalam memberikan asuhan keperawatan
terkait masalah perawatan diri hendaknya
346
9. Keliat.B.A, (2006) Proses
Keperawatan Kesehatan Jiwa, edisi 2,
Jakarta : EGC
10. Nursalam (2009) Konsep dan
Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan Skripsi, Tesis dan
Instrumen Penelitian Keperawatan
edisi 2, Jakarta: Salemba Medika
11. Setyoadi & Kushariyadi. (2011).
Terapi Modalitas Keperawatan pada
Klien Psikogeriatrik. Jakarta: Salemba
Medika.
12. Yosep, I (2010) Keperawatan Jiwa,
edisi Revisi, Bandung Refika Aditama

347
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MASYARAKAT
DALAM MEMBUANG SAMPAH DI DASAN TINGGI LINGKUNGAN KARANG
ANYAR PAGESANGAN TIMUR MATARAM

Eka Rudy Purwana1, Fachrudy Hanafi1,


1
Dosen Poltekkes Kemenkes Mataram Jurusan keperawatan

Abstrak
Sampah selalu timbul menjadi persoalan rumit dalam masyarakat yang kurang memiliki
kepekaan terhadap lingkungan. Ketidakdisiplinan mengenai kebersihan dapat menciptakan
bayak masalah baik masalah social maupun masalah kesehatan akibat timbunan sampah. Jenis
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian penjelasan (Explanatory
Research) Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan cross sectional study
dengan Populasi responden pada penelitian ini sebanyak 30 orang. Hasil Analisa data secara
univariat,bivariat dan multivariate dengan regresi logistik hasil menunjukkan sebagian besar
responden kelompok responden yang melakukan perilaku membuang sampah pada tempatnya
lebih banyak dijumpai pada responden yang melakukan perilaku perilaku membuang sampah
pada tempatnya sebanyak 19 orang (63,3%)variable berhubungan secara signifikan dengan
perilaku membuang sampah yaitu karakteristik sikap, motivasi, , serta pengalaman
mendapatkan penyuluhan yang dilakukan oleh petugas kesehatan. Variable paling dominan
memberikan pengaruh adalah variable motivasi. Dimana diperoleh P wald = 8,579 dengan
nilai adjusted OR exp (B) atau odds ratio sebesar 8.661 (Cl = 2,619 s/d 28,647) sikap
menunjukkan pengaruh terbesar kedua setelah motivasi Dimana diperoleh P wald = 12,512
dengan exp (B) atau odds ratio sebesar 5,865 (CL = 1,796 s/d 19,159)
Kata kunci : perilaku membuang sampah,sikap,motivasi, pengalaman mendapat penyuluhan
kesehatan

FACTORS AFFECTING THE BEHAVIOR OF CIVIL SOCIETY IN THROW


GARBAGE IN DASAN TINGGI KARANG ANYAR ENVIRONMENT EAST
PAGESANGAN MATARAM

Abstract
Waste disposal is to be problematic in a society that lacks sensitivity to the environment.
Indiscipline regarding cleanliness can create problems both corpulent social and health
problems resulting from waste disposals. This type of research used in this research is the
explanation (Explanatory Research) cross sectional study is used for this research design with
a population of respondents in this study as many as 30 people. The results of data analysis of
univariate, bivariate and multivariate logistic regression showed that most of the respondents
group of respondents who do behavioral dispose of waste in place more common in
respondents who perform waste disposal behavior in place as many as 19 people (63.3%)
related variables significantly with littering behavior that is characteristic of the attitude,
motivation, and experience to get the extension done by health workers. Variable most
dominant influence is variable motivation. Which gained P wald = 8.579 with values adjusted
OR exp (B) or odds ratio of 8,661 (Cl = 2,619 s / d 28.647) attitude shows the effect of the
second largest after the motivation which gained P wald = 12.512 with exp (B) or odds ratio
of 5.865 (CL = 1.796 s / d 19.159)
Keywords : waste disposal behavior ,motivation attitudes,health education experience
348
Latar Belakang sekitar 348.000 meter titik atau sekitar
300.000 ton.
Sampah selalu timbul menjadi persoalan
Sebagian besar masyarakat di Dasan
rumit dalam masyarakat yang kurang
Tinggi Lingkungan Karang Anyar
memiliki kepekaan terhadap lingkungan.
Pagesangan Mataram ini mempunyai
Ketidakdisiplinan mengenai kebersihan
kebiasaan membuang sampah di sebuah
dapat menciptakan suasana semrawut
sungai kecil yang ada di lingkungan
akibat timbunan sampah. Begitu banyak
tersebut . dari kebiasaan inilah
kondisi tidak menyenangkan akan muncul.
menimbulkan dampak dari sampah sampah
Bau tidak sedap, lalat berterbangan, dan
yang belum terbawa arus air selokan
gangguan berbagai penyakit siap
tersebut. sehingga menimbulkan
menghadang di depan mata. Tidak cuma
berbagai masalah. Lingkungan di sekitar
itu, peluang pencemaran lingkungan
tepi sungai terlihat sangat kotor akibat
disertai penurunan kualitas estetika pun
tumpukan sampah, lalat beterbangan,
akan menjadi santapan sehari-hari bagi
banyak tikus dan nyamuk, bahkan
masyarakat ( Sugito, 2008).
menyebarkan aroma yang tidak sedap.
Perilaku ini tidak mengenal tingkat
Masalah sampah khususnya Dasan
pendidikan maupun status sosial.
Tinggi Lingkungan Karang Anyar
Keberadaan sampah di kehidupan sehari-
Pagesangan Mataram masih sangat
hari tak lepas dari tangan manusia yang
membutuhkan perhatian khusus oleh
membuang sampah sembarangan,. Kurang
pemerintahan kota Mataram. Dengan
kesadaran akan pentingnya kebersihan
adanya partisipasi di lingkungan. Mulai
menjadi faktor yang paling dominan, di
dari setiap rumah tangga membiasakan diri
samping itu kepekaan masyarakat terhadap
dengan menyediakan 2 bak penampung
lingkungan harus dipertanyakan. Mereka
sampah yang berbeda. Satu untuk sampah
tidak mengetahui bahaya apa yang akan
basah dan satu lagi untuk sampah kering,
terjadi apabila tidak dapat menjaga
selain itu sampah sampah juga bisa di olah
lingkungan sekitar (Nurdin,2004).
menjadi aneka hasil olahan sampah seperti:
Bank Dunia dalam laporan yang
kompos, dan pupuk cair. Sehingga bisa
berjudul “What a Waste: A Global Review
menghasilkan keuntungan, dapat
of Solid Waste Management”
, mengungkapkan jumlah sampah padat di mengurangi tumpukan sampah, mencegah
sampah yang menggunung serta dampak
kota-kota dunia akan terus naik sebesar
dari polusi sampah yang berakibat buruk
70% mulai tahun ini hingga tahun 2025,
pada lingkungan dan kesehatan.
dari 1,3 miliar ton per tahun menjadi 2,2
Berdasarkan uraian diatas maka
miliar ton per tahun. Mayoritas kenaikan
peneliti tertarik untuk melaksanakan
terjadi di kota-kota di negara berkembang.
penelitian dengan judul “ Faktor-Faktor
Di Indonesia, jumlah sampah padat yang
Yang Mempengaruhi Perilaku Masyarakat
diproduksi secara nasional mencapai
Dalam Membuang Sampah ” di Dasan
151.921 ton per hari. Hal itu berarti, setiap
Tinggi Lingkungan Karang Anyar
penduduk Indonesia rata-rata membuang
Pagesangan Mataram
sampah padat sebesar 0,85 kg setiap hari.
Penanganan sampah permukiman
Data Bank Dunia juga menyebutkan, dari
memerlukan partisipasi aktif individu dan
total sampah yang dihasilkan secara
kelompok masyarakat selain peran
nasional, hanya 80% yang berhasil
pemerintah sebagai fasilitator. Ketidak
dikumpulkan. Sisa terbuang mencemari
pedulian masyarakat terhadap sampah akan
lingkungan. Volume sampah di Indonesia
berakibat terjadinya degradasi kualitas
sekitar 1 juta meter kubik setiap hari,
lingkungan yang akan
namun baru 42% di antaranya yang
mempengaruhi kualitas hidup atau tinggal
terangkut dan diolah dengan baik. Jadi,
masyarakat di sebuah wilayah. Degradasi
sampah yang tidak diangkut setiap harinya
349
kualitas lingkungan dipicu oleh perilaku independen adalah perilaku responden
masyarakat yang tidak ramah dengan dalam membuang sampah analisa data
lingkungan, seperti membuang sampah di diarahkan untuk mengetahui faktor faktor
badan air. yang mempengaruhi perilaku pembuangan
Permasalahan sampah dapat diatasi sampah masyarakat di Dasan Tinggi
jika masyarakat maupun Pemerintah Lingkungan Karang Anyar Pagesangan
mampu dan memiliki kemauan dalam Mataram. Hasil yang didapatkan dianalisa
menjalankan tugas dan kewajiban secara kuantitatif dan untuk
pengelolaan sampah dengan penuh mengetahuinya diuji dengan uji Spearman
tanggung jawab. Bentuk keterlibatan Rho menggunakan bantuan program
masyarakat sebagai pihak yang komputer (SPSS).
menghasilkan sampah dengan proporsi
terbesar, dapat dilaksanakan dengan Hasil dan Pembahasan
membudayakan perilaku pengelolaan Berdasarkan hasil penelitian dan analisa
sampah semenjak dini dari rumah tangga, yang telah diuraikan dapat diambil
sebagai struktur terendah dalam kesimpulan sebagai berikut :
pengelolaan sampah perkotaan. Sampah 1. Kelompok responden yang melakukan
domestik yang tidak tertangani dengan perilaku membuang sampah pada
baik akan berdampak kepada kesehatan tempatnya lebih banyak dijumpai pada
manusia, kondisi ekonomi dan tingginya responden yang melakukan perilaku
biaya pengelolaan atau perbaikan perilaku membuang sampah pada
lingkungan dan infrastruktur atau tempatnya sebanyak 19 orang (63,3%)
menimbulkan biaya eksternalitas dibandingkan dengan perilaku
(Nurdin,2004). responden yang kurang baik sebanyak
Jenis penelitian yang digunakan 11 orang (36,7%).Hal ini bisa diketahui
dalam penelitian ini adalah penelitian dari pernyataan responden tentang
penjelasan (Explanatory Research). kelompok responden yang berperilaku
Rancangan penelitian yang digunakan negatif dapat dilihat dari pernyataan
adalah rancangan cross sectional study tidak Bersama sama bergotong royong
Lokasi penelitian adalah Dasan Tinggi dalam pembuatan bak sampah
lingkungan Karang Anyar kota Mataram sementara di kampung 60% dan yang
provinsi NTB dan waktu penelitian akan berperilaku positif dapat dilihat dari
dilaksanakan lebih kurang selama 3 pernyataan Mengikuti kegiatan
bulan,yaitu bulan oktober 2014 sampai kampung dalam membersihkan sungai
desember 2014 dan selokan dari sampah (63,3 %),
Pada penelitian ini populasinya 2. Variable paling dominan memberikan
adalah Seluruh masyarakat di Dasan pengaruh adalah variable motivasi.
Tinggi Lingkungan Karang Anyar Dimana diperoleh P wald = 8,579
Pagesangan Mataram sebanyak 112 KK. dengan nilai adjusted OR exp (B) atau
Dengan sampel sebanyak 54 KK dengan odds ratio sebesar 8.661 (Cl = 2,619 s/d
menggunakan teknik purposive sampel 28,647) yang artinya motivasi dengan
Analisis data penelitian ini katagori positif mempunyai pengaruh
menggunakan analisis univariat, bivariat 8,661 kali terhadap perilaku
dan multivariat dengan. Variabel membuang sampah pada tempatnya hal
dependent penelitian yaitu, umur ,jenis ini dapat diketahui dari uji hubungan
kelamin, pendidikan, pekerjaan, motivasi dengan perilaku menunjukkan
pengetahuan, sikap, motivasi, persepsi bahwa kelompok yang berperilaku baik
responden terhadap perilaku masyarakat, lebih banyak dijumpai pada responden
dan pengalaman mendapatkan penyuluhan yang memiliki motivasi yang positif
dari tenaga kesehatan dan variable (92,9%) dibandingkan kelompok yang
350
memiliki motivasi negative (37,5%)., Kesimpulan
dari hasil uji statistic bivariat dengan Kelompok responden yang melakukan
metode Chi Square didapatkan p value perilaku membuang sampah pada
= 0,002 dibanding nilai α = 0,05 (0,002 tempatnya lebih banyak dijumpai pada
< 0,05) yang berarti ada hubungan yang responden yang melakukan perilaku
signifikan antara motivasi dengan perilaku membuang sampah pada
perilaku membuang sampah pada tempatnya sebanyak 19 orang (63,3%)
tempatnya yang didukung oleh dibandingkan dengan perilaku responden
pernyataan responden yaitu pernyataan yang kurang baik sebanyak 11 orang
motivasi terlihat bahwa motivasi positif (36,7%) Variable paling dominan
dalam membuang sampah yang sehat memberikan pengaruh adalah variable
sebagian besar bersifat positif sebesar
motivasi. Dimana diperoleh P wald =
85,7% yaitu pernyataan Lingkungan 8,579 dengan nilai adjusted OR exp (B)
anda menjadi bersih dan indah jika tidak atau odds ratio sebesar 8.661 (Cl = 2,619
ada sampah s/d 28,647) yang artinya motivasi dengan
3. Sedangkan sikap menunjukkan katagori positif mempunyai pengaruh
pengaruh terbesar kedua setelah 8,661 kali terhadap perilaku membuang
motivasi Dimana diperoleh P wald = sampah pada tempatnya hal ini dapat
12,512 dengan exp (B) atau odds ratio diketahui dari uji hubungan motivasi
sebesar 5,865 (CL = 1,796 s/d 19,159) dengan perilaku menunjukkan bahwa
yang artinya sikap kategori positif kelompok yang berperilaku baik lebih
mempunyai pengaruh 5,865 kali banyak dijumpai pada responden yang
terhadap perilaku membuang sampah memiliki motivasi yang positif (92,9%)
pada tempatnya Pernyataan ini
dibandingkan kelompok yang memiliki
didukung oleh uji hubungan yang motivasi negative (37,5%)., dari hasil uji
menunjukkan kelompok yang statistic bivariat dengan metode Chi Square
berperilaku baik lebih banyak dijumpai didapatkan p value = 0,002 dibanding nilai
pada responden yang yang bersikap α = 0,05 (0,002 < 0,05) yang berarti ada
positif (63,3%) dibandingkan dengan hubungan yang signifikan antara motivasi
kelompok yang bersikap negatif dengan perilaku membuang sampah sikap
(19,3%) dari hasil uji statistic bivariat menunjukkan pengaruh terbesar kedua
dengan metode Chi Square didapatkan p setelah motivasi Dimana diperoleh P wald
value = 0,000 dibanding nilai α = 0,05 = 12,512 dengan exp (B) atau odds ratio
(0,000 < 0,05) yang berarti ada sebesar 5,865 (CL = 1,796 s/d 19,159)
hubungan yang signifikan antara sikap yang artinya sikap kategori positif
dengan perilaku membuang sampah
mempunyai pengaruh 5,865 kali terhadap
Dalam analisis univariat menunjukkan perilaku membuang sampah pada
bahwa sikap responden lebih banyak tempatnya
dijumpai pada responden yang bersikap
positif sebanyak 19 orang (63,3%) Saran
dibandingkan dengan yang bersikap
negatif sebanyak 11 orang (36,7%) hal Berdasarkan hasil penelitian ini yang perlu
ini sesuai dengan penelitian sebelumnya ditindak lanjuti adalah
yang dilakukan oleh resti (2009) yang 1. Pemerintah Kota Mataram selaku
menunjukkan bahwa sikap sangat pemerintah daerah harus menyiapkan
mempengaruhi dalam hal melakukan bak sampah yang bias digunakan
perilaku membuang sampah ditempat sebagai tempat pembuangan sampah
sampah sementara yang bias dipakai oleh
penduduk karena dari hasil kajian dari
penelitian ini menyebutkan bahwa
pengetahuan sikap dan motivasi
351
masyarakat sebenarnya masih 10. Sugiono, (2003) Statistika Untuk
dikategorikan baik tetapi karena Penelitian, Bandung: Alfabeta
jauhnya tempat pembuangan samapah 11. Anggrahita, Resty (2009) tesis Studi
membuat penduduk enggan membuang Intervensi Peningkatan Perilaku Hidup
sampah ditempat yang semestinya dan Bersih dan Sehat dalam membuang
memilih tempat yang terdekat yang sampah Bagi Anak SDN Cisalak I
salah satunya adalah sungai yang Depok,FK Universitas Indonesia,
kebetulan melintasi areal kampong
tersebut
2. Bagi peneliti lain perlu ditindak lanjuti
pelaksanaan penelitian ini dengan
program pemberdayaan masyarakat
misalnya dengan swadaya masyarakat
untuk menyediakan sendiri Tempat
pembuangan sampah sementara atau
koordinasi dengan isntansi terkait
mengingat kesadaran masyarakat yang
sebenarnya sanagat baik tetapi kendala
dilapangan adalah ketiadaan tempat
sampah sementara yang dbisa dipakai
masyarakat

Daftar Pustaka
1. Azwar S,(1998),” Sikap Mausia Teori
Dan Pengukurannnya” Edisi
Kedua,Jokjakarta: Pustaka Pelajar
Offset
2. Bandura A (1978) On Social Learning
And Aggression, New
York:University Press
3. Depkes RI(2007) Profil Kesehatan
Indonesia,Jakarta, Depkes RI
4. Depkes RI(2007) Profil Kesehatan
Indonesia,Jakarta, Depkes RI
5. Hastono S,P(2004) Modul Penulisan
Analisa Data FKM UI Jakarta, tidak
dipublikasikan
6. Mc murrayA ( 2003) Community
Bassesd Nursing : An Introduction
Pennsylvania :W.B saunders company
7. Nursalam (2003) Konsep Dan
Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan,Jakarta,Salemba Medika
8. Notoatmodjo S, (2003) Pendidikan
Dan Prilaku Kesehatan,Jakarta. Rineka
Cipta
9. Notoadmodjo S, (2005) Metodologi
Penelitian Kesehatan,Edisi
Revisi,Jakarta, Rineka Cipta

352
PENERAPAN HOME TELEMEDICINE UNTUK PERAWATAN PALIATIF PADA
ANAK (PEDIATRIC PALLIATIVE CARE)

Eva Oktaviani1
1
Mahasiswi Program Pascasarjana Peminatan Keperawatan Anak, Universitas Indonesia

Abstrak
Anak-anak yang hidup dengan kondisi keterbatasan memerlukan perawatan yang kompleks
dan intensif dari segi fisik, psikologis, spiritual, melalui pendekatan pada orang tua (Family
Center Care/FCC), berfokus dari perawatan kuratif menjadi paliatif. Perawatan paliatif yang
optimal pada anak-anak (pediatric palliative care) saat ini menjadi terbatas karena kurangnya
tenaga kesehatan profesional yang memiliki ketrampilan dan pengetahuan untuk merawat
anak dan keluarga dengan kondisi penyakit yang membatasi kehidupannya. Selain itu,
kurangnya tindak lanjut tenaga kesehatan terhadap pasien yang sudah diperbolehkan pulang.
Hal ini disebabkan karena jarak fasilitas kesehatan yang jauh sehingga keluarga enggan untuk
membawa anak mereka kontrol. Kemajuan teknologi saat ini mengembangkan perawatan
paliatif pada anak dengan cara home telemedicine. Telemedicine mengacu kepada
penggunaan teknologi komunikasi dan informasi untuk menyampaikan perawatan klinis anak.
Telemedicine memberikan solusi bagi perawat dan komunitas lain untuk mempermudah akses
bagi tenaga kesehatan mengkaji perkembangan status kesehatan anak serta memberikan
penguatan sistem pendukung bagi keluarga.
Kata kunci: pediatric palliative care, family center care, home telemedicine, telemedicine

TELEMEDICINE HOME APPLICATION FOR CHILDREN PALLIATIVE CARE


(PEDIATRIC PALLIATIVE CARE)

Abstract
Children who live with the limitations, require complex and intensive care in terms of
physical, psychological, spiritual, through an approach in the elderly (Family Center Care /
FCC), focused on curative care becomes palliative. Optimal palliative care in children
(pediatric palliative care) is currently limited due to lack of health professionals who have the
skills and knowledge to care for children and families with life limiting disease conditions. In
addition, the lack of follow-up of health workers towards patients who had been allowed to go
home. This is because the distance distant health facilities so that families are reluctant to take
their children control. Advances in technology now developing palliative care in children by
way home telemedicine. Telemedicine refers to the use of information and communications
technology to deliver clinical care of children. Telemedicine provides a solution for nurses
and other communities to facilitate access to health workers assess the development of the
health status of children and provide reinforcement support system for the family.
Keywords: pediatric palliative care, family centered care, home telemedicine, telemedicine

353
Latar Belakang juta jiwa. Sekitar 2,5 juta jiwa menetap di
South East Corner, 1 juta jiwa menyebar di
Pediatric Palliative Care merupakan
smaller rural town (daerah pedalaman).
pendekatan yang holistik untuk merawat
Selama 2008-2009, sejumlah 519 anak
anak-anak yang terdiagnosa penyakit yang
meninggal di Quessland, ¾ jiwa (76%)
membatasi kehidupannya. Fokus
menyerang anak-anak dan sekitar 61%
perawatan meliputi optimalisasi kualitas
menyerang neonatus dan bayi berusia <1
hidup dengan memanagemen distress
tahun. Prevalensi anak dengan penyakit
sindrom dan support sistem pada keluarga
yang membatasi kehidupanya sekitar
(Bradford et al., 2010). Setiap tahun di
15/10000 jiwa (Bradford et al., 2010).
Negara Amerika Serikat, sekitar 50000
Keluarga yang merawat anak dengan
anak meninggal dan 500000 anak hidup
kondisi terminal memerlukan dukungan
dengan kondisi yang mengancam
yang penuh dari tenaga kesehatan yang
kehidupan (memerlukan perawatan
kompeten. Namun, mereka memilih untuk
paliatif). Anak-anak tersebut dan keluarga
merawat anak di rumah mereka sendiri
memerlukan perawatan secara
yang jauh dari lokasi spesialis pelayanan
komprehensif, serius, dan memerlukan
paliatif anak yang tersedia (Paediatric
prosedur perawatan serta pengobatan
Palliative Care Sevices/PPCS). Sejak
medis yang lebih advance (Elias & Murph,
tahun 2003, University of Quessland (UQ)
2012; Hain, Heckford, & McCulloh, 2012).
Centre for Online Health (COH) telah
Diperkirakan kurang dari 1% (sekitar 5000
bekerja sama dengan PPCS di Royal
anak) meninggal setiap tahunnya dengan
Children Hospital (RCH) di Brisbane,
kondisi sedang menjalani perawatan
Australia menginvestigasi kebutuhan
palliatif (Stephenson, 2000).
penggunaan telemedicine sebagai
Perawatan paliatif adalah filosofi
tambahan dukungan kepada keluarga yang
suatu perawatan yang terdiri dari filosofi
merawat anaknya dengan perawatan
hospice untuk menyatukan gap diantara
paliatif di rumah. Pada tahun 2009, PPCS
perawatan pasien dengan penyakit serius
di RCH yang terdiri dari tim Peadiatric
dan kematiannya. Tujuan dari perawatan
Oncology Palliative Care meliputi
paliatif tidak hanya terbatas pada
pelayanan anak dengan non malignan yang
pengobatan dan penyembuhan, diagnosis,
intervensi, dan proses penyakit, akan tetapi membatasi kehidupan. Penelitian di
Quessland telah membuktikan bahwa
pengobatan juga berfokus pada
telemedicine secara efektif bisa diterapkan
peningkatan kualitas hidup,
untuk menghubungkan tim PPCS dengan
mempertahankan martabat, mengurangi
keluarga yang merawat anak yang
rasa sakit pasien dari penyakit yang serius
menerima pelayanan paliatif, dengan jarak
dan meninggal dalam kondisi yang bebas
yang jauh dari RCH (Bradford et al.,
dari rasa sakit (American Academy of
2010).
Paediatrics [AAP], Committee on
Florida adalah negara pertama yang
Bioethics and Committee on Hospital
mengembangkan dan
Care, 2000; Stayer, 2012).
mengimplementasikan program perawatan
Kebutuhan perawatan paliatif pada
paliatif yang memberikan dukungan dan
anak sangat jarang di negara maju, hanya
pelayanan kepada anak dan keluarga.
sekitar 15 dari 10000 anak berusia 0-19
Perawat yang berasal dari Florida
tahun memerlukan perawatan paliatif, dan
Departement of Health, Children’s Medical
anak-anak yang memerlukan perawatan
Services Network (CMSN) memiliki
tersebut menyebar di daerah urban,
program PIC: TFK (Patner in Care,
regional, dan pedalaman (Bradford,
Together for Kids) yaitu suatu program
Armfield, Young, & Smith, 2014). Secara
perawatan paliatif pada anak yang meliputi
geografis, Quessland adalah negara
dukungan konseling, terapi, spesialis
terbesar kedua dengan populasi sekitar 4
354
nursing care, managemen nyeri, dan telemedicine dapat tercapai. Pentingnya
istirahat (Knapp, 2009). penerapan telemedicine akan sangat
Perkembangan teknologi dibeberapa membantu bukan saja dari tenaga
tahun terakhir ini, terdapat program yang kesehatan, tetapi juga dari segi keluarga
memanfaatkan sistem informasi berbasis karena banyak manfaat yang bisa diperoleh
internet yang bisa digunakan untuk dari home telemedicine ini. Tujuan
berkonsultasi jarak jauh. Teknologi ini penulisan artikel ini adalah untuk mengkaji
disebut telemedicine. Beberapa keluarga literature tentang penerapan home
lebih suka merawat anaknya di rumah telemedicine untuk perawatan paliatif pada
dengan penyakit yang membatasi anak.
kehidupannya (life limiting illness). Oleh Kajian Literatur
karena itu, efektifitas komunikasi sangat Pediatric Palliative Care (Perawatan
diperlukan. Telemedicine merupakan Paliatif pada Anak)
bagian dari telehealth bisa dijadikan solusi Perawatan paliatif pada anak didefinisikan
untuk meningkatkan pelayanan kesehatan sebagai filosofi perawatan yang bertujuan
yang menerapkan home telecommunication untuk meningkatkan pelayanan yang
pada kasus perawatan paliatif. Congenital mempengaruhi kualitas hidup, terlebih
heart defect, masalah respirasi, komplikasi ketika seseorang terdiagnosa dengan
prematuritas, suddent infant death penyakit yang mengancam kehidupan. Hal
syndrome, injury yang disengaja maupun ini terkait dengan gejala fisik, psikologik,
tidak adalah contoh life limiting illness sosial, dan spiritual (Bradford, Armfield,
pada anak dan keluarga (Stayer, 2012). Young, & Smith, 2013). Perawatan
Peran perawat pediatrik dalam paliatif meliputi perawatan end of life yang
perawatan paliatif adalah membantu anak berfokus pada kualitas hidup yang terbaik
dan keluarga mengatasi komplikasi pada bayi dan anak-anak dan bertahan
pengobatan dan kompleksitas dari prosedur sampai dewasa. Perawatan paliatif sangat
sebagai usaha untuk mempertahankan kompleks dengan multiple intervensi dan
hidupnya, kemampuan berkomunikasi dukungan penuh yang diperlukan untuk
dengan anak dan orang tua juga mengatur anak dan keluarga di rumah.
mempengaruhi perawatan yang diberikan Wong, Hockenberry-Eaton, Wilson,
(Law, McCann, & O’May, 2011). Tujuan Winkelstein, dan Schwartz (2009)
perawatan paliatif pada anak adalah untuk mendefenisikan perawatan paliatif sebagai
memberikan pelayanan yang kompeten, perawatan total aktif pada pasien yang
berempati pada anak dan keluarga, serta penyakitnya tidak berespons terhadap
perawatan yang konsisten pada anak untuk terapi kuratif.
menghadapi penyakit yang membatasi Perawatan paliatif melibatkan
kehidupannya (Foster, LaFond, Reggio, & pendekatan multidisiplin untuk
Hinds, 2010). Oleh karena itu, perawat penatalaksanaan penyakit terminal atau
pediatrik harus menentukan standar PPC proses menuju kematian yang berfokus
diantaranya: kenyamanan, meningkatan pada pengendalian gejala dan dukungan
kualitas hidup, mengurangi rasa sakit dari pada penyembuhan atau
penderita, mengoptimalkan fungsi, memperpanjang hidup jika tidak ada
komunikasi efektif, memberikan kemungkinan untuk sembuh (Ball, Blinder,
kesempatan personal untuk berkembang, & Cowen (2012). Tim professional
menerapkan spiritual dengan menghargai perawatan kesehatan multidisiplin terdiri
budaya (Foster et al., 2010). Melalui skill atas dokter, perawat, pekerja sosial,
dan pengetahuan yang advanced tentang rohaniawan, bantuan perawatan personal,
perawatan paliatif, perawat pediatrik dapat yang kesemuanya terampil dalam merawat
mengaplikasikan home telemedicine secara pasien yang menjelang ajal, membantu
optimal, sehingga tujuan penggunaan keluarga memfokuskan perawatan pada

355
interaksi kompleks antara masalah fisik, termasuk menatalaksanakan kebutuhan
emosional, sosial, dan spiritual. Intervensi fisik, psikologis, sosial, dan spiritual
perawatan paliatif tidak berfungsi untuk pasien dan keluarga. Pada tahun 2008,
mempercepat kematian, namun komunitas hospice yang berjumlah 4850
memberikan penatalaksanaan nyeri dan di UK merawat lebih dari 1,45 juta anak
gejala, memberi perhatian pada berbagai dengan penyakit terminal dan keluarga
masalah yang dihadapi anak dan keluarga mereka. Sekitar 74,1% pelayanan
dengan tidak mengabaikan kematian dan komunitas hospice dengan
menjelang ajal, dan meningkatkan fungsi menggunakan home telehealth untuk
serta kualitas hidup yang optimal selama mengatasi masalah geografis jarak
sisa waktu yang dimiliki anak (Wong et al., antara anak dan keluarga dengan staf
2009). Pilihan terapi untuk anak yang hospice (Oliver et al., 2010).
menderita penyakit terminal (Wong et al., Telemedicine dalam Perawatan Paliatif
2009): pada Anak
a. Rumah Sakit Penerapan Home Telehealth Program
Keluarga dapat memilih untuk tetap (HTP) didirikan pada tahun 2009 untuk
tinggal di rumah sakit untuk mendukung anak-anak yang menerima
mendapatkan perawatan jika kondisi perawatan paliatif yaitu dengan life-
anak tidak stabil. Lingkungan sedapat limiting condition, yang berusia 0-18 tahun
mungkin harus dibuat seperti suasana di dengan kondisi yang stabil (Bradford et al.,
rumah. Dukung keluarga untuk 2012). Telemedicine adalah penggunaan
membawa barang-barang kesayangan elektronik komunikasi dan teknologi
dari kamar anak di rumah. informasi untuk memberikan perawatan
b. Perawatan di Rumah dengan jarak jauh ketika jarak menjadi
Beberapa keluarga mungkin lebih kendala bagi partisipan. Telemedicine
memilih untuk membawa anak mereka merupakan bagian dari telehealth yang
pulang dan menerima layanan dari memiliki konsep yang lebih luas.
lembaga perawatan di rumah (Bradford Telehealth adalah penggunaan elektronik
et al., 2013). Umumnya, layanan ini informasi dan teknologi telekomunikasi
terdiri atas kunjungan perawatan yang untuk mendukung pelayanan kesehatan
periodik untuk memberikan terapi dan jarak jauh, pasien dan tenaga kesehatan
medikasi, perlengkapan, atau yang professional yang berkaitan dengan
persediaan. Saat ini dengan kemajuan pemberian edukasi, kesehatan umum, dan
teknologi keluarga tidak harus bolak masalah administrasi (Office for The
balik pergi ke rumah sakit untuk Advancement of Telehealth, 2001).
konseling. Mereka bisa memanfaatkan Definisi secara harfiah bahwa
teknologi yang disebut telehealth/home telemedicine adalah penyembuhan jarak
telemedicine. Home telemedicine jauh (distance healing) berasal dari Bahasa
sebagai salah satu cara berkonsultasi Yunani yang terdiri atas ”tele” yang berarti
secara jarak jauh dan bisa mengurangi jarak, dan istilah Latin “menderi” yang
keterbatasan keluarga dalam merawat berarti untuk menyembuhkan (Bhowmik,
anak (Bradford et al., 2012). Duraivel, Sing, & Kumar, 2013). Definisi
c. Hospice care lain dari beberapa literatur menjelaskan
Hospice care adalah organisasi bahwa telemedicine merupakan aplikasi
perawatan kesehatan komunitas dalam medis klinis, dimana informasi klinis
merawat pasien yang menjelang ajal disampaikan melalui teknologi
dengan mengkombinasikan filosofi telekomunikasi, internet, atau jaringan lain,
hospice dengan prinsip-prinsip terdiri dari kegiatan konsultasi, diagnostik,
perawatan paliatif. Filosofi hospice atau pelayanan medis lainnya pada daerah
menganggap menjelang ajal juga pedalaman dan umum, bukan untuk

356
mencari keuntungan rumah sakit, dan Untuk memulai video call, waktu dan
fasilitas pelayanan kesehatan primer tanggal dikoordinasikan dengan petugas
bekerja sama dengan akademik health kesehatan yang akan melakukan
senter dan faslitias pelayanan tersier telemedicine dan anggota keluarga
(Bhowmik et al., 2013). Telemedicine melalui email.
komunikasi sistem meliputi resolusi yang Durasi Konsultasi HTP
tinggi, peralatan interaktif videokonferens Lamanya melakukan konsultasi jarak jauh
dengan kemampuan audio dan video, (home telemedicine) untuk perawatan
keamanan ISDN atau IP lines, diagnostik paliatif pada anak berkisar 10-30 menit
kamera yang meliputi hand held kamera, (Bradford et al., 2014).
dan peralatan medis. ISDN adalah sistem Efektivitas Penerapan Telemedicine
digital koneksi telepon, yang bisa dalam Perawatan Paliatif pada Anak
mentransmisikan suara, data, dan video Literature review yang dilakukan oleh
secara simultan selama terhubung. Bradford et al. (2014) menunjukkan bahwa
Peralatan 33 penelitian telah dilakukan untuk
a. Personal komputer (desktop/laptop) membuktikan keuntungan dalam
b. Web kamera dan internet (fasilitas penerapan telehealth pediatric palliative
audiovisual komunikasi antara PPCS care. Outcome penelitian meliputi efek
dan keluarga di rumah) kualitas hidup dan kecemasan, kebutuhan
c. Software “Logitech Vid” dari home visit, faktor ekonomi, hambatan,
Hospital equipment hal-hal yang mungkin terjadi, kepuasaan
a. Mobile trolley penerimaan telehealth/telemedicine.
b. Komponen video Studi yang dilakukan oleh Gaikward
c. Software online dengan Logitech web & Warren (2009) yang menerangkan
kamera penerapan telehealth dilihat dari segi
d. Audio komponen tidak disambungkan keuntungan ekonomi dan kepuasan
ke internet tetapi melalui penggunaan telehealth. Mereka
teleconferences phone dengan membuktikan bahwa dengan video visit
menggunakan standar telepone line bisa menyimpan keuangan yang sangat
untuk menjaga kerahasian selama video signifikan dibandingkan kontrol ke rumah
link sakit. Hasil penelitian yang sama juga
Home equipment dibuktikan oleh Bradford et al. (2014)
a. Keluarga yang mengikuti PPCS sudah bahwa minimum cost yang dikeluarkan;
siap dengan personal computer/laptop HTP konsultasi sebesar $11.755, OPD
dengan akses internet. Bagi keluarga konsultasi sebesar $35.513, home visit lain
yang tidak memiliki komputer bisa sebesar $57.680. Melalui perbandingan
dipinjamkan dengan menyewa, wireless tersebut terlihat bahwa HTP terbukti
prepaid internet bisa digunakan. Untuk memiliki cost yang minimum
bisa mengakses dengan Logitech Vid, dibandingkan teknik yang lain. Kidd,
software keluarga harus memiliki Cayless, Johnson, & Wengstrom, (2010)
Logitech 1,3 megapixel web selama juga menjelaskan aplikasi telehealth untuk
video call. Jika sudah memiliki, mereka perawatan palliatif di United Kingdom.
bisa langsung download software dari Kualitas hidup umumnya menjadi patokan
internet. untuk mengkaji keefektifk dari suatu
b. Logitech Vid software memerlukan intervensi. Efek kualitas hidup dan
email addrees untuk create account. kecemasan pada keluarga yang merawat
c. Setelah keluarga menginstall software, anak dengan life-limiting illness selama
mereka bisa login ke Logitech Vid perawatan fase paliatif di rumah diteliti
menggunakan email yang sudah oleh Morgan et al. (2008). Penelitian ini
dikonfirmasikan dari rumah sakit.

357
terbukti kecemasan pada anak dan keluarga kesehatan. Telemedicine bisa diartikan
menurun. secara luas sebagai transfer elektronik
Secara umum, penerapan medical data (resolusi gambar yang tinggi,
telemedicine bisa diterima untuk suara ketika video life, dan catatan pasien)
meningkatkan akses pelayanan. dari satu loksi ke lokasi yang lain. Banyak
Telemedicine merupakan alternatif keuntungan yang diperoleh dari penerapan
konsultasi modern dibandingkan telemedicine yaitu: menghilangkan jarak
konvensional face to face dalam perawatan batasan secara geografis dan meningkatkan
pediatrik paliatif. Idealnya komponen dari akses pelayanan kesehatan yang
telemedicine konsultasi PPC sama dengan berkualitas kepada populasi yang tinggal
konsultasi saat tatap muka langsung jauh dari pusat akses, mengurangi waktu
(Bradford et al., 2014). Teknologi perjalanan petugas kesehatan yang tidak
membuat petugas kesehatan semakin terlalu penting, mengurangi isolasi bagi
percaya diri dan lebih mudah untuk pasien dan keluarga yang tinggal di daerah
memfasilitasi koping pada pasien dan pedalaman dengan cara mengupgrade
kelurganya. Tenaga kesehatan percaya pengetahuan mereka melalui tele-edukasi
bahwa dengan menggunakan teknologi (Bhowmik et al., 2013).
pelayanan kesehatan akan lebih efisien, Perawat memiliki peranan yang
efektif, aman, dan stress berkurang (Ching- sangat penting dalam memberikan
chi & Demiris, 2015). dukungan bagi orang tua dengan anak yang
Teknologi yang semakin maju memiliki penyakit terminal. Meskipun
membuat telemedicine bisa diterapkan di orang tua memiliki pengalaman merawat
rumah sehingga bisa membantu tenaga anak dengan kondisi terminal, dukungan
kesehatan yang terlatih untuk memberikan tenaga professional sangat diperlukan dari
perawatan paliatif dan memberi dukungan segala aspek. Hal ini sesuai dengan
pada anak dan keluarga. Sebagai contoh penelitian Ertmann, Reventlow, &
video konsultasi sudah banyak diterapkan Soderstrom (2011); Whiting (2012) bahwa
di rumah dengan tujuan: meminimalkan tanpa penghargaan dan dukungan, sharing,
gejala, memberi dukungan dan saran, konsultasi dari tenaga kesehatan, orang tua
melanjutkan perawatan secara terus merasa terbebani dan tertekan dimana
menerus, memfasilitasi dan meningkatkan peran mereka sebagai orang tua.
akses pelayanan untuk perawatan yang mengoptimalkan kualitas hidup anak.
spesial (Bradford, Young, Armfild, Orang tua membutuhkan tim pendukung
Herbert, & Smith, 2014). Di beberapa yang bekerja secara kolaborasi untuk
belahan dunia, masyarakat sebagian besar memenuhi kebutuhan perawatan anak dan
hidup di daerah pedalaman di mana keluarga (Horridge, 2011). Merawat anak
mereka kesulitan untuk mengakses setiap dengan penyakit yang serius adalah suatu
waktu pelayanan kesehatan yang spesialisasi, sehingga tenaga kesehatan
berkualitas, karena petugas kesehatan yang memerlukan pelatihan, pengalaman,
kompetent dibidang perawatan paliatif personal atribute untuk memberikan
anak berpusat pada daerah pemukiman pelayanan (Hain et al., 2012; Hewit-
kota (urban area). Taylor, 2012).
Melalui inovasi perkembangan Penerapan telemedicine menurut
teknologi telekomunikasi dan komputer, WHO (2010); Estrin (2010) di antaranya:
banyak bagian dari pelayanan kesehatan 1) Tele-Health care yaitu penggunaan
bisa diterapkan untuk beberapa klien yang teknologi informasi dan komunikasi untuk
jauh terpisah dari petugas kesehatan secara pencegahan, promosi, dan memfasilitasi
geografis. Telemedicine bisa dijadikan tenaga kesehatan mengatasi jarak antara
sebagai suatu alternatif untuk mengcover petugas kesehatan dan klien. Tele-health
klien yang jauh terpisah dari petugas dibagi menjadi teleconsultation dan

358
telefollow-up. 2) Tele_Education yaitu yang dihubungkan adalah pendidikan,
penggunaan teknologi informasi dan dukungan psikososial, pengkajian klinis,
telekomunikasi untuk proses pembelajaran komunikasi, dan informasi. Sedangkan
interaktif yang fleksibel melalui jarak jauh. evaluasi atau outcome yang diharapkan
3) Tele-Home Health Care yaitu penerapan adalah level kecemasan menurun, kualitas
telemedicine yang bisa digunakan di rumah hidup yang lebih baik, penerimaan,
yang difokuskan untuk penyakit kronik. kepuasaan, efektivitas dari biaya.
Petugas kesehatan memonitor pasien Bagi keluarga yang berharap untuk
melalui stasiun pusat daripada harus merawat anaknya dengan penuh kasih
menempuh jarak yang jauh dan memakan selama fase paliatif, aplikasi dari
waktu. Keuntungan yang bisa didapat yaitu telehealth/telemedicine bisa dijadikan
bisa mengatur waktu, cost, dan sebagai alternatif untuk komunikasi dan
meningkatkan kepuasaan klien. Penerapan perubahan informasi dengan petugs
telehealth/telemedicine untuk kasus kesehatan (Bradfold et al., 2013). Suatu
emergensi adalah alat ini akan mitos jika dikatakan bahwa penerapan dari
mengumpulkan seluruh data yang telemedicine ini membutuhkan biaya yang
dibutuhkan dan dikirim ke rumah sakit mahal. Sistem dasar yang dibutuhkan
selagi pasien dalam perjalanan menuju adalah hardware, software, dan
rumah sakit. Ketika pasien tiba di rumah telekomunikasi link. Dari beberapa
sakit, seluruh data yang diperlukan telah penelitian telah terbukti bahwa
komplit dan pasien mendapatkan penangan telemedicine seacra signifikan mampu
segera. mengurangi cost baik dari pihak keluarga
maupun rumah sakit, jika dibandingkan
Kesimpulan dan Rekomendasi keluarga harus kontrol ke pusat pelayanan
Telemedicine merupakan bagian dari kesehatan yang jaraknya jauh dari rumah
telehealth program yaitu penggunaan begitu pula sebaliknya.
elektronik informasi dan teknologi Rekomendasi yang bisa disarankan
telekomunikasi dengan fasilitas pelayanan untuk mendukung penerapan telemedicine
jarak jauh untuk mendukung anak dengan di Indonesia adalah mensosialisasikan
perawatan paliatif berusia 0-18 tahun standar sistem telemedicine yang
terdiri dari kegiatan konseling, diagnostik, merupakan bagian dari telehealth kepada
dukungan (Bradford, 2012; Bhowmik et Kementrian Informasi dan Teknologi
al., 2013). terkait dengan penerapan informasi
Ketika anak terdiagnosa dengan teknologi, Kementerian Kesehatan terkait
penyakit yang serius dan sampai dengan kebijakan program kesehatan
membatasi kehidupannya, pelayanan masyarakat. Telehealth atau telemedicine
kesehatan yang diberikan bukan hanya bisa diusulkan sebagai bagian dari
berfokus pada anak tetapi juga pada kurikulum. Telemedicine dipengaruhi
keluarga. Hal ini sesuai dengan prinsip banyak sektor dari pemerintah, sejumlah
perawatan pediatrik yaitu dalam kondisi bagian dari pemerintah dibutuhkan untuk
apa pun perawatan anak berfokus pada pembuatan kebijakan yang terkait dengan
family center care. Ada kebutuhan khusus penerapan telemedicine baik terkait dengan
yang harus difasilitasi oleh petugas perbaikan infrastruktur di berbagai daerah
kesehatan pada keluarga dengan anak life- rural dan pengembangan program
limmiting illness yaitu proses berduka, pelatihan untuk man powernya. Teknologi
kelelahan, dan kemungkinan isolasi (Ward, telemedicine membuat pelayanan tenaga
Glass, & Ford, 2014). keseahatan lebih dekat ke area terpencil
Home telemedicine bisa diterapkan yang jauh dari pelayanan kesehatan khusus
dan terbukti efektif untuk mengkaji paliatif.
kebutuhan klinis klien. Kebutuhan klinis
359
Ketersediaan Skype dan aplikasi lain memonitor kliennya meskipun berada di
yang bisa untuk audio visual, bisa tempat yang jauh
dijadikan solusi telemedicine untuk
Daftar Pustaka
diterapkan di derah terpencil atau
pedalaman (Bhowmik et al., 2013). Home 1. American Academy of Paediatrics,
telehealth trial juga diterapkan di daerah Committee on Bioethics and
terpencil dan pedalaman di negara Inggris Committee on Hospital Care. (2000).
yang bekerja sama antara Departement of Palliative care for children. Pediatrics,
Broadband, Communication and Digital 106, 351.
Economy dengan The Hunter New Englad 2. Ball, J., Blinder, R., Cowen, K.
Local Helath District (HNELHD) dengan (2012). Principles of pediatric
menggunakan iPad (menggunakan aplikasi nursing: Caring for children (5th ed.).
Scopia V3 Mobile) yang di dalamnya New Jersey: Pearson Education Inc.
sudah berisi beberapa folder seperti 3. Bhowmik, D., Duraivel, S., Sing,
komunikasi, relaksasi, kognitif, edukasi, R.K., & Kumar, S. (2013).
dll, yang bisa digunakan untuk Telemedicine: An innovating health
videoconfering dan terbukti projek ini care system in India. The Pharma
berhasil untuk memberikan pendidikan Innovation Journal, 2(4). Retrived
kesehatan dan mengurangi isolasi sosial from: www.thepharmajournal.com
untuk kasus pediatric palliative care 4. Bradford, N.K, Armfield, N.R.,
(Katalininic, Young, & Dolan, 2013). Young, J, Herbert, A., Mott, C., &
Teknologi informatik dalam Smith, A.C. (2014). Principles of
pelayanan kesehatan memiliki dampak pediatric palliative care consultation
yang besar pada peningkatan proses can be achieved with home
kualitas dan outcome kualitas pelayanan telemedicine. Journal of Telemedicine
kesehatan. Kebutuhan akan penggunaan and Telehealth Care, 20(7), 360-364.
teknologi informasi menjadi sangat penting doi: 10.1177/1357633X14552370
dalam bidang kesehatan khususnya 5. Bradford, N.K, Armfield, N.R.,
keperawatan karena teknologi dapat Young, J, & Smith, A.C. (2014).
menciptakan lingkungan yang aman untuk Paediatric palliative care by video
praktik keperawatan. Teknologi bisa consultation at home; A cost
digunakan sebagai akses untuk konsultasi minimization analysis. BMC Health
dan home monitoring sehingga membantu Services Research, 14(328). Retrieved
pasien mengurangi durasi hospital stay. from:
Dalam berespon terhadap anak yang http://www.biomedcentral.com/1472-
menderita penyakit kronis atau 6963/14/328
ketidakmampuan, orang tua dapat 6. Bradford, N., Armfield, N.R., Young,
dipengaruhi oleh perasaan tidak adekuat J, & Smith, A.C. (2013). The case for
dan kegagalan, tuntutan pada waktu, home based telehealth in pediatric
energi, dan sumber keuangan yang palliative care: A systemic review.
berlebihan. Untuk membantu orang tua BMC Palliative Care, 12(4). Retrived
menghadapi kondisi ini, perawat harus from:
memberikan dukungan humanistik, http://www.biomedcentral.com/1472-
memberikan perhatian, memfasilitasi 684X/12/4
komunikasi. Melalui bantuan teknologi 7. Bradford, N., Herbert, A., Walker, R.,
telemedicine tentu hal ini akan sangat Anne-Pederson, L., Hallahan, A.,
membantu dunia keperawatan untuk Irving, H., …….. Smith, A.C. (2010).
semakin memberikan pelayanan yang Home telemedicine for paediatric
berkulitas dan efsisien, memudahkan palliative care. IOS Press. doi:
10.3233/978-1-60750-659-1-10

360
8. Bradford, N., Young, J., Armfield, management: A systematic literature
N.R., Bensink, M.E., Anne-Pederson, review. Health Informatics Journal,
L., Herbert, A, & Smith, A.C. (2012). 15, 122-146.
A pilot study of the effectiveness of 16. Hain, R., Heckford, E, & McCulloh,
home teleconsultations in paediatric R. (2012). Paediatric palliative
palliative care. Journal of medicine in the UK: past, present,
Telemedicine & Telecare, 18, 438- future. Archives of Diseases in
442. doi:10.1258/jtt.2012.GTH103 Childhood, 97, 381-384.
9. Bradford, N.K., Young, J., Armfield, 17. Hewitt-Taylor, J. (2012). Planning the
N.R., Herbert, A., & Smith, A.C. transition of children with complex
(2014). Home telehealth and paediatric needs from hospital to home. Nursing
palliative care: Clinician perceptions Children and Young People, 24(10),
of what is stopping us? BMC 28-35.
Palliative Care, 13(29). Retrieved 18. Horridge, K. (2011). Dying, death,
from: disable children and young people:
http://www.biomedcentral.com/1472- How might we be better prepared?
684X/13/29 Child Care Health and Development,
10. Ching-Chi, N., & Demiris, G. (2015). 38, 3-5.
A systemic review of telehealth tools 19. Katalinic, O., Young, A., & Dolan, D.
and intervention to support family (2013). Case study: The interact home
caregivers. Journal of Telemedicine telehealth project. Journal of
and Telecare, 21(1), 37-44. doi: Telemedicine and Telecare, 19(7),
10.1177/1357633X14562734 418-424. doi:
11. Elias, E.R., & Murphy, N.A. (2012). 10.1177/1357633X13506513
Home care of children and youth with 20. Kidd, L., Cayless, S., Johnson, B., &
complex health care needs and Wengstrom, Y. (2010). Telehealth in
technology dependences. Pediatric, palliative care in the UK: A review of
129(5), 996-1005. evidence. Journal of Telemedicine and
12. Ertmann, R., Reventlow, S., & Telecare, 16, 394-402. doi:
Soderstrom, M. (2011). Is my child 10.1258/jtt.2010.091108
sick? Parent’s management of signs 21. Knapp, C.A., Madden, V.L., Wang,
illness and experiences of the medical H., Kassing, K., Curtis, C.M., Sloyer,
encounter: Parents of recurrently sick P.j, & Shenkman, E.A. (2009). Effect
children urge for more cooperation. of pediatric palliative care program on
Scandinavian Journal of Primary nurses’ referral preferences. Journal of
Health Care, 2, 23-27. Palliative Medicine, 12(12), 1131-
13. Estrin, D. (2010). Participatory 1136. doi:10.1089/jpm.2009.0146
sensing: Applications and architecture. 22. Law, J., McCann, D., & O’May, F.
IEEE Internet Computing, 14(1), 12- (2011). Managing change in the care
14. of children with complex needs:
14. Foster, T.L., Lafond, D.A., Reggio. C., Health care providers perspective.
& Hinds, P.S. (2010). Pediatric Journal of Advanced Nursing, 67(12),
palliative care in childhood cancer 2551-1560.
nursing: From diagnosis to cure or 23. Morgan, G., Craig B., Grant, B.,
end-of-life. Seminar in Oncology Sands, A., Doherty, N., & Casey, F.
Nursing, 26, 205. (2008). Home videoconferencing for
15. Gaikwad, R., & Warren, J. (2009). patient with sever congenital heart
The role of homebased information diseases following discharge.
and communivations technology Congenital Heart Diseases, 3, 317-
interventions in chronic diseases 384.

361
24. Oliver, D.P., Demiris, G., Wittenberg-
Lyles, E., Washington, K., & Porock,
D. (2010). Recruitment challenges and
strategies in a home based telehealth
study. Telemedicine and e-Health,
16(7), 839-843. doi:
10.1089/tmj.2010.0017
25. Stayer, D. (2012). Pediatric palliative
care: A conceptual analysis for
pediatric nursing practice. Journal of
Pediatric Nursing, 27, 350-356.
doi:10.1016/j.pedn.2011.04.031
26. Stephenson, J (2000). Palliative and
hospice care needed for children with
life-threatening conditions. Journal of
the American Medical Association,
284, 2437.
27. Ward, C., Glass, N., & Ford, N.
(2014). Care in home for seriously ill
children with complex needs: A
narrative literature reviews. Journal
Child Health Care, 1(8). doi:
10.1177.1367493514538327
28. Whiting, M. (2013). Impact, meaning,
and need for help and support: The
experience of parents caring for
children with disabilities, life-
limiting/life threatening illness or
technology dependence. Journal of
Child Health Care, 17(1), 92-108.

29. Wong, D.L., Hockenberry-Eaton, M.,


Wilson, D., Winkelstein, M. L.,
Schwartz, P. (2009). Wong’ essentials
of pediatric nursing (7th ed.). St. Louis:
Mosby, Inc.
30. World Health Organisation/WHO.
(2010). Wanted: 24 millions nurses,
and that;s just in India. Retrieved
from:
http://www.whoint/bulletin/volumes/8
8/5/10-020510/en/index.html

362

Anda mungkin juga menyukai