Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN DIAGNOSA CIDERA KEPALA RINGAN

CI : ANGGARA DWI, S.ST, M.Kes

DISUSUN OLEH

NAMA : AYU LARASSATI

NIM : 04164345

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL

YOGYAKARTA

2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dan resume pada Tn. D dengan tindakan “Debridment” di ruang IBS
RSUD dr. R. Soetrasno Rembang yang telah disusun oleh :

Nama : Ayu Larassati

NIM : 04.16.4345

Sebagai salah satu tugas Masa Orientasi Praktik Klinik yang telah diperiksa dan disetujui
oleh pembimbing

Rembang, 02 Februari 2019

Pembimbing Praktikan

ANGGARA DWI, S.ST, M.Kes AYU LARASSATI


LAPORAN PENDAHULUAN DHF

A. DEFINISI
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorhagic
fever//DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disetai leucopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan
plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit) atau
penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock
syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok
(Sudoyo Aru, dkk 2009)

Dengue Haemorhagic Fever adalah penyakit yang menyerang anak dan orang
dewasa yang disebabkan oleh virus dengan manifestasi berupa demam akut,
perdarahan, nyeri otot dan sendi. Dengue adalah suatu infeksi Arbovirus (Artropod
Born Virus) yang akut ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegepty atau oleh Aedes
Albopictus (Titik Lestari, 2016)

Dengue Hemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue yang ditularkan oleh gigitan nyamuk aedes aegypti dan aedes albopictus.
Virus ini akan mengganggu kinerja darah kapiler dan sistem pembekuan darah,
sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan. Penyakit ini banyak ditemukan di
daerah tropis, seperti Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika, termasuk diseluruh
pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 m
diatas permukaan air laut. Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak
manusia dengan manusia. Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya
dapat ditularkan melalui nyamuk (Prasetyono 2012).

B. ETIOLOGI
Pada umumnya masyarakat kita mengetahui penyebab dari Dengue
Haemoragic Fever adalah melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Virus Dengue
mempunyai 4 tipe, yaitu : DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4, yang ditularkan
melalui nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk ini biasanya hidup dikawasan tropis dan
berkembang biak pada sumber air yang tergenang. Keempatnya ditemukan di
Indonesia dengan DEN-3 serotipe terbanyak. Infeksi salah satu serotip akan
menimbulkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe yang lain sangat kurang,
sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe yang
lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3
atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan
diberbagai daerah di Indonesia (Sudoyo dkk. 2010).

Virus Dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap


inaktivitas oleh distiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 700C. Keempat tipe
tersebut telah ditemukan pula di Indonesia dengan tipe DEN 3 yang paling banyak
ditemukan (Hendarwanto 2010).

C. PATOFISIOLOGI

Virus dengue yang telah masuk ke tubuh akan menimbulkan demam karena
proses infeksi. Hal tersebut akan merangsang hipotalamus sehingga terjadi
termoregulasi yang akan meningkatkan reabsorsi Na dan air sehingga terjadi
hipovolemi, selain itu juga terjadi kebocoran plasma karena terjadi peningkatan
permeabilitas membran yang juga mengakibatkan hipovolemi, syok dan jika tak
teratasi akan terjadi hipoksia jaringan yang dapat mengakibatkan kematian.
Selain itu kerusakan endotel juga dapat mengakibatkan trombositopenia yang akan
mengakibatkan perdarahan, dan jika virus masuk ke usus akan mengakibatkan
gastroenteritis sehingga terjadi mual dan muntah.

D. MANIFESTASI KLINIK
1. Demam dengue

Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua lebih
manifestasi klinis sebagai berikut :

- Nyeri kepala
- Nyeri retro-orbital
- Mialgia / artralgia
- Ruam kulit
- Manifestasi perdarahan(petekie atau uji bending positif)
- Leucopenia
- Pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan DD/DBD yang sudah
dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
2. Demam berdarah dengue

Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah
ini dipenuhi

a. Demam atau riwayat demam akut 2-7 hari, biasanya bersifat bifasik.

b. Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa :

- Uji tourniquet positif


- Petekie, ekimosis, atau purpura
- Perdarahan mukosa (epitaksis, perdarahan gusi), saluran cerna,tempat bekas
suntik.
- Hematemesis atau melena
c. Trombositopenia <100.00/ul

d. Kebocoran plasma yang ditandai dengan:

- Peningkatan nilai hematokrit ≥20% dari nilai baku sesuai umur dan jenis
kelamin.
- Penurunan nilai hematokrit ≥20% setelah pemberian cairan yang adekuat
e. Tanda kebocoran plasma seperti :

- Hipoproteinemia
- Asites
- Efusi pleura
3. Sindrom syok dengue

Seluruh kriteria DBD diatas ditandai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu:

- Penurunan kesadaran, gelisah


- Nadi cepat, lemah
- Hipotensi
- Tekanan darah turun <20mmHg
- Perfusi perifer menurun
- Kulit dingin, lembab.
(Wiwik dan Hariwibowo, 2008)

E. PENATALAKSANAAN
1. Medis
a. Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien dehidrasi dan
haus. Pasien diberi banyak minum yaitu 1,5 – 2 liter dalam 24 jam. Keadaan
hiperpireksia diatasi dengan obat antipiretik. Jika terjadi kejang diberikan
antikonvulsan. Luminal diberikan dengan dosis : anak umur < 12 bulan 50 mg
IM, anak umur > 1tahun 75 mg. Jika kejang lebih dari 15 menit belum berhenti
luminal diberikan lagi dengan dosis 3 mg/kgBB. Infus diberikan pada pasien
DHF tanpa renjatan apabila pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan
minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi dan hematokrit yang cenderung
meningkat.
b. Pasien mengalami syok segera segera dipasang infus sebagai pengganti cairan
hilang akibat kebocoran plasma. Cairan yang diberikan biasanya RL, jika
pemberian cairan tersebut tidak ada respon diberikan plasma atau plasma
ekspander banyaknya 20 – 30 mL/kg BB. Pada pasien dengan renjatan berat
pemberian infus harus diguyur. Apabila syok telah teratasi, nadi sudah jelas
teraba, amplitude nadi sudah cukup besar, maka tetesan infus dikurangi menjadi
10 mL/kg BB/jam (Ngastiyah 2009).
c. Cairan (Rekomendasi WHO, 2009)
1) Kristaloid
 Larutan Ringer Laktat (RL) atau Dextrose 5% dalam larutan Ringer Laktat
(D5/RL).
 Larutan Ringer Asetat (RA) atau Dextrose 5% dalam larutan Ringer Asetat
(D5/RA).
 Larutan Nacl 0,9% (Garal Faali + GF) atau Dextrose 5% dalam larutan Faali
(d5/GF).
2) Koloid
 Dextran 40
 Plasma
2. Keperawatan
a) Derajat I
Pasien istirahat, observasi tanda-tanda vital setiap 3 jam, periksa Ht, Hb dan
trombosit tiap 4 jam sekali. Berikan minum 1,5 – 2 liter dalam 24 jam dan
kompres hangat.
b) Derajat II
Segera dipasang infus, bila keadaan pasien sangat lemah sering dipasang
pada 2 tempat karena dalam keadaan renjatan walaupun klem dibuka tetesan
infus tetap tidak lancar maka jika 2 tempat akan membantu memperlancar.
Kadang-kadang 1 infus untuk memberikan plasma darah dan yang lain cairan
biasa.
c) Derajat III dan IV
- Penggantian plasma yang keluar dan memberikan cairan elektrolit (RL)
dengan cara diguyur kecepatan 20 ml/kgBB/jam.
- Dibaringkan dengan posisi semi fowler dan diberikan O2.
- Pengawasan tanda – tanda vital dilakukan setiap 15 menit.
- Pemeriksaan Ht, Hb dan Trombosit dilakukan secara periodik.
- Bila pasien muntah bercampur darah perlu diukur untuk tindakan
secepatnya baik obat – obatan maupun darah yang diperlukan.
Makanan dan minuman dihentikan, bila mengalami perdarahan
gastrointestinal biasanya dipasang NGT untuk membantu pengeluaran darah
dari lambung. NGT bisa dicabut apabila perdarahan telah berhenti. Jika
kesadaran telah membaik sudah boleh diberikan makanan cair.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah
a. Pada kasus DHF yang dijadikann pemeriksaan penunjang yaitu menggunakan
darah atau disebut lab serial yang terdiri dari hemoglobin, PCV, dan trombosit.
Pemeriksaan menunjukkan adanya tropositopenia (100.000 / ml atau kurang) dan
hemotoksit sebanyak 20% atau lebih dibandingkan dengan nilai hematoksit pada
masa konvaselen.
b. Hematokrit meningkat > 20 %, merupakan indikator akan timbulnya renjatan.
Kadar trombosit dan hematokrit dapat menjadi diagnosis pasti pada DHF dengan
dua kriteria tersebut ditambah terjadinya trombositopenia, hemokonsentrasi serta
dikonfirmasi secara uji serologi hemaglutnasi (Brasier dkk 2012).
c. Leukosit menurun pada hari kedua atau ketiga
d. Hemoglobin meningkat lebih dari 20 %
e. Protein rendah
f. Natrium rendah (hiponatremi)
g. SGOT/SGPT bisa meningkat
h. Asidosis metabolic
i. Eritrosit dalam tinja hampir sering ditemukan
2. Urine

Kadar albumin urine positif (albuminuria) (Vasanwala, 2012) Sumsum tulang pada
awal sakit biasanya hiposeluler, kemudian menjadi hiperseluler pada hari ke 5 dengan
gangguan maturasi dan pada hari ke 10 sudah kembali normal untuk semua system

3. Foto Thorax

Pada pemeriksaan foto torax dapat ditemukan efusi pleura. Umumnya posisi
lateral dekubitus kanan (pasien tidur disisi kanan) lebih baik dalam mendeteksi cairan
dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.

4. USG

Pemeriksaan USG biasanya lebih disukai dan dijadikan pertimbangan karena tidak
menggunakan sistem pengion (sinar X) dan dapat diperiksa sekaligus berbagai organ
pada abdomen. Adanya acites dan cairan pleura pada pemeriksaan USG dapat
digunakan sebagai alat menentukan diagnosa penyakit yang mungkin muncul lebih
berat misalnya dengan melihat ketebalan dinding kandung empedu dan penebalan
pankreas

5.Diagnosis Serologis

a. Uji Hemaglutinasi (Uji HI)


Tes ini adalah gold standart pada pemeriksaan serologis, sifatnya sensitif namun
tidak spesifik. Artinya tidak dapat menunjukkan tipe virus yang menginfeksi.
Antibodi HI bertahan dalam tubuh lama sekali (<48 tahun) sehingga uji ini baik
digunakan pada studi serologi epidemiologi. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer
konvalesen 4x lipat dari titer serum akut atau tinggi (>1280) baik pada serum akut
atau konvalesen dianggap sebagai pesumtif (+) atau diduga keras positif infeksi
dengue yang baru terjadi (Vasanwala dkk. 2012).
b. Uji komplemen Fiksasi (uji CF)
Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya rumit dan butuh
tenaga berpengalaman. Antibodi komplemen fiksasi bertahan beberapa tahun saja
(sekitar 2-3 tahun).
a. Uji Neutralisasi Uji ini paling sensitif dan spesifik untuk virus dengue. Dan
biasanya memakai cara Plaque Reduction Neutralization Test (PNRT)
(Vasanwala dkk. 2012)
c. IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA)
Banyak sekali dipakai, uji ini dilakukan pada hari ke 4-5 infeksi virus dengue
karena IgM sudah timbul kemudian akan diikuti IgG. Bila IgM negatif maka uji harus
diulang. Apabila sakit ke-6 IgM masih negatif maka dilaporkan sebagai negatif. IgM
dapat bertahan dalam darah sampai 2-3 bulan setelah adanya infeksi (Vasanwala dkk.
2012)
d. Identifikasi Virus
Cara diagnostik baru dengan reverse transcriptase polymerase chain reaction
(RTPCR) sifatnya sangat sensitif dan spesifik terhadap serotype tertentu, hasil cepat
dan dapat diulang dengan mudah. Cara ini dapat mendeteksi virus RNA dari specimen
yang berasal dari darah, jaringan tubuh manusia, dan nyamuk (Vasanwala dkk. 2012).
G. PATHWAY
H. ASKEP TEORI DHF
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama dan hal penting dilakukan oleh
perawat. Hasil pengkajian yang dilakukan perawat berguna untuk menentukan
masalah keperawatan yang muncul pada pasien. Konsep keperawatan anak pada
klien DHF menurut Ngastiyah (2009) yaitu :

a. Pengkajian

1. Identitas pasien Keluhan utama


2. Riwayat penyakit sekarang
3. Riwayat penyakit dahulu
4. Riwayat tumbuh kembang, penyakit yang pernah diderita, apakah pernah
dirawat sebelumnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang pernah mengalami kejang demam, apakah
ada riwayat penyakit keturunan, kardiovaskuler, metabolik, dan sebagainya.
6. Riwayat psikososial
Bagaimana riwayat imunisasi, bagaimana pengetahuan keluarga mengenai
demam serta penanganannya.

a. Data subyektif

Merupakan data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau


keluarga pada pasien DHF, data subyektif yang sering ditemukan antara lain :

1. Panas atau demam


2. Sakit kepala
3. Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.
4. Lemah
5. Nyeri ulu hati, otot dan sendi
6. Konstipasi
b. Data obyektif
Merupakan data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat pada
keadaan pasien. Data obyektif yang sering ditemukan pada penderita DHF antara
lain:

1. Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor


2. Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+), epistaksis,
ekimosis,hematoma, hematemesis, melena
3. Hiperemia pada tenggorokan
4. Nyeri tekan pada epigastrik
5. Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa
6. Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas
dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.
7. Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan

2. Diagnosa Keperawatan

Beberapa diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien DHF (Nanda, 2015).

a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat


spasme otot-otot pernafasan, nyeri, hipoventilasi.
b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kebocoran
plasma darah.
d. Nyeri akut berhubungan dengan cidera biologis (penekanan intra abdomen)
e. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler
ke ekstravaskuler.
f. Resiko syok (hipovolemik)
g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.
h. Resiko perdarahan
3. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan pada pasien anak dengan penyakit DHF (Nanda, 2015)

Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue

1. Tujuan : Suhu tubuh anak dalam rentang normal


2. Kriteria :
- Suhu tubuh antara 36 – 37°C
- Nadi dan respirasi dalam rentang normal
- Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
3. Intervensi dan rasional :

a. monitor suhu tubuh pasien sesering mungkin


Rasional : mengetahui peningkatan suhu tubuh, memudahkan intervensi
b. monitor warna dan suhu kulit
Rasional : mengetahui keadaan umum pasien
c. Anjurkan anak untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap
keringat
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap
keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.
d. Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam
sekali atau sesuai indikasi
Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan
cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk
mengetahui keadaan umum pasien.
e. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat antipiretik sesuai
program.
Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien anak dengan suhu
tubuh yang tinggi. Obat antipiretik untuk menurunkan panas tubuh pasien.
DAFTAR PUSTAKA

 Retno anggun_“laporan pendahuluan DHF”_academi.edu_di akses pada 01


januari 2018
 https://www.academia.edu/15652828/ASKEP_DHF_KMB,diakses pada 22
Januari 2019
 Handayani suraidha_ASKEP_DBD_Academia.edu, di akses pada 01 januari
2019

Anda mungkin juga menyukai