Anda di halaman 1dari 6

Tugas Resume Ilmu Teknologi Reproduksi

PARTUS, POST PARTUS, LAKTASI, SERTA


KELAKUAN REPRODUKSI PADA JANTAN DAN BETINA

ANDI AZIFAH CAHYANI


O111 16 003

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
1. Partus
Partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsep yang di dapat dari dalam
uterus melalui vagina ke dunia luar. Hormon progesteron dihasilkan oleh corpus
luteum dan plasenta. Hormon progesteron penting dalam mempersiapkan uterus untuk
melakukan implantasi,memelihara kebuntingan dan mengatur organ reproduksi,
dengan demikian progesteron sangat esential selama kebuntingan. Menjelang partus
meningkatnya glukokortikoid menyebabkan penekanan produksi progesteron dan
meningkatkan produksi estrogen yang berakibat pada terjadinya kelahiran.
Pada saat partus estrogen menyebabkan relaksasi saluran kelahiran terutama
vagina dan cervix.Sintesis estrogen berasal dari kolesterol. Inaktivasi estrogen
membentuk glukoronida dan sulfat dan masuk dalam empeduhati, kemudian masuk
intestin untuk di eleminasi atau diresorbsi kembali melalui sistem enterohepatik.
Hormon ini tidak disimpan, dieleminasi melalui urin dan feses. Estrogen sama seperti
kortisol bekerja memblok responsimun seluler terhadap antigen in vitrojuga
menghambat proliferasi limfosit.
Hormon estrogen meningkat pada saat partus dan berfungsi di dalam
meningkatkan aliran darah ke dalam uterus. Disamping itu juga tingginya hormon ini
saat partus membantu tubuh dalam melakukan eleminasi terhadap masuknya kuman
infeksi ke dalam uterus, serta membantu terjadinya kontraksi sehingga kelahiran dapat
terjadi.
Prostaglandin penting saat partus, terjadi peningkatan empat jam sebelum
partus pada kambing dan domba. Hormon ini dihasilkan oleh plasenta atau
endometrium.Meningkatnya ACTH pada kelenjar adrenal fetus penting dalam
membantu terjadinya proses kelahiran. Prostaglandin mampu bersifat luteolitik dan
menyebabkan kontraksi miometrium, juga terlibat dalam proses dilatasi cervix,
menghambat produksi progesteron oleh plasenta.Prostaglandin menyebabkan
dilepaskannya hormon relaksin dan oksitoksin. Relaksin dihasilkan oleh ovarium dan
plasenta, menyebabkan terjadinya relaksasi pelvis dan dilatasi cervix uteri,
menghambat kontraksi miometrium. Oxytocin sejumlah kecil disekresikan pada awal
partus saat terjadinya dilatasi cervix, kemudian nyata meningkat pada tahap PGF2a
partus. Oxytocin dihasilkan oleh neurohipofisis dan pada saat partus berperan dalam
membantu kontraksi uterus.

2. Post partum
Masa puerpurium atau postpartum pada hewan adalah periode tertentu setelah
hewan mengalami partus atau melahirkan. Pada periode ini normalnya induk hewan
akan mengalami apa yang disebut dengan involusi uterus, yaitu proses uterus untuk
kembali ke struktur seperti semula. Namun ada kalanya masa puerpurium tidak
berjalan normal karena terjadinya suatu gangguan. Salah satu gangguan tersebut
adalah prolapsus uteri.
Selama kehamilan, kadar estrogen (estradiol,estriol, dan estron) dan
progesteron meningkat akibat dari plasenta yang memproduksi hormon tersebut.
Akibat dari kelahiran plasenta saat persalinan, kadar estrogen dan progesteron
menurun tajam, mencapai kadar sebelum kehamilan pada hari ke 5. Kadar dari beta-
endorfin, human chorionic gonadotropin (HCG), dan kortisol yang meningkat saat
kehamilan dan mencapai kadar maksimal saat menjelang aterm juga mengalami
penurunan saat persalinan. Kadar estrogen yang tinggi selama kehamilan merangsang
produksi dari thyroid hormone-binding globulin, mengikat T3 (triiodothyronine) dan
T4 (thyroxine), sehingga kadar T3 dan T4 bebas menurun. Sebagai konsekuensinya,
thyroid-stimulating hormone (TSH) meningkat untuk mengkompensasi rendahnya
kadar hormon tiroid bebas, sehingga kadar T3 dan T4 bebas tetap normal. Dengan
menurunnya kadar thyroid hormone-binding globulin setelah persalinan, kadar total
T3 dan T4 menurun, sedangkan kadar T3 dan T4 bebas relatif konstan.17,18
Estradiol dan estriol merupakan bentuk aktif dari estrogen yang dibentuk oleh
plasenta, dan meningkat selama kehamilan 100 dan 1000 kali lipat. Akibat sintesis
estradiol berasal dari aktifitas metabolism hati janin, konsentrasi saat kehamilan
sangat tinggi. Berdasarkan percobaan pada hewan, estradiol menguatkan fungsi
neurotransmitter melalui peningkatan sintesis dan mengurangi pemecahan serotonin,
sehingga secara teoritis penurunan kadar estradiol akibat persalinan berperan dalam
menyebabkan depresi pasca persalinan
Sapi dengan abnormalitas postpartum seperti hypocalcemia, distokia dan
RFM lebih beresiko terhadap infeksi uterus dibanding dengan sapi normal.
Manajemen sanitasi, nutrisi, menjaga kepadatan populasi dan pencegahan stress harus
ditingkatkan untuk mencegah kasus infeksi. Kebersihan kandang saat melahirkan,
prosedur aseptis untuk penanganan distokia sangat dibutuhkan. Kontaminasi
lingkungan oleh mikroorganisme patogen menimbulkan infeksi saluran reproduksi
selama 2-3 bulan postpartus. Sapi dengan gejala infeksi saluran reproduksi dipisahkan
ke kandang isolasi. Pemberian ceftiofur sistemik yang berhubungan dengan distokia,
RFM, atau keduanya mengurangi kejadian metritis hingga 70% dibandingkan dengan
sapi yang tanpa dilakukan pemberian antibiotik.

3. Laktasi
Proses produksi, sekresi, dan pengeluaran ASI dinamakan laktasi.Pengaruh Hormonal Mulai
dari bulan ketiga kehamilan, tubuh betina memproduksi hormon yang menstimulasi munculnya ASI
dalamsistem ambing:Progesteron: mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran alveoli. Tingkat
progesteron dan estrogen menurun sesaatsetelah melahirkan. Hal ini menstimulasi produksi secara
besar-besaran.Estrogen: menstimulasi sistem saluran ASI untuk membesar. Tingkat estrogen
menurun saat melahirkan dan tetaprendah untuk beberapa bulan selama tetap menyusui. Karena itu,
sebaiknya ibu menyusui menghindari KBhormonal berbasis hormon estrogen, karena dapat
mengurangi jumlah produksi ASI.Follicle stimulating hormone (FSH)Luteinizing hormone
(LH)Prolaktin: berperan dalam membesarnya alveoil dalam kehamilan.Oksitosin: mengencangkan
otot halus dalam rahim pada saat melahirkan dan setelahnya, seperti halnya juga dalamorgasme.
Setelah melahirkan, oksitosin juga mengencangkan otot halus di sekitar alveoli untuk memeras
ASImenuju saluran susu. Oksitosin berperan dalam proses turunnya susu let-down / milk ejection
reflex.Human placental lactogen (HPL): Sejak bulan kedua kehamilan, plasenta mengeluarkan
banyak HPL, yang berperandalam pertumbuhan ambing, puting, dan areola sebelum
melahirkan.Pada bulan kelima dan keenam kehamilan, ambing siap memproduksi ASI. Namun, ASI
bisa juga diproduksi tanpakehamilan (induced lactation).
Faktor yang mempengaruhi produksi susu adalah faktor genetik dan
lingkungan. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan produksi susu sapi
yaitu dengan meningkatkan mutu genetik dari sapi perah yang ada di Indonesia.
Proses seleksi memerlukan pencatatan (Recording) terutama catatan produksi susu
yang dicatat setiap hari karena akan menggambarkan produksi susu sebenarnya.
Walaupun kadar serat kasar ransum merupakan faktor penting sebagai karbohidrat
pembentuk asetat yang merupakan metabolit utama pembentuk lemak susu, tetapi
para ahli Ilmu Nutrisi Ruminansia cenderung lebih memperhatikan nisbah antara
asetat (C2) dan propionat (C3). Nisbah C2 : C3 biasa dipergunakan sebagai tolok ukur
efesiensi alokasi penggunaan energi pada ternak ruminansia.

4. Kelakuan Kelamin Jantan dan Betina


Hormon steroid gonad mempengaruhi perilaku seksual hewan melalui dua
cara utama. Selama perkembangan mereka mempengaruhi diferensiasi otak (terutama
pada jantan), dan setelah pubertas, konsentrasi steroid yang beredar mempengaruhi
ekspresi perilaku seksual. Pada mamalia, perilaku seksual wanita dianggap sebagai
bawaan (independen dari steroid yang disekresikan oleh ovarium berkembang).
Jantan, di sisi lain, harus menjalani diferensiasi aktif yang dibawa oleh tindakan
steroid testis pada otak selama periode sensitif diskrit perkembangan awal.
Diferensiasi seksual pada mamalia disebut sebagai proses defeminisasi dan
maskulinisasi. Defeminisasi adalah hilangnya ciri-ciri perilaku yang melekat pada
betina dan terjadi sebelum lahir di domba tetapi postnatal pada babi. Data komparatif
kurang untuk ternak, tetapi bukti awal menunjukkan prenatal defeminisasi perilaku
seksual. Masculinization adalah akuisisi ciri-ciri perilaku karakteristik jantan. Betina
dewasa dari ketiga spesies menunjukkan perilaku yang meningkat setelah pengobatan
jangka panjang dengan testosteron, dan pada sapi dan babi, ada, belum, tidak ada
bukti kuat bahwa jantan menjalani maskulinisasi perilaku seksual. Pada domba,
observasi terbatas menunjukkan dua periode sensitif untuk maskulinisasi; satu
prenatal dan satu postnatal.
a. Kelamin Jantan
Tingkah laku pejantan dalam kopulasi atau libido merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi kinerja reproduksi seekor pejantan. Apabila seekor pejantan
mempunyai libido yang rendah maka pejantan tersebut mempunyai kinerja
reproduksi yang kurang efisien. Libido ditunjukkan dengan waktu yang
diperlukan sejak dimulai percumbuan dengan betina pemancing sampai terjadinya
ejakulasi. Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja reproduksi pejantan
adalah kinerja seksual (sexual performance) yang meliputi kemampuan kawin
(serving capacity) dan libido (sexual drive). Libido dan kemampuan kawin ternak
jantan berhubungan erat dengan efisiensi pejantan dalam melakukan perkawinan
(Herdis,2012).
b. Kelamin Betina
Birahi merupakan manivestasi dalam bentuk tingkah laku seksual yang terjadi
sebagai respon dari ternak betina. Tanda-tanda birahi antara lain keluar lendir
bening dari vulva, gelisah, berusaha menaiki sapi lain, vulva bengka k berwarna
merah, berusaha menaiki sapi lain dan menggosokkan badannya ke sapi lain.
Tingkah laku sapi betina yang birahi ditandai dengan gelisah, memisahkan diri
dari kelompok, pergerakan telinga lebih aktif, menaiki sapi lain, terlihat lendir
transparan di vulva, vulva bengkak serta nafsu makan menurun (Mardiansyah et
al., 2016).
DAFTAR PUSTAKA

D'Occhio MJ, and Ford JJ. 1989. Differentiation of sexual behavior in cattle, sheep and
swine. Jurnal Animal Science. Jul;67(7):1816-23.

Herdis. pengaruh waktu penampungan semen terhadap gerakan massa spermatozoa dan
tingkah laku kopulasi pejantan domba garut. Jurnal Sains dan Teknologi
Indonesia Vol. 14, No. 1, April 2012 Hlm.38-43.

Mardiansyah.,EnnyYuliani, SugengPrasetyo. 2016. Respon Tingkah Laku Birahi, Service Per


Conception,Non Return Rate, Conception Rate pada Sapi Bali Dara dan Induk yang
Disinkronisasi Birahi dengan Hormon Progesteron. Jurnal Ilmu dan Teknolog
iPeternakan Indonesia Volume 2 (1): 134 – 143.

Prasdini, Widya Ayu, Sri Rahayu, Mochammad Sasmito D. 2015. Penentuan Keberhasilan
Involusi Uterus Sapi Perah Friesian Holstein Berdasarkan Kadar Estrogen Setelah
Beberapa Penginjeksian Selenium-Vitamin E. Jurnal Veteriner Vol. 16 No. 3 : 351-
356

Rimbawanto,E.A. dan S.N.O. Suwandyastuti. 2015. Produk Metabolisme Rumen pada Sapi
PerahLaktasi (Rumen metabolism product on lactating dairy cattle). Agripet
Vol15,No. 1.

Sheldon, Martin., Erin J.W, Aleisha N.A.M, Deborah M.N dan Shan H. 2008. Uterine
diseases in cattle after parturition. The Veterinary Journal. No. 176 Vol. 1 Hal:115-
121

Anda mungkin juga menyukai