Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH TOKSIKOLOGI

“Reaksi Warna Analisa Toksikologi”

DISUSUN OLEH:

M.Anjas Andreansyah (1634012)

DOSEN PEMBIMBING:

Rosnita Sebayang, SKM., M.kes

UNIVERSITAS KATOLIK MUSI CHARITAS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI DIV ANALIS KESEHATAN

PALEMBANG TAHUN 2018


A. Pengertian Reaksi Warna

Reaksi warna adalah prosedur kimia dalam pengujian senyawa


dengan menggunakan pereaksi dengan mengamati warna yang terbentuk
atau perubahan warna yang terjadi. Banyak senyawa kimia dapat
memberikan warna tertentu jika berkontak dengan pereaksi tertentu.
Warna yang dihasilkan oleh pereaksi tersebut mungkin spesifik untuk
senyawa tersebut, atau juga tidak. Reaksi warna tidak dapat dijadikan
dasar untuk mengidentifikasi satu senyawa obat, tetapi warna yang
terbentuk mungkin positif terhadap sekelompok senyawa atau positif
terhadap gugus fungsi tertentu, sehingga reaksi warna berhubungan
dengan aspek gugus fungsi dari struktur senyawa obat tersebut.

Yang paling penting dari reaksi warna adalah skrining cepat dari
sampel urine memungkinkan analisa tanpa ekstraksi lebih dahulu.
Toksikolog harus memperhatikan keterbatasan reaksi warna dan sumber-
sumber yang memungkinkan reaksi positif palsu.

B. Faktor Teknis

Senyawa obat yang diduga terdapat dalam sampel didasarkan atas


rumus bangun dari senyawa obat tersebut. Jika dikenal strukturnya maka
dapat diketahui gugus fungsi (golongan) yang terdapat didalamnya,
sehingga pemilihan pereaksi dapat berdasarkan reaksi positif terhadap
gugus fungsi tersebut. Ataupun pemilihan pereaksi warna dapat didasarkan
pada pereksi yang memang spesifik untuk senyawa bersangkutan. Reaksi
warna dapat diterapkan langung pada sampel baik berupa sediaan atau dari
spesimen cairan biologi. Reaksi warna juga digunakan sebagai penampak
noda pada plat KLT atau sebagai uji skrining maupun konfirmasi
menggunakan KLT.
C. Interpretasi reaksi warna
Rentang warna yang dihasilkan oleh rekasi warna yang sangat
terbuka untuk memberikan deskripsi yang subjektif. Rentang warna
tersebut sangat tergantung pada kondisi percobaan, jumlah analit yang
terdapat dalam sampel, dan terdapatnya senyawa lain dalam sampel yang
mungkin menimbulkan reaksi positif atau negatif palsu.
Warna yang ditunjukan dibagi menjadi warna dasar seperti: merah,
oranye, kuning, hijau, biru, ungu, dan ping, coklat, abu-abu, hitam. Biru
yang bervariasi mungkin dihasilkan dua warna seperti merah - coklat, oleh
karena itu perlu dijelaskan perubahan warna yang terbentuk selama
melakukan uji, atau dicatat warna yang dominan muncul merah – coklat
atau terjadi perubahan warna merah → coklat.
Kesimpulan akhir dari reaksi warna harus disertai reaksi
pembandingan, dengan mereaksikan baku pembanding pada kondisi yang
sama. Warna yang dihasilkan harus dicatat apakah dihasilkan oleh bentuk
asam atau bentuk basanya, sebab dalam hal tertentu bentuk asam dan
basanya memberikan warna yang berbeda pada pH yang berbeda. Seperti
contoh senyawa obat dalam bentuk garam hidroklorida biasanya memberi
warna merah dengan uji Mendelin's dan memberi warna biru oleh reagen
Koppayi-Zwikker (sebelum ditambahkan pirolidin). Fenomena ini jika
diterapkan pada materi biologi tidak menimbulkan masalah, tetapi akan
muncul masalah jika diterapkan pada sediaan farmaseutika.

D. Alat pemeriksaan reaksi warna


 Kromatograi Lapis Tipis (KLT)
KLT digunakan untuk memisahkan komponen-komponen
berdasarkan perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam di
bawah gerakan pelarut pengembang (Watson, 2010). KLT sangat
mirip dengan kromatografi kertas, terutama pada cara
pelaksanaannya. Perbedaan nyata terlihat pada fase diamnya atau
media pemisahnya, yakni digunakan lapisan tipis adsorben sebagai
pengganti kertas.
Proses pemisahan dengan kromatografi lapis tipis, terjadi
hubungan kesetimbangan antara fase diam dan fasa gerak, dimana
ada interaksi antara permukaan fase diam dengan gugus fungsi
senyawa organik yang akan diidentifikasi yang telah berinteraksi
dengan fasa geraknya. Kesetimbangan ini dipengaruhi oleh 3
faktor, yaitu: kepolaran fase diam, kepolaran fase gerak, kepolaran
sampel dan ukuran partikel

 Gambar KLT
 Cara Kerja
1. Meneteskan Sampel
Sampel merupakan campuran senyawa yang akan
dipisahkan, dilarutkan dalam zat pelarut yang mudah
menguap, misalnya kloroform atau zat pelarut lain yang
serupa yaitu memiliki titik didih antara 50-100oC. larutan
sampel tersebut diteteskan pada plat dengan menggunakan
pipet mikro atau pipa kapiler. Garis batas bawah kira-kira
1,5-2.0cm dari dasar, jumlah sampel yang diteteskan dapat
berkisar antara 5-100mg dari larutan 0,1%.
2. Pengembangan
Pengembangan dilaksanakan dengan mencelupkan
dasar plat KLT yang telah ditetesi sampel dalam system
pelarut untuk proses pengembangan. Umunya dikerjakan
dalam tempat yang tertutup dalam chamber.
Sebenarnya agak sukar untuk menemuakan system
pelarut yang cocok untuk pengembangan. Pemilihan system
pelarut yang dipakai didasarkan atas prinsip like dissolves
like yang berarti untuk memisahkan sampel yang bersifat
nonpolar digunakan pelarut yang bersifat nonpolar.
Penggunaan system pelarut yang lebih polar akan
membawa semua lipida netral ke ujung zat pelarut (solvent
front).
Proses pengembangan akan lebih baik bila ruangan
pengembangan tersebut telah jenuh dengan uap system
pelarut. Hal ini dapat segera tercapai dengan meletakkan
kertas filter pada dinding pelarutnya dalam chamber
tertutup. Pengembangan dalam ruangan tertutup tersebut
diakhiri setelah ujung zat pada plat telah mencapai kira-kira
¾ tinggi adsorben. Plat KLT-nya kemudian diambil dan
dikeringkan, sebaiknya dengan menggunakan aliran gas
N2.
Fase diam berupa plat yang biasanya disi
dengan silica gel. Sebuah garis pensil digambar dekat
bagian bawah fase diam dan setetes
larutan sampel ditempatkan di atasnya. Sampel ditotol
dengan bantuan pipa kapiler. Garis pada fase diam berguna
untuk menunjukkan posisi asli sampel. Pembuatan garis
harus menggunakan pensil karena jika semua ini dilakukan
dengan tinta, pewarna dari tinta juga akan bergerak sebagai
kromatogram berkembang. Ketika titik campuran kering,
fasa diam diletakkan berdiri dalam gelas tertutup yang telah
berisi fasa gerak dengan posisi fasa gerak di bawah
garis.Gelas yang digunakan tertutup untuk memastikan
bahwa suasana dalam gelas jenuh dengan uap pelarut.
Pelarut (fasa gerak) perlahan-lahan bergerak naik.
Komponen-komponen yang berbeda dari campuran
berjalanan pada tingkat yang berbeda dan campuran
dipisahkan memiliki warna yang berbeda.
Diagram menunjukkan plat setelah pelarut telah
bergerak sekitar setengah jalan. Pelarut diperbolehkan
untuk naik hingga hampir mencapai bagian atas plat yang
akan memberikan pemisahan maksimal dari komponen-
komponen pewarna untuk kombinasi tertentu dari pelarut
dan fase diam.
Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah
pada lapisan tipis lebih baik dikerjakan dengan pereaksi
kimia dan reaksi-reaksi warna. Identifikasi yang
menggunakan harga Rf meskipun harga-harga Rf dalam
lapisan tipis kurang tepat bila dibandingkan pada kertas.
Seperti halnya pada kertas harga Rf didefinisikan sebagai
berikut :
Harga-harga Rf untuk senyawa-senyawa murni
dapat dibandingkan dengan harga-harga standard. Perlu
diperhatikan bahwa harga-harga Rf yang diperoleh berlaku
untuk campuran tertentu dari pelarut dan penyerap yang
digunakan, meskipun daftar dari harga-harga Rf untuk
berbagai campuran dari pelarut dan penyerap dapat
diperoleh (Gritter et al, 1991).

 Faktor-faktor yang perlu diperhatikan pada KLT


1) KLT seperti metode kromatografi lainnya adalah metode
pembandingan. Untuk identifikasi suatu senyawa haruslah
digunakan senyawa pembanding dan tidak dapat digunakan
harga Rf yang ada dalam pustaka.
2) Jika suatu sampel yang tidak diketahui memberikan satu noda
setelah pengembangan dengan sistem pelarut tertentu, belum
berarti bahwa sampel hanya mengandung satu senyawa. Untuk
memastikan harus dilakukan pengembangan dengan sistem
pelarut yang lainnya atau digunakan metode pengembang
lainnya.
3) Jika suatu senyawa yang tidak diketahui menunjukkan harga Rf
yang sama dengan senyawa pembanding, belum berati bahwa
kedua zat tersebut adalah identik. Untuk memastikan maka
harus dikembangkan dengan sistem pengembangan yang lain.

Nilai Rf untuk setiap warna dihitung dengan rumus sebagai


berikut:

𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛


𝑅𝑓 =
jarak yang ditempuh oleh pelarut
DAFTAR PUSTAKA

Chamberlain, J., 1985, Analysis of Drugs in Biological Fluid, CRC Press Inc.
Boca Raton.

Ho.K.I., Loh,H.H.. Leong Way,E.. Mini Thinlayer Chromatography in The


Detection of Narcotics in Urine from Subjects on A Methadone Maintenance
Program., J. Chrorrtatogr., 65., 1972, hal. 577-579.

Johnsan. E.L., Stevenson,R., 1991, Dasar Kromatografi Cair, Penerbit ITB,


Bandung.

Kovar. A, 1987, Identifikasi Obat,Penerbit ITB, Bandung.

Loh, H.H., et al., Mini Thin-layer Chromatography III: A Rapid and Sensitive
Methode for The Estimation of Amphetamine and Methamphetamine, J.
Chromatogr., 65 1972, 189-293

Moffat, A.C., et al. (Ed), 1986,Clark's Isolation and Identification of Drugs in


Pharmaceuticals, Body Fluids, and Post mortem Material, Second ed., The
Pharmaceutical Press, London.

Roberson, J.C., 1991, The Use of Thin-layer Chromatography in the Analysis of


Drugs of Abuse, Gough, T, The Analysis of Drugs of Abuse, 3-22, Jhon
Wiley& Sons, Chichester.

Unated Nation, 1995, Recommended Methods for The Detection and Assay of
Heroin, Cannabinoids, Cocaine, Amphetamine Methamphetamine and
Ring-Substituted Amphetamine Derivaties in Biological Specimens
Manual for Use by National Laboratories, United Nations International
Drug Control Programme,NewYork.

Gritter RJ, Bobbit JM, Arthur SE. 1991. Pengantar Kromatografi. Penerbit ITB.
Bandung

Anda mungkin juga menyukai