TINJAUAN PUSTAKA
A. KEHAMILAN
1. KONSEP DASAR
a. Pengertian
Kehamilan adalah fertilisasi atau penyatuan spermatozoa
dan ovum dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.
Dihitung dari fertilisasi hingga lahirnya bayi kehamilan
normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu (10 bulan
atau 9 bulan) menurut kalender internasional.
Kehamilan terbagi dalam 3 trimester, dimana trimester
kesatu berlangsung dalam 12 minggu (minggu ke-0 hingga
minggu ke-12), trimester kedua 15 minggu (minggu ke-13
hingga minggu ke-27) dan trimester ketiga 13 minggu
(minggu ke-28 hingga minggu ke-40)
(Prawirohardjo, 2009).
5. ASUHAN ANTENATAL
a. Tujuan
Tujuan umum pelayanan antenatal care adalah untuk memenuhi
hak setiap ibu hamil memperoleh pelayanan dengan sehat,
bersalin dengan selamat dan melahirkan bayi yang sehat dan
berkualitas. Adapun tujuan khusus meliputi:
1) Menyedialan pelayanan antenatal yang terpadu.
komprehensif dan berkualitas termasuk konseling
kesehatan dan gizi ibu hamil, konseling KB dan pemberian
ASI.
2) Menghilangkan missed opportunity, pada ibu hamil dalam
mendapatkan pelayanan antental terpadu, komprehensif
dan berkualitas.
3) Mendeteksi dini kelainan/penyakit/gangguan pada ibu
hamil.
4) Melakukan rujukan kasus ke fastlitas pelelayanan
kesehatan dengan sistem rujukan.
b. Indikator
1) Kunjungan pertama (K1)
K1 adalah kontak pertama ibu hamil dengan tenaga
kesehatan yang mempunyai kompetensi, untuk
mendapatkan pelayanan antenatal terpadu dan
komprehensif sesuai standar. K1 harus dilakukan sedini
mungkin pada trimester pertama atau sebelum usia
kehamilan 8 minggu.
2) Kunjungan keempat (K4)
K4 adalah ibu hamil telah mendapatkan pelayanan
antenatal oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
kompetensi sesuai standar 4 kali selama kehamilan, dengan
distribusi 1 kali pada trimester 1, 1 kali pada trlinester 2.
dan 2 kali pada trlinester 3. Kunjungan antenatal dapat lebih
dari 4 kali sesuai dengan kebutuhan dan jika di temukan
keluhan, penyakit atau gangguan kehamilan lainnya.
3) Penanganan komplikasi (PK)
PK adalah penanganan komplikasi kebidanan, penyakit
menular dan tidal menular serta masalah gizi yang teijadi
pada masa hamil. bersalin, dan nifas.
c. Konsep pelayanan
Pelayanan antenatal terpadu merupakan pelayanan kesehatan
yang koraprehensif dan berkualitas yang dilakukan melalui:
1) Pemberian pelayanan dan konseling kesehatan termasuk
stimulasi gizi agar kehamilan berlangsung sehat dan
janinnya lahir sehat.
2) Deteksi dini masalah, penyakit dan penyulit komplikasi
kehamilan.
3) Penyiapan persalinan yang bersih dan aman.
4) Perencanaan antisipasi dan persiapan dini melakukan
rujukan jika terjadi penyuliti komplikasi.
5) Penatalaksanaan kasus serta rujukan cepat dan tepat waktu
bila dibutuhkan.
6) Melibatkan ibu hamil, suami dan keluarga dalam menjaga
kesehatan dan gizi ibu hamil, menyiapkan persalinan dan
kesiagaan bila terjadi penyulit/komplikasi.
Dalam melakukan pemeriksaan antenatal, tenaga kesehatan
harus memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai standar
yang terdiri dari:
1) Timbang berat badan dan ukur tinggi badan,
2) Ukur tekanan darah,
3) Ukur lingkar lengan atas,
4) Ukur tinggi fundus uterus,
5) Tentukan presentasi janin dan DJJ,
6) Skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi
tetanus bila diperlukan,
7) Beri tablet zat besi,
8) Periksa laboratorium rutin dan khusus meliputi golongan
darah kadar Hb, protein urin, kadar gula darah, pemeriksaan
darah malaria, tes sifilis. HIV, BTA dan pemeriksaan
penunjang lainya di fasilitas rujukan,
d. Jenis pelayanan
Pelayanan antenatal terpadu terdiri dari:
1) Anamnesa
Anamnesa meliputi menanyakan keluhan, menanyalan
tanda penting yang terkait dengan penyulit komplikasi atau
penyakit yang mungkin di derita ibu hamil sekarang.
2) Screaning Imunisasi TT
Berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan.
Untuk melindungi janin yang akan dilahirkan terhadap
tetanus neonaturum diberikan suntikan tetanus toxoid (TT)
pada ibu hamil.
Tabel 2.
Status Imunisasi Tetanus
25 tahun/seumur
TT 5 1 tahun setelah TT 4 99%
hidup
(Prawirohardjo,2010)
3) Pemeriksaan
Pemeriksaan dalam antenatal terpadu meliputi keadaan
umum, suhu. TD, BB. LILA. TFU, presentasi janin, DJJ.
pemeriksaan laboratorium.
4) Gerakan Janin
Gerakan janin adalah suatu hal yang biasa terjadi pada
kehamilan yaitu pada usia kehamilan 20-24 minggu.
Gerakan janin ini dipengaruhi oleh berbagai hal yaitu umur
kehamilan, transport glukosa, stimulus pada suara,
kebiasaan janin, ibu yang merokok, dan penggunaan obat-
obatan pada ibu hamil. Janin harus bergerak minimal tiga
kali dalam tiga jam. Gerakan janin ini akan lebih terasa jika
ibu berbaring atau beristirahat, serta jika ibu makan dan
minum dengan baik.
Untuk menilai gerakan janin, dapat dilakukan dengan
menggunakan metode perhitungan gerakan janin oleh
Cadiff Count to ten dibawah ini :
Perhitungan sekali dalam sehari
Buat standar perhitungan pada waktu yang sama,
contoh : tiap jam 8 pagi atau pada saat janin
biasanya bergerak aktif.
Catat berapa lama yang diperlukan untuk mencapai
10 gerakan.
Harus ada minimal 10 gerakan dalam 10 jam.
Jika kurang dari 10 gerakan dalam 10 jam atau jika
terjadi peningkatan waktu untuk mencapai 10
gerakan atau tidak ada gerakan selama 10 jam, maka
perlu dilakukan Non Stress Test (NST) (Sofian,
2011).
5) Penangan dan tindak lanjut kasus
Setelah anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang dilakukan, tenaga kesehatan menegakkan
diagnose dan diagnose banding sehingga mengetahui
kondisi kehamilan ibu hamil normal, tidak normal atau
bemasalah.
6) Pencatatan hasil pemeriksaan antenatal
Pencatatan hasil pemeriksaan merupakan bagian dari
pelayanan antenatal terpadu. Setiap kali pemeriksaan
tenaga kesehatan wajib mencatat hasil pada rekam medis,
kartu ibu dan buku KIA.
7) Komunikasi informasi dan edukasi (KIE) yang efektif KIE
diberikan pada ibu hamil sejak kontak pertama dengan
tenaga kesehatan untuk membantu ibu hamil dalam
mengatasi permasalahan yang dimiliki.
e. Penyelenggaraan pelayanan antenatal terpadu
Dalam penyelenggaraan pelayanan antenatal terpadu di
perlukan suatu manajemen berbasis data. Kementrian kesehatan
menetapkan norma, standar. prosedur dan kriteria (NSPK)
untuk pelayanan antenatal terpadu termasuk melakukan upaya
advokasi, fasilitas. pendampingan, koordinasi, pemantauan dan
evaluasi penyelengaraan dan pelayanan antenatal terpadu.
f. Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan pelayanan antenatal terpadu harus dilakukan dengan
lengkap pada setiap kunjungan berikutnya. Adapun formulir
yang digunakan meliputi:
1) Kartu ibu atau rekam medis lainya yang disimpan di
fasilitas kesehatan.
2) Kohort ibu, merupakan kumpulan data-data dari kartu ibu.
3) Buku KIA yang di pegang ibu.
4) Pencatatan dari program yang sudah ada seperti catatan
imunisasi, malria, gizi, KB, TB dan lain-lain. (Sulistyawati,
2012)
6. HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
Hipertensi dalam pada kehamilan adalah hipertensi yang terjadi saat
kehamilan berlangsung dan biasanya pada bulan terakhir kehamilan
atau lebih setelah 20 minggu usia kehamilan pada wanita yang
sebelumnya normotensif, tekanan darah mencapai nilai 140/90
mmHg, atau kenaikan tekanan sistolik 30 mmHg dan tekanan
diastolik 15 mmHg di atas nilai normal.
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan The
National High Blood Pressure Education Program Working Group
on High Blood Pressure in Pregnancy (NHBPEP) memberikan suatu
klasifikasi untuk mendiagnosa jenis hipertensi dalam kehamilan,
yaitu :
a. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur
kehamilan 20 minggu atau setelah umur kehamilan 20 minggu
dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pascapersalinan.
b. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan disertai dengan proteinuria. Eklampsia adalah
preeklampsi yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau
koma.
c. Preeklampsia pada hipertensi kronik (preeclampsia
superimposed upon chronic hypertension) adalah hipertensi
kronik disertai tanda-tanda preeklampsi atau hipertensi kronik
disertai proteinuria.
d. Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada
kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang
setelah 3 bulan pascapersalinan atau kematian dengan tanda-
tanda preeklampsi tetapi tanpa proteinuria (Prawirohardjo,
2013).
Faktor resiko hipertensi dalam kehamilan antara lain:
a. Faktor Maternal
1) Usia maternal
2) Primigrafida
3) Riwayat keluarga
Terdapat peranan genetik pada hipertensi dalam
kehamilan. Hal tersebut dapat terjadi karena terdapat
riwayat keluarga dengan hipertensi dalam
kehamilan.
4) Tingginya indeks masa tubuh
5) Riwayat hipertensi
6) Gangguan ginjal
b. Faktor Kehamilan
Faktor kehamilan seperti molahilatidosa, hydrops fetalis dan
kehamilan ganda berhubungan dengan hipertensi dalam
kehamilan. Preeklampsi dan eklampsi mempunyai risiko 3
kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda. Dari 105
kasus bayi kembar dua, didapatkan 28,6% kejadian
preeklampsi dan satu kasus kematian ibu karena eklampsi.
(Manuaba, 2010)
B. PERSALINAN
1. DEFINISI PERSALINAN
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan
uri) yang dapat hidup ke dunia luar, dari rahim melalui jalan lahir
atau dengan jalan lahir. (Mochtar, 2011)
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan ari)
yang telah cukup bulan atau dapat diluar kandungan melalui jalan
lahir atau melalui jalan lain, dengan atau tanpa bantuan (kekuatan
sendiri). (Manuaba, 2010)
2. FISIOLOGI PERSALINAN
Menurut Manuaba (2010) tahapan persalinan ada 4 tahapan yaitu;
a. Kala I
Kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara
pembukaan nol sampai pembukaan lengkap. Pada permulaan
his, kala pembukaan berlangsung tidak begitu kuat sehingga
parturien masih dapat berjalan-jalan. Lamanya kala I untuk
primigrafida berlangsung 12 jam sedangkan multigrafida sekitar
8 jam. Berdasarkan kurfa friedman, di perhitungkan pembukaan
primigrafida 1 cm/jam dan pembukaan multigrafida 2 cm/jam.
Dengan perhitungan tersebut maka waktu pembukaan lengkap
dapat diperkirakan. Kala satu persalinan terdiri atas dua fase,
yaitu :
1) Fase laten
Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan
penipisan dan pembukaan serviks secara lengkap,
berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm
dan pada umumnya fase laten berlangsung hampir atau
hingga 8 jam.
2) Fase aktif, yaitu fase pembukaan yang lebih cepat yang
terbagi menjadi 3 yaitu :
a) Fase akselerasi (fase percepatan) dari
pembukaan 3 cm sampai 4 cm yang dicapai
dalam 2 jam.
b) Fase dilatasi maksimal dari pembukaan 4 cm
sampai 9 cm yang dicapai dalam 2 jam.
c) Fase deselerasi (kurangnya kecepatan) dari
pembukaan 9 cm sampai 10 cm selama 2 jam
b. Kala II
1) Gejala utama kala II adalah:
a) His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3
menit, dengan durasi 50 sampai 100 detik
b) Menjelang akhir kala I, ketuban pecah ditandai
dengan pengeluaran cairan secara mendadak.
c) Ketuban pecah pada pembukaan mendekati
lengkap diikuti keinginan mengejan.
d) Kekuatan his dan mengejan lebih mendorong
kepala bayi sehingga terjadi kepala membuka
pintu, suboksiput bertindak sebagai
hipomoglion berturut-turut lahir ubun besa,
dahi, hidung dan muka, dan kepala seluruhnya.
e) Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putar
paksi luar, yaitu penyesuaian kepala terhadap
punggung.
f) Setelah putar paksi luar berlangsung, maka
persalinan bayi ditolong dengan jalan: kepala
dipegang pada os oksiput dan di bawah dagu,
ditarik curam kebawah untuk meahirkan bahu
depan, dan curam ke atas untuk melahirkan
bahu belakang, setelah kedua bahu lahir, ketika
dikait untuk melahirkan sisa badan bayi, bayi
lahir diikuti oleh sisa air ketuban
g) Lamanya kala II untuk primigrafida 50 menit
dan multigravida 30 menit.
c. Kala III
Menurut JNPK-KR (2008; 101) yang menyatakan bahwa
Manajemen Aktif Kala (MAK) III terdiri dari pemberian
suntik oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir
dengan dosis 10 Internasional Unit (IU) secara Intra Muskular
(IM), melakukan peregangan tali pusat terkendali dan masase
fundus uteri selama 15 detik. Lepasnya plasenta sudah dapat
diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda seperti
uterus menjadi bulat, uterus terdorong keatas karena plasenta
dilepas ke segmen bawah rahim, tali pusat bertambah panjang,
terjadi perdarahan.
d. Kala IV
Segera setelah kelahiran plasenta, sejumlah perubahan
maternal terjadi pada saat stres fisik dan emosional akibat
persalinan dan kelahiran mereda dan ibu memasuki
penyembuhan pascapartum dan bonding (ikatan).
Pemantauan pada kala IV yaitu :
1) Evaluasi kontraksi uterus dan perdarahan. Inspeksi
dan evaluasi serviks, vagina, dan perineum.
2) Inspeksi dan evaluasi plasenta, membran, dan tali
pusat.
3) Pengkajian dan penjahitan setiap laserasi atau
episiotomi.
4) Evaluasi tanda-tanda vital dan perubahan fisiologis
yang mengindikasikan pemulihan.
Untuk ibu :
a) Menggelar kain di perut bawah ibu
b) Menyiapkan oksitosin 10 unit
c) Alat suntik steril sekali pakai di dalam partus set
3) Pakai celemek plastik atau dari bahan yang tidak tembus
cairan.
37) Letakkan satu tangan diatas kain pada perut bawah ibu
(diatas simfisis), untuk mendeteksi kontraksi. Tangan lain
memegang klem untuk menegangkan tali pusat.
38) Setelah uterus berkontraksi, teganggakan tali pusat kea rah
bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus kearah
belakang-atas (dorso kranial) secara hati-hati (untuk
mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah
30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu
hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi kembali
prosedur diatas.
Mengeluarkan Plasenta
C. NIFAS
1. KONSEP DASAR NIFAS
a. Pengertian Nifas
Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah
lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42) hari setelah
itu (Prawihardjo, 2010)
Puerperium (nifas) yang berlangsung selam 6 minggu atau
42 hari, merupakan waktu yang diperlukan untuk pulihnya
organ kandungan pada keadaan normal. Dijumpai dua
kejadian yang penting pada puerperium, yaitu involusi uteris
dan proses laktasi (Manuaba, 2010).
b. Fisiologi Nifas
Pada masa nifas alat-alat genetalia interna maupun eksterna
akan berangsur pulih kembali seperti keadaan semula
sebelum hamil. Perubahan alat-alat genital ini dalam
keseluruhannya disebut involusi.
1) Uterus
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses
dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan
berat sekitar 30 gram. Proses ini dimulai segera setelah
plasenta lahir akibat kontraksi otot – otot polos uterus.
Tabel 2.1
TFU dan Berat Uterus menurut Masa Involusi
Berat
Involusi Uteri Tinggi Fundus Uteri
Uterus
Saat bayi baru lahir Setinggi pusat, 2 jari dibawah pusat 1000 gram
2) Serviks
Setelah persalinan bentuk serviks konsistensinya lunak.
Setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga
rahim, setelah 2 jam dapat dilalui 2-3 jari dan setelah 7
hari hanya dapat dilalui 1 jari (Prawihardjo, 2010).
3) Lochea
Lochea adalaah ekskresi cairan rahim selama masa nifas.
Pemeriksaan lochea meliputi perubahan warna dan bau.
Jumlah total pengeluaran seluruh periode lochea rata –
rata ± 240-270 ml.
Tabel 2.2
Perbedaan Lochea
Lochea Waktu Warna Ciri – cirri
Rubra/Merah 1-3 hari Merah Terdiri dari darah segar,
(Cruenta) jaringan sisa-sisa plasenta,
dinding Rahim, lemak bayi,
lanugo, dan meconium
Sanguinolenta 4-7 hari Merah kecoklatan dan Sisa darah dan berlendir
berlendir
Serosa 8-14 hari Kuning kecoklatan Mengandung serum, leukosit,
dan robekan/laserasi plasenta
Alba/putih >14 hari Putih Mengandung leukosit, sel
desidua, sel epitel, selaput
lender serviks, dan serabut
jaringan yang mati
Sumber: Prawihardjo, 2010
2. ASUHAN NIFAS
Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan
masa kritis baik ibu maupun bayinya.
Paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai
status ibu dan bayi baru lahir dan untuk mencegah, mendeteksi dan
menangani masalah-masalah yang terjadi (Saifuddin, 2010).
Tabel 2.
Frekuensi Kunjungan Masa Nifas
Kunjungan Waktu Tujuan
I 6 – 8 jam 1. Mencegah perdarahan masa nifas karena
setelah atonia uteri
persalinan 2. Mendeteksi penyebab lain perdarahan serta
melakukan rujukan bila perdarahan
berlanjut
3. Melakukan konseling pada ibu untuk
keluarga jika terjadi masalah
4. Memfasilitasi ibu untuk pemberian ASI
awal
5. Memfasilitasi, mengajarkan cara hubungan
ibu dan bayi (Bounding attachment)
6. Menjaga bayi tetap sehat dan hangat
dengan cara mencegah hipotermia
7. Memastikan ibu merawat bayi dengan baik
(perawatan tali pusat, memandikan bayi)
II 6 hari setelah 1. Memastikan involusi uteri berjalan normal,
persalinan uterus berkontraksi baik, tinggi fundus
uteri dibawah pusat (umbilicus), tidak ada
perdarahan, lochea tidak berbau
2. Mendeteksi tanda – tanda : demam,
perdarahan abnormal, sakit kepala hebat,
dll
3. Memastikan ibu mendapatkan asupan
nutrisi, hidrasi dan istirahat yang cukup
4. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan
tak memperihatkan tanda – tanda penyulit
5. Memberikan konseling pada ibu
memberikan asuhan pada talli pusat,
menjaga bayi tetap hangat dan merawat
bayi sehari – hari
6. Melakukan konseling KB secara mandiri
7. Memastikan ibu untuk melakukan
pemeriksaan bayi ke pelayanan kesehatan
terdekat
III 2 minggu
setelah Sama dengan kunjungan ke II
persalinan
IV 6 minngu 1. Menanyakan kepada ibu adakah
setelah masalah/penyulit yang dialami ibu maupun
persalinan bayinya
2. Memastikan ibu untuk memilih
kontrasepsi efektif/sesuai kebutuhan
Sumber: Saifuddin, 2010
6) Manajemen laktasi
Memberikan ASI dini akan membina ikatan emosional
dan kehangatan ibu dan bayi. Manajemen laktasi meliputi
masa antenatal, segera setelah bayi lahir, masa neonatal
dan masa menyusui selanjutnya.
8) Pemberian vitamin K1
Pemberian K1 diberikan secara injeksi IM setelah kontak
kulit ke kulit dan bayi selesai menyusu untuk mencegah
perdarahan BBL akibat defisiensi vitamin K yang dialami
sebagian BBL.
9) Pemberian imunisasi
E. KELUARGA BERENCANA
1. KONSEP DASAR KELUARGA BERENCANA
1) Pengertian Keluarga Berencana
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya
kehamilan. Upaya ini dapat bersifat sementara maupun bersifat
permanen dan upaya ini dapat dilakukan dengan menggunakan
cara, alat atau obat-obatan (Affandi, 2011).
2. JENIS KONTRASEPSI
a. Metode Amenore Laktasi (MAL)
MAL adalah metode kontrasepsi sementara yang mengandalkan
pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif, artinya hanya
diberikan ASI saja tanpa tambahan makanan dan minuman
lainnya. Metode ini khusus digunakan untuk menunda
kehamilan selama 6 bulan setelah melahirkan dengan
memberikan ASI eksklusif.
Cara kerja MAL adalah menunda atau menekan terjadinya
ovulasi. Pada masa laktasi/menyusui, hormon yang berperan
adalah prolaktin dan oksitosin. Semakin sering menyusui, maka
kadar prolaktin meningkat dan hormon gonadotropin
melepaskan hormon penghambat (inhibitor). Hormon
penghambat dapat mengurangi kadar estrogen, sehingga ovulasi
tidak terjadi.
MAL memiliki efektifitas sangat tinggi sekitar 98% apabila
digunakan secara benar dan memenuhi persyaratan, yaitu
digunakan selama enam bulan pertama setelah melahirkan,
belum mendapat haid pasca melahirkan dan menyusui secara
eksklusif.
Manfaat kontrasepsi MAL antara lain :
1) Efektifitas tinggi (98%) apabila digunakan selama enam
bulan pertama setelah melahirkan, belum mendapat haid
dan menyusui eksklusif.
2) Dapat segera dimulai setelah melahirkan.
3) Tidak memerlukan prosedur khusus, alat maupun obat.
4) Tidak memerlukan pengawasan medis.
5) Tidak mengganggu senggama.
6) Mudah digunakan.
7) Tidak perlu biaya.
8) Tidak menimbulkan efek samping sistemik.
9) Tidak bertentangan dengan budaya maupun agama.
MAL mempunyai keterbatasan antara lain:
1) Memerlukan persiapan dimulai sejak kehamilan.
2) Metode ini hanya efektif digunakan selama 6 bulan setelah
melahirkan, belum mendapat haid dan menyusui secara
eksklusif.
3) Tidak melindungi dari penyakit menular seksual termasuk
Hepatitis dan HIV.
4) Tidak menjadi pilihan bagi wanita yang tidak menyusui.
5) Kesulitan dalam mempertahankan pola menyusui secara
eksklusif.
b. Kontrasepsi Pil
1) Kontrasepsi Pil Kombinasi
Kontrasepsi pil kombinasi adalah pil yang mengandung
hormon estrogen dan progesteron dengan dosis tertentu.
Mekanisme utama pil kombinasi untuk mencegah
terjadinya kehamilan adalah dengan menghambat
keluarnya sel telur (ovum) dari indung telur (ovarium).
Dengan penggunaan yang benar, hanya terjadi kurang dari
1 kehamilan per 100 perempuan atau 3 kehamilan per 1000
perempuan. Kontrasepsi pil kombinasi tidak akan
mengganggu kembalinya kesuburan karena apabila
dihentikan, kehamilan dapat terjadi pada bulan berikutnya
(kecuali bila ditemukan gangguan lainnya). Penggunaan
kontrasepsi pil kombinasi tidak dapat mencegah terjadinya
infeksi menular seksual (IMS) pada penggunanya. Efek
samping yang sering terjadi :
Amenore (tidak haid).
Mual, pusing atau muntah.
Perdarahan pervaginam/spotting.
Keadaan yang perlu mendapat perhatian :
Nyeri dada hebat, batuk dan napas pendek.
Sakit kepala hebat.
Nyeri tungkai hebat (betis atau paha).
Nyeri abdomen hebat.
Pandangan kabur
2) Kontrasepsi pil progestin
Kontrasepsi pil progestin atau minipil adalah pil yang
mengandung progestin dalam dosis yang sangat rendah.
Mekanisme kontrasepsi pil progestin terjadi melalui
penebalan lendir serviks sehingga menghambat penetrasi
sperma melalui kanalis servikalis, menghambat lonjakan
tengah siklus hormon luteal (LH) dan folikel stimulating
hormon (FSH), inhibisi perjalanan ovum di saluran tuba,
mengganggu pematangan endometrium dan supressi ovulasi
(hanya terjadi pada 50% dari keseluruhan pengguna).
Dengan pengggunaan yang benar, efektifitas kontrasepsi pil
progestin adalah 99,95% atau angka kegagalan hanya 0,5%.
Tetapi dengan adanya keterlambatan jeda minum obat maka
angka kegagalannya mencapai 5%. Efek samping
penggunaan pil progestin diantaranya :
Gangguan frekuensi dan lamanya haid.
Sefalgia .
c. Kontrasepsi Suntik
1) Kontrasepsi suntik kombinasi
Kontrasepsi suntik kombinasi terdiri dari dua hormon
yaitu progestin dan estrogen seperti hormon alami pada
tubuh seorang perempuan. Suntikan kombinasi
dipasarkan dengan nama dagang Ciclofem,
Ciclofeminia, Cyclofem, Cyclo-povera, dll. Efektifitas
kontrasepsi suntik kombinasi:
a) Sangat efektif (0,1-0,4 kehamilan per 100
perempuan) selama tahun pertama penggunaan.
b) Risiko kehamilan lebih besar jika perempuan
terlambat disuntik atau terlewatkan satu atau
beberapa kali suntikan.
Efek samping dan masalah :
a) Amenore.
b) Mual, pusing dan muntah.
c) Perdarahan pervaginam/spotting
Tanda-tanda yang harus diwaspadai pada pengguna
suntikan kombinasi:
a) Nyeri dada hebat atau nafas pendek.
b) Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan.
c) Nyeri tungkai hebat. Tidak terjadi perdarahan atau
spotting selama 7 hari sebelum suntikan berikutnya,
kemungkinan terjadi kehamilan.
2) Kontrasepsi Suntik Progestin
Kontrasepsi suntik progestin yang umum digunakan
adalah Depo Medroxyprogesteron acetate (DMPA) dan
Norethisteron Enanthate (Nat-En). Kontrasepsi
progestin, tidak mengandung estrogen sehingga dapat
digunakan pada masa laktasi dan perempuan yang tidak
dapat menggunakan kontrasepsi yang mengandung
estrogen.Suntikan progestin memiliki efektifitas yang
tinggi (3 kehamilan per 1000 perempuan) pada tahun
pertama penggunaan, asal penyuntikannya dilakukan
secara teratur sesuai jadwal yaitu setiap 12 minggu. Efek
samping:
a) Amenore.
b) Perdarahan ireguler.
c) Kenaikan berat badan.
d) Perut kembung dan tidak nyaman.
e) Perdarahan banyak atau berkepanjangan.
f) Sefalgia.
d. Kontrasepsi Implan
Implan mengandung hormon progestin. Progestin ditempatkan
didalam kapsul implan satu atau dua batang yang dipasang
pada lapisan bawah kulit dibagian medial lengan atas dengan
jangka 3 tahun. Waktu mulai menggunakan implant:
1) Implan dapat diberikan dalam waktu 7 hari siklus haid.
Tidak diperlukan kontrasepsi tambahan.
2) Bila implan diberikan setelah hari ke 7 siklus haid, klien
tidak boleh melakukan hubungan seksual selama 7 hari
atau menggunakan kontrasepsi tambahan selama 7 hari.
3) Bila klien tidak mendapat haid, implan dapat diberikan
setiap saat, asal saja dapat dipastikan klien tidak hamil.
Klien tidak boleh melakukan hubungan seksual untuk 7
hari lamanya atau menggunakan metode kontrasepsi lain
selama 7 hari.
4) Bila klien pasca persalinan 6 minggu – 6 bulan,
menyusui, serta belum haid, implan dapat diberikan, asal
dapat dipastikan klien tidak hamil.
5) Bila pasca persalinan > 6 minggu dan telah mendapat
haid, maka implan dapat dipasang setiap saat, tetapi
jangan melakukan hubungan seksual selama 7 hari atau
menggunakan kontrasepsi tambahan selama 7 hari.
Efek samping atau masalah yang ditemukan :
1) Amenore.
2) Ekspulsi.
3) Perdarahan pervaginam/spotting.
4) Infeksi pada daerah insersi.
5) Berat badan naik/turun
e. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
AKDR merupakan salah satu metode jangka panjang yang
cukup efektif karena hanya terjadi kurang dari 1 kehamilan
diantara 100 pengguna AKDR di tahun pertama memakai
AKDR. AKDR post partum adalah AKDR yang dipasang pada
saat 10 menit setelah plasenta lahir hingga 48 jam post partum.
Perdarahan haid yang lebih lama serta nyeri dibawah perut
merupakan efek samping utama dalam waktu 3-6 bulan
penggunaan. Cara kerja dari alat kontrasepsi AKDR adalah
sebagai berikut :
1) Menghambat kemampuan sperma masuk ke tuba fallopi.
2) Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai
kavum uteri.
3) AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum
bertemu, walaupun AKDR membuat sperma sulit masuk
ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi
kemampuan sperma untuk fertilisasi.
4) Memungkinkan untuk mencegah implantasi.
f. Kontrasepsi Mantap
1) Tubektomi
Tubektomi adalah tindakan pada kedua saluran telur
wanita yang mengakibatkan wanita tersebut tidak akan
mendapat keturunan lagi. Jenis kontrasepsi ini bersifat
permanen, karena dilakukan penyumbatan pada saluran
telur wanita yang dilakukan dengan cara diikat, dipotong
ataupun dibakar. Keuntungan dari kontrasepsi tubektomi
adalah :
a) Penggunaannya sangat efektif, yaitu 0,5 kehamilan
per 100 perempuan selama tahun pertama
penggunaan.
b) Tidak mempengaruhi terhadap proses menyusui
(breast feeding).
c) Tidak bergantung pada faktor senggama.
d) Baik bagi klien bila kehamilan akan menjadi resiko
kehamilan yang serius.
e) Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan
anastesi lokal.
f) Tidak ada efek samping dalam jangka waktu yang
panjang.
Namun, metode tubektomi ini juga memiliki
keterbatasan-keterbatasan yang harus diperhatikan,
yaitu :
a) Harus dipertimbangkan sifat mantap metode
kontrasepsi ini (tidak dapat dipulihkan kembali),
kecuali dengan rekanalisasi.
b) Klien dapat menyesal di kemudian hari.
c) Resiko komplikasi kecil, namun dapat meningkat
apabila menggunakan anastesi umum.
d) Rasa sakit atau ketidaknyamanan muncul dalam
waktu pendek setelah tindakan.
e) Dilakukan oleh dokter terlatih, yaitu dokter spesialis
ginekologi untuk proses laparoskopi.
f) Tidak melindungi diri dari IMS.
2) Vasektomi
Vasektomi adalah metode sterilisasi dengan cara
mengikat saluran sperma (vas deferens) pria. Beberapa
alternatif untuk mengikat salauran sperma tersebut, yaitu
dengan mengikat saja, memasang klip tantalum,
kauterisasi, menyuntikkan sclerotizing agent, menutup
saluran dengan jarum dan kombinasinya.
Angka keberhasilan vasektomi adalah sekitar 99%.
Tetapi untuk dapat memastikan keberhasilan tersebut,
sebaiknya 3 (tiga) bulan setelah dilakukan vasektomi
maka diadakan pemeriksaan analisa sperma. Vasektomi
akan dikatakan berhasil manakala hasil pemeriksaannya
adalah azoospermia. (Affandi, 2011)