Anda di halaman 1dari 34

Borang Portofolio

Nama Peserta : dr. Delia Anisha Ulfah

Nama Wahana :RSUD Ploso

Topik : Pneumonia pada anak

Tanggal (kasus) : 26 September 2016


Nama Pasien : An. SY No. RM 03-06-xx

Tanggal Presentasi: 26Agustus 2016 Nama Pendamping: dr.Arif Eko Pribadi dan dr. Meridian Geodesi, MM

Tempat Presentasi: Ruang Pertemuan RSUD Ploso Jombang

Obyektif Presentasi:

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi : Bayi 9 bulan dengan batuk berdahak sejak 4 hari,sesak napas, pilek, dan demam.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 1


Tujuan : Mengetahui etiologi, tanda-tanda gejala dan tatalaksana dari pneumonia pada anak

Bahan bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos

Data pasien: Nama : An.SY Nomor Registrasi:03-04-xx


Data utama untuk bahan diskusi: TERLAMPIR

1. Diagnosis/Gambaran Klinis:

Keluhan Utama : Sesak napas

Keluhan Tambahan : Batuk berdahak (+), pilek (+), sesak napas (+), demam (+)

Riwayat Penyakit Sekarang

(Heteroanamnesis dengan ibu pasien)

Pasien dari poli anak dengan keluhan sesak napas. Sesak napas dikeluhkan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas tidak membaik
dengan posisi. Pasien juga mengeluhkan batuk sejak 4 hari sebelum masuk RS. Batuk awalnya kering tapi kemudian menjadi berdahak (bunyi
“grok-grok”). Dahak sulit keluar, batuk darah tidak dikeluhkan oleh keluarga pasien. Menurut keluarganya, pasien juga mengeluh pilek dan
demam. Demam muncul sehari setelah batuk, demam naik turun, suhu demam saat itu 390 celcius, tidak menggigil, dan tidak kejang. BAK dan
BAB normal, tidak ada keluhan. Nafsu makan mulai berkurang sejak 4 hari sebelum masuk RS, tidak mual dan muntah. Anak tampak lemas.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 2


Lalu keesokan harinya pasien dibawa ke RSUD Ploso.
2. Riwayat Pengobatan :
Sudah berobat ke klinik namun belum membaik
Riwayat kesehatan/Penyakit dahulu:
Pasien sering batuk dan pilek sebelumnya
Riwayat batuk lama ( lebih dari sebulan): disangkal
Riwayat sesak napas berulang : disangkal
3. Riwayat keluarga :
Tidak ada yang mengeluh seperti pasien
Riwayat atopi keluarga : disangkal
Merokok : (+) ayah pasien
4. Riwayat kelahiran : Persalinan normal, cukup bulan, BBL : 2200 gram, PBL 47 cm
5. Riwayat imunisasi : BCG 1x, hepatitis B 3x, polio 4x, DPT 3x, campak 1x -> kesan: imunisasi lengkap

6. Riwayat alergi obat, alergi dingin, debu, alergi makanan (telur, susu, udang) : disangkal
7. Riwayat makanan : ASI eksklusif sampai 6 bulan, susu formula+ASI setelah 6 bulan sampai sekarang, makanan pendamping ASI pada
usia 6 bulan (bubur saring).
8. Riwayat tumbuh kembang : Tengkurap dan telentang sendiri umur 4 bulan. Duduk sendiri tanpa pegangan umur 6 bulan. Umur 7 bulan mulai
bisa bicara “maa..ma..”. Kesan : Tumbuh kembang anak sesuai usia

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 3


Daftar Pustaka

1. IDAI, 2009, Pedoman Pelayanan Medis, hal: 253, Jakarta, IDAI

2. Kaspan, MF, dkk. 1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran

3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2005. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika.

4. Supriyanto, Bambang. 2006. Infeksi Respiratorik Bawah Akut Pada Anak: Sari pediatri, vol 8 no.2 September 2006: 100-106. Universitas
Airlangga.

Hasil Pembelajaran:

1. Apa penyebab dan gejala pneumonia pada anak?

2. Bagaimana menegakkan diagnosis dan penatalaksanaannya?

3. Bagaimana prognosis pada pasien ini ?

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 4


Subyektif

Pasien dari poli anak dengan keluhan sesak napas. Sesak napas dikeluhkan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas tidak
membaik dengan posisi. Pasien juga mengeluhkan batuk sejak 4 hari sebelum masuk RS. Batuk awalnya kering tapi kemudian menjadi berdahak
(bunyi “grok-grok”). Dahak sulit keluar, batuk darah tidak dikeluhkan oleh keluarga pasien. Menurut keluarganya, pasien juga mengeluh pilek
dan demam. Demam muncul sehari setelah batuk, demam naik turun, suhu demam saat itu 390 celcius, tidak menggigil, dan tidak kejang. BAK
dan BAB normal, tidak ada keluhan. Nafsu makan mulai berkurang sejak 4 hari sebelum masuk RS, tidak mual dan muntah. Anak tampak
lemas. Lalu keesokan harinya pasien dibawa ke RSUD Ploso.

Obyektif :

Kesadaran : Compos Mentis

Kesan Umum : Tampak sakit sedang

Vital Sign : TD= 120/80 mmHg, N=125x/mnt, RR= 62x/mnt cepat dan meningkat, Suhu= 39,0˚C

Status gizi :

BB : 8,2 kg

PB : 78 cm

BB/U : -2 SD s/d -1 SD (Gizi baik)

PB/U : -2 SD s/d +2 SD (Normal)

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 5


BB/PB : -3 SD s/d -2 SD (gizi kurang)

BBI : 8,5 kg

Kesan : Gizi kurang (Kurva WHO)

Status General:
Kepala/leher : congjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-), PKGB (-/-), mata cowong (-/-), napas cuping hidung (+/+)
Thorax:
Pulmo : I : simetris, pergerakan dada simetris, retraksi intercosta (+)
P : bagian dada yang tertinggal (-)
P : sonor +/+, vocal fremitus meningkat pada kedua sisi kanan dan kiri
A : vesikular +/+, rh +/+, wh -/-
Cor : I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus cordis teraba
P : tidak dilakukan
A : BJ 1 & 2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : I : datar
P : supel, lembut, hepatomegali (-), splenomegali (-), turgor kulit baik
P : timpani
A : bising usus (+)

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 6


Extremitas
Atas : Akral hangat, (+/+) , udem (-/-), pucat (+), CRT < 2 detik
Bawah : Akral hangat (+/+), udem (-/-), pucat (+), CRT < 2 detik
Otot : Tidak ada spasme otot
Tulang : Deformitas (-), nyeri tekan (-)
Sendi : Nyeri tekan (-), kemerahan (-)

Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboratorium ( 26/09/2016)

JENIS PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL

Hb 8,0 12 – 14 gr/dl
Leukosit 13500 4.000 – 10.000 sel/mm3
- Limfosit 23 17,0 – 48,0 %
- Midel 8 4,0 – 10,0 %
- Granulosit 68 43,0 – 76,0%
Trombosit 248000 150.000 – 400.000 sel/mm3
Hematokrit 24 35 – 45 %
Eritrosit 4,1 4,0 – 5,0 juta/mm3
MCV 58 80,0 – 97,0 FL
MCH 18 26,5 – 33,5 Pg

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 7


MCHC 29 31,5 – 35,0 g/dl

Pemeriksaan rontgen thorak AP Lateral kanan supine

Rontgen AP Lateral kanan supine


Cor : Besar dan bentuk normal
Pulmo : Infiltrat parahiler kanan kiri dan konsolidasi pericardial kanan.
Kedua sinus costophrenicus tajam.
Tulang dan soft tissue tak tampak kelainan.
Kesimpulan : Pneumonia
(Adakah riwayat aspirasi)

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 8


Assesment :
Pneumonia + anemia mikrositik hipokromik

Diagnosis Banding:
a. Bronkitis
b. Bronkiolitis
c. ISPA

Planning

Tatalaksana medikamentosa
• O2 nasal 2 lpm
• Inf. D5 ¼ NS 500cc/24 jam
• Inj. Ampicilin 4x200 mg
• Inj. Gentamicin 1x20mg
• Inj Antrain 1x 80 mg
• Nebul PZ 3cc/8jam
• Ambroxol 3x4 mg
• Salbutamol 3x0,4 mg

Tatalaksana Non-medikamentosa
Diet : BBI X 100 kkal/hari
BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 9
8.5 x 100 kkal = 850 kkal /hari
Protein 20% = 170 kkal/hari
Lemak 30% = 255 kkal/hari
Karbohidrat 50% = 425 kkal/hari

Follow up

a) 27 Oktober 2016
 S : Panas (-), batuk (+), sesak napas (+)
 O : HR : 125 x/menit , RR : 52 x/menit, Suhu : 39’C,
KU: Lemah
K/L : Sklera ikterik (-/-), conjungtiva anemis (+/+)
Thorax : simetris, retraksi -/-
Cor : S1S2 tunggal, regular, bising jantung (-)
Pulmo: vesikuler (+/+), ronkhi (+/+), wheezing (-/-)
Abdomen : supel, bising usus (+) dbn
Ektremitas : akral hangat (+/+/+/+), edema (-/-/-/-)
 A : Pneumonia
 P :
O2 2 lpm
D5 ¼ NS 500 cc/24 jam

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 10


Injeksi Ampicillin 4 x 200 mg
Injeksi gentamisin 1 x 200 mg
Ambroxol 4mg mfla pulv dtd no X

Salbutamol 0,4 mg / 3 dd pulv 1


Injeksi antrain 3 x 8 mg k/p
Nebul PZ 3cc per 8 jam

b) 28 Oktober 2016
 S : Panas (-), batuk (+), sesak napas (+)
 O : HR : 120 x/menit , RR : 40 x/menit, Suhu : 38’C,
KU: sedang
K/L : Sklera ikterik (-/-), conjungtiva anemis (+/+)
Thorax : simetris, retraksi -/-
Cor : S1S2 tunggal, regular, bising jantung (-)
Pulmo: vesikuler (+/+), ronkhi (+/+), wheezing (-/-)
Abdomen : supel, bising usus (+) dbn
Ektremitas : akral hangat (+/+/+/+), edema (-/-/-/-)
 A : Pneumonia + Anemia
 P :
O2 2 lpm
D5 ¼ NS 500 cc/24 jam
BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 11
Injeksi Ampicillin 4 x 200 mg
Injeksi gentamisin 1 x 200 mg
Ambroxol 4mg mfla pulv dtd no X
Salbutamol 0,4 mg / 3 dd pulv 1

Injeksi antrain 3 x 8 mg k/p


Nebul PZ 3cc per 8 jam
Termoregulasi
Diit 800 kalori (nasi 3x1 hari)

c) 29 Oktober 2016
 S : Panas (-), batuk (+) tapi jarang-jarang, sesak napas (+) menurun
 O : HR : 110 x/menit , RR : 34 x/menit, Suhu : 36,8’C,
KU: cukup
K/L : Sklera ikterik (-/-), conjungtiva anemis (+/+)
Thorax : simetris, retraksi -/-
Cor : S1S2 tunggal, regular, bising jantung (-)
Pulmo: vesikuler (+/+), ronkhi (+/+), wheezing (-/-)
Abdomen : supel, bising usus (+) dbn
Ektremitas : akral hangat (+/+/+/+), edema (-/-/-/-)
 A : Pneumonia
 P :
BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 12
Terapi tetap
O2 2 lpm ----- stop
Injeksi gentamisin 1 x 200 mg ---- stop

d) 30 Oktober 2016
S : batuk (+) <<, sesak napas (-)
O : HR: 96 x/menit, RR 22x/menit, suhu: 36,8 ’C
KU: baik
K/L : Sklera ikterik (-/-), conjungtiva anemis (+/+)
Thorax : Simetris, retraksi -/-
Cor : S1S2 tunggal, regular, bising jantung (-)
Pulmo : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Supel, bising usus (+) dbn
Ektremitas : Akral hangat (+/+/+/+), edema (-/-/-/-)
A : Pneumonia + Anemia
P:
D5 ¼ NS 500 cc/24 jam ---- stop
Inj. Ampicillin 4x200 mg
Ambroxol 4mg mfla pulv dtd no X
Salbutamol 0,4 mg / 3 dd pulv 1

Termoregulasi
BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 13
Diit 800 kalori (nasi 3x1 hari)
Acc KRS

KIE
 Menjelaskan kepada orang tua pasien bahwa keadaan pasien masih dalam kondisi belum stabil, Mengingatkan ke keluarga pasien bila
sesak napas semakin memberat harap segera melapor ke perawat.
 Menjelaskan kepada orang tua pasien untuk tetap memberikan asupan makan dan minum yang cukup, agar anak tidak semakin lemas
 Memberikan informasi kepada orang tua pasien mengenai kemungkinan komplikasi yang bisa terjadi ada pasien.

RESUME :
 Pasien dari poli anak dengan keluhan sesak napas. Sesak napas dikeluhkan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas tidak
membaik dengan posisi. Pasien juga mengeluhkan batuk sejak 4 hari sebelum masuk RS. Batuk awalnya kering tapi kemudian menjadi
berdahak (bunyi “grok-grok”). Dahak sulit keluar, batuk darah tidak dikeluhkan oleh keluarga pasien. Menurut keluarganya, pasien juga
mengeluh pilek dan demam. Demam muncul sehari setelah batuk, demam naik turun, suhu demam saat itu 390 Celcius, tidak menggigil,
dan tidak kejang. BAK dan BAB normal, tidak ada keluhan. Nafsu makan mulai berkurang sejak 4 hari sebelum masuk RS, tidak mual
dan muntah. Anak tampak lemas. Lalu keesokan harinya pasien dibawa ke RSUD Ploso.
 Terdapat riwayat keluarga yang merokok (ayah pasien), riwayat BBLR pada pasien (BB: 2200 gram).
 Pemeriksaan fisik didapatkan:
Vital sign: TD= 120/80 mmHg, N=125x/mnt, RR= 62x/mnt cepat dan meningkat, Suhu= 39,0˚C
a. Kepala/leher : anemis (+/+), napas cuping hidung (+/+)

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 14


b. Thorax : retraksi (+/+), vokal fremitus meningkat pada kedua sisi kanan dan kiri, sonor pada semua lapang paru, Rh
basah(+/+)
 Hasil laboratorium menunjukan anemia dan leukositosis
 Pemeriksaan foto thoraks AP lateral dengan pneumonia

Diagnosis Kerja : Pneumonia + anemia mikrositik hipokromik


Diagnosis Banding :
a. Bronkitis
b. Bronkiolitis
c. ISPA

Perbedaan Bronkopneumonia Bronkitis Bronkiolitis ISPA


Definisi Peradangan pada parenkim Penyakit saluran napas akut Penyakit infeksi saluran Infeksi akut yang
paru yang melibatkan bawah yang sering dijumpai napas bawah yang ditandai menyerang salah satu
bronkus/ bronkiolus yang dan penyebab utamanya virus. dengan adanya infeksi pada bagian/lebih dari saluran
berupa distribusi berbentuk bronkiolus napas mulai hidung sampai
bercak-bercak (patchy alveoli termasuk adneksanya
distribution). (sinus, rongga telinga
tengah, pleura).
Etiologi RSV, campak, varisela, Rhinovirus, RSV, influenza, RSV, parainfluenza, Streptokokus, stafilokokus,

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 15


zoster, influenza, parainfluenza, adenovirus. influenza, adenovirus, Pneumokokus, Haempfillus,
parainfluenza, adenovirus, Bronkitis akut selalu terdapat rhinovirus, M.pneumonia bordetella, adenovirus,
S.pneumoniae, S.aureus, pada anak dengan morbili, pikornavirus, mikoplasma,
M.tuberculosis pertusis, infeksi M.pneumoniae dll.
Epidemiologi Insiden ini pada di negara Tersering pada bayi.
berkembang hampir 30% Biasanya pada usia 2-24
pada anak-anak di bawah bulan, puncaknya pada usia
umur 5 tahun. 2-8 bulan
Gejala klinis Batuk, sesak napas, mengi Batuk, rasa sakit retrosternal, Batuk, sesak napas, demam Demam, pusing, malaise,
mengi anoreksia, vomitus, batuk,
dyspneu, stridor
Pemeriksaan Takipneu, dispneu Takipneu, dispneu Takipneu, dispneu Tergantung dalam
Paru : Paru : Paru :
fisik+penunjang klasifikasi ISPA derajat
Ins : retraksi Ins : retraksi Ins : retraksi
Pa: stem fremitus meningkat Pa: stem fremitus meningkat Pa: stem fremitus menurun ringan, sedang, atau berat.
pada sisi yang sakit Per: sonor Per: sonor-hipersonor
Per: sonor/ redup Aus: wheezing, ronchi basah Aus: wheezing, ronchi
Aus: ronchi basah halus kasar basah halus minimal
Nyaring Leukositosis
Leukositosis Rontgen: hiperinflasi,air
Rontgen: infiltrate, efusi, trapping, dapat terjadi
Konsolidasi atelektasis

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 16


Terapi di UGD :
• O2 nasal 2 lpm
• Inf. D5 ¼ NS 500cc/24 jam
• Inj. Ampicilin 4x200 mg
• Inj. Gentamicin 1x20mg
• Inj Antrain 1x 80 mg
• Nebul PZ 3cc/8jam
• Ambroxol 3x4 mg
• Salbutamol 3x0,4 mg

Terapi di Ruangan :
• O2 nasal 2 lpm
• Inf. D5 ¼ NS 500cc/24 jam
• Inj. Ampicilin 4x200 mg
• Inj. Gentamicin 1x20mg
• Inj Antrain 1x 80 mg
• Nebul PZ 3cc/8jam
• Ambroxol 3x4 mg
• Salbutamol 3x0,4 mg

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 17


TINJAUAN PUSTAKA

PNEUMONIA

A. PENDAHULUAN

Pneumonia merupakan infeksi saluran napas akut yang paling sering menyebabkan kematian pada anak di negara berkembang.
Umumnya penyebab pneumonia ialah bakteri tipik terutama Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae dan Staphylococcus
aureus. Pneumonia bakteri ditandai oleh gejala respiratorik akut dan gambaran foto rontgen infiltrat bercak-bercak atau infiltrat difus
yang dikenal sebagai gambaran bronkopneumonia atau pneumonia lobaris. Pneumonia bakteri umumnya responsif terhadap pengobatan
dengan antibiotik golongan beta-laktam. Di samping itu ditemukan pneumonia yang tidak responsif terhadap antibiotik beta-laktam,
pneumonia ini digolongkan sebagai pneumonia atipik (atypical pneumonia). Beberapa bakteri atipik respiratorik yang telah dikenal ialah
Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae Legionella pneumophila dan Ureaplasma urealyticum. Mycoplasma pneumoniae dan
Chlamydia spp. merupakan penyebab potensial infeksi saluran napas dan pneumonia pada anak, sedangkan Legionella pneumophila dan
Ureaplasma urealyticum jarang dilaporkan sebagai penyebab infeksi pada anak. Chlamydia trachomatis sering ditemukan sebagai
penyebab infeksi akut respiratorik pada bayi melalui transmisi vertikal dari ibu pada masa persalinan.

B. DEFINISI

Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan interstisial. Definisi lainnya disebutkan bahwa
pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang biasanya terjadi pada anak-anak tetapi lebih sering terjadi pada bayi dan awal
masa kanak-kanak dan secara klinis pneumonia terjadi sebagai penyakit primer atau komplikasi dari penyakit lain (Hockenberry dan
Wilson, 2009). Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai Negara berkembang termasuk Indonesia. Insidens
BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 18
pneumonia pada anak < 5 tahun di negara maju adalah 2-4 kasus/ 100 anak/ tahun, sedangkan di negara berkembang 10-20 kasus/100
anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian per tahun pada anak balita di negara berkembang.

C. ETIOLOGI
Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia, antara lain, virus, jamur, dan bakteri. Penyebab tersering adalah bakteri,
namun seringkali diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri. Pola kuman penyebab pneumonia
biasanya berbeda sesuai dengan distribusi umur pasien. Secara umum bakteri yang paling berperan penting dalam pneumonia adalah
Streptococcus pneumoniae, haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, streptokokus grup B, serta kuman atipik klamidia dan
mikoplasma.

Pneumonia dengan komplikasi


Dugaan kuman penyebab Pneumonia tanpa komplikasi
Efusi pleura Abses paru
Streptococcus pneumoniae ++++ ++ +
Haemophilus influenzae ++ ++ +
Streptococcus group A + ++ -
Flora mulut + +++ ++++
Staphylococcus aureus + ++ ++

D. KLASIFIKASI
Pembagian pneumonia tidak ada yang memuaskan. Pada umumnya diadakan pembagian atas dasar anatomis dan etiologis.
I. Pembagian anatomis:

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 19


1. Pneumonia lobaris
Biasanya gejala penyakit datang mendadak, tetapi kadang didahului oleh infeksi traktus respiratorius bagian atas. Pada anak-
anak kadang didahului badan menggigil dan pada bayi biasanya kejang. Napas menjadi sesak disertai dengan napas cuping
hidung, sianosis di sekitar hidung dan mulut, nyeri dada. Batuk mula-mula kering kemudian produktif. Pada pemeriksaan fisis,
gejala khas tampak setelah 1-2 hari. Pada permulaan suara pernapasan melemah sedangkan pada perkusi tidak jelas ada
kelainan. Setelah terjadi kongesti, ronkhi basah nyaring akan terdengar yang segera menghilang setelah terjadi konsolidasi.
Kemudian pada perkusi jelas terdengar keredupan dengan suara pernapasan sub-bronkhial sampai bronchial. Pada jstadium
resolusi ronkhi terdengar lebih jelas.
2. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
3. Pneumonia interstisialis (bronkiolitis)
Bronkiolitis adalah suatu infeksi sistem respiratorik bawah akut yang ditandai dengan pilek, batuk, distress pernapasan
dan ekspiratorik effort (usaha napas pada saat ekspirasi). Umumnya bronkiolitis menyerang pada anak di bawah umur 2 tahun
dengan kejadian tersering kira-kira usia 6 bulan. Penyebab tersering adalah RSV (lebih dari 50%) diikuti oleh virus
parainfluenza 3, dan adenovirus. Gejala awal yang mungkin timbul adalah tanda-tanda infeksi respiratorik atas akut berupa
demam, batuk, pilek, dan bersin. Setelah gejala di atas timbul biasanya diikuti oleh adanya kesulitan bernapas (sesak) yang
umumnya pada saat ekspirasi. Pada pemeriksaan fisis didapatkan frekuensi nafas yang meningkat (takipnu), disertai adanya
ekspirasi yang memanjang bahkan mengi. Pada pemeriksaan radiologis dijumpai gambaran hiperinflasi, dengan infiltrat yang
biasanya tidak luas. Berbeda dengan pneumonia bakteri, gambaran klinis yang berat akan menunjukkan gambaran kelainan
radiologis yang berat pula, sementara pada bronkiolitis gambaran klinis berat tanpa gambaran radiologis berat. Pada
pemeriksaan laboratorium (darah tepi) umumnya tidak memberikan gambaran yang bermakna, dapat disertai dengan
limfopenia.
BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 20
II. Pembagian etiologis:
1. Bakteria: Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus hemolyticus, Streptococcus aureus, Haemophilus influenza,
Mycobacterium tuberculosis.
2. Virus: Respiratory syncytial virus, virus influenza, adenovirus.
3. Mycoplasma pneumonia
4. Jamur: Histoplasma capsulatum, aspergillus spesies, candida albicans.
5. Aspirasi: makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing.
III. Klasifikasi pneumonia (berdasarkan WHO):
1. Bayi kurang dari 2 bulan
a. Pneumonia berat : napas cepat atau retraksi yang berat
b. Pneumonia sangat berat : tidak mau menetek/minum, kejang, letargis, demam, atau hipotermia, bradipnea, atau pernapasan
ireguler.
2. Anak umur 2 bulan – 5 tahun
a. Pneumonia ringan : napas cepat
b. Pneumonia berat : retraksi
c. Pneumonia sangat berat : tidak dapt minum/makan, kejang, letargis, malnutrisi
Kategori napas cepat sesuai umur anak (WHO) :
Umur Anak Hitung Napas Cepat
1. < 2 bulan ≥ 60 kali/menit
2. 2 bulan – 11 bulan ≥ 50 kali/menit
3. 1 tahun – 5 tahun ≥ 40 kali/menit
BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 21
4. ≥ 5 tahun ≥ 30 kali per menit

E. FAKTOR RISIKO
Banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya pneumonia pada balita. Beberapa faktor risiko yang meningkatkan
insidens pneumonia antara lain umur kurang dari 2 bulan, laki-laki, gizi kurang, BBLR, tidak mendapat ASI memadai, polusi udara,
kepadatan tempat tinggal, imunisasi tidak memadai, dan defisiensi vitamin A. Pada keadaan malnutrisi selain terjadinya penurunan
imunitas seluler, defisiensi Zn merupakan hal utama sebagai faktor risiko pneumonia. Penelitian meta-analisis menunjukkan bahwa
pemberian vitamin A pada anak dapat menurunkan risiko kematian karena pneumonia. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
pneumonia diantaranya:
a. Umur
Bayi lebih mudah terkena pneumonia dibandingkan dengan anak balita. Anak berumur kurang dari 1 tahun mengalami
batuk pilek 30% lebih besar dari kelompok anak berumur anatara 2 sampai 3 tahun. Mudahnya usia di bawah 1 tahun
mendapatkan risiko pneumonia disebabkan imunitas yang belum sempurna dan lubang saluran pernafasan yang relatif masih
sempit.
b. Jenis kelamin
Dalam program pemberantasan penyakit infeksi saluran pernafasan akut (P2 ISPA) dijelaskan bahwa laki-laki adalah
faktor risiko yang mempengaruhi kesakitan pneumonia (Depkes RI, 2004). Menurut Sunyataningkamto (2004), hal ini disebabkan
karena diameter saluran pernafasan anak laki-laki lebih kecil dibandingkan dengan anak perempuan atau adanya perbedaan dalam
daya tahan tubuh antara anak laki-laki dan perempuan. Dari penelitian di Indramayu yang dilakukan selama 1,5 tahun didapatkan
kesimpulan bahwa pneumonia lebih banyak menyerang balita berjenis kelamin laki-laki (52,9%) dibandingkan perempuan
(Sutrisna, 1993).
BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 22
c. Status Imunisasi
Kekebalan dapat dibawa secara bawaan, keadaan ini dapat dijumpai pada balita umur 5-9 bulan, dengan adanya kekebalan
ini balita terhindar dari penyakit. Dikarenakan kekebalan bawaan hanya bersifat sementara, maka diperlukan imunisasi untuk
tetap mempertahankan kekebalan yang ada pada balita. Salah satu pencegahan untuk mengurangi kesakitan dan kematian akibat
pneumonia adalah dengan pemberian imunisasi. Sekitar 43,1% - 76,6% kematian akibat ISPA yang berkembang dapat dicegah
dengan imunisasi seperti Difteri, Pertusis, dan Campak. Bila anak sudah dilengkapi dengan imunisasi DPT dan campak, dapat
diharapkan perkembangan penyakit ISPA tidak akan menjadi berat. Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang
berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti Difteri, Pertusis dan Campak. Maka peningkatan cakupan
imunisasi akan berperan besar dalam pemberantasan ISPA. Dengan imunisasi campak yang efektif, sekitar 11% kematian
pneumonia balita dapat dicegah. Dari hasil pengamatan selama 58 tahun periode penelitian di Amerika Serikat terhadap kematian
karena pneumonia balita diamati sejak tahun 1939 sampai 1996 menunjukkan vaksinasi campak berperan dalam menurunkan
kematian akibat pneumonia (Sjenileila, 2002).
d. Status Pemberian Vitamin A
Sejak tahun 1985 setiap 6 bulan posyandu memberikan kapsul 200.000 IU vitamin A pada balita dari umur satu sampai
dengan empat tahun. Pemberian kapsul vitamin A diberikan setahun dua kali pada bulan Februari dan Agustus, sejak anak berusia
enam bulan. Kapsul merah (dosis 100.000 IU) diberikan untuk bayi umur 6-11 bulan dan kapsul biru (dosis 200.000 IU) untuk
anak umur 12-59 bulan. Pemberian vitamin A berperan sebagai protektif melawan infeksi dengan memelihara integritas
epitel/fungsi barier, kekebalan tubuh dan mengatur pengembangan dan fungsi paru (Klemm, 2008).
e. Status Gizi Balita
Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi timbulnya pneumonia. Tingkat pertumbuhan fisik dan kemampuan
imunologik seseorang sangat dipengaruhi adanya persediaan gizi dalam tubuh dan kekurangan zat gizi akan meningkatkan
BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 23
kerentanan dan beratnya infeksi suatu penyakit seperti pneumonia. Gangguan status gizi dapat berupa KEP kekurangan energi
protein, defisiensi vitamin A, kekurangan asam folat, kekurangan Fe, peridoksin dan Zn dan mungkin dengan gangguan
mekanisme pertahanan tubuh dan menyebabkan infeksi. Pada keadaan kekurangan energi protein terjadi suatu perubahan dalam
sel mediator imunitass dalam fungsi bacterial netrofil, dalam system komplemen dan dalam respon sekresi Ig A. Sekresi Ig A
yang terendah berasamaan dengan imunitas mukosa dan menyebabkan kolonisasi dan kontak patogen –patogen dengan epitel
sehingga terjadi penyebaran sistemik infeksi (Depkes RI, 2002). Penurunan sekresi IgA dalam cairan respirasi dan komplemen
serum inilah akan menyebabkan pula gangguan dalam regenerasi epitel respirasi yang mengakibatkan infeksi pada paru-paru.
f. Pemberian ASI Eksklusif
Air susu ibu diketahui memiliki zat yang unik bersifat anti infeksi. ASI juga memberikan proteksi pasif bagi tubuh balita
untuk menghadapi patogen yang masuk ke dalam tubuh. Pemberian ASI eksklusif terutama pada bulan pertama kehidupan bayi
dapat mengurangi insiden dan keparahan penyakit infeksi. Sehingga pemberian ASI secara Eksklusif selama 6 bulan dapat
mencegah pneumonia oleh bakteri dan virus. Hasil penelitian Naim (2001) di Jawa Barat menjelaskan anak usia 4 bulan – 24
bulan yang tidak mendapat ASI Eksklusif menunjukkan hubungan yang bermakna terhadap terjadinya pneumonia dan memiliki
risiko terjadinya pneumonia 4,76 kali disbanding anak umur 4 bulan-24 bulan yang diberi ASI eksklusif ditunjukkan dengan nilai
statistic OR=4,76 (95% CI: 2,98-7,59).
g. Berat Badan Lahir
Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai risiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan bayi
berat lahir normal. Hal ini terutama terjadi pada bulan-bulan pertama kelahiran sebagai akibat dari pembentukan zat anti
kekebalan yang kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi terutama pneumonia dan penyakit saluran
pernafasan lainnya.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 24


h. Faktor Perilaku
Dari hasil penelitian yang dilakukan di Jawa Tengah didapat ada hubungan antara keberadaan anggota keluarga yang
merokok dengan kejadian ISPA balita yang orang tuanya merokok mempunyai risiko 4,63 kali lebih besar terkena penyakit ISPA
dibandingkan dengan balita yang orang tuanya tidak merokok (Suhandayani, 2007). Sunyataningkamto (2004), menjelaskan
bahwa asap rokok akan mengurangi fungsi silia, menghancurkan sel epitel bersilia yang akan diubah menjadi sel skuamosa dan
menurunkan humoral/imunitas seluler baik local maupun sistemik. Kebiasaan merokok juga dapat menambah pengeluaran rumah
tangga yang tidak memiliki pengaruh penting terhadap peningkatan status kesehatan keluarga.

F. PATOGENESIS
Sebagian besar pneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi kuman atau penyebaran langsung kuman dari saluran respiratorik
atas. Hanya sebagian kecil merupakan akibat sekunder dari viremia / bakteremia atau penyebaran dari infeksi intraabdomen. Dalam
keadaan normal saluran respiratorik bawah mulai dari sublaring hingga unit terminal dalam keadaan steril. Paru terlindung dari infeksi
dengan beberapa mekanisme:
1. Filtrasi partikel di hidung
2. Pencegahan aspirasi dengan refleks epiglotis
3. Ekspulsi benda asing melalui refleks batuk
4. Pembersihan ke arah kranial oleh selimut mukosilier
5. Fagositosis kuman oleh makrofag alveolar
6. Netralisasi kuman oleh substansi imun local
7. Drainase melalui sistem limfatik
Pneumonia terjadi jika satu atau lebih mekanisme di atas mengalami gangguan.
BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 25
G. MANIFESTASI KLINIS
Gejala dan tanda klinis pneumonia bervariasi tergantung dari kuman penyebab, usia pasien, status imunologis pasien, dan
beratnya penyakit. Manifestasi klinis biasanya berat yaitu sesak, sianosis, tetapi dapat juga gejalanya tidak terlihat jelas seperti pada
neonatus. Gejala dan tanda pneumonia dapat dibedakan menjadi gejala umum infeksi (nonspesifik), gejala pulmonal, pleural, atau
ekstrapulmonal. Gejala nonspesifik meliputi demam, menggigil, sefalgia, resah dan gelisah. Beberapa pasien mungkin mengalami
gangguan gastrointestinal seperti muntah, kembung, diare, atau sakit perut. Gejala pada paru timbul setelah beberapa saat proses infeksi
berlangsung. Setelah gejala awal seperti demam dan batuk pilek, gejala napas cuping hidung, takipnue, dispnue, dan timbul apnue. Otot
bantu napas interkostal dan abdominal mungkin digunakan. Batuk umumnya dijumpai pada anak besar, tapi pada neonatus bisa tanpa
batuk.
Frekuensi napas merupakan indeks paling sensitive untuk mengetahui beratnya penyakit. Hal ini digunakan untuk mendukung
diagnosis dan memantau tata laksana pneumonia. Pengukuran frekuensi napas dilakukan dalam keadaan anak tenang atau tidur. Tim
WHO telah merekomendasikan untuk menghitung frekuensi napas pada setiap anak dengan batuk. Dengan adanya batuk, frekuensi napas
yang lebih dari normal serta adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing), WHO menetapkan sebagai
pneumonia (di lapangan), dan harus memerlukan perawatan dengan pemberian antibiotik. Perkusi toraks pada anak tidak mempunyai
nilai diagnostic karena umumnya kelainan patologinya menyebar; suara redup pada perkusi biasanya karena adanya efusi pleura.3 Suara
napas yang melemah seringkali ditemukan pada auskultasi. Ronkhi basah halus yang khas untuk pasien yang lebih besar, mungkin tidak
terdengar pada bayi. Pada bayi dan balita kecil karena kecilnya volume toraks biasanya suara napas saling berbaur, dan sulit untuk
diidentifikasi. Secara klinis pada anak sulit membedakan pneumonia bakterial dengan pneumonia viral. Namun sebagai pedoman dapat
disebutkan bahwa pneumonia bakterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, leukositosis, dan perubahan nyata pada
pemeriksaan radiologis. Namun keadaan seperti ini kadang-kadang sulit dijumpai pada seluruh kasus.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 26


H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis pneumonia terutama didasarkan gejala klinis, sedangkan pemeriksaan foto rontgen toraks perlu dibuat untuk
menunjang diagnosis, selain untuk melihat luasnya kelainan patologi secara lebih akurat. Foto torak antero posterior (AP) dan lateral
dibutuhkan untuk menentukan lokasi anatomik dalam paru, luasnya kelainan, dan kemungkinan adanya komplikasi seperti
pneumotoraks, pneumomediastinum, dan efusi pleura. Infiltrat tersebar paling sering dijumpai, terutama pada pasien bayi. Pada foto
thoraks terlihat infiltrate alveolar yang dapat ditemukan di seluruh lapang paru. Gambaran lain yan dapat dijumpai adalah konsolidasi
pada satu lobus atau lebih pada pneumonia lobaris dan penebalan pleura pada pleuritis. Pembesaran kelenjar hilus sering terjadi pada
pneumonia karena H. influenzae dan S. aureus, tapi jarang pada pneumonia S. pneumoniae. Adanya gambaran pneumatokel pada foto
toraks mengarahkan dugaan ke S. aureus. Kecurigaan ke arah infeksi S. aureus apabila pada foto rontgen dijumpai adanya gambaran
pneumatokel dan usia pasien di bawah 1 tahun. Foto rontgen toraks umumnya akan normal kembali dalam 3-4 minggu.
Pemeriksaan radiologis tidak perlu diulang secara rutin kecuali jika ada pneumatokel, abses, efusi pleura, pneumotoraks atau
komplikasi lain. Sebagaimana manifestasi klinis, demikian pula pemeriksaan radiologis tidak menunjukkan perbedaan nyata antara
infeksi virus dengan bakteri. Apabila dijumpai adanya gambaran butterfly di sekitar jantung /parakardial maka kemungkinan infeksi oleh
virus. Pada sebagian besar kasus, pemeriksaan ekstensif tidak perlu dilakukan, tapi pemeriksaan laboratorium mungkin membantu dalam
memperkirakan kuman penyebab. Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit perlu dilakukan untuk membantu menentukan
pemberian antibiotik. Leukositosis hingga >15.000/ul seringkali dijumpai. Dominasi neutrofil pada hitung jenis atau adanya pergeseran
ke kiri menununjukkan bakteri sebagai penyebab. Leukosit >30.000/ul dengan dominasi neutrofil mengarah ke pneumonia streptokokus.
Laju endap darah dan C-reactive protein (CRP) indikator inflamasi yang tidak khas sehingga hanya sedikit membantu. Adanya CRP
yang positif dapat mengarah kepada infeksi bakteri. Pemeriksaan kultur dan pewarnaan Gram sputum dengan kualitas yang baik
direkomendasikan dalam tata laksana anak dengan pneumonia berat. Kultur darah tidak direkomendasikan secara rutin pada pasien rawat

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 27


jalan, tetapi direkomendasikan pada pasien rawat inap dengan kondisi berat. Adanya efusi pleura menguatkan dugaan bakteri sebagai
penyebabnya. Empiema lebih banyak dijumpai pada anak <2 tahun dan pada laki-laki.

I. DIAGNOSIS
Diagnosis pneumonia yang terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu dengan pemeriksaan mikrobiologik. Sayangnya
pemeriksaan ini banyak sekali kendalanya, baik dari segi teknis maupun biaya. Bahkan dalam penelitianpun kuman penyebab spesifik
hanya dapat diidentifikasi pada kurang dari 50% kasus. Dengan demikian diagnosis pneumonia terutama berdasarkan manifestasi klinis,
dibantu pemeriksaan penunjang lain. Tanpa pemeriksaan mikrobiologik, kesulitan yang lebih besar adalah membedakan kuman
penyebab; bakteri, virus, atau kuman lain. Pneumonia bakterial lebih sering mengenai bayi dan balita dibanding anak yang lebih besar.
Pneumonia bakterial biasanya timbul mendadak, pasien tampak toksik, demam tinggi disertai menggigil, dan sesak memburuk dengan
cepat. Pneumonia viral biasanya timbul perlahan, pasien tidak tampak sakit berat, demam tidak tinggi, gejala batuk dan sesak bertambah
secara bertahap. Infeksi virus biasanya melibatkan banyak organ bermukosa (mata, mulut, tenggorok, usus). Semakin banyak organ
tersebut terlibat makin besar kemungkinan virus sebagai penyebabnya. Pneumonia bakterial bersifat khas yaitu hanya organ paru yang
terkena. Tabel berikut ini dapat membantu dalam membedakan kuman penyebab pneumonia:

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 28


Pemeriksaan Bakteri Virus Mikoplasma
Anamnesis
Umur Berapapun, bayi Berapapun Usia sekolah
Awitan Mendadak Perlahan Tidak nyata
Sakit serumah Tidak Ya, bersamaan Ya, berselang
Batuk Produktif Non produktif Kering
Gejala penyerta Toksik Myalgia, ruam Nyeri kepala, otot,
renggorok
Fisis
Keadaan umum Klinis > temuan Klinis ≤ temuan Klinis < temuan
Demam Umumnya ≥ 390C Umumnya < 390C Umumnya < 390C
Auskultasi Ronkhi kadang- Ronkhi bilateral, Rinkhi unilateral,
kadang difus, wheezing wheezing
Table 1 Pedoman Klinis Membedakan Penyebab Pneumonia

J. TATA LAKSANA
J.1 Kriteria rawat inap
a. Bayi
 Saturasi oksigen ≤ 92%, sianosis
 Frekuensi napas > 60 x/menit
 Distres pernapasan, apnea intermiten, atau grunting
 Tidak mau minum/menetek
 Keluarga tidak bisa merawat di rumah
b. Anak
 Saturasi oksigen < 92%, sianosis
BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 29
 Frekuensi napas > 50 x/menit
 Distres pernapasan,
 Grunting
 Terdapat tanda dehidrasi
 Keluarga tidak bisa merawat di rumah
Pasien pneumonia mempunyai indikasi untuk perawatan di rumah sakit. Sesak yang terjadi harus ditangani dengan segera.
Pneumonia pada bayi di bawah 2 bulan biasanya menunjukkan gejala yang cukup berat. Tata laksana pasien meliputi terapi suportif
dan terapi etiologik. Terapi suportif berupa pemberian makanan atau cairan sesuai kebutuhan serta koreksi asam-basa dan elektrolit
sesuai kebutuhan. Terapi oksigen diberikan secara rutin. Jika penyakitnya berat dan sarana tersedia, alat bantu napas mungkin
diperlukan terutama dalam 24-48 jam pertama. Bagian yang sangat penting dari tata laksana pneumonia adalah pemberian antibiotik.
Idealnya tata laksana pneumonia sesuai dengan kuman penyebabnya. Namun karena berbagai kendala diagnostik etiologi, untuk
semua pasien pneumonia diberikan antibiotik secara empiris. Beberapa cara dalam pemilihan antibiotik:
- Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada anak < 5 tahun karena efektif melawan sebagian besar
pathogen yang menyebabkan pneumonia pada anak, ditoleransi dengan baik dan murah. Alternatifnya adalah co-amoxiclav,
ceflacor, eritromisin, claritromisin, dan azitromisin.
- M. pneumonia lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua maka antibiotik golongan makrolid dibelikan sebagai pilihan pertama
secara empirin pada anak ≥ 5 tahun.
- Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika S.pneumoniae sangat mungkin sebagai penyebab.
- Jika S. aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan marolid atau kombinasi flucloxacilin dengan amoksisilin.
- Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat menerima obat per oral (misal karena muntah) atau
termasuk dalam derajat pneumonia berat.
BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 30
- Antibiotik intravena yang dianjurkan adalah ampisilin dan kloramfenikol, co-amoxiclav, ceftriaxon, cefuroxime, dan cefotaxim.
- Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat perbaikan setelah mendapat antibiotik intravena.
Pedoman lain pemberian antibiotik sampai 2-3 hari bebas demam. Pada pasien pneumonia community acquired, umumnya
ampisilin dan kloramfenikol masih sensitif. Pilihan berikutnya adalah obat golongan sefalosporin atau makrolid. Pada tabel
memperlihatkan anjuran pilihan antibiotik. Mengenai penggunaan makrolid pada pneumonia telah banyak dilaporkan. Penggunaan
azitromisin dan klaritromisin pada IRBA sama efektifnya dengan pemberian co-amoksiklav. Pemberian azitromisin tolerabilitasnya
cukup baik serta efek sampingnya minimal bila dibandingkan dengan co-amoksiklav. Pemberian azitromisin sekali sehari selama 3 hari
efektifitasnya setara dengan pemberian co-amoksiklav selama 10 hari. Penggunaan klaritromisin secara multisenter pada pneumonia
mendapatkan hasil yang cukup baik dalam hal efektifitas dan efek sampingnya. Efek samping gangguan gastrointestinal seperti mual,
nyeri abdomen didapatkan pada sebagian kecil pasien yang tidak berbeda bermakna dengan antibiotik lain.
Pada keadaan imunokompromis (gizi buruk, penyakit jantung bawaan, gangguan neuromuscular, keganasan, pengobatan
kortikosteroid jangka panjang, fibrosis kronik, infeksi HIV), pemberian antibiotik harus segera dimulai saat tanda awal pneumonia
didapatkan, dengan pilihan antibiotik sefalosporin generasi ketiga.

Table 2 Anjuran antibiotik empiris sesuai dengan perjalanan penyakit pneumonia anak

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 31


J.2 Nutrisi
a. Pada anak dengan distress pernapasan berat, pemberian makanan per oral harus dihindari. Makanan dapat diberikan lewat
nasogastric tube (NGT) atau intravena. Tetapi harus diingat bahwa pemasangan NGT dapat menekan pernapasan, khususnya
pada bayi/anak dengan ukuran lubang hidung kecil. Jika memang dibutuhkan, sebaiknya menggunakan ukuran kecil.
b. Perlu dilakukan pemantauan balans cairan ketat agar anak tidak mengalami overhidrasi karena pada pneumonia berat terjadi
peningkatan sekresi hormone antidiuretik

J.3 Kriteria pulang


a. Gejala dan tanda pneumonia menghilang
b. Asupan per oral adekuat
c. Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (per oral)
d. Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol
e. Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah

K. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat disebabkan karena pneumonia adalah:
1. Pleuritis
2. Efusi pleura/empiema
3. Pneumothoraks
4. Abses paru
5. Gagal napas
BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 32
L. PENCEGAHAN
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap kejadian pneumonia. Upaya yang dapat dilakukan antara
lain:
 Memberikan imunisasi campak pada usia 9 bulan dan imunisasi DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu pada usia
2, 3, dan 4 bulan.
 Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberikan ASI pada bayi neonatal sampai berumur 2 tahun dan makanan yang
bergizi pada balita.Di samping itu, zat-zat gizi yang dikonsumsi bayi dan anak-anak juga perlu mendapat perhatian.
 Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan dan polusi di luar ruangan.
 Mengurangi kepadatan hunian rumah.
2. Pencegahan Sekunder
Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk mencegah orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat
progresifitas penyakit, menghindari komplikasi, dan mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan sekunder meliputi diagnosis dini dan
pengobatan yang tepat sehingga dapat mencegah meluasnya penyakit dan terjadinya
komplikasi. Upaya yang dapat dilakukan antara lain:
 Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral dan penambahan oksigen.
 Pneumonia : diberikan antibiotik kotrimoksasol oral, ampisilin atau amoksilin.
 Bukan Pneumonia : perawatan di rumah saja. Tidak diberikan terapi antibiotik. Bila demam tinggi diberikan parasetamol.
Bersihkan hidung pada anak yang mengalami pilek dengan menggunakan lintingan kapas yang diolesi air garam. Jika anak
mengalami nyeri tenggorokan, beri penisilin dan dipantau selama 10 hari ke depan.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 33


3. Pencegahan Tertier
Tujuan utama dari pencegahan tertier adalah mencegah agar tidak munculnya penyakit lain atau kondisi lain yang akan memperburuk
kondisi balita, mengurangi kematian serta usaha rehabilitasinya. Pada pencegahan tingkat ini dilakukan upaya untuk mencegah proses
penyakit lebih lanjut seperti perawatan dan pengobatan. Upaya yang dilakukan dapat berupa:
 Melakukan perawatan yang ekstra pada balita di rumah, beri antibiotik selama 5 hari, anjurkan ibu untuk tetap kontrol bila
keadaan anak memburuk.
 Tingkatkan pemberian ASI
 Bila anak bertambah parah, maka segera bawa ke sarana kesehatan terdekat agar penyakit tidak bertambah berat dan tidak
menimbulkan kematian.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 34

Anda mungkin juga menyukai