IDENTITAS PASIEN
Nama pasien : Tn. S
Umur : 57 Tahun
Berat : 60 kg
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Bogeman lor rt 5/I Magelang
III. ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Nyeri daerah perut kanan bawah.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan adanya benjolan di sekitar lipat paha
kanan sejak 7 bulan yang lalu. benjolan muncul saat beraktifitas berat
seperti mengangkat pasir. Pasien merupakan buruh pasir lepas.
Benjolan hilang saat berbaring. Saat benjolan muncul, pasien
menyangkal nyeri. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Riwayat DM,
keluhan serupa, alergi disangkal oleh pasien. Pada pemeriksaan: KU:
tampak sakit sedang, KS: compos mentis. Vital sign: TD: 140/90 nadi:
90x/menit, respirasi: 20x/menit. pada pemeriksaan fisik regio inguinal
terdapat benjolan pada inguinal dextra, palpasi: teraba massa di
inguinal dextra, permukaan rata, kenyal, nyeri tekan (-).
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat penyakit asma (-), riwayat penyakit kencing manis (-),
riwayat penyakit jantung (-), riwayat alergi obat (-), riwayat operasi
sebelumnya (-) dan pasien belum pernah mondok di Rumah Sakit.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat penyakit dalam keluarga (-), kencing manis (-), dan
hipertensi dalam keluarga (-).
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah rutin :
AL : 6,3 rb/mm3
Hb : 12,8 gr/dL
BT : 2’10’’
CT : 4’ 00’’
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, maka :
Diagnosis pre operatif : Hernia Inguinalis Lateralis Dextra
Status operatif :
- Teknik : spinal anastesi; obat induksi: bupivacaine (Decain
Spinal), Morfina
- ASA : 1 (Pasien tidak memiliki kelainan organik maupun
sistemik selain penyakit yang akan dioperasi)
- Vital sign awal : T= 160/90; N=90; RR=20x/menit; Suhu= 36.50C
Nadi SpO2
10.15 95 99
10.30 100 99 RL
10.45 90 100
11.00 95 100
11.15 115 99
11.30 90 99 RL
Recovery :
VIII. PEMBAHASAN
Pada kasus ini, dihadapkan pasien usia 57 tahun, jenis kelamin laki-laki, dengan
diagnosis Hernia Inguinalis Dextra. Hasil pemeriksaan fisik tidak didapatkan
kelainan sistemik. Hasil pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium tidak
didapatkan abnormalitas pembacaan sampel darah. Pasien dikategorikan pada
ASA I yaitu tidak memiliki kelainan sistemik.
Tindakan bedah yang dilakukan adalah hernioraphy, yaitu pengambilan
prostat melalui pembukaan pada vesica urinaria. Tindakan operasi tersebut
termasuk operasi besar yang membutuhkan waktu cukup lama dengan resiko
terjadinya banyak perdarahan. Berdasarkan pertimbangan lokasi daerah operasi,
lamanya waktu operasi yang dibutuhkan, dan status ASA pasien, maka
diputuskan teknik anestesi yang digunakan adalah anestesi spinal dengan
pertimbangan memiliki resiko paling kecil bagi penderita.
Sebelum induksi dilakukan loading cairan dengan RL 1000 cc untuk
mengatasi terjadinya hipotensi pasca blok spinal. Ini dilakukan karena pada
anestesi spinal syaraf simpatis terblok menyebabkan terjadi vasodilatasi dan
venous pooling yang menyebabkan turunnya preload dan cardiac output
sehingga terjadi hipotensi.
Untuk induksi digunakan Decain Spinal (bupavacaine 5 mg) 4cc yang
diberikan melalui jarum spinal. Decain Spinal (bupavacaine 5 mg), merupakan
suatu anestetik lokal yang kuat, stadium anestesi terjadi lebih kuat, lebih cepat
dan lebih lama. Onsetnya 10 menit dan durasinya 1-1,5 jam. Decain Spinal
(bupavacaine 5 mg) memberikan relaksasi otot cukup baik. Decain Spinal
(bupavacaine 5 mg) dapat melewati sawar darah otak sehingga dapat
mendepresi syaraf otak yang menguntungkan dalam tindakan operasi.
Untuk rumatannya diberikan Granon (ondansetron) sebanyak 1 ampul i.v.
untuk mencegah terjadinya mual dan muntah pasca bedah. Diberikan
Midazolam (Sedacum) sebanyak 1,5 cc sebagai sedatif untuk mengatasi
kecemasan. Dosis Midazolam 0,04–0,07 mg/kgBB. Dexketoprofen 25 mg
(Ketesse 2,5%) sebagai analgetik diberikan 1 ampul . Untuk mengatasi
perdarahan yang terjadi diberikan Hemostatik berupa Adona dan Kalnex
masing-masing 2 ampul. Adona berfungsi untuk mengatasi perdarahan karena
penurunan resistensi kapiler dan Kalnex diberikan sebagai antifibrinolisis.
Diberikan oksigen untuk mencegah terjadinya hipoksia karena Hb sebagai
pengikat O2 dalam darah rendah, jadi diharapkan oksigen yang diberikan dapat
mengatasi hipoksia jaringan sebagai oksigen terlarut.
Selama operasi berlangsung digunakan RL sebagai cairan rumatan.
Perdarahan selama operasi ± 2500 cc atau > 20% dari volume darah total pada
dewasa, harus diganti dengan darah. Tapi sebelumnya tetap diberikan kristaloid
dan koloid terlebih dahulu untuk mengganti cairan yang telah keluar. Selama
operasi diberikan kristaloid sebanyak 12 kolf (6000 cc) guyur dan koloid
sebanyak 2 kolf (1000 cc). Pada kasus perdarahan, jumlah perdarahan dapat
digantikan dengan kristaloid sebanyak 3 kali jumlah perdarahan dan koloid
sebanyak 1 kali jumlah perdarahan karena molekulnya lebih besar dan hampir
sama dengan komponen darah. Penggunaan kristaloid diselingi dengan
pemberian koloid karena kristaloid hanya bertahan di intravaskular ± 30 menit
dan setelah itu akan keluar ke ekstravaskular, dengan pemberian koloid
diharapkan akan mempertahankan cairan kristaloid di intravaskular.
Kebutuhan cairan di ruang operasi :
Maintenance : BB x 2 cc/jam = 50 x 2 = 100 cc/jam
Puasa : lama puasa x maintenance = 8 jam x 100 cc/jam = 800 cc/jam
Stress operasi : jenis operasi x BB = 8 x 50 kg = 400 cc/jam
Perdarahan : ± 3000 cc dalam 2 jam
EBV dewasa 70-75 cc/kgBB = 70 x 50 = 3500 cc
% EBV = 2500 cc/3500 cc x 100% = 71,4%
Karena perdarahan pada kasus ini > 20 % maka penggantian cairan yang keluar
adalah darah. Namun untuk mengejar cairan yang sudah keluar diberikan
kristaloid dan koloid terlebih dahulu kemudian baru transfusi setelah dilakukan
pemeriksaan Hb pasca operasi.
Koloid diberikan sebanyak 2 kolf (1000 cc) yang dianggap dapat menggantikan
1000 cc cairan yang telah keluar.
Kebutuhan kristaloid pada jam I di kamar operasi :
= 3 (perdarahan) + maintenance + stress operasi + puasa jam pertama (50%)
= 3 (1500) + 100 + 400 + 400 = 5400 cc
Di kamar operasi telah diberikan kristaloid RL sebanyak 12 kolf atau 6000 cc.
Jadi kebutuhan cairan di kamar operasi telah terpenuhi.
DAFTAR PUSTAKA