Lapkas Ilma Tutut Ppok PDF
Lapkas Ilma Tutut Ppok PDF
Disusun oleh:
ILMA FITRIANA 030.14.092
TUTUT FITRIANI 030.13.194
Pembimbing:
dr. Sukaenah, Sp.P
Disusun oleh:
Ilma Fitriana 03.014.092
Tutut Fitriani 030.013.194
Telah diterima dan disetujui oleh dr. Sukaenah, Sp.P selaku pembimbing Kepaniteraan
Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Budhi Asih
I. IDENTITAS PASIEN
II. ANAMNESIS
IV. RINGKASAN
Tn A 60 tahun dengan keluhan sesak nafas 10 hari SMRS. Sesak nafas terus menerus
makin memberat tidak hilang timbul. Sesak yang dirasakan awalnya tidak mengganggu
aktifitas kerja, namun sesak terasa semakin kuat setiap harinya. Sesak tidak dicetuskan oleh
allergen seperti debu, udara dingin, bulu binatang, gatal-gatal. Suara “ngik-ngik disangkal”.
Sesak nafas tidak dipengaruhi oleh aktifitas maupun berjalan jauh. Keluhan sesak nafas
disertai batuk berdahak berwarna hijau kekuningan. Awalnya batuk tidak berdahak
kemudian mulai timbul dahak tetapi susah dikeluarkan dan semakin hari dahak berubah
menjadi kuning kehijauan. Batuk berdarah disangkal. Nyeri dada (+) dan tidak menjalar.
Perasaan panas di dada(heartburn) disangkal. Nyeri dada seperti tertimpa/tertindih beban
berat, nyeri muncul saat beraktifitas, nyeri dada menjalar ke lengan disangkal. Nyeri ulu hati
disangkal.Muntah, keringat malam, penurunan nafsu makan disangkal. Demam (+). BAB
tidak ada kelainan. Nafas berbau ureum disangkal. Nyeri pinggang disangkal. Tidak ada
luka, bengkak atau nanah pada kaki.
Pasien sudah pernah dirawat karena keluhan yang sama tetapi lebih ringan
dibandingkan keluhan yang dirasakan pasien sekarang. Dirawat pada tanggal 28 desember
2018 di RS. Pasar Rebo. Penyakit ginjal, penyakit jantung, HT DM, Asma dan TB disangkal.
Bapak pasien memiliki keluhan yang sama. Pasien merokok 2 bungkus dalam satu hari.
Pasien jarang berolahraga. Pada pemeriksaan fisik inspeksi dinding thorax bergerak tidak
simetris, didapatkan Barrel chest, retraksi intercostal (-), Pemakaian otot bantu
pernafasan (+), sela iga melebar (-) pernafasan thorakoabdominal. Pada palpasi
didapatkan pergerakan dada tidak simetris kanan kiri, Pada auskultasi paru didapatkan
ronkhi basah +/+, wheezing -/-. Pada perkusi didapatkan paru sonor. Pada pemeriksaan
penunjang ditemukan: Hemoglobin 12.1 g/dl, hematokrit 36%, leukosit 21.7 ribu/uL,
eritrosit 4.1 juta/uL,GDS 228, creatinin 1.6 mg/dl, PH 7.3, PCO2 55 mmHg, PO2 70 mmHg,
HCO3 21.3. Sputum jamur blastospora (+), Spora (+), Gram positif kokus (+) BTA (-)
V. DAFTAR MASALAH
1. PPOK Eksaserbasi akut
2. CAP
• Spiriva 1x1
• Ombres 1x1
• BK IV 3x1
• Ambroxol 3x1
• Cefixim 2x1
• Claritomizin 3x200mg
• Flumucyl 2x1
Hari 1 (06/01/2019)
S Pasien mengeluh sesak (+) batuk (+) disertai dengan dahak yang sulit dikeluarkan, nyeri
dada (+). Lemas (+) demam (+)
O Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran: Compos Mentis
Tekanan darah: 126/99 mmHg Nadi: 100 x/menit Saturasi: 78%
Suhu : 37 ˚C Pernapasan: 28 x/menit
Kepala: normocepali, CA -/-, SI -/-
Leher: KGB dbn
Thorax: Pul: Redup, SNV +/+, Rhonki +/+, wheezing -/-
Cor: BJ I/II reg, M(-), G(-)
Abdomen: BU (+), Nyeri tekan (-)
Supel
- -
Ekstremitas: AH (+) OE - -
Penunjang:
Hemoglobin 12.1 Natrium 143mmol/L
Eritrosit 4.1
Leukosit 21.7
Hematokrit 36
RDW-CV 13.1
Ureum 37
Creatinin 1.60
PH 7.3
pCO2 55
pO2 70
HCO3 21.3
BTA negative
A PPOK eks akut
CAP PSI Stage III
P Metilprednisone 125mg (ekstra)
Instruksi:
Pasang monitor
Cek AGD 12 jam lagi
Bila saturasi >93% Berikan Inhalasi Ventolin ekstra, Foto Thorax
Hari 2 (07/01/2019)
S Pasien mengeluh sesak (+) batuk (+) dahak (+), nyeri dada (+) demam (+)
Penunjang:
PH 7.31
pCO2 47
pO2 227
HCO3 24
Total CO2 25
Kelebihan Basa -2.5
Sputum Jamur blastospora (+) spora (+)
A PPOK eks akut
CAP PSI Stage III
P BK IV 3x1
Ambroxol 3x1
Cravox
Inhalasi Ventolin ekstra
Pulmicort 3x1
Instruksi:
Sputum jamur, sputum gram, sputum BTA, AGD
Hari 3 (08/01/2019)
S Pasien mengeluh sesak (+) batuk (+) dahak (+), nyeri dada (+) demam (+)
O Keadaan umum: Tampak lemah
Kesadaran: Penurunan Kesadaran
Tekanan darah: 123/68 mmHg Nadi: 103 x/menit Saturasi: 88%
Suhu : 36.8 ˚C Pernapasan: 32 x/menit
Kepala: normocefali, CA -/-, SI -/-
Leher: KGB dbn, tidak teraba pembesaran tiroid
Thorax: Pul: SNV +/+, Rhonki +/+, wheezing -/-
Cor: BJ I/II reg, M(-), G(-)
A Dyspnoe
CAP PSI Stage III
PPOK eks akut.
P BK IV 3x1
Ambroxol 3x1
Cravox
Inhalasi Ventolin ekstra
Pulmicort 3x1
Metilprednisone 125mg (ekstra)
Hari 4 (09/01/2019)
S Pasien mengeluh sesak (+) batuk (+) dahak (+) nyeri dada (+)
O Keadaan umum: Tampak lemah
Kesadaran: Penurunan Kesadaran
Tekanan darah: 107/76 mmHg Nadi: 100 x/menit Saturasi: 88%
Suhu : 36.8 ˚C Pernapasan: 35 x/menit
Kepala: normocefali, CA -/-, SI -/-
Leher: KGB dbn, tidak teraba pembesaran tiroid
Thorax: Pul: SNV +/+, Rhonki +/+, wheezing -/-
Cor: BJ I/II reg, M(-), G(-)
Penunjang:
PH 7.27
pCO2 62
pO2 81
HCO3 29
Total CO2 31
Kelebihan Basa 0.5
A Dyspnoe
CAP PSI Stage III
PPOK eks akut.
P Inhaler pulmicort & Ventolin 3x/hari
Spiriva 1x1
Ombres 1x1
BK IV 3x1
Ambroxol 3x1
Cefixim 2x1
Claritomizin 3x200mg
Flumucyl 2x1
Instruksi:
AGD
Hari 5 (10/01/2019)
S Pasien mengatakan sesak dan nyeri dada berkurang, masih batuk (+) dahak hijau
kekuningan (+). Mual muntah (-)
O Keadaan umum: Tampak lemah
Kesadaran: Compos Mentis
Tekanan darah: 98/51mmHg Nadi: 103 x/menit Saturasi: 97%
Suhu : 36,8 ˚C Pernapasan: 30 x/menit
Kepala: normocefali, CA -/-, SI -/-
Leher: KGB dbn, tidak teraba pembesaran tiroid
Thorax: Pul: SNV +/+, Rhonki +/+, wheezing -/-
Cor: BJ I/II reg, M(-), G(-)
Abdomen: BU (+), Nyeri tekan - - -
Supel - - -
- - -
- -
Ekstremitas: AH (+) OE - -
Penunjang:
PH 7.38
pCO2 45
pO2 178
HCO3 27
Total co2 28
Kelebihan basa 1.7
A PPOK Eks Akut
CAP PSI Stage III
P Inhaler pulmicort & Ventolin 3x/hari
Spiriva 1x1
Ombres 1x1
BK IV 3x1
Ambroxol 3x1
Cefixim 2x1
Claritomizin 3x200mg
Flumucyl 2x1
Cravox 1x750mg
Instruksi:
Cek AGD
Hari 6 (11/01/2019)
S Pasien mengatakan sesak dan nyeri dada berkurang, masih batuk (+) dahak hijau
kekuningan (+). Mual muntah (-)
O Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran: Compos Mentis
Tekanan darah: 123/60 mmHg Nadi: 95 x/menit Saturasi: 98 %
Suhu : 36,8 ˚C Pernapasan: 26 x/menit
Kepala: normocefali, CA -/-, SI -/-
Leher: KGB dbn, tidak teraba pembesaran tiroid
Thorax: Pul: SNV +/+, Rhonki +/+, wheezing -/-
Cor: BJ I/II reg, M(-), G(-)
Abdomen: BU (+), Nyeri tekan - - -
Supel - - -
- - -
- -
Ekstremitas: AH (+) OE - -
Penunjang:
PH 7.30
pCO2 52
pO2 140
HCO3 26
Total CO2 28
Kelebihan basa -0.8
Instruksi:
Cek AGD
Hari 7 (12/01/2019)
S Pasien mengatakan sesak dan nyeri dada berkurang, masih batuk (+) dahak hijau
kekuningan (+). Mual muntah (-)
O Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran: Compos Mentis
Tekanan darah: 122/62 mmHg Nadi: 88 x/menit Saturasi: 98%
Suhu : 36,7 ˚C Pernapasan: 20 x/menit
Kepala: normocefali, CA -/-, SI -/-
Leher: KGB dbn, tidak teraba pembesaran tiroid
Thorax: Pul: SNV +/+, Rhonki +/+, wheezing -/-
Cor: BJ I/II reg, M(-), G(-)
Abdomen: BU (+), Nyeri tekan - - -
Supel - - -
- - -
- -
Ekstremitas: AH (+) OE - -
`
A PPOK Eks Akut
CAP PSI Stage III
P Inhaler pulmicort & Ventolin 3x/hari
Spiriva 1x1
Ombres 1x1
BK IV 3x1
Ambroxol 3x1
Cefixim 2x1
Claritomizin 3x200mg
Flumucyl 2x1
Cravox 1x750mg
Hari 8 (14/01/2019)
S Pasien mengatakan keluhan berkurang
O Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran: Compos Mentis
Tekanan darah: 120/90 mmHg Nadi: 98 x/menit Saturasi: 98%
Suhu : 36.5 ˚C Pernapasan: 20x/ menit
Kepala: normocefali, CA -/-, SI -/-
Leher: KGB dbn, tidak teraba pembesaran tiroid
Thorax: Pul: SNV +/+, Rhonki +/+, wheezing -/-
Cor: BJ I/II reg, M(-), G(-)
Abdomen: BU (+), Nyeri Tekan(-)
Supel
- -
Ekstremitas: AH (+) OE - -
Penunjang:
PH 7.45
pCO2 40
pO2 104
HCO3 28
Total CO2 30
Kelebihan basa 4.8
3.1.1 Definisi
Pneumonia merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim dari paru-paru.1
CAP sendiri adalah suatu infeksi yang menyerang alveoli, jalan nafas distal dan jaringan
intersisial dari paru-paru yang terjadi di luar lingkup rumah sakit atau di suatu komunitas.
Karakteristik secara klinis dari penyakit ini ialah demam, menggigil, batuk, nyeri dada
pleuritik, produksi sputum dan ditemukannya minimal 1 opasitas dari foto rontgen thorax.
Terdapat empat bentuk umum dari pneumonia, yaitu pneumonia lobaris,
bronkopneumonia, pneumonia interstitial, dan pneumonia miliar. Pneumonia lobaris
terjadi di satu lobus paru secara menyeluruh, bronkopneumonia merupakan konsolidasi
yang bersifat tidak menyeluruh pada satu atau beberapa lobus yang biasanya terdapat di
bagian posterior sekitar bronkus dan bronkiolus. Pneumonia intersisial merupakan
inflamasi dari intersisial, termasuk dinding alveolus dan jaringan ikat di sekitar cabang dari
bronkovaskular. Pneumonia miliar merupakan lesi pada paru yang disebabkan oleh
penyebaran hematogen.1
3.1.2 Epidemiologi
Faktor resiko untuk CAP adalah konsumsi alkohol, asma, imunosupresi,
institusionalisasi, usia 60 – 69 tahun. Faktor resiko untuk pneumococcal pneumonia adalah
demensia, kejang, gagal jantung, penyakit cerebrovaskular, konsumsi alkohol, rokok,
PPOK, dan infeksi HIV.2
Di bawah ini adalah tabel hubungan antara faktor resiko pada Community Acquired
Pneumonia dengan jenis patogen tersering yang menjadi etiologinya.1
Faktor Resiko Patogen Paling Sering
Pengkonsumsi Alkohol Streptococcus pneumoniae, bakteri anaerob
oral, bakteri gram negatif, Mycobacterium
tuberculosis
PPOK / Perokok S. pneumoniae, Hemophilus
influenzae, Moraxella catarrhalis,
Legionella
Tinggal di Panti Asuhan atau Panti Jompo S. pneumoniae, bakteri gram negatif, H.
influenzae, Staphylococcus aureus, bakteri
anaerob, Chlamydia
pneumoniae, Mycobacterium tuberculosis
Paparan terhadap unggas Chlamydia psittaci,
Cryptococcus neoformans, H. Capsulatum
Influenza aktif di lingkungan sekitar Influenza, S. pneumoniae, S. aureus, H.
Influenzae
Penyakit paru struktural (bronchiectasis, P. aeruginosa, Pseudomonas cepacia, atau
cystic fibrosis, etc.) S. Aureus
Obstruksi endobronkial Bakteri anaerob
Pengobatan antibiotik sebelumnya Drug-resistant pneumococci, P. Aeruginosa
3.1.3 Patofisiologi
Patofisiologi pneumonia mencakup interaksi antara mikroorganisme penyebab yang
masuk melalui berbagai jalan, dengan daya tahan tubuh pasien, mikroorganisme penyebab
pneumonia memiliki tiga bentuk transmisi primer :Aspirasi sekret yang berisi
mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi di orofaring, Inhalasi aerosol yang infeksi,
Penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonar. 3
Respon yang di timbulkan juga bergantung dari agen penyebabnya. Streptococus
pneumonla (pneumococus), adalah penyebab yang paling sering dari pneumonia bakteri.
Pneumokokus umumnya mencapai alveoli lewat percikan mukus atau saliva. Setelah
mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan respon khas yang terdiri dari 4 tahap
berurutan yaitu:
1. Kongesti (4 sampai 12 jam pertama): eksudat serosa masuk ke dalam alveoli melalui
pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor. Disebut hiperemia, mengacu pada respon
peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hiperemia ini
terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah
pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin
dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen
bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler
paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan
eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema
antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan
jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini
dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin
2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya): paru tampak merah dan bergranula (hepatisasi =
seperti hepar) karena sel-sel darah merah, fibrin, dan leukosit PMN mengisi alveoli. Terjadi
sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh
penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat
oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru
menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada
atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Hepatisasi kelabu (3 sampai 8 hari) : paru tampak kelabu karena leukosit dan fibrin
mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang. Terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di
seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit
di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna
merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Resolusi (7 sanrpai 11 hari) : eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh makrofag
sehingga jaringan kembali pada struktur semula. Eksudat yang mengalami konsolidasi di
antara rongga alveoli dicerna secara enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan
dengan batuk. Parenkim paru kembali menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai pulih
mencapai keadaan normal
Factor mekanis sangat penting dalam menentukan system pertahanan tubuh
penderita. Rambut dan turbinasi dari lubang hidung menangkap partikel yang lebih besar
yang terinhalasi sebelum mereka mencapai saluran pernafasan bawah, dan cabang dari
trakeobronkial menangkap juga partikel dari saluran pernafasan tersebut, dimana klirens
mukosiliar dan factor local antibacterial juga membersihkan atau membunuh pathogen
potensial. Reflex dan mekanisme batuk juga dapat melindungi dari aspirasi. Flora normal
yang menempel pada sel mukosa dari oropharynx juga dapat mencegah bakteri pathogen
dalam mengikat dan dapat menurunkan risiko pneumonia. Ketika perlindungan tersebut
dihadapi oleh mikroorganisme yang cukup kecil untuk terinhalasi pada tingkat alveolus,
makrofag alveolar setempat secara efisien membersihkan dan membunuh pathogen.
Makrofag dibantu oleh protein lokal (seperti surfactant protein A dan D) yang mempunyai
kemampuan untuk opsonizing atau aktivitas antibacterial. Pathogen tersebut dieliminasi
bisa melalui system mukosiliar atau limfatik dan dapat menunjukan reaksi dari
inflamasinya. Hanya ketika kapasitas dari makrofag alveolar untuk membunuh
mikroorganisme melebihi kemampuan, pneumonia secara klinis baru bermanifestasi. Pada
situasi ini, makrofag alveolar memulai respons inflamasi untuk meningkatkan system
pertahanan dari saluran pernafasan bawah. Respon inflamasi tersebut dapat memicu
timbulnya manifestasi klinis dari pneumonia. Pengeluaran dari mediator inflamasi seperti
Interleukin (IL) dan tumor necrosis factor dapat menyebabkan terjadinya demam. Kemokin
seperti IL-8 dan granulocyte colony-stimulating factor dapat merangsang pengeluaran dari
netrofil dan cara kerja mereka di paru yang menghasilkan leukosit perifer dan
meningkatkan sekresi purulen. Mediator inflamasi yang dikeluarkan oleh makrofag dan
netrofil yang terbaru dapat membuat kebocoran kapiler alveolar yang sama seperti pada
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Meskipun pada pneumonia kebocoran yang
terjadi bersifat terlokalisasi. Bahkan eritrosit dapat menembus juga melalui membrane
kapiler alveolar dengan hemoptisis konsekuen. Kebocoran kapiler dapat menyebabkan
munculnya infiltrat pada gambaran radiologi dan ronkhi yang terdengar pada auskultasi
dan juga hypoxemia yang disebabkan karena alveolar yang terisi. Bahkan ada beberapa
pathogen yang dapat berperan langsung pada vasokontriksi hypoxic yang secara normal
terjadi pada alveoli yang terisi cairan dan dapat menyebabkan hypoxemia. 6
Peningkatan pernafasan pada Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)
dapat menyebabkan alkalosis respiratori. Penurunan compliance karena kebocoran kapiler,
hypoxemia, peningkatan pernafasan, peningkatan sekresi dan bronkospasm dapat memicu
terjadinya dyspnea. Jika terjadi cukup parah, perubahan struktur mekanis dari paru juga
dapat terjadi seperti penurunan dari volume paru dan komplians dan shunting aliran darah
intrapulmoner dapat menyebabkan kematian pada pasien. 7
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi
radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis
eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. Sel-sel
PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain
melalui psedopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian dimakan. Pada
waktu terjadi peperangan antara host dan bakteri maka akan tampak 4 zona pada daerah
parasitik terset yaitu :1
1. Zona luar : Alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema.
2. Zona permulaan konsolidasi : Terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah.
3. Zona konsolidasi yang luas : Daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah
PMN yang banyak.
4. Zona resolusi : Daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati, leukosit
dan alveolar makrofag.
• Batuk yang dapat disertai dengan sputum berwarna kuning, kehijauan, atau dapat disertai juga
disertai dengan darah.
• Demam tinggi yang dapat disertai dengan menggigil
• Sesak nafas
• Nyeri dada yang bersifat tajam
• Sakit kepala
3.1.5 Diagnosis CAP 1
Beratnya CAP juga dapat dinilai dengan pneumonia severity index (PSI) skor. Parameter-
parameter yang digunakan pada PSI skor serta interpretasinya:
Klasifikasi dan penentuan tingkat keparahan pada CAP ditentukan ter
u t a m a ditentukan untuk mengetahui rekomendasi rawat inap dan untuk menentukan
prognosisdari CAP ini. Ada 2 macam grading yang digunakan pada CAP yaitu CURB – 65 /
CRB – 65 dan Pneumonia Severity Index (PSI):
a) Anamnesis
• Batuk dengan dahak mukoid atau purulen yang dapat disertai dengan darah
• Demam tinggi yang disertai dengan menggigil
• Sesak napas dan nyeri dada.
b) Pemeriksaan fisik
• Inspeksi : Terlihat pergerakan dinding dada yang sakit tertinggal saat bernafas
• Palpasi : Vocal fremitus dapat mengeras
• Perkusi : Redup
• Auskultasi : Terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial
yang mungkin dapat disertai dengan ronki basah halus,
kemudian dapat menjadi ronki basah kasar
c) Pemeriksaan penunjang
• Gambaran radiologis
Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan "air
broncogram"
• Pemeriksaan labolatorium
Ø Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit dan biasanya
lebih dari 10.000/ul sampai 30.000/ul.
• Pemeriksaan dahak
Kultur darah dapat positif pada 20- 25% penderita yang tidak diobati.
• Analisis gas darah
Menunjukkan hipoksemia dan pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.4
3.1.6 Tatalaksana CAP
Sel Inflamasi PPOK ditandai dengan pola tertentu peradangan yang melibatkan
neutrofil, makrofag, dan limfosit. Sel-sel ini melepaskan mediator inflamasi dan berinteraksi
dengan sel struktural dalam saluran udara dan parenkim paru.8
3.2.3 Patologi
Keterbatasan aliran udara yang bersifat progresif pada PPOK disebabkan dua
proses patologis, yaitu :
- Airway remodelling dan penyempitan jalan napas kecil
- Destruksi parenkim paru disertai rusaknya jaringan penyangga alveolar
Kedua proses ini menyebabkan berkurangnya elastic recoil, tahanan aliran
udara yang meningkat akibat fibrosis serta meningkatnya air trapping dalam paru.
Progresiviti kerusakan paru akan menyebabkan penurunan faal paru antara lain kapasiti
vital paksa (KVP) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1). 9
3.2.5 DIAGNOSIS
Combined COPD Assessment melakukan penilaian efek PPOK terhadap masing-masing
penderitanya berdasarkan assessment terhadap gejala yang dialami, klasifikasi spirometri
berdasarkan GOLD dan kejadian eksaserbasi 12
Penilaian Dari Keterbatasan Aliran Udara Pada PPOK. ( Berdasarkan Post
Bronkodilator FEV1 ) 12
mMRC12
COPD Asessment Test (CAT).
(Skor CAT <10 gejala ringan, skor CAT>10 gejala berat): 12
1) Anamnesis
a) Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
b) Terdapat faktor predisposisi bekerja di lingkungan asap rokok dan polusi
udara
c) Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
d) Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
2) 2) Pemeriksaan Fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
a) Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
b) Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
c) c) Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, hepar terdorong ke bawah
d) Auskultasi
- Suara napas vesikuler normal, atau melemah
- Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
- Ekspirasi memanjang
- Bunyi jantung terdengar jauh
3) Pemeriksaan Penunjang
• Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
- Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1%
(VEP1/KVP) < 75 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk
menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
• Uji bronkodilator
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 -
20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE,
perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
i. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit
paru lain. Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi, Hiperlusen, Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar, Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop
/ eye drop appearance. Pada bronkitis kronik Normal, Corakan
bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
i. Analisis gas darah : Mengetahui fungsi respirasi paru5
3.2.6 PENATALAKSANAAN10-12
a. Obat - obatan
Macam - macam bronkodilator :
a) Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kali perhari).
d) Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka
panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer
untuk mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk
mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan
kadar aminofilin darah.
- Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena,
berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau
prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji
kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20%
dan minimal 250 mg.
- Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
- Amoksilin dan klavulanat, Sefalosporin generasi II & III injeksi, Kuinolon per oral
ditambah dengan yang anti pseudomonas: Aminoglikose per injeksi, Kuinolon per
injeksi, Sefalosporin generasi IV per injeksi
- Antioksidan: Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N
asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering
- Mukolitik: Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous.
Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai
pemberian rutin.
b. Terapi Oksigen
Indikasi: