Laporan Kasus CKD Ba Fix
Laporan Kasus CKD Ba Fix
Disusun oleh :
TUTUT FITRIANI
030.13.194
Pembimbing :
dr.H.Asep syaiful K,Sp.PD,MM,FINASIM
Disusun oleh :
Tutut Fitriani
030.13.194
Tutut Fitriani
030.13.194
BAB I
PENDAHULUAN
No.RM : 01155930
Usia : 56 tahun
Bali
Agama : Hindu
Pekerjaan : Wiraswasta
652
2.2 ANAMESIS
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 19 Januari 2019, pukul 08.00
Pemeriksaan Ginjal :
Palpasi Bimanual : ballotement +
Perkusi : nyeri ketok CVA +
Ekstremitas Ekstremitas Atas
Simetris kanan dan kiri, deformitas -/-, CRT < 2 detik, akral
hangat +/+, oedem -/-, clubbing finger (-), flapping tremor (-/-),
ptekie -/-, kuku putih -/- . Ruam di fossa cubiti (-), papul (-)
vesikel (-)
Ekstremitas Bawah
Simetris kanan dan kiri, deformitas -/-, CRT < 2 detik, akral
hangat +/+, oedem -/-, ptekie -/-, jejas -/-, papul (-) vesikel (-)
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
GINJAL
Ureum 234 mg/dL 17 – 49
Kreatinin 26,40 mg/dL < 1,2
Asam Urat 10,6 mg/dL 3,5 – 7,2
GINJAL
Ureum 195 mg/dL 17 – 49
Kreatinin 12,60 mg/dL < 1,2
ELEKTROLIT
ELEKTROLIT SERUM
Natrium 138 mmol/L 135 – 155
Kalium 6,3 mmol/L 3,6 – 5,5
Clorida 106 mmol/L 98 – 109
KIMIA KLINIK
HATI
AST/SGOT 13 mU/dl < 33
ALT/SGPT 20 mU/dl < 50
Albumin 3,7 g/dL 3,2 – 4,6
FAAL HEMOSTASIS
Waktu Perdarahan 2,30 menit 1–6
Waktu Pembekuan 11,30 menit 5 – 15
Protrombin Time (PT)
• Kontrol 14,60 detik
• Pasien 13,3 detik 12 – 17
Masa Tromboplastin 33,4 detik
(APTT) 24,7 detik 20 – 40
• Kontrol
• Pasien
ELEKTROLIT
Kalsium (Ca) 9,6 mg/dL 8,4 – 9,7
IMUNOSEROLOGI
Anti HIV
Screening/Rapid test Non Reaktif Non Reaktif
HEPATITIS
HbsAg Kualitatif Non Reaktif Non Reaktif
HEPATITIS C
Anti HCV Non Reaktif Non Reaktif
JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
URINALISIS
Urin Lengkap
Warna Merah Kuning
Kejernihan Keruh Jernih
Albumin urin 2+ Negatif
Nitrit Positif Negatif
Darah 3+ Negatif
Esterase leukosit 1+ Negatif
Sedimen Urin
Leukosit 10 – 15 /LPB <5
Eritrosit Penuh /LPB <2
Bakteri Positif Negatif
USG ABDOOMEN
EKG
2.5 RINGKASAN
Tn. I datang dengan keluhan BAK sedikit sejak ± 2 minggu yang lalu
SMRS, BAK berwarna merah dan disertai nyeri pinggang sejak ± 2 minggu yang
lalu SMRS, nyeri dirasakan pada saat beraktivitas ataupun tidak beraktivitas, nyeri
dirasakan hilang timbul dan makin memerat jika pasien berajalan, pasien juga
merasakan lemes sejak 2 minggu yang lalu, pasien tidak merasakan mual muntah,
BAB lancar dan tidak mengeluh sakit. Pasien sebelumnnya pernah mempunyai
keluhan yang sama 1 bulan sayang lalu. Pasien mempunyai penyakit hipertensi sejak
± 20 tahun yang lalu, DM, penyakit jantung, penyakit ginjal disangkal, sebelumnya
pasien pernah minum obat warung tapi keluhan tidak membaik, didalam keluarga ibu
pasien mempunyai hipertensi dan pasien jarang berolah raga.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah : 150/80 mmHg,
palpasi ginjal : ballotement +, perkusi ginal : nyeri ketok CVA + sedangkan pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan Leukosit 11,3, LED 38, pH 7,48, pCO2 26,
pO2 104, HCO3 20, Total CO2 21, Ureum 195, Kreatinin 12,60 dan Kalium 6,3.
Pemeriksaan urinalisis didapatkan Warna merah, Kejernihan keruh, Albumin urin
2+, Nitrit +, Darah 3+, Leukosit 10-15 /LPB, Eritrosit penuh /LPB, Bakteri +. USG
Abdomen didapatkan hidronefrosis dan sistitis kronis.
2.6 DAFTAR MASALAH
1. Chronic Kidney Diesease (CKD) Stage V
2. Hiperkalemi
3. Hipertensi
4. ISK (Infeksi Saluran Kemih)
HIPERTENSI
Atas dasar :
Pasien merakan pusing. Pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 150/80 mmHg
Tatalksana Diagnosis :
- Concor 2,5 mg
- Candesartan 1x8 mg po
ISK (Infeksi Saluran Kemih)
Atas dasar :
Pasien merasakan BAK sedikit, berwarna merah, nyeri pinggang dan pemerksaan
urinaisis didapatkan Warna merah, Kejernihan keruh, Albumin urin 2+, Nitrit +,
Darah 3+, Leukosit 10-15 /LPB, Eritrosit penuh /LPB, Bakteri +.
Tatalaksana Diagnosis :
- Antibiotik
- Antalgesik
Rencana Tatalaksana :
- Hemodialisa (HD)
- CT-Scan Abdomen
- Diet RP 40 gr.
FOLLOW UP
Laboratorium :
A CKD Stage V
Hiperkalemi
Hipertensi
P Nocid 3x4 po
Bicnat 3x1 po
CaCO3 3x1 po
Candesartan 1x8 mg po
Concor 2,5 mg
Hari 2 Jumat (18/01/2019)
O BAK sedikit (+), berwarna merah (+), dan disertai nyeri pinggang (+), lemas (+),
mual (-) muntah (-) pusing (+) BAB lancar. Riwayat HT (+), Riwayat DM (-)
Laboratorium :
A CKD Stage V on HD
Hipertensi
Hidronefrosis
ISK
P Nocid 3x4 po
Bicnat 3x1 po
CaCO3 3x1 po
Candesartan 1x8 mg po
Concor 2,5 mg
Cefalosporin 2x1
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Definisi
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah kerusakan faal ginjal yang hampir
selalu tak dapat pulih, dan dapat disebabkan berbagai hal. Istilah uremia telah
dipakai sebagai nama keadaan ini selama lebih dari satu abad, walaupun sekarang
kita sadari bahwa gejala gagal ginjal kronik tidak seluruhnya disebabkan retensi urea
dalam darah.
Adapun kriteria penyakit ginjal kronik adalah :
a. Kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, berupa kelainan
struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus
(LGF), berdasarkan :
Kelainan patologik atau
Pertanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan pada komposisi darah atau urin,
atau kelainan pada pemerikasaan pencitaraan.
b. LFG <60 ml/menit/1,73 m2 yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, dengan atau
tanpa kerusakan ginjal.
Gagal ginjal kronik didefinisikan sebagai kemunduran fungsi ginjal yang
progresif dan tak reversibel yang disebabkan oleh berbagai jenis penyakit. Penyakit
yang mendasari sulit dikenali bila gagal ginjal telah parah. Bila laju filtrasi
glomerulus (GFR) turun di bawah 25-30% dari angka normal, ginjal mungkin
menjadi tidak mampu mengekskresi sisa-sisa nitrogen, mengatur volume dan
elektrolit, dan mengeluarkan hormon.
3.2 Etiologi
Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes dan tekanan darah
tinggi, yaitu sekitar dua pertiga dari seluruh kasus (National Kidney Foundation,
2015). Keadaan lain yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal diantaranya adalah
penyakit peradangan seperti glomerulonefritis, penyakit ginjal polikistik, malformasi
saat perkembangan janin dalam rahim ibu, lupus, obstruksi akibat batu ginjal, tumor
atau pembesaran kelenjar prostat, dan infeksi saluran kemih yang berulang.
Penyebab Insiden
Diabetes Mellitus 44%
- tipe 1 (7%)
- tipe 2 (37%)
Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar 27%
Glomerulonefritis 10%
Nefritis Interstitialis 4%
Kista dan penyakit bawaan lain 3%
Penyakit sistemik (misal, lupus dan vaskulitis) 2%
Neoplasma 2%
Tidak diketahui 4%
Penyakit lain 4%
3.3 Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas
dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar
derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan mempergunakan
rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut :
Laki-laki = (140 - umur) x BB
72 x kreatinin serum
Perempuan = (140 - umur) x BB x (0,85)
72 x kreatinin serum
3.6 Diagnosis
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya seperti DM, infeksi traktus
urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, lupus Eritomatosus
Sistemik (LES), dan lain sebagainya.
b. Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, perikarditis,
kejang sampai koma.
c. Gejala komplikasinya, seperti anemia, hipertensi, osteodistrofi ginjal, asidosis
metabolik, dan gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, clorida)
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah ditemukan anemia normositik normokrom dan
terdapat sel Burr pada uremia berat. Leukosit dan trombosi masih dalam
batas normal. Penurunan fungsi ginjal berupa penurunan ureum dan
kreatinin serum. Klirens kreatinin meningkat melebihi laju filtrasi
glomerulus dan turun menjadi kurang dari 5 ml/menit pada gagal ginjal
terminal. Dapat ditemukan proteinuria 200-1000mg/hari.
2) Kelainan biokimiawi darah seperti penurunan kadar hemoglobin,
peningkatan asam urat, hiper/hipokalemia, hiponatremia,
hiper/hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia dan asidosis metabolic
3) Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, cast isotenuria dan
leukosuria.
b. Gambaran radiologis
1) Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak
2) USG bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang
menipis adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi.
c. Biopsi dan Histopatologi ginjal
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat dilakukan pada
penderita dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana
diagnosis secara invasif sulit ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini
bertujuan untuk mengetahui etiologi, menerapkan terapi, prognosis, dan
mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Kontraindikasi dilakukan
biopsi yaitu pada ukuran ginjal yang sudah mengecil (contracted kidney),
ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan
pembekuan darah, gagal nafas dan obesitas.
3.7 Penatalaksanaan
Diagnosis CRF harus dilakukan berdasarkan klasifikasi etiologi dan
patologi sehingga petugas kesehatan dapat merencanakan terapi yang tepat untuk
mencegah progresi penyakit dan memperbaiki keadaan umum. Tujuan dari terapi
CRF adalah :
1. Terapi Spesifik terhadap Penyakit Dasarnya
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum
penurunan LFG, sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran
ginjal yang masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaan
histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik.
Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap
penyakit dasarnya sudah tidak banyak bermanfaat
2. Pencegahan dan Terapi terhadap Kondisi Komorbid
Penting untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien
penyakit ginjal kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid yang dapat
memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain gangguan
keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius,
obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras, atau peningkatan aktivitas penyakit
dasarnya
3. Memperlambat Pemburukan Fungsi Ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi
glomerulus. Dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus ini
adalah dengan
a. Pembatasan asupan protein
Pembatasan mulai dilakukan pada LFG ≤ 60 ml/menit, sedangkan di
atas nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Protein
diberikan 0,6-0,8/kgBB/hari, yang 0,35-0,50 gr di antaranya merupakan
protein nilai biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30-35
kkal/kgBB/hari. Bila terjadi malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein dapat
ditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein tidak
disimpan dalam tubuh tapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain,
yang terutama diekskresikan melalui ginjal. Selain itu, makanan tinggi protein
yang mengandung ion hydrogen, fosfat, sulfat, dan ion nonorganic lain juga
diekskresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi protein
pada pasien penyakit ginjal kronik akan mengakibatkan penimbunan substansi
nitrogen dan ion anorganik lain dan mengakibatkan gangguan klinis dan
metabolic yang disebut uremia, dengan demikian pembatasan protein akan
mengakibatkan berkurangnya sindrom uremik. Masalah penting lain adalah
asupan protein berlebih akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal
berupa peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomerulus yang akan
meningkatkan progresivitas pemburukan fungsi ginjal. Pembatasan asupan
protein juga berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena protein dan
fosfat selalu berasal dari sumber yang sama. Pembatasa fosfat perlu untuk
mencegah terjadinya hiperfosfatemia
b. Terapi farmakologis untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus
Pemakaian obat antihipertensi, selain bermanfaat untuk memperkecil
risiko kardiovaskular juga sangat penting untuk memperlambat pemburukan
kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrfi
glomerulus. Selain itu, sasaran terapi farmakologis sangat terkait dengan
derajat proteinuria, karena proteinuria merupakan factor risiko terjadinya
pemburukan fungsi ginjal. Beberapa obat antihipertensi terutama golongan
ACE inhibitor melalui berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses
pemburukan fungsi ginjal
4. Pencegahan dan Terapi terhadap Penyakit Kardiovaskular
40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh
penyakit kardiovaskular. Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi
penyakit kardiovaskular adalah pengendalian diabetes, hipertensi, dislipidemia,
anemia, hperfosfatemia, dan terapi terhadap cairan dan gangguan keseimbangan
elektrolit. Semua ini terkait dengan terapi dan pencegahan terhadap koplikasi
penyakit ginjal kronik secara keseluruhan
5. Pencegahan dan Terapi terhadap Komplikasi
Penyakit ginjal kronik mengakibatkan berbagai komplikasi yang
manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi, yaitu
sebagai berikut :
a. Kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan (LFG 60-89 ml/menit) :
tekanan darah mulai meningkat
b. Penurunan LFG sedang (LFG 30-59 ml/menit) : hiperfosfatemia,
hipokalsemia, anemia, hiperparatiroid, hipertensi, dan hiperhomosisteinemia
c. Penurunan LFG berat (LFG 15-29 ml/menit) : malnutrisi, asidosis metabolik,
kecenderungan hiperkalemia, dan dislipidemia
d. Gagal ginjal (LFG < 15 ml/menit) : gagal jantung dan uremia
6. Terapi Pengganti Ginjal berupa Dialisis atau Transplantasi
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik
stadium 5, yaitu pada LFG ≤ 15 ml/menit. Terapi pengganti tersebut dapat berupa
hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.
Monitoring balance cairan, tekanan darah, ureum, kreatinin, Hb, dan
Gula darah juga perlu dilakukan untuk mecegah progresivitas penyakit untuk
berkembang lebih cepat.
3.8 Komplikasi
a. Hiperkalemia dapat terjadi akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik,
katabolisme dan masukan diit berlebih.
b. Perkarditis akibat terjadinya infeksi akibat efusi pleura dan tamponade jantung
akibat produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-
angiotensin-aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah.
e. Gagal jantung terjadi karena anemia yang mengakibatkan jantung harus bekerja
lebih keras, sehingga terjadi pelebaran bilik jantung kiri (LVH). Lama-kelamaan
otot jantung akan melemah dan tidak mampu lagi memompa darah sebagaimana
mestinya (sindrom kardiorenal).
f. Osteodistofi ginjal dan penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.
DAFTAR PUSTAKA