Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

Laki-laki Usia 56 Tahun dengan


Chronic Kidney Diesease (CKD) Stage V

Disusun oleh :
TUTUT FITRIANI
030.13.194

Pembimbing :
dr.H.Asep syaiful K,Sp.PD,MM,FINASIM

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 14 Januari – 23Maret 2019
Laporan Kasus

Chronic Kidney Diesease (CKD) Stage V


Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik
Ilmu Penakit Dalam RSUD Budhi Asih Periode 14 Januari – 23Maret 2019

Disusun oleh :
Tutut Fitriani
030.13.194

Telah diterima dan disetujui oleh dr.H.Asep syaiful K,Sp.PD,MM,FINASIM selaku


pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Budhi Asih

Jakarta, Februari 2019

dr.H.Asep Syaiful K,Sp.PD,MM,FINASIM


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan karena atas berkatNya


sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini yang berjudul “Chronic
Kidney Diesease (CKD) Stage V” dengan baik dan tepat waktu. Laporan kasus ini
dibuat untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit Dalam di
RSUD Budhi Asih Periode 14 Januari–23 Maret 2019. Dalam menyelesaikan
laporan kasus, penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan, untuk itu ada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr.H.Asep syaiful K,Sp.PD,MM,FINASIM selaku pembimbing yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu dan menjalani
Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Budhi Asih
2. Staf dan paramedis yang bertugas di RSUD Budhi Asih
3. Serta rekan-rekan Kepaniteraan Klinik selama di RSUD Budhi Asih
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih memiliki kekurangan,
maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak agar laporan kasus ini dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga
pembuatan laporan kasus ini dapat memberikan manfaat, yaitu menambah ilmu
pengetahuan bagi seluruh pembaca, khususnya untuk rekan-rekan kedokteran
maupun paramedis lainnya dan masyarakat pada umumnya.

Jakarta, Februari 2019

Tutut Fitriani
030.13.194
BAB I
PENDAHULUAN

Ginjal merupakan organ penting yang berfungsi menjaga komposisi darah


dengan mencegah menumpuknya limbah dan mengendalikan keseimbangan cairan
dalam tubuh, menjaga level elektrolit seperti sodium, potasium dan fosfat tetap
stabil, serta memproduksi hormon dan enzim yang membantu dalam mengendalikan
tekanan darah, membuat sel darah merah dan menjaga tulang tetap kuat.1
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan salah satu penyakit yang
menyerang organ ginjal dimana keadaan organ ginjal menurun secara progresif,
kronik, maupun metetap dan berlangsung. Kriteria yang terdapat pada penyakit
ginjal kronik ini adalah timbulnya kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan dengan kata
lain terjadinya kelainan structural maupun fungsional. Chronic Kidney Disease
(CKD) adalah salah satu masalah kesehatan penduduk di seluruh dunia. Jumlah
penyakit CKD ini bertambah seiring pesatnya laju pertumbuhan penduduk. Menurut
hasil Global Burden of Disease pada tahun 2010, penyakit CKD mendapati peringkat
ke 27 di tahun 1990 dan peringkatnya naik menjadi peringkat ke 18 di tahun 2010.
Di Indonesia sendiri penyakit ginjal adalah penyakit no 2 dengan pembiayaan
terbesar setelah penyakit jantung berdasarkan BPJS kesehatan. Menurut data hasil
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013, populasi umur ≥ 15 tahun yang
terdiagnosis CKD sebesar 0,2%. Angka ini lebih rendah dibandingkan prevalensi
CKD di Negara Negara lain, juga hasil penelitian Perhimpunan Nefrologi Indonesia
(Pernefri) tahun 2006, yang mendapatkan prevalensi CKD sebesar 12,5%. Hal ini
karena Riskesdas 2013 hanya menangkap data orang yang terdiagnosis CKD
sedangkan sebagian besar CKD di Indonesia baru terdiagnosis pada tahap lanjut dan
akhir.1
Adapun orang yang beresiko mengalami gagal ginjal kronis ini seperti
orang yang memiliki tekanan darah tinggi, menderita diabetes, memiliki keluarga
pengidap gagal ginjal kronis. Penyebab gagal ginjal kronis disebabkan oleh infeksi
pada ginjal, gangguan ginjal polikistik dan juga penyumbatan yang disebabkan oleh
batu ginjal atau gangguan prostat. Dikarenakan gejala penyakit CKD ini hampir
sama seperti penyakit pada umumnya, terkadang orang salah menafsirkan penyakit
CKD karena pengetahuan tentang penyakit ini yang kurang dan juga mendiagnosis
penyakit ini tanpa didasari fakta dan pertimbangan medis lainnya.2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn.Ida Bagus Made

No.RM : 01155930

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 56 tahun

Tempat Tanggal Lahir : Bali, 19 September 1962

Alamat : Desa Dencarit Kec.Banjar Singaraja

Bali

Agama : Hindu

Suku Bangsa : Bali(Indonesia)

Pekerjaan : Wiraswasta

Pendidikan Terakhir : SMA

Status Pernikahan : Menikah

Tangga Masuk : 17 Januari 2019

Ruangan : 6 Dahlia Barat

BMI : 70 Kg = 17,0 (Kurus)

652
2.2 ANAMESIS
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 19 Januari 2019, pukul 08.00

Keluhan Utama BAK sedikit sejak ± 2 minggu yang lalu SMRS


Keluhan disertai nyeri pinggang sejak ± 2 minggu
Keluhan Tambahan
yang lalu SMRS dan lemas
Pasien datang dengan keluhan BAK sedikit sejak ± 2
minggu yang lalu SMRS, BAK berwarna merah dan
disertai nyeri pinggang sejak ± 2 minggu yang lalu
SMRS, nyeri dirasakan pada saat beraktivitas
Riwayat Penyakit
ataupun tidak beraktivitas, nyeri dirasakan hilang
Sekarang
timbul dan makin memerat jika pasien berajalan,
pasien juga merasakan lemes sejak 2 minggu yang
lalu, pasien tidak merasakan mual muntah, BAB
lancar dan tidak mengeluh sakit.
Pasien sebelumnnya pernah mempunyai keluhan
yang sama 1 bulan sayang lalu. Pasien mempunyai
Riwayat Penyakit Dahulu
penyakit hipertensi sejak ± 20 tahun yang lalu, DM,
penyakit jantung, penyakit ginjal disangkal
Riwayat Pengobatan Obat warung
Pasien mengatakan tidak ada keluarga mempunyai
Riwayat Penyakit
keluhan yang sama, tetapi ibu pasien mempunyai
Keluarga
hipertensi. Penyakit ginjal, DM, jantung disangkal
Pasien tidak mempunyai riwayat merokok, jarang
Riwayat Kebiasaan
berolah raga, alkohol & NAPZA disangkal.
2.3 PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Kesadaran : Compos Mentis


Umum Kesan sakit : Tampak sakit sedang
Tanda vital Tekanan darah: 150/80 mmHg
Nadi: 97 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu: 37.3 °C
SpO2: 99 %
Kepala Kepala: Normosefali, rambut hitam, tidak rontok, terdistribusi
merata, tidak terdapat jejas
Mata: Pupil isokor, reflex pupil +/+, konjungtiva anemis -/-,
sklera ikterik -/-
Telinga: Deformitas (-), hiperemis (-), oedem (-), serumen (-),
nyeri tekan tragus (-), nyeri tarik (-)
Hidung: Deformitas (-), deviasi septum (-), sekret (-), pernapasan
cuping hidung (-)
Tenggorokan: Uvula di tengah, arcus faring simetris, T1/T1,
hiperemis (-), post nasal drip (-)
Mulut: Sianosis (-), mulut kering (-), caries (-), gusi berdarah (-),
gusi hiperemis (-), lidah tidak kotor, candidiasis (-), bercak
kemerahan pada mukosa (-) bercak kecil berwarna putih keabuan
pada mukosa (-) strawberry tongue (-)
Leher Tidak terdapat pembesaran KGB, pembesaran tiroid dan JVP
Thorax Paru-paru :
Inspeksi: Pergerakan dinding simetris kiri kanan, retraksi
intercostal (-), Pemakaian otot bantu pernafasan (-), sela iga
melebar (-), kelainan kulit (-), tipe pernapasan torakoabdominal
Palpasi: gerak dinding simetris, nyeri tekan (-), benjolan (-), vocal
fremitus tidak melemah atau meningkat di kedua lapang paru.
Perkusi: Sonor pada seluruh lapang paru. Batas paru hepar dan
paru lambung dalam batas normal.
Auskultasi:Suara nafas vesikuler +/+,ronkhi basah -/-wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi: pulsasi ictus cordis tidak tampak
Palpasi: thrill (-), ictus cordis tidak teraba
Perkusi: batas paru hepar dan batas paru lambung dalam batas
normal
Auskultasi: bunyi jantung I dan II reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen Inspeksi: ikterik (-), hiperemis (-), spider nevi (-), benjolan (-),
jejas (-)
Auskultasi: bising usus lemah, arterial bruit (-)
Palpasi: Defans muscular (-) Nyeri tekan (-) undulasi (-). Murphy
Sign (-), Hepatomegali (-). Splenomegali (-)
Perkusi: shifting dullness ,undulasi(-)

Pemeriksaan Ginjal :
Palpasi Bimanual : ballotement +
Perkusi : nyeri ketok CVA +
Ekstremitas Ekstremitas Atas
Simetris kanan dan kiri, deformitas -/-, CRT < 2 detik, akral
hangat +/+, oedem -/-, clubbing finger (-), flapping tremor (-/-),
ptekie -/-, kuku putih -/- . Ruam di fossa cubiti (-), papul (-)
vesikel (-)

Ekstremitas Bawah
Simetris kanan dan kiri, deformitas -/-, CRT < 2 detik, akral
hangat +/+, oedem -/-, ptekie -/-, jejas -/-, papul (-) vesikel (-)
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

LAB KLINIK GRAHA RAYA MEDIKA (15-01-2019)


JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
HEMATOLOGI
Leukosit 8,9 ribu/µL 3,8 – 10,6
Eritrosit 4,58 juta/µL 4,4 – 5,9
Hemoglobin 14,3 g/Dl 13,2 – 17,3
Hematokrit 40 % 40 – 52
Trombosit 225 ribu/µL 150 – 440
MCV 88 fL 80 – 100
MCH 31 Pg 26 – 34
MCHC 35 g/dL 32 – 36
LED 36 Mm 0 – 10

GINJAL
Ureum 234 mg/dL 17 – 49
Kreatinin 26,40 mg/dL < 1,2
Asam Urat 10,6 mg/dL 3,5 – 7,2

RSUD BUDHI ASIH (17-01-2019)


JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
HEMATOLOGI
Leukosit 11,3 ribu/µL 3,8 – 10,6
Eritrosit 4,6 juta/µL 4,4 – 5,9
Hemoglobin 13,6 g/dL 13,2 – 17,3
Hematokrit 39 % 40 – 52
Trombosit 317 ribu/µL 150 – 440
MCV 86,7 fL 80 – 100
MCH 29,8 Pg 26 – 34
MCHC 34,4 g/dL 32 – 36
RDW 12,8 % <14
LED 38 mm/jam 0-30
KIMIA KLINIK
ANAISIS GAS DARAH
Ph 7,48 7,35 – 7,45
pCO2 26 mmHg 35 – 45
pO2 104 mmHg 80 – 100
Bikarbonat (HCO3) 20 mmol/L 21 – 28
Total CO2 21 mmol/L 23 – 27
Saturasi O2 98 % 95 – 100
Kelebihan Basa (BE) -1,7 mEq/L -2,5 – 2,5
METABOLISME KARBOHIDRAT
Gula Darah sewaktu 96 mg/dL < 110

GINJAL
Ureum 195 mg/dL 17 – 49
Kreatinin 12,60 mg/dL < 1,2
ELEKTROLIT
ELEKTROLIT SERUM
Natrium 138 mmol/L 135 – 155
Kalium 6,3 mmol/L 3,6 – 5,5
Clorida 106 mmol/L 98 – 109

KIMIA KLINIK
HATI
AST/SGOT 13 mU/dl < 33
ALT/SGPT 20 mU/dl < 50
Albumin 3,7 g/dL 3,2 – 4,6

FAAL HEMOSTASIS
Waktu Perdarahan 2,30 menit 1–6
Waktu Pembekuan 11,30 menit 5 – 15
Protrombin Time (PT)
• Kontrol 14,60 detik
• Pasien 13,3 detik 12 – 17
Masa Tromboplastin 33,4 detik
(APTT) 24,7 detik 20 – 40
• Kontrol
• Pasien

ELEKTROLIT
Kalsium (Ca) 9,6 mg/dL 8,4 – 9,7

IMUNOSEROLOGI
Anti HIV
Screening/Rapid test Non Reaktif Non Reaktif

HEPATITIS
HbsAg Kualitatif Non Reaktif Non Reaktif

HEPATITIS C
Anti HCV Non Reaktif Non Reaktif
JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
URINALISIS
Urin Lengkap
Warna Merah Kuning
Kejernihan Keruh Jernih
Albumin urin 2+ Negatif
Nitrit Positif Negatif
Darah 3+ Negatif
Esterase leukosit 1+ Negatif
Sedimen Urin
Leukosit 10 – 15 /LPB <5
Eritrosit Penuh /LPB <2
Bakteri Positif Negatif

USG ABDOOMEN
EKG

2.5 RINGKASAN
Tn. I datang dengan keluhan BAK sedikit sejak ± 2 minggu yang lalu
SMRS, BAK berwarna merah dan disertai nyeri pinggang sejak ± 2 minggu yang
lalu SMRS, nyeri dirasakan pada saat beraktivitas ataupun tidak beraktivitas, nyeri
dirasakan hilang timbul dan makin memerat jika pasien berajalan, pasien juga
merasakan lemes sejak 2 minggu yang lalu, pasien tidak merasakan mual muntah,
BAB lancar dan tidak mengeluh sakit. Pasien sebelumnnya pernah mempunyai
keluhan yang sama 1 bulan sayang lalu. Pasien mempunyai penyakit hipertensi sejak
± 20 tahun yang lalu, DM, penyakit jantung, penyakit ginjal disangkal, sebelumnya
pasien pernah minum obat warung tapi keluhan tidak membaik, didalam keluarga ibu
pasien mempunyai hipertensi dan pasien jarang berolah raga.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah : 150/80 mmHg,
palpasi ginjal : ballotement +, perkusi ginal : nyeri ketok CVA + sedangkan pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan Leukosit 11,3, LED 38, pH 7,48, pCO2 26,
pO2 104, HCO3 20, Total CO2 21, Ureum 195, Kreatinin 12,60 dan Kalium 6,3.
Pemeriksaan urinalisis didapatkan Warna merah, Kejernihan keruh, Albumin urin
2+, Nitrit +, Darah 3+, Leukosit 10-15 /LPB, Eritrosit penuh /LPB, Bakteri +. USG
Abdomen didapatkan hidronefrosis dan sistitis kronis.
2.6 DAFTAR MASALAH
1. Chronic Kidney Diesease (CKD) Stage V
2. Hiperkalemi
3. Hipertensi
4. ISK (Infeksi Saluran Kemih)

2.7 ANALISIS MASALAH


Chronic Kidney Diesease (CKD) Stage V
Atas dasar :
1. Gambaran Klinis
a. Penyakit yang mendasari : hipertensi 150/80 mmHg, infeksi traktus urinarius
b. Sindrom Uremia : lemes, penurunan berat badan, gelisah
c. Gejala komplikasi : hipertensi, gangguan keseimbangan elektrolit kalium 6,3
(hiperkalemi)
2. Gambaran Laboratorium
a. Penurunan fungsi ginjal : peningkatan kadar ureum 195, kreatinin 12,60
b. Kelainan biokimiawi darah : peningkatan kadar asam urat 10,6, hiperkaemia
6,3, asidosis metabolik pH 7,48, pCO2 26, pO2 104, HCO3 20, Total CO2 21
c. Kelainan Urinalisis : proteinuria, hematuria, leukosuria. Pemeriksaan
urinalisis didapatkan Warna merah, Kejernihan keruh, Albumin urin 2+, Nitrit
+, Darah 3+, Leukosit 10-15 /LPB, Eritrosit penuh /LPB, Bakteri +.
3. Gambaran Radiologi
a. USG Abdomen : Sistitis Kronis
Rumus Cockroft-Gaut : Laki-laki = (140 – 56 tahun) x 70 kg = 5,880 = 0,0064
72 x 12,60 907,2
Tatalaksana Diagnosis :
- Hemodialisa
- Nocid 3x4 po
- Bicnat 3x1 po
- CaCO3 3x1 po
HIPERKALEMI
Atas dasar :
Pasien merasakan Lemas dan pemeriksaan laboratorium menunjukan peningkatan
kadar Kalium 6,3
Tatalaksana Diagnosis :
- Hemodialisa

HIPERTENSI
Atas dasar :
Pasien merakan pusing. Pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 150/80 mmHg
Tatalksana Diagnosis :
- Concor 2,5 mg
- Candesartan 1x8 mg po
ISK (Infeksi Saluran Kemih)
Atas dasar :
Pasien merasakan BAK sedikit, berwarna merah, nyeri pinggang dan pemerksaan
urinaisis didapatkan Warna merah, Kejernihan keruh, Albumin urin 2+, Nitrit +,
Darah 3+, Leukosit 10-15 /LPB, Eritrosit penuh /LPB, Bakteri +.
Tatalaksana Diagnosis :
- Antibiotik
- Antalgesik

Rencana Tatalaksana :
- Hemodialisa (HD)
- CT-Scan Abdomen
- Diet RP 40 gr.
FOLLOW UP

Hari 1 Kamis (17/01/2019)


O BAK sedikit (+), berwarna merah (+), dan disertai nyeri pinggang (+), lemas (+),
mual (-) muntah (-) pusing (+) BAB lancar. Riwayat HT (+), Riwayat DM (-)

S Keadaan umum : Sakit Sedang Kesadaran : Compos Mentis


Tekanan darah : 170/90 mmHg Saturasi : 98%
Nadi : 97 x/menit Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36.7˚C
Kepala : Normocefali, CA -/-, SI -/-
Leher : KGB dbn, tidak teraba pembesaran tiroid
Thorax : Pul : SNV +/+, Rhonki -/-, wheezing -/-
Cor : BJ I/II reg, M(-), G(-)
Abdomen : BU (+), Nyeri tekan (-) Supel
Ginjal :
Palpasi Bimanual : ballotement +
Perkusi : nyeri ketok CVA +
Ekstremitas : AH (-), OE (-)

Laboratorium :

Leukosit : 11,3 Ureum : 195


pH : 7,48 Kreatinin : 12,60
pCO2 : 26 Kalium : 6,3
pO2 : 104 Kalsium ion : 1,04
HCO3 : 20 LED : 38
Total CO2 : 21

A CKD Stage V
Hiperkalemi
Hipertensi

P Nocid 3x4 po
Bicnat 3x1 po
CaCO3 3x1 po
Candesartan 1x8 mg po
Concor 2,5 mg
Hari 2 Jumat (18/01/2019)
O BAK sedikit (+), berwarna merah (+), dan disertai nyeri pinggang (+), lemas (+),
mual (-) muntah (-) pusing (+) BAB lancar. Riwayat HT (+), Riwayat DM (-)

S Keadaan umum : Sakit Sedang Kesadaran : Compos Mentis


Tekanan darah : 140/70 mmHg Saturasi : 99%
Nadi : 90 x/menit Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36.6˚C
Kepala : Normocefali, CA -/-, SI -/-
Leher : KGB dbn, tidak teraba pembesaran tiroid
Thorax : Pul : SNV +/+, Rhonki -/-, wheezing -/-
Cor : BJ I/II reg, M(-), G(-)
Abdomen : BU (+), Nyeri tekan (-) Supel
Ginjal :
Palpasi Bimanual : ballotement +
Perkusi : nyeri ketok CVA +
Ekstremitas : AH (-), OE (-)

Laboratorium :

Leukosit : 13,0 URINALISIS


Ureum : 50 Urin Lengkap :
Kreatinin : 2,65 Warna : merah
CRP Kuantitatif : 50 Kejernihan : keruh
Procalsitonin : 0,11 (resiko sedang Albumin urin : 2+
menjadi sepsis berat) Nitrit : +
Darah : 3+
Esterase leukosit : 1+
Sedimen Urin
Leukosit : 10 – 15 /LPB
Eritrosit : banyak /LPB
Bakteri : positif

A CKD Stage V on HD
Hipertensi
Hidronefrosis
ISK

P Nocid 3x4 po
Bicnat 3x1 po
CaCO3 3x1 po
Candesartan 1x8 mg po
Concor 2,5 mg
Cefalosporin 2x1
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Definisi
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah kerusakan faal ginjal yang hampir
selalu tak dapat pulih, dan dapat disebabkan berbagai hal. Istilah uremia telah
dipakai sebagai nama keadaan ini selama lebih dari satu abad, walaupun sekarang
kita sadari bahwa gejala gagal ginjal kronik tidak seluruhnya disebabkan retensi urea
dalam darah.
Adapun kriteria penyakit ginjal kronik adalah :
a. Kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, berupa kelainan
struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus
(LGF), berdasarkan :
 Kelainan patologik atau
 Pertanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan pada komposisi darah atau urin,
atau kelainan pada pemerikasaan pencitaraan.
b. LFG <60 ml/menit/1,73 m2 yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, dengan atau
tanpa kerusakan ginjal.
Gagal ginjal kronik didefinisikan sebagai kemunduran fungsi ginjal yang
progresif dan tak reversibel yang disebabkan oleh berbagai jenis penyakit. Penyakit
yang mendasari sulit dikenali bila gagal ginjal telah parah. Bila laju filtrasi
glomerulus (GFR) turun di bawah 25-30% dari angka normal, ginjal mungkin
menjadi tidak mampu mengekskresi sisa-sisa nitrogen, mengatur volume dan
elektrolit, dan mengeluarkan hormon.

3.2 Etiologi
Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes dan tekanan darah
tinggi, yaitu sekitar dua pertiga dari seluruh kasus (National Kidney Foundation,
2015). Keadaan lain yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal diantaranya adalah
penyakit peradangan seperti glomerulonefritis, penyakit ginjal polikistik, malformasi
saat perkembangan janin dalam rahim ibu, lupus, obstruksi akibat batu ginjal, tumor
atau pembesaran kelenjar prostat, dan infeksi saluran kemih yang berulang.
Penyebab Insiden
Diabetes Mellitus 44%
- tipe 1 (7%)
- tipe 2 (37%)
Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar 27%
Glomerulonefritis 10%
Nefritis Interstitialis 4%
Kista dan penyakit bawaan lain 3%
Penyakit sistemik (misal, lupus dan vaskulitis) 2%
Neoplasma 2%
Tidak diketahui 4%
Penyakit lain 4%

3.3 Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas
dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar
derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan mempergunakan
rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut :
Laki-laki = (140 - umur) x BB
72 x kreatinin serum
Perempuan = (140 - umur) x BB x (0,85)
72 x kreatinin serum

Tabel klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Atas Dasar Derajat Penyakit


Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt/1,73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG ≥90
normal atau
2 Kerusakan ginjal dengan 60-89
LFG ringan
3 Kerusakan ginjal dengan 30-69
LFG sedang
4 Kerusakan ginjal dengan LFG berat 15-29
5 Gagal ginjal <15 atau dialisis
3.4 Patofisiologi
Patofisiologi CKD pada awalnya dilihat dari penyakit yang mendasari,
namun perkembangan proses selanjutnya kurang lebih sama. Penyakit ini
menyebabkan berkurangnya massa ginjal. Sebagai upaya kompensasi, terjadilah
hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa yang diperantarai oleh
molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor. Akibatnya, terjadi hiperfiltrasi
yang diikuti peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses
adaptasi ini berlangsung singkat, hingga pada akhirnya terjadi suatu proses
maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Sklerosis nefron ini diikuti
dengan penurunan fungsi nefron progresif, walaupun penyakit yang mendasarinya
sudah tidak aktif lagi.

Diabetes melitus (DM) menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam


berbagai bentuk. Nefropati diabetik merupakan istilah yang mencakup semua lesi
yang terjadi di ginjal pada DM. Mekanisme peningkatan GFR yang terjadi pada
keadaan ini masih belum jelas benar, tetapi kemungkinan disebabkan oleh dilatasi
arteriol aferen oleh efek yang tergantung glukosa, yang diperantarai oleh hormon
vasoaktif, Insuline-like Growth Factor (IGF) – 1, nitric oxide, prostaglandin dan
glukagon. Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik
asam amino dan protein. Proses ini terus berlanjut sampai terjadi ekspansi
mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis tubulointerstisialis.
Hipertensi juga memiliki kaitan yang erat dengan gagal ginjal. Hipertensi
yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan-perubahan struktur pada
arteriol di seluruh tubuh, ditnadai dengan fibrosis dan hialinisasi (sklerosis) dinding
pembuluh darah. Salah satu organ sasaran dari keadaan ini adalah ginjal. Ketika
terjadi tekanan darah tinggi, maka sebagai kompensasi, pembuluh darah akan
melebar. Namun di sisi lain, pelebaran ini juga menyebabkan pembuluh darah
menjadi lemah dan akhirnya tidak dapat bekerja dengan baik untuk membuang
kelebihan air serta zat sisa dari dalam tubuh. Kelebihan cairan yang terjadi di dalam
tubuh kemudian dapat menyebabkan tekanan darah menjadi lebih meningkat,
sehingga keadaan ini membentuk suatu siklus yang berbahaya.

3.5 Gambaran Klinis


Gambaran Klinis Gambaran klinis pasien CKD meliputi gambaran yang
sesuai dengan penyakit yang mendasari, sindrom uremia dan gejala kompikasi. Pada
stadium dini, terjadi kehilangan daya cadang ginjal dimana GFR masih normal atau
justru meningkat. Kemudian terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif yang
ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada GFR
sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan. Ketika GFR sebesar 30%,
barulah terasa keluhan seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan
penurunan berat badan. Sampai pada GFR di bawah 30%, pasien menunjukkan
gejala uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien
juga mudah terserang infeksi, terjadi gangguan keseimbangan elektrolit dan air. Pada
GFR di bawah 15%, maka timbul gejala dan komplikasi serius dan pasien
membutuhkan RRT.

3.6 Diagnosis
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya seperti DM, infeksi traktus
urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, lupus Eritomatosus
Sistemik (LES), dan lain sebagainya.
b. Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, perikarditis,
kejang sampai koma.
c. Gejala komplikasinya, seperti anemia, hipertensi, osteodistrofi ginjal, asidosis
metabolik, dan gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, clorida)
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah ditemukan anemia normositik normokrom dan
terdapat sel Burr pada uremia berat. Leukosit dan trombosi masih dalam
batas normal. Penurunan fungsi ginjal berupa penurunan ureum dan
kreatinin serum. Klirens kreatinin meningkat melebihi laju filtrasi
glomerulus dan turun menjadi kurang dari 5 ml/menit pada gagal ginjal
terminal. Dapat ditemukan proteinuria 200-1000mg/hari.
2) Kelainan biokimiawi darah seperti penurunan kadar hemoglobin,
peningkatan asam urat, hiper/hipokalemia, hiponatremia,
hiper/hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia dan asidosis metabolic
3) Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, cast isotenuria dan
leukosuria.
b. Gambaran radiologis
1) Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak
2) USG bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang
menipis adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi.
c. Biopsi dan Histopatologi ginjal
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat dilakukan pada
penderita dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana
diagnosis secara invasif sulit ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini
bertujuan untuk mengetahui etiologi, menerapkan terapi, prognosis, dan
mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Kontraindikasi dilakukan
biopsi yaitu pada ukuran ginjal yang sudah mengecil (contracted kidney),
ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan
pembekuan darah, gagal nafas dan obesitas.
3.7 Penatalaksanaan
Diagnosis CRF harus dilakukan berdasarkan klasifikasi etiologi dan
patologi sehingga petugas kesehatan dapat merencanakan terapi yang tepat untuk
mencegah progresi penyakit dan memperbaiki keadaan umum. Tujuan dari terapi
CRF adalah :
1. Terapi Spesifik terhadap Penyakit Dasarnya
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum
penurunan LFG, sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran
ginjal yang masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaan
histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik.
Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap
penyakit dasarnya sudah tidak banyak bermanfaat
2. Pencegahan dan Terapi terhadap Kondisi Komorbid
Penting untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien
penyakit ginjal kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid yang dapat
memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain gangguan
keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius,
obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras, atau peningkatan aktivitas penyakit
dasarnya
3. Memperlambat Pemburukan Fungsi Ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi
glomerulus. Dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus ini
adalah dengan
a. Pembatasan asupan protein
Pembatasan mulai dilakukan pada LFG ≤ 60 ml/menit, sedangkan di
atas nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Protein
diberikan 0,6-0,8/kgBB/hari, yang 0,35-0,50 gr di antaranya merupakan
protein nilai biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30-35
kkal/kgBB/hari. Bila terjadi malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein dapat
ditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein tidak
disimpan dalam tubuh tapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain,
yang terutama diekskresikan melalui ginjal. Selain itu, makanan tinggi protein
yang mengandung ion hydrogen, fosfat, sulfat, dan ion nonorganic lain juga
diekskresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi protein
pada pasien penyakit ginjal kronik akan mengakibatkan penimbunan substansi
nitrogen dan ion anorganik lain dan mengakibatkan gangguan klinis dan
metabolic yang disebut uremia, dengan demikian pembatasan protein akan
mengakibatkan berkurangnya sindrom uremik. Masalah penting lain adalah
asupan protein berlebih akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal
berupa peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomerulus yang akan
meningkatkan progresivitas pemburukan fungsi ginjal. Pembatasan asupan
protein juga berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena protein dan
fosfat selalu berasal dari sumber yang sama. Pembatasa fosfat perlu untuk
mencegah terjadinya hiperfosfatemia
b. Terapi farmakologis untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus
Pemakaian obat antihipertensi, selain bermanfaat untuk memperkecil
risiko kardiovaskular juga sangat penting untuk memperlambat pemburukan
kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrfi
glomerulus. Selain itu, sasaran terapi farmakologis sangat terkait dengan
derajat proteinuria, karena proteinuria merupakan factor risiko terjadinya
pemburukan fungsi ginjal. Beberapa obat antihipertensi terutama golongan
ACE inhibitor melalui berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses
pemburukan fungsi ginjal
4. Pencegahan dan Terapi terhadap Penyakit Kardiovaskular
40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh
penyakit kardiovaskular. Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi
penyakit kardiovaskular adalah pengendalian diabetes, hipertensi, dislipidemia,
anemia, hperfosfatemia, dan terapi terhadap cairan dan gangguan keseimbangan
elektrolit. Semua ini terkait dengan terapi dan pencegahan terhadap koplikasi
penyakit ginjal kronik secara keseluruhan
5. Pencegahan dan Terapi terhadap Komplikasi
Penyakit ginjal kronik mengakibatkan berbagai komplikasi yang
manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi, yaitu
sebagai berikut :
a. Kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan (LFG 60-89 ml/menit) :
tekanan darah mulai meningkat
b. Penurunan LFG sedang (LFG 30-59 ml/menit) : hiperfosfatemia,
hipokalsemia, anemia, hiperparatiroid, hipertensi, dan hiperhomosisteinemia
c. Penurunan LFG berat (LFG 15-29 ml/menit) : malnutrisi, asidosis metabolik,
kecenderungan hiperkalemia, dan dislipidemia
d. Gagal ginjal (LFG < 15 ml/menit) : gagal jantung dan uremia
6. Terapi Pengganti Ginjal berupa Dialisis atau Transplantasi
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik
stadium 5, yaitu pada LFG ≤ 15 ml/menit. Terapi pengganti tersebut dapat berupa
hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.
Monitoring balance cairan, tekanan darah, ureum, kreatinin, Hb, dan
Gula darah juga perlu dilakukan untuk mecegah progresivitas penyakit untuk
berkembang lebih cepat.

3.8 Komplikasi
a. Hiperkalemia dapat terjadi akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik,
katabolisme dan masukan diit berlebih.
b. Perkarditis akibat terjadinya infeksi akibat efusi pleura dan tamponade jantung
akibat produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-
angiotensin-aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah.
e. Gagal jantung terjadi karena anemia yang mengakibatkan jantung harus bekerja
lebih keras, sehingga terjadi pelebaran bilik jantung kiri (LVH). Lama-kelamaan
otot jantung akan melemah dan tidak mampu lagi memompa darah sebagaimana
mestinya (sindrom kardiorenal).
f. Osteodistofi ginjal dan penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.
DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar 2013.


Jakarta: Kemenkes RI; 2013
2. Suwitra K. Penyakit ginjal kronik. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW,
Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF (eds). Buku ajar ilmu penyakit dalam
jilid 1. Edisi ke-6. Jakarta: Interna Publishing; 2014.
3. Darwis D, Moenajat Y, Nur B. M, Madjid A.S, Siregar P, Aniwidyaningsih W,
dkk. Fisiologi Keseimbangan Air dan Elektrolit dalam Gangguan Keseimbangan
Air-Elektrolit dan Asam-Basa, Fisiologi, Patofisiologi, Diagnosis dan
Tatalaksana, ed. ke-2. FK-UI : Jakarta, 2008. hlm.
4. Desitasari, Tri Gamya U, Misrawati. 2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan,
Sikap Dan Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Diet Pasien Gagal Ginjal
Kronik Yang Menjalani Hemodialisa. Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Riau. Riau. 29-114.
5. Lumenta, Nico A. 1992. Penyakit Ginjal. Penerbit. Arcan, Jakarta
6. National Kidney Foundation. 2011. Chronic Kidney Disease (CKD) and Diet:
Assessment, Management and Treatment.
7. Perhimpunan Nefrologi Indonesia. Konsensus Dialisis PERNEFRI, 2011 Hal 17
8. Roesly, R. 2008. Hipertensi, Diabetes, dan Gagal Ginjal di Indonesia. Dalam
Lubis. H. R., et al (eds). 2008. Hipertensi dan Ginjal. Medan: USU Press
9. Price dan Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses–proses Penyakit.
Edisi 4. Jakarta : EGC
10. Roesly, R. 2008. Hipertensi, Diabetes, dan Gagal Ginjal di Indonesia. Dalam
Lubis. H. R., et al (eds). 2008. Hipertensi dan Ginjal. Medan: USU Press

Anda mungkin juga menyukai