FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
DISUSUN OLEH:
Multazam
C014182120
RESIDEN PEMBIMBING:
dr. Devina
SUPERVISOR PEMBIMBING:
dr. A. Suheyra Syauki, M.Kes. Sp.KJ
i
HALAMAN PENGESAHAN
Nama : Multazam
NIM : C014182120
Universitas : Universitas Hasanudddin
Judul Referat : Efek Obat Anti Cemas Pada Ibu Menyusui
Judul Laporan Kasus : Skizoafektif Tipe Manik (F25.0)
Adalah benar telah menyelesaikan referat dan laporan kasus yang telah disetujui serta
telah dibacakan di hadapan pembimbing dan supervisor dalam rangka kepaniteraan
klinik pada bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .................................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................................ iii
REFERAT
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................................3
A. Gangguan Cemas ...............................................................................................3
B. Obat Anti Cemas ..............................................................................................10
C. Efek Obat Anti Cemas Pada Ibu Menyusui .....................................................11
BAB III KESIMPULAN............................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................19
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien ................................................................................................21
II. Riwayat Psikiatri ..............................................................................................22
III. Pemeriksaan Status Mental ..............................................................................26
IV. Pemeriksaan Fisik Dan Neurologi ...................................................................29
V. Ikhtisar Penemuan Bermakna ..........................................................................29
VI. Evaluasi Multi Aksial ......................................................................................30
VII. Daftar Masalah ...........................................................................................32
VIII. Rencana Terapi ..........................................................................................32
IX. Prognosis ..........................................................................................................33
X. Diskusi .............................................................................................................33
LAMPIRAN................................................................................................................37
iii
BAB I
PENDAHULUAN
adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk
mengatasi ancaman. Rasa tersebut ditandai dengan gejala otonom seperti nyeri kepala,
berkeringat, palpitasi, rasa sesak di dada, tidak nyaman pada perut, dan gelisah. 1,2
Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada
Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan
perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf
(neurosis, keluhan subjektif tanpa gangguan somatik yang nyata dengan fungsi mental-
kognitif tidak terganggu) dan berguna untuk terapi tambahan penyakit somatic dengan ciri
perasaan cemas dan ketegengan mental. Obat anti cemas mempunyai beberapa sinonim,
antara lain psikoleptik, transquilizer minor dan anksioliktik. Obat anti cemas disebut
anxiolitika yaitu obat yang dapat mengurang cemas patologik, ketegangan dan agitasi obat-
obat ini tidak berpengaruh pada proses kognitif dan persepsi, efek otonomik dan ekstra
piramidal tetapi menurunkan ambang kejang dan berpotensi untuk ketergantungan obat
Menyusui adalah proses pemberian susu kepada bayi atau anak kecil dengan air
susu ibu (ASI) dari payudara ibu. Bayi menggunakan refleks menghisap untuk
mendapatkan dan menelan susu. Air Susu Ibu (ASI) merupakan satu jenis makanan yang
mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikologi, sosial maupun spiritual. ASI
1
mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan, faktor pertumbuhan, anti alergi serta anti
inflamasi.
Ibu yang mengalami gangguan cemas selama menyusui dan mengonsumsi obat
anti cemas bisa memberikan efek kepada bayinya. Beberapa obat anti cemas dapat
menghalangi proses pengeluaran ASI maupun menimbulkan efek sedasi pada bayi.4
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Gangguan Cemas
1. Definisi
adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk
mengatasi ancaman. Rasa tersebut ditandai dengan gejala otonom seperti nyeri kepala,
berkeringat, palpitasi, rasa sesak di dada, tidak nyaman pada perut, dan gelisah.
Rasa cemas dapat datang dari eksternal atau internal. Masalah eksternal umumnya
terkait dengan hubungan antara seseorang dengan komunitas, teman, atau keluarga.
2. Epidemiologi
Gangguan cemas merupakan gangguan yang sering dijumpai pada klinik psikiatri.
Angka prevalensi untuk gangguan cemas menyeluruh 3-8% dan rasio antara perempuan
dan laki-laki sekitar 2:1. Adapun untuk gangguan panik prevalensi sepanjang hidup
gangguan panik dilaporkan 1,5% sampai 5%. Prevalensi untuk agoraphobia adalah 2-6%
sedangkan fobia spesifik sekitar 11% dan fobia sosial adalah 3-13%. Gangguan obsesif
kompulsif memiliki prevalensi sebesar 2-3% dengan usia rata-rata yakni 20 tahun.1
Gejala-gejala cemas pada dasarnya terdiri dari dua komponen yakni, kesadaran
terhadap sensasi fisiologis (palpitasi atau berkeringat) dan kesadaran terhadap rasa gugup
atau takut. Selain dari gejala motorik dan viseral, rasa cemas juga mempengaruhi
kemampuan berpikir, persepsi, dan belajar. Umumnya hal tersebut menyebabkan rasa
3
bingung dan distorsi persepsi. Distorsi ini dapat menganggu belajar dengan menurunkan
Aspek yang penting pada rasa cemas, umumnya orang dengan rasa cemas akan
melakukan seleksi terhadap hal-hal disekitar mereka yang dapat membenarkan persepsi
a. Teori psikoanalitik
Anxiety” bahwa kecemasan adalah suatu sinyal kepada ego bahwa suatu
dan pelepasan sadar. Sebagai suatu sinyal, kecemasan menyadarkan ego untuk
b. Teori Perilaku
Rasa cemas dianggap timbul sebagai respon dari stimulus lingkungan yang
spesifik.
wanita. Bahkan seorang anak dapat meniru sifat orang tuanya yang cemas.2
c. Aspek Biologis
4
Berdasarkan aspek biologis, didapatkan beberapa teori yang mendasari
Neurotransmiter2
adalah:
o gastrointestinal (diare)
o respirasi (takipneu)
Sistem saraf otonom pada pasien dengan gangguan cemas, terutama pada
simpatetik, yang beradaptasi lambat pada stimuli repetitif dan berlebih pada
limbik dan korteks serebri dianggap memegang peran penting dalam proses
terjadinya cemas.
cemas. Korteks temporal juga dikaitkan dengan gangguan cemas. Hal ini
diduga karena adanya kemiripan antara presentasi klinis dan EEG pada pasien
5
Selain menerima inervasi dari noradrenergik dan serotonergik, sistem limbik
juga memiliki reseptor GABA dalam jumlah yang banyak. Ablasi dan
pada respon cemas dan takut. Dua area pada sistem limbik menarik perhatian
berkaitan dengan rasa cemas, dan cingulate gyrus, yang diduga berkaitan
Neurotransmitter
1) Norepinephrin
rostral pons, dan memiliki akson yang menjurus pada korteks serebri,
menimbulkan rasa takut dan bila dilakukan inhibisi, primata tersebut tidak
6
mencetuskan serangan panik secara lebih sering dan lebih berat.
gejala cemas.2
2) Serotonin
3) GABA
7
mengkonsumsi obat benzodiazepine. Pada satu studi MRI, sebuah defek
tidak ada pada hemisfer kiri. fMRI, SPECT, dan EEG menunjukan
yang ditemukan juga pada area oksipital, temporal, dan girus hippocampal.
amygdala.2
b. Mutisme selektif
c. Fobia spesiifik
d. Fobia social
e. Gangguan panik
f. Agorafobia
8
k. Gangguan cemas tidak tergolongkan5
III, gangguan cemas dikaitkan dalam gangguan neurotik, gangguan somatoform dan
F40.0 Agorafobia
9
F42.1 Predominan tindakan kompulsif (obsesional ritual)
Anti cemas atau anti ansietas adalah obat-obat yang digunakan untuk mengatasi
kecemasan dan juga mempunyai efek sedatif, relaksasi otot, amnestik, dan antiepileptik.3
a. Golongan Benzodiazepine
b. Golongan Non-Benzodiazepin
Anti cemas yang utama adalah benzodiazepine. Banyak golongan obat yang
mendepresi system saraf pusat (SSP) lain telah digunakan untuk sedasi siang hari pada
pengobatan gangguan cemas, namun penggunaannya saat ini telah ditinggalkan. Alasannya
ialah antara lain golongan barbiturate dan meprobamat, lebih toksik pada takar lajak
(overdoses).
10
Secara umum obat-obat anti cemas ini bekerja di reseptor GABA. Benzodiazepine
menghasilkan efek pengikatan terhadap reseptor GABA tersebut. Anti cemas non
benzodiazepin seperti buspirone menimbulkan efek ansiolitik yaitu dengan bekerja sebagai
Efek samping obat anti cemas dapat berupa sedasi (rasa mengantuk, kewaspadaan
berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif melemah) dan relaksasi otot.
Potensi menimbulkan ketergantungan lebih rendah dari narkotika. Penghentian obat secara
mendadak akan menimbulkan gejala putus obat seperti irritable, bingung, gelisah,
1. Alprazolam
Alprazolam merupakan salah satu dari golongan obat benzodiazepin atau disebut
juga Minor Transquillizer dimana golongan ini merupakan obat yang paling umum
digunakan sebagai anti cemas. Alprazolam merupakan obat anti cemas dan anti panik yang
penenang.6
Karena laporan efek pada bayi, termasuk sedasi, alprazolam mungkin bukan
neonatus atau bayi prematur. Benzodiazepine yang bekerja lebih pendek tanpa metabolit
aktif lebih dipilih. Setelah penggunaan alprazolam dosis tunggal, biasanya ibu disarankan
11
Pada wanita menyusui yang rata-rata 11,8 minggu postpartum (kisaran 6-28
minggu) diberi dosis tunggal alprazolam 0,5 mg per oral. Sebelas sampel ASI diperoleh
selama 36 jam setelah dosis. Rata-rata tingkat alprazolam pada ASI adalah 3,7 mcg/L
terjadi pada rata-rata 1,1 jam (kisaran 0,47-3,8 jam) setelah dosis. Waktu paruh alprazolam
hydroxyalprazolam tidak terdeteksi (<0,5 hingga 1 mcg/L) dalam ASI. Sehingga bayi yang
disusui secara eksklusif yang ibunya mengonsumsi alprazolam dalam kisaran dosis normal
akan menerima dosis harian 0,5 hingga 5 mcg / kg atau sekitar 3% dari dosis yang
Peningkatan iritabilitas bayi setelah penghentian ASI terjadi pada bayi berusia 1
minggu yang ibunya minum alprazolam selama kehamilan dan terus meminumnya setelah
melahirkan. Reaksi ini mungkin menunjukkan bahwa ada cukup alprazolam dalam ASI
untuk mencegah efek withdrawal. Gejala withdrawal bayi seperti tangisan, iritabilitas, dan
gangguan tidur selama 2 minggu pada bayi cukup bulan yang disusui secara eksklusif
prolaktin. Pada wanita dapat terjadi galaktorea, amenorea, dan peningkatan serum prolaktin
setelah mengonsumsi alprazolam selama beberapa bulan untuk mengatasi rasa takut,
kurang tidur, jantung berdebar, dan ketidaknyamanan pada saluran cerna. Setelah
berhenti setelah sekitar satu bulan, menstruasi menjadi normal setelah sekitar 2 bulan, dan
serum prolaktin menurun ke tingkat normal. Tingkat prolaktin pada ibu dengan laktasi yang
12
2. Lorazepam
Lorazepam memiliki kadar yang rendah pada ASI, waktu paruh relatif singkat
dibandingkan benzodiazepin lainnya, dan aman diberikan secara langsung ke bayi. Bukti
dari ibu menyusui menunjukkan bahwa lorazepam tidak menyebabkan efek buruk pada
Pada ibu yang mengonsumsi lorazepam 2,5 mg per oral dua kali sehari selama 5
hari pertama pascapersalinan memiliki ASI dengan level lorazepam bebas dan terkonjugasi
bayi yang disusui secara eksklusif akan menerima sekitar 7 mcg/kg setiap hari dengan dosis
ibu ini atau sekitar 8,5% dari dosis yang disesuaikan dengan berat badan ibu.
Bayi baru lahir dari seorang ibu yang mengonsumsi lorazepam 2,5 mg per oral
dua kali sehari selama 5 hari setelah melahirkan tidak menunjukkan tanda-tanda sedasi.
Dalam sebuah, 124 ibu yang menggunakan benzodiazepine saat menyusui melaporkan
apakah bayi mereka memiliki tanda-tanda sedasi, 64 ibu yang minum lorazepam saat
sedang menyusui dan tidak ada yang melaporkan sedasi pada bayinya.11.12
3. Diazepam
nordiazepam, terakumulasi dalam serum bayi yang disusui dengan dosis berulang. Karena
waktu paruh diazepam dan nordiazepam panjang, waktu pemberian ASI sehubungan
dengan dosisnya sedikit atau tidak bermanfaat dalam mengurangi paparan bayi. Agen anti
cemas lain lebih baik, terutama saat menyusui bayi yang baru lahir atau bayi prematur.
Pada ibu yang diberikan diazepam 10 mg oral 3 kali sehari selama 6 hari setelah
melahirkan. Kadar rata-rata diazepam pada ASI ditambah nordiazepam adalah 79 mcg/L
13
setelah 4 hari (total diazepam dosis130 mg) dan 130 mcg/L setelah 6 hari (total dosis
Pada ibu menyusui diberikan diazepam 10 mg oral 3 kali sehari dimulai pada hari
ke 5 pasca persalinan. Penurunan berat badan, kelesuan, dan EEG yang konsisten dengan
efek sedatif pada usia 8 hari mungkin disebabkan oleh diazepam atau metabolitnya dalam
ASI.
Sedasi dilaporkan pada bayi baru lahir yang disusui dari ibu yang minum
diazepam oral 6 sampai 10 mg setiap hari jika bayi disusui beberapa jam setelah pemberian
dosis, tetapi tidak jika dia menyusu 8 jam atau lebih setelah pemberian dosis. Sedasi pada
bayi mungkin disebabkan oleh diazepam dan metabolit utamanya dalam ASI.
Dalam sebuah pada 124 ibu yang menggunakan benzodiazepine saat menyusui
melaporkan apakah bayi mereka memiliki tanda-tanda sedasi. Sekitar 10% ibu
mengonsumsi diazepam saat sedang menyusui dan tidak ada yang melaporkan sedasi pada
bayinya. Dalam studi longitudinal pada wanita yang minum obat selama menyusui,
4. Clobazam
Informasi terbatas menunjukkan bahwa dosis clobazam pada ibu menyusui hingga
30 mg setiap hari menghasilkan susu dalam kadar rendah. Penggunaan jangka pendek
diperkirakan tidak menyebabkan efek buruk pada bayi yang disusui, terutama jika bayi
berusia lebih dari 2 bulan. Selama pemberian jangka panjang, pantau bayi terhadap
kemungkinan sedasi dan mengisap yang buruk serta penambahan berat badan.
14
Clobazam memiliki waktu paruh 36 hingga 42 jam dan dimetabolisme menjadi N-
desmethylclobazam, yang memiliki sekitar 20% aktivitas clobazam dan waktu paruh 71
hingga 82 jam. Pada 6 pasien yang menerima clobazam oral 10 mg pada jam 7 pagi dan 20
mg pada jam 3 sore setiap hari selama 5 hari. Sampel ASI diambil 2 jam setelah setiap
dosis pada hari 2 dan 5 pemberian obat. Rata-rata level clobazam plus N-
desmethylclobazam adalah 0,125 mg/L pada hari ke-2 dan 0,152 mg/ L pada hari ke-5.
Level Clobazam tertinggi adalah 0,33 mg/ L pada hari 2 dan 0,25 mg/ L pada hari 5.
Karena potensi yang lebih rendah dan waktu paruh N-desmethylclobazam yang lebih lama,
nilai-nilai ini mungkin memiliki dampak farmakologis yang meningkat dari clobazam
dalam ASI.14
5. Sulpride
meningkatkan suplai ASI dipertanyakan. Dalam sebuah penelitian yang hanya melibatkan
ibu dengan produksi ASI rendah beberapa minggu pascapersalinan, sulpiride efektif dalam
meningkatkan volume ASI, tetapi itu hanya lebih efektif daripada plasebo dalam
menghindari suplementasi pada mereka yang tidak memiliki produksi susu awal.
Sulpiride diekskresikan ke dalam ASI dalam jumlah yang agak besar, jauh di atas
nilai yang diterima 10% dari dosis yang disesuaikan dengan berat badan ibu dalam
beberapa kasus, tetapi konsentrasi pada serum bayi yang disusui belum dievaluasi. Dua
penelitian tidak menemukan efek buruk pada bayi yang disusui ibunya yang diobati dengan
Ibu postpartum memiliki risiko yang relatif tinggi untuk depresi pascapersalinan
dan sulpiride dapat menyebabkan depresi sebagai efek samping. Oleh karena itu, sulpiride
15
mungkin harus dihindari pada wanita dengan riwayat depresi berat dan tidak digunakan
dalam waktu lama pada ibu mana pun selama masa kerentanan tinggi ini. Kelelahan terjadi
sesekali dan kasus sakit kepala dan edema kaki juga telah dilaporkan pada ibu menyusui
Pada 20 wanita yang menggunakan sulpiride 50 mg dua kali sehari per oral untuk
meningkatkan produksi ASI. Sampel ASI tunggal dari setiap wanita diambil pada 2 jam
setelah dosis pagi antara 3-7 hari terapi. Konsentrasi sulpiride ASI rata-rata adalah 970
mcg/ L (kisaran 260-1970 mcg/L). Ini berarti dosis harian maksimum bayi harian rata-rata
146 mcg/ kg (kisaran 39- 297 mcg/ kg) pada bayi atau 8,7% (kisaran 2- 18%) dari dosis ibu
sehari selama 4 minggu, tidak ada efek samping yang dilaporkan pada bayi yang disusui.
Pada penelitian lain terhadap 24 ibu menyusui yang menerima sulpiride 50 mg 3 kali sehari
selama 2 minggu, tidak ada efek samping yang dilaporkan pada bayi yang disusui. Dalam
produksi ASI, kenaikan berat badan bayi lebih besar pada bayi perempuan yang dirawat
hingga hari ke 15, tetapi tidak ada perbedaan kenaikan berat badan antara kelompok
setelahnya.15
6. Buspirone
menghasilkan susu dalam kadar rendah. Karena tidak ada informasi yang tersedia tentang
penggunaan jangka panjang buspirone selama menyusui, obat lain mungkin lebih dipilih,
16
Ibu yang mengonsumsi buspirone 15 mg 3 kali sehari selama kehamilan dan
oleh uji High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dimana batas deteksi dan
waktu sampel tidak disebutkan. Pada bayi yang disusui secara eksklusif dari seorang ibu
yang menggunakan buspirone 15 mg 3 kali sehari, buspirone tidak terdeteksi dalam serum
buspirone dihentikan, galaktorea bertahan. Tingkat prolaktin pada ibu dengan ASI yang
17
BAB III
KESIMPULAN
mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. Gangguan cemas ditandai dengan gejala
otonom seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, rasa sesak di dada, dan gelisah.
Obat anti cemas terbagi atas dua golongan yakni Benzodiazepine dan Non
sedangkan Non Benzodiazepine bekerja sebagai agonis sebagian pada reseptor 5-HT1A.
Obat anti cemas yang paling aman digunakan pada ibu menyusui adalah
Lorazepam karena memiliki kadar yang rendah pada ASI, dengan penggunaan dosis biasa
pada umumnya.
Obat anti cemas lainnya bisa memberikan efek sedasi pada bayi bahkan sampai
menyebabkan bayi mengalami letargi. Perlu juga diperhatikan bahwa obat anti cemas dapat
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Sylvia D. Elvira, Gitayanti Hadisukanto. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: FKUI. 2017.
Jaya-Jakarta; 2014.
5. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM-5.
10. Petric D, Peitl MV, Peitl V. High doses alprazolam induced amenorrhoea and
11. Whitelaw AGL, Cummings AJ, McFadyen IR. Effect of maternal lorazepam on the
19
12. Kelly LE, Poon S, Madadi P, Koren G. Neonatal benzodiazepines exposure during
13. Cole AP, Hailey DM. Diazepam and active metabolite in breast milk and their
augmenting maternal milk production, second revision 2018. Breastfeed Med. 2018
20
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. AN
Umur : 24 Tahun
Agama : Islam
Suku : Bugis
Pasien masuk ke perawatan Pakis RSWS pada tanggal 29 Maret 2019 untuk ketiga
21
II. RIWAYAT PSIKIATRI
Nama : Ny. AC
Umur : 59 tahun
Agama : Islam
A. Keluhan Utama
Mengamuk
kalinya diantar oleh ibu dan kakaknya. Pasien baru saja keluar dari opname 3
hari yang lalu. Pasien mengamuk sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien sering marah tanpa sebab, gelisah, mondar-mandir tidak jelas, selalu
ingin keluar rumah bahkan tidur di Alfamart. Tidur malam terganggu, sering
menangis tiba-tiba tanpa sebab dan membaik dengan sendirinya satu minggu
kemudian. Pada tahun 2017 pasien kembali mengalami keluhan yang sama
sehingga dirawat inap di Pakis untuk pertama kalinya selama 18 hari, pulang
dalam keadaan baik dan kontrol di poli jiwa. Satu tahun terakhir, pasien tidak
22
lagi rutin kontrol dan tidak mau minum obat karena merasa sudah membaik
Episode kini Depresi dan diberi terapi Olanzapine 5 mg 1 tablet/ 24 jam/ oral/
mg 1 tablet/24 jam/ oral/ malam tapi tidak ada perbaikan sehingga dirawat
inap kedua kalinya di Pakis pada tanggal 22 maret 2019 dan pulang 26 maret
23
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
Tidak ada.
Tidak ada
Pada saat SMP pasien sering menangis tanpa sebab namun tidak berobat karena
membaik dalam 1 minggu. Pada tahun 2017 pasien mengalami hal yang sama
dan dirawat di Pakis selama 18 hari, pasien pulang dengan membaik. Pasien
dirawat untuk kedua kalinya di Pakis pada 22 Maret 2019 sampai dengan 26
Maret 2019.
Pasien lahir cukup bulan melalui persalinan normal dan ditolong oleh bidan dan
badan lahir tidak diketahui. Selama kehamilan ibu pasien dalam keadaan sehat
dan tidak mengkonsumsi obat-obatan atau jamu. Pasien diasuh oleh kedua orang
tuanya serta minum ASI hingga waktu yang tidak diketahui. Pertumbuhan dan
Perkembangan masa kanak-kanak awal pasien seperti berbicara dan berjalan baik
baik.
24
3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan (usia 3-11 tahun)
Pasien menempuh SMA hanya 2 tahun dengan prestasi yang cukup baik.
tepat waktu.
6. Riwayat Agama
7. Riwayat Hukum
Selama ini pasien tidak pernah terlibat dengan masalah pelanggaran hukum.
8. Riwayat Militer
9. Aktivitas Sosial
pasien dengan keluarga baik. Saudara ayah pasien memiliki riwayat gangguan jiwa
25
Genogram pasien :
F. Situasi Sekarang
Pasien saat ini tinggal bersama ibu dan kakak pertamanya yang sudah menikah.
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Seorang perempuan, perawakan normal, perawatan diri cukup, wajah sesuai usia
2. Kesadaran
26
Cenderung gelisah.
4. Pembicaraan
1. Mood : Disforik
2. Afek : Labil
1. Taraf pendidikan :
3. Orientasi
Waktu : Baik
Tempat : Baik
Orang : Baik
4. Daya ingat
27
7. Kemampuan menolong diri sendiri : Baik
D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi
E. Proses Berpikir
1. Arus Pikiran
Produktivitas : Berlebih
2. Isi Pikiran
F. Pengendalian Impuls
Terganggu
G. Daya Nilai
28
2. Uji daya nilai : Terganggu
H. Tilikan (Insight)
A. Status Internus
Nadi : 72x/menit
Pernapasan : 18x/menit
Suhu : 36,1oC
B. Status Neurologis
GCS: E4M6V5, Gejala rangsang selaput otak: kaku kuduk negatif, pupil bulat
isokor 2,5 mm / 2,5 mm, refleks cahaya (+/+), fungsi motorik dan sensorik keempat
ekstremitas dalam batas normal. Tidak ditemukan refleks patologis. Cara berjalan
normal, keseimbangan baik. Sistem saraf sensorik dan motorik dalam batas normal.
Kesan: Normal.
Seorang pasien perempuan masuk perawatan Pakis RSWS untuk ketiga kalinya
diantar oleh ibu dan kakaknya karena mengamuk sejak satu sebelum masuk Rumah
Sakit. Pasien sering marah tanpa sebab, gelisah, mondar-mandir tidak jelas, selalu
ingin keluar rumah bahkan tidur di alfamart. Tidur malam terganggu, sering mandi dan
29
Pasien sebelumnya dirawat di Pakis selama empat hari dengan diagnosis
Gangguan Afektif Bipolar Episode kini Depresi. Setelah dua hari di rumah pasien
mengamuk sehingga dibawah ke poli jiwa RSWS dan diputuskan dirawat kembali
kuantitatif GCS 15 (Compos mentis), mood disforik, afek labil, empati tidak dapat
laki-laki atau perempuan yang berbisik tetapi tidak jelas bicara apa dan mengganggu
konsentrasi pasien serta halusinasi visual berupa bayangan hitam di kamar pasien.
longgar dan flight of idea. Tidak ada preokupasi maupun gangguan isi pikir.
Pengendalian impuls terganggu. Norma sosial, penilaian daya nilai, dan penilaian
penyakitnya.
AKSIS I :
bermakna yaitu pasien mengamuk sebelum masuk ke Pakis RSWS dan tidur
(distress) pada dirinya, sulit melakukan tugas dalam kehidupan harian, dan sulit
mengisi waktu luangnya dengan hal yang bermanfaat (disability) sehingga dapat
berat dalam menilai realitas sehingga pasien digolongkan dengan Gangguan Jiwa
30
Psikotik. Pasien tidak ditemukan adanya riwayat infeksi dan trauma kepala maupun
kesulitan dalam menilai realita, adanya halusinasi auditorik dan visual, serta afek yang
labil dimana pasien cenderung gelisah. Oleh karena itu berdasarkan PPDGJ III, pasien
(F31.2). Pada pasien ini mood pasien disforik dan afek labil, pasien kelihatan
seperti suka berbicara dan mengalami gejala psikotik. Diagnosis banding ini
halusinasi audiotorik tetapi pada pasien tidak ada fase remisi sempurna diantara
AKSIS II : Ciri kepribadian saat ini belum dapat ditentukan, namun sebelum
31
VII. DAFTAR MASALAH
A. Organobiologik
B. Psikologik
C. Sosiologik
Ditemukan adanya hendaya dalam bidang sosial, pekerjaan dan penggunaan waktu
A. Farmakoterapi
B. Psikoterapi Suportif
mungkin timbul selama pengobatan, serta memotivasi pasien supaya mau minum
32
C. Sosioterapi
pengobatan.
IX. PROGNOSIS
X. DISKUSI
skizoafektif terkait dengan faktor genetik. Sebuah studi yang dilakukan untuk
mengamati apakah ada pola tertentu dari sejarah keluarga pada orang dengan
33
gangguan skizoafektif dibandingkan dengan orang dengan gangguan bipolar dan
skizofrenia. Dari studi tersebut, didapatkan bahwa tidak ada perbedaan antara pasien
pria dan wanita ketika dampak riwayat keluarga masuk kejiwaan diperiksa. Selain itu,
juga ditemukan bahwa gangguan skizoafektif terkait sama kuat dengan bipolar dan
Statistik umum gangguan ini yaitu kira-kira 0,2% di Amerika Serikat dari populasi
umum dan sampai sebanyak 9% orang dirawat di rumah sakit karena gangguan ini.
Insidensi skizoafektif lebih besar pada wanita dibandingkan dengan pria. Pada wanita
yang menikah, insidensinya lebih besar dibandingkan dengan wanita yang belum
menikah. Meskipun prevalensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria,
namun angka remisi pada wanita lebih baik dibandingkan dengan pria.
Berdasarkan PPDGJ III, untuk diagnosis pasti Gangguan Skizoafektif (F25) harus
memenuhi:
adanaya gejala skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat
bersamaan (stimultaneously), atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang
lain, dalam satu episode penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi
dari ini, episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun
• Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia dan
34
• Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah mengalami
suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi Pasca Skizofrenia).
manik (F25.0) maupun depresif (F25.1) atau campuran keduanya (F25.2). Pasien
lain mengalami satu atau dua episode skizoafektif terselip diantara episode manik
• Kategori ini digunakan baik untuk episode skizofrenia tipe manik yang tunggal
tipe manik.
• Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang tidak
memuncak.
• Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu atau lebih baik lagi dua,
Gejala skizofrenia khas yang dimaksud (sesuai dengan F20.- a sampai dengan d)
adalah:
a) - “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan; walaupun isinya sama, namun
- “thought insertion or withdrawal” = isi pikiran yang asing dari luar masuk ke
dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari
35
- “thought broadcasting” = isi pikitannya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya;
terhadap suatu kekuatan dari luar (tentang dirinya= secara jelas merujuk ke
khusus);
c) Halusinasi auditorik:
pasien, atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau
politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya
dunia lain.
36
LAMPIRAN WAWANCARA
37
DM : Laki-laki atau perempuan?
P : Pokoknya hitam kak
DM : Dimana itu bayangannya? Ada disini?
P : Ada di kamar kak
DM : ada itu di kamar sekarang?
P : Ada kak. Takut Nur masuk kamar kalo ada itu. Makanya nur lebih suka jalan-jalan
keluar kamar ke tempat itu (tunjuk nurse station), Nur bisa putar lagunya sulis disitu kak.
DM : Jadi Nur tidak mau masuk kamar?
P : Tidak mau, bosan Nur di kamar, tidak ada teman. Kita tau Diana kak?
DM : Tidak, siapa itu?
P : Masa’ tidak kita tau, itu teman KKNnya Nur. Ada juga Asrar, Ihsan, Mirna.
DM : Sudahmi dulu Nur ya. Saya Tanya-tanya saja dulu mamanya Nur
DM : Selamat siang Bu, Perkenalkan saya Multazam. Boleh saya Tanya-tanya tentang
Nur?
K : Bolehji dok
DM : Kenapa Nur masuk lagi ke sini Bu? Ini yang ketiga kalinya kan?
K : Iya dok. Kemarin mengamuk ki, selalu mandi terus, marah-marah tidak jelas,
bahkan tidur di Alfamart. Padahal baru 3 hari keluar dari sini baru dikasi masuk RS lagi.
DM : Nur memangnya tidak minum obat saat pulang bu?
K : Minum dok, tapi tetap begitu
DM : Bagaimana keadaannya Nur pas dipulangkan kemarin?
K : Baik-baik dok
DM : Sejak kapan mulai begini Nur, Bu?
K : Sejak sudah KKN diam-diam terus sering menangis makanya dia telpon saya
untuk pergi temani di kosnya. Baru saat itu juga sempat diambil tasnya, dia melawan
awalnya tapi karena diancam parang makanya dia serahkan.
DM : Bagaimana Nur setelah itu?
K : Karena diam-diam terus saya bawa ke sepupu ku yang dokter penyakit dalam di
Makassar juga. Setelah diperiksa tidak ada apa-apa makanya saya dianjurkan bawa ke
dokter jiwa saja, makanya saya bawa ke RSWS dan dirawat kemarin 18 hari.
DM : Bagaimana Nur sudah dirawat disini adaji perubahan?
K : Jadi bagus dok, bisaji kembali kuliah dan selesai kuliahnya.
DM : Apa yang Nur lakukan setelah selesai kuliah sampai akhirnya bisa masuk kembali
ke sini untuk yang kedua?
K : Dia kan mau mengajar dan ditawari mengajar di Maros sama keluargaku tapi tidak
mau dulu makanya ikut menjual jual sama kakaknya di Ruko. Sampai nabilang mauki
lanjut sekolah S2 tapi saya bilang tunggu dulu ada rezeki nak atau cari saja beasiswa.
Makanya kemarin dia daftar LPDP dan Alhamdulillah lulu semua tes kecuali yang terakhir
38
wawancara tidak luluski. Baru setelah itu dia daftar lagi CPNS tapi peringkat 7 dan 2 saja
yang mau diterima. Setelah itu dipanggil sama sepupuku di Maros untuk mengajar
makanya dia siapkan berkasnya tapi setelah itu mulai lagi sering menangis dan marah-
marah tidak jelas.
DM : Apakah Nur masih rutin kontrol ke dokter jiwa dan minum obat Bu?
K : Ada setahun Nur minum obat nak tapi karena dia rasa enak dan baikan makanya
dia berhenti minum obat
DM : Nur kalo tidak sakit bagaimana orangnya Bu? Apakah pendiam atau memang
banyak bicara?
K : Pendiam itu anaknya dok, jarang juga bicara atau cerita sesuatu sama saya. Baru
sekarang dia banyak bicara begitu.
DM : Sebelum sebelumnya ada tidak Nur begitu? Kayak mungkin menangis atau
bagaimana?
K : Pernah dulu sering menangis tanpa sebab waktu awal SMP. Ada kayaknya satu
minggu tapi setelah itu baik-baikmi lagi
DM : Kalau masa kecilnya dulu Nur bagaimana Bu?
K : Bagus kok Nak
DM : Sesuai anak seusianya kan Bu? Mulai dari lahir dimana bu?
K : Lahir di rumah dulu, pertumbuhan sama seperti anak seusianya.
DM : SD, SMP, SMAnya bagaimana?
K : SD normal, dulu sering peringkat 1 atau 2 di sekolah.
DM : Kalo SMP dan SMAnya? 3 tahun semua?
K : Kalo SMA hanya 2 tahun saja
DM : Tidak pernahji Nur ada sakit sakit sejak kecil?
K : Tidak ada dok, palingan demam sekali-kali
DM : Kalo begitu terima kasih banyak Bu atas kesempatannya untuk saya wawancarai
K : iya dok
39